Untuk mendukung misi bantuan, TNI AL memerlukan keberadaan
kapal-kapal bantu khusus. Lewat Satuan Kapal Bantu (Satban), gugus tugas
kapal dengan nomer lambung berawalan angka 9xx inilah terdiri berbagai
jenis kapal, seperti kapal minyak (tanker), kapal transport, kapal logistik, kapal survei, kapal layar latih, kapal tunda (tug ship), kapal bengkel (service ship), dan sebagainya.
Bila di artikel terdahulu telah dikupas mengenai
Satuan Survei hidro oseanografi (Satsurveihidros),
kini giliran anggota Satban lain yang coba kita telusuri eksistensinya,
yakni unit kapal tunda. Bagi TNI AL yang sedari dahulu mengoperasikan
beragam tipe kapal, mulai dari tonase ringan hingga sedang, tentu
membutuhkan peran kapal tunda sebagai elemen pendukung. Semisal ada
kondisi yang mengharuskan evakuasi pada kapal yang mengalami kecelakaan,
atau menarik kapal yang ‘mogok’ di tengah laut, hingga memadamkan
kebakaran di lautan, maka keberadaan kapal tunda menjadi mutlak.
Sementara merujuk ke definisinya, Kapal tunda (
tugboat) adalah
kapal yang manuver/pergerakan utamanya digunakan untuk menarik atau
mendorong kapal lainnya di pelabuhan, laut lepas atau melalui sungai
atau terusan. Kapal tunda digunakan pula untuk menarik tongkang, kapal
rusak, dan peralatan lainnya. Kapal tunda biasanya memiliki tenaga besar
dan manuver yang tinggi, namun tergantung dari unit penggeraknya.
Ada dua jenis kapal tunda di lingkungan TNI AL, pertama jenis kapal
tunda yang beroperasi di lautan dangkal, dan kedua jenis kapal tunda
yang mampu beroperasi di lautan lepas, alias mengarungi level samudera.
Jenis yang terakhir ini disebut sebagai ocean going tug boat. Menandai
fungsinya, seluruh kapal tunda dalam armada TNI AL ditandai dengan
nama-nama gunung. Untuk kapal tunda di perairan dangkal, TNI AL punya
dua unit kapal, yaitu TD Galunggung dan TD Anjasmoro. Karena tidak
dipersenjatai, Galunggung dan Anjasmoro yang dibuat oleh galangan PT PAL
tidak diberi identitas KRI, melainkan TD. