Kamis, 25 Juni 2015

Tentara Belanda Tinggalkan Yogya dengan Slogan Bijak & Gila

Ilustrasi Kegembiraan rakyat Yogyakarta pasca-Tentara Belanda ditarik mundur dari Ibu Kota RI
Ilustrasi Kegembiraan rakyat Yogyakarta pasca-Tentara Belanda ditarik mundur dari Ibu Kota RI
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II “Operatie Kraai”, sebagai bentuk pelanggaran yang kedua kalinya terhadap perjanjian antara mereka sendiri dengan Indonesia. Tapi 24 Juni 1949, pemerintahan Indonesia di Yogyakarta bisa kembali dipulihkan.
Sejak Belanda menginvasi Yogyakarta yang kala itu menjadi Ibu Kota Republik Indonesia (RI), TNI beserta elemen rakyat terus berusaha membuktikan pada dunia bahwa kekuatan militer Indonesia masih ada. Klimaksnya pada Serangan Oemoem 1 Maret 1949.
Dunia internasional dan tentunya Amerika Serikat, terus mendorong perselisihan dua negara diselesaikan lewat perundingan. Kesepakatan Roem-Roijen pun tercipta dan sebagai kelanjutannya, terjadi perundingan tiga pihak antara Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Majelis Konsultatif Federal, Indonesia dan Belanda yang diawasi perwakilan PBB, Thomas Kingston Critchley.
Perundingan itu menghasilkan deal lainnya, yakni pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta yang harus dilaksanakan pada 24 Juni 1949 (hingga diresmikan 1 Juli 1949), RI menghentikan perang gerilya dan Konferensi Meja Bundar untuk digelar di Den Haag, Belanda.
Di sisi lain dengan adanya kesepakatan itu, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat pimpinan Syafrudin Prawiranegara pun, diserahkan lagi ke Wakil Presiden Mohammad Hatta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Menteri Pertahanan ditugaskan ketua Koordinator Keamanan selama penarikan mundur tentara Belanda.
Sedianya Belanda dengan berat hati harus mematuhi hasil-hasil kesepakatan di atas. Mereka menganggap jika Yogyakarta ditinggalkan, pihak Republik takkan mampu menjaga kestabilan keamanan. Bahkan isu-isu pun disebar bahwa akan ada tindakan balasan terhadap para pendukung politik Belanda di Yogya.
Mereka menawarkan untuk ikut keluar Yogyakarta, seiring penarikan mundur tentara Belanda, baik dari elemen KNIL (Koninklijke Nederlandsch-Indische-Leger) atau tentara Hindia-Belanda, maupun KL (Koninklijke Landmaacht) atau angkatan darat Kerajaan Belanda, ke Magelang pada 24-29 Juni 1949.
Spirit tentara Belanda sendiri dikutip dari buku ‘Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Hamengku Buwono IX’, merosot lantaran harus angkat kaki dari Yogyakarta tanpa bertempur.
Suasa hati mereka bak diibaratkan dengan slogan “Weest wijs, maar wordt gek” yang kira-kira artinya, “Jadilah orang yang bijaksana, tetapi jadilah orang gila,”.
Suasana seantero Yogyakarta, terutama di wilayah kota begitu lengang ketika derap tentara Belanda beradu dengan deru-deru kendaraan baja mereka mengarah ke utara meninggalkan Yogyakarta.
Pasalnya rakyat Yogyakarta sesuai amanat Sri Sultan HB IX, diimbau untuk tidak keluar rumah atau membanjiri jalan hanya untuk melihat kesibukan tentara Belanda yang pergi.
Amanat tersebut berbunyi, “Hak milik tiap orang dijamin, keselamatan raga dan jiwanya dilindungi, bahkan barang siapa yang hendak pergi dari Yogyakarta setelah pemulihan, akan diberi kesempatan semudah-mudahnya…., diperintahkan kepada segenap penduduk agar tinggal di rumah selama 24 jam pada hari terakhir penarikan mundur tentara pendudukan Belanda,”.
29 Juni, sisa-sisa tentara Belanda sudah tiada, kehidupan rakyat seolah terlepas dari belenggu dan tak lama kemudian, TNI mulai memasuki Yogyakarta dari arah selatan yang di kemudian hari dikenal sebagai peristiwa “Yogya Kembali”. 

(Okezone)

Kisah heroik Pasukan Garuda hadapi serangan tank prajurit Kongo

Kisah heroik Pasukan Garuda hadapi serangan tank prajurit Kongo
tank pasukan kongo. ©reddit.com
Kiprah Kontingen Garuda dalam misi perdamaian PBB selalu membanggakan. Pasukan Perdamaian asal Indonesia ini selalu dekat dengan masyarakat, tetapi mampu melakukan misi-misi tempur yang membuat decak kagum negara lain.

Ada kisah menarik saat Pasukan Garuda II dikirim ke Kongo tahun 1960. Saat itu negara di belahan Afrika tersebut dirundung konflik berdarah. Kongo baru merdeka, namun rupanya Belgia belum rela negara jajahannya itu lepas seluruhnya. Konflik antar suku yang ditunggangi Belgia pun meletus penuh darah.

PBB mengirimkan pasukan UNOC (United Nations Operations in Congo). Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut menyumbangkan pasukan.

Di sana mereka harus menghadapi ANC (Army Nation of Colongese). Pasukan Kongo ini mutu prajuritnya rendah, disiplinnya pun jelek. Dulu saat masih dijajah Belgia, para perwira seluruhnya dipegang orang Belgia. Orang Kongo asli paling hanya dapat pangkat sersan. Pasukan ANC ini juga kadang kurang bersahabat dengan Pasukan PBB. Berkali-kali terjadi gesekan antara UNOC dan ANC.
Kisah ini ditulis dalam buku Jenderal Tanpa Angkatan, Memoar Eddie M Nalapraya yang diterbitkan Zigzag Creative.

Namun kehadiran pasukan Indonesia di Kongo rupanya bisa mencairkan hubungan dengan ANC. Pasukan Indonesia dan ANC malah bisa berpatroli bersama dengan rukun di kawasan Buende.

Namun langkah tegas juga tetap diambil jika ada masalah. Suatu hari pasukan ANC menggertak Markas Berkas UNOC di Leopodoldville. Mereka mengirimkan tank-tank bermanuver di dekat markas pasukan PBB itu. Kebetulan yang menjadi penjaga markas adalah satu kompi pasukan Indonesia. Ada satu peleton antihuru-hara Marinir di kompi itu.

Tantangan ANC langsung dijawab pasukan Marinir Indonesia. Mereka langsung berlari keluar. Sigap dengan enam buah senjata antitank siap tembak.

"Senjata antitank ini memang kita sembunyikan di basement headquarter, Gerakan-gerakan keprajuritan yang ditampilkan oleh Kompi C ini baik sekali, mengesankan," kata Letjen (Purn) Himawan Sutanto yang pada saat itu masih berpangkat Mayor.

Hal ini tak diduga ANC. Melihat aksi pasukan Indonesia siaga dengan senjata antitank, pasukan Kongo takut juga. Tank-tank itu langsung mundur meninggalkan Markas UNOC PBB.

Kemampuan pasukan Indonesia mendapat pengakuan internasional. Para petinggi UNOC mengakui mereka sebagai pasukan tempur dengan kualitas nomor satu. Namun mampu menciptakan kedekatan dengan rakyat sehingga mau menerima kehadiran pasukan PBB.

"Sewaktu kami meninggalkan Kongo, pasukan kami dilepas dengan penuh rasa persahabatan. Bahkan ada masyarakat yang sampai menangis segala," kenang Letjen (Purn) Solichin GP yang kala itu memimpin Batalyon Garuda II.

Kontrak Pembelian Sukhoi SU-35 Segera Ditandatangani

 Pesawat Tempur SU-35BM (photo: Sukhoi)
Pesawat Tempur SU-35BM (photo: Sukhoi)

Ketua United Aircraft Corp, Yuri Slyusar mengatakan pihaknya segera menandatangani kontrak akhir mengenai penjualan pesawat Su-35. Slyusar berbicara kepada wartawan di Paris Air Show dan dikutip oleh analis pertahanan Amerika Zachary Keck, sebuah artikel yang ditulis untuk majalah National Interest berbasis di Washington.
Moskow telah bernegosiasi sejak Presiden Vladimir Putin menyetujui penjualan Su-35 ke China pada tahun 2012. Namaun Tidak ada kesimpulan akhir yang dicapai akibat kekhawatiran Rusia bahwa China akan membuat versi sendiri seperti yang terjadi tiga dekade lalu, dimana China mampu membuat pesawat Su-27 versi Beijing.
Moskow khawatir dengan keinginan Beijing yang hanya ingin membeli pesawat dalam jumlah kecil, 24 unit Su-35, mengingat kemampuan Beijing membuat pesawat yang mirip dengan pesawat Rusia.
Untuk itu Rusia menuntut China membeli minimal 48 unit, namun akibat sanksi barat terhadap Rusia atas Ukraina, Rusia pun akhirnya melunak. Pada November 2014, sumber dari industri pertahanan Rusia mengatakan bahwa China saat ini hanya membutuhkan 24 pesawat.
Kontrak penanda tangani kontrak ini pernah hampir terjadi waktu lalu, namun karena alasan yang tidak jelas maka kontrak ditunda kembali. Su-35 dipandang sebagai pesawat yang dapat memperluas jangkauan operasional Angkatan Udara China (PLAAF). Pesawat ini akan meningkatkan kemampuan China untuk menegakkan klaim atas Laut Cina Selatan.

wantchinatimes

TNI raih juara umum di Lebanon

Prajurit wanita TNI yang tergabung dalam Satgas Kontingen Garuda (Konga) TNI UNIFIl Lebanon mengikuti upacara pelepasan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (10/12). Sebanyak 19 prajurit wanita dari Trimatra TNI itu turut bergabung bersama 1.150 prajurit lainnya, diberangkatkan dalam rangka menjalankan misi perdamaian PBB di Lebanon. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Prajurit wanita TNI yang tergabung dalam Satgas Kontingen Garuda (Konga) TNI UNIFIl Lebanon mengikuti upacara pelepasan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (10/12). Sebanyak 19 prajurit wanita dari Trimatra TNI itu turut bergabung bersama 1.150 prajurit lainnya, diberangkatkan dalam rangka menjalankan misi perdamaian PBB di Lebanon. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Tim dari Indonesia Force Protection Company (Indo FPC) meraih juara umum dalam Lomba Renang UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon) UNIFIL 2015 di Kolam Renang UNIFIL, Naoura, Lebanon, 15-19 Juni lalu.
Staf Penerangan Satgas UNIFIL Indonesia Sertu Mar Bahrul Ulum dalam surat elektronik dari Lebanon yang diterima Antara di Surabaya, Rabu, menjelaskan kejuaraan renang itu diikuti oleh 11 negara yang tergabung dalam Satgas UNIFIL Lebanon.
Dari seluruh kontingen, pasukan Indonesia mengirimkan dua tim yakni Indo FPC dan Indobatt (Indonesian Battalion).
“Kontingen Indo FPC yang diasuh pelatih Serma Marinir Dhody Adi Chandra itu meraih hasil yang membanggakan sebagai juara umum dengan mendapatkan enam emas dan dua perak,” katanya.
Enam medali emas itu diraih Serma Marinir Dhody Adi Candra (40 meter gaya kupu-kupu/perorangan putra), dan Pratu Aprelian Noer Perdana (100 meter gaya dada/perorangan putra).
Selain itu, Serda Kowad Susi Susanti (40 meter gaya punggung/ perorangan putri), dan Serda Kowad Susi Susanti (40 meter gaya kupu-kupu/perorangan putri).
Berikutnya, Lettu Marinir Heri Supriyadi, Serma Marinir Dhody Adi Chandra, Praka Abdul Husein, dan Pratu Aprelian Noer Perdana (estafet gaya bebas 40 meter x 4 orang/putra).
Tim lain yakni Serma Marinir Dhody Adi Chandra, Serka Heni, Praka Abdul Husein, dan Pratu Aprelian (estafet gaya ganti 40 meter x 4 orang/putra).
Untuk dua medali perak diraih oleh Serma Marinir Dhody Adi Chandra (80 meter gaya ganti/putra), dan Pratu Aprelian Noer Perdana (40 meter gaya dada/putra).
Sementara itu, tim Indobatt yang diasuh pelatih Kapten Inf Seto Purnomo menyabet sepuluh medali yakni sebuah medali emas, empat medali perak, dan lima medali perunggu.
Sebuah medali emas itu diraih oleh Praka Catur (40 meter gaya dada/perorangan putra).
Untuk empat medali perak diraih oleh Praka Marinir Putu Arsana (80 meter gaya kupu-kupu/perorangan putra), dan Serma Ery, Praka Marinir Putu Arsana, Serda Hardi, Pratu jainudin (gaya bebas 40 m x 4 orang gaya bebas/putra).
Selain itu, Serda Keu Mega Kayadu (40 meter gaya kupu-kupu/ perorangan putri), dan Serda Kowad Ria (40 meter gaya punggung/ perorangan putri).
Untuk lima peraih medali perunggu adalah Praka Marinir Putu Arsana (80 meter gaya bebas/perorangan putra), dan Serma Ery (40 meter gaya bebas/perorangan putra).
Selain itu, Serma Ery, Serda Sambas, Praka Marinir Putu Arsana, Praka Catur (80 meter gaya ganti 40 m x 4 orang/putra).
Selanjutnya, Serda Kowad Syabila (80 meter gaya bebas perorangan/putri), Serda Kowad Erin Destriyana (40 meter gaya dada/perorangan putri).  

(antaranews.com)

Kongsberg MSI-90U Mk 2: Canggihnya Combat Management System di Changbogo Class TNI AL

1c5fca6b9108e0dd59919efbf5b
Banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam mengadopsi jenis kapal selam baru. Selain keunggulan sistem senjata, dapur pacu, dan sensor, hal lain yang tak kalah penting adalah kecanggihan pada teknologi CMS (Combat Management System). Tak ubahnya seperti Sewaco (Sensor, Weapon and Control System) yang kondang di kapal perang permukaan, pada kapal selam dibutuhkan karakteristik khusus untuk pengendalian jenis senjata dan sensor yang butuh penanganan berbeda.
Seperti Korps Hiu Kencana TNI AL yang tak lama lagi akan menerima kedatangan kapal selam baru dari Korea Selatan, yakni tiga unit Changbogo Class, nantinya akan dilengkapi teknologi CMS canggih MSI-90U Mk 2 buatan Kongsberg Defence Systems, penyedia sistem elektronik senjata dari Norwegia. Kongsberg Defence Systems telah mendapatkan kontrak senilai US55,5 juta dari Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) untuk memasok perangkat MSI-90U Mk 2 bagi tiga unit Changbogo Class (basis tipe U209-1400) yang telah dipesan Indonesia sejak tahun 2011. Namun, kabarnya MSI-90U Mk 2 juga telah di instal ke KRI Nanggala 402 dalam proyek upgrade beberapa waktu lalu.
CMS MSI-90U Mk 2 di KRI Nanggala  402.
CMS MSI-90U Mk 2 di KRI Nanggala 402.
KRI Nanggala 402
KRI Nanggala 402
Seperti apakah peran MSI-90U Mk 2? Sistem manajemen tempur kapal selam abad 21 ini dirancang untuk mengendalikan misi kapal selam di kawasan litoral dan lautan lepas. Secara keseluruhan MSI-90U Mk 2 menangani pengelolaan distribusi data dalam jumlah besar, general-purpose
Commercial-Off-The-Shelf (COTS) computers, pengendalian komunikasi data antara MSI-90U Mk 2, sensor dan efektor yang menggunakan lalu lintas LAN (Local Area Network) dengan kapasitas gigabit ethernet. Sebagai elemen back up, teknologi ini dapat menciptakan built-in redundancy and graceful degradation provide a high system availability.
MSI-90U-Mk2
Dan yang paling utama, penyediaan torpedo board interface untuk pemilihan jenis torpedo yang akan ditembakkan. Dan terakhir, kemampuan untuk mengendalikan operasi kapal selam dalam beberapa sub mode. Beberapa jenis torpedo yang siap ditangani oleh MSI-90U Mk 2 seperti tipe SST4/SUT Mod. 0, DM2A3/DM2A4, A184 Mod. 3, dan NSP/BlackShark. Khusus untuk torpedo, TNI AL nantinya akan menjodohkan Changbogo Class dengan torpedo BlackShark 533 mm.
Dalam pengoperasian, umumnya MSI-90U Mk 2 ditangani oleh 3 sampai 5 konsol multi fungsi, namun jumlah tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan operasional dari negara pengguna kapal selam. Konsol multi fungsi pengendali MSI-90U Mk 2 mempunyai peran aplikasi yang mencakup sensor integration,target motion analysis, target classification/identification,threat evaluation, tactical functions, engagement analysis, dan weapon preparation and control. Sistem terintegrasi ini juga melakukan peran data recording, data replay, dan built in simulation.
Dalam jagad teknologi kapal selam, nama Kongsberg sudah cukup melegenda, pengalaman dalam memproduksi CMS bagi kapal selam telah berlangsung lebih dari 40 tahun. Dimulai pada dekade 70-an mengembangkan CMS MSI-70U untuk kapal selam AL Norwegia Kobben class. Kemudian CMS MSI-90U yang kondang digunakan kapal selam di Norwegia dan Jerman. MSI-90U sekarang operasional di enam kapal selam Norwegia (Ula Class) dan di kapal selam Jerma/ Italia U212A. (Haryo Adjie)

Selasa, 23 Juni 2015

Perlunya National Guard Bagi Indonesia

USNG-4
5 Oktober, hari yang diperingati sebagai hari lahirnya tentara kita. Pada 5 Oktober 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang mengubah Badan Keamanan Rakyat (BKR) menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Inilah embrio dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) di kelak kemudian hari. Dulu, sebelum pemisahan Polri dari TNI, tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Namun kini, hanya TNI dengan ketiga matranya –Darat, Laut, dan Udara tanpa Polri lagi- yang merayakannya.
Dalam tulisan kali ini, saya menyoroti perlunya pembentukan satuan semacam National Guard bagi Indonesia. Ini bukanlah ide membentuk “angkatan kelima” semacam “buruh dan tani yang dipersenjatai” seperti halnya dilansir PKI di dekade 1960-an. Melainkan membentuk unsur “tentara cadangan” bagi keperluan non-tempur. Meski terbatas, rujukan saya adalah pada peran National Guard di Amerika Serikat.
Kalau kita cermati, sebenarnya tiap warga negara A.S. pernah menjadi militer, meski hanya sesaat. Ini karena adanya kewajiban bagi mereka untuk masuk menjadi anggota militer bagi pemuda-pemudi berusia 18-22 tahun. Ini disebut wajib militer (wamil). Setelah itu, umumnya mereka kembali berkarir di bidang yang diinginkannya setelah usai menjalani wamil sekitar 1-2 tahun. Bagi yang berminat meneruskan karir di militer tentu dipersilahkan, namun harus menempuh pendidikan militer (dikmil) lanjutan.
Di Indonesia, unsur pertahanan di luar anggota TNI aktif sebenarnya dimungkinkan. Apalagi UUD 1945 pasal 30 menyatakan: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha-usaha pembelaan negara.” Maka, dalam khazanah kita dikenal berbagai kesatuan para-militer seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), Pertahanan Sipil (Hansip), Rakyat Terlatih (Ratih), dan Keamanan Rakyat (Kamra). Akan tetapi kebanyakan sudah diminimalisir sifat para-militernya.
Upaya untuk merintis jalan ke arah pembentukan satuan semacam U.S. National Guard bukannya tidak ada. Pemerintah telah berupaya menyusun RUU Komponen Cadangan Nasional yang sebenarnya telah digodok sejak era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Akan tetapi hingga kini belum dimatangkan karena adanya kekuatiran pandangan negatif masyarakat dan dunia internasional. Sebabnya, ada ekses Komponen Cadangan Nasional akan diartikan sebagai upaya memiliterisasi rakyat. Padahal pasca reformasi tuntutan yang mengemuka kepada militer adalah justru “back to barrack” agar menjadi tentara profesional. Dan itu sudah dilakukan antara lain dengan meniadakan konsep “Dwifungsi ABRI” dan secara bertahap menarik representasi militer termasuk polisi di parlemen.
Sebenarnya peran National Guard di Indonesia akan sangat efektif justru di saat berperan dalam tugas non-tempur. Misalnya dalam membantu tugas SAR (Search And Rescue) atau penanggulangan bencana. Peran besar U.S. National Guard dalam tanggap-darurat bencana pasca Badai Katrina 2005 lalu merupakan salah satu misi suksesnya. Di Indonesia, tentu saja dengan banyaknya bencana alam yang terjadi baru-baru ini peranan National Guard akan sangat optimal. Meski di A.S. National Guard juga diturunkan di medan tempur, namun tetap saja perannya adalah sebagai komponen cadangan. U.S. National Guard di masa kini justru banyak memainkan peran non-tempur di masa damai.
National Guard atau Komponen Cadangan Nasional di Indonesia bisa dibentuk terdiri dari unsur-unsur masyarakat yang memiliki minat kepada dunia kemiliteran dan bela negara. Dengan demikian tidak ada unsur paksaan atau kewajiban seperti wamil. Faktor usia sebaiknya tidak perlu jadi pertimbangan, akan tetapi tentu saja faktor kebugaran fisik dan kesehatan mutlak diperlukan. Ketrampilan warga negara yang berminat menjadi National Guard tentu harus pula dihargai. Misalnya ia seorang dokter, tentu saja harus diberi kepangkatan dan struktur jabatan yang sesuai. Meski hak-hak anggota National Guard tidak sebesar tentara regular, namun dalam masa jabatannya ia memiliki hak, kewajiban, dan kehormatan yang sama. Misalnya saja ia berhak mengoperasikan alutsista serta mengenakan seragam yang sama, namun ia tidak bisa naik pangkat dan meniti karir militer hingga menjadi Panglima TNI misalnya.
Panglima atau Komandan National Guard tertinggi pun harus dari unsur tentara reguler, sehingga terjamin kesinambungan pelatihan dan koordinasi jajarannya. Satu hal yang jelas, ada rentang waktu yang dibatasi bila seseorang menjadi National Guard. Bila bagi anggota TNI reguler masa Ikatan Dinas Pendek (IDP) adalah 10 tahun, maka bagi anggota National Guard bisa saja dibuat Ikatan Dinas Sangat Pendek (IDSP) hanya 2-3 tahun saja. Gaji anggota National Guard juga tidak besar karena ia tidak harus masuk kerja tiap hari, melainkan bergilir piket. Sehingga di hari-hari lain ia bisa tetap bekerja seperti biasa dalam bidang profesi lainnya. Ini benar-benar murni pengabdian kepada negara. Dengan demikian, TNI akan mendapatkan bantuan tambahan personel terlatih dalam jumlah memadai tanpa mengeluarkan biaya besar. Bila saja lobby kita kepada dunia internasional berjalan baik, saya pikir akan sangat logis dan tidak ada kecurigaan berlebihan apabila Indonesia membentuk National Guard atau Komponen Cadangan Nasional. Karena dalam tugasnya ia tidak digunakan untuk memerangi rakyat sendiri atau memiliterasi rakyat sipil, melainkan justru lebih banyak untuk tugas-tugas kemanusiaan.

Keterangan Foto: Anggota US National Guard bahu-membahu menyalurkan bantuan untuk korban  Badai Katrina, 3 September 2005.

Panglima TNI : Soliditas Buahkan Kekuatan Yang Besar

Panglima TNI : Soliditas Buahkan Kekuatan Yang Besar
"Saya punya keyakinan yang penuh bahwa ego sektoral sungguh tidak menguntungkan justru akan membuahkan kelemahan, tetapi soliditas akan membuahkan sebuah kekuatan yang luar biasa untuk kepentingan kita semua", demikian dikatakan Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko pada saat Buka Puasa Bersama dengan Pasukan Khusus TNI bertempat di Batalyon Komando 461 Paskhas Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Senin (22/6/2015). Yang didampingi Kasal Laksamana TNI Ade Supandi., S.E., Kasau Marsekal TNI Agus Supriyatna dan Wakasad Letjen TNI M. Munir. 
Selain itu, Jenderal TNI Dr. Moeldoko mengingatkan kepada para prajurit agar senantiasa membangun silahturahim sesama prajurit, bangun komunikasi yang sehat, komunikasi dengan baik yang didalamnya mengandung sebuah keikhlasan, karena bagi prajurit TNI silahturahmi akan membuahkan soliditas yang baik dan membentuk jiwa korsa sehingga menjadi kekuatan yang lebih besar. 
Panglima TNI di sela-sela acara Buka Puasa dengan para Pasukan Khusus TNI menyampaikan, bahwa bagi pemimpin prestasi oleh seorang prajurit selalu menjadikan perhatian dan itu sudah menjadi tugas seorang pemimpin untuk memperhatikan prestasi agar semua prajurit berbuat sesuatu yang berprestasi, itu yang harus kita lakukan yang diantaranya setuju terhadap prajurit yang mempunyai prestasi dan belum menunaikan ibadah haji untuk diberangkatkan ibadah haji. 
Lebih lanjut Jenderal TNI Dr. Moeldoko menyampaikan, maknai Bulan Suci dengan melakukan konteplasi dan berpikir apa yang sudah kita lakukan dalam setahun yang lalu dan investasi setahun yang akan datang, kita sebagai makluk hanya sering mengeluh kepada Tuhan tetapi kita jarang berterimakasih pada Tuhan, kita sering berdoa meminta dan meminta kepada Tuhan tetapi kita jarang memberi kepada sesama, itulah renungan sederhana yang akan menggerakkan bagi kita semuanya dalam menuju sesuatu yang lebih baik dari waktu ke waktu. 
Diakhir arahan Panglima TNI menyampaikan, melalui pertemuan yang intens baik berolahraga bersama maupun keagamaan akan memberikan konstribusi atas munculnya kesadaran bersama untuk saling mengikatkan diri diantara prajurit dengan prajurit, kalau prajurit tidak punya jiwa korsa maka tinggal menunggu keruntuhannya dan kalau masing-masing Matra mempunyai ego sektoral yang kuat kita tunggu kelemahannya.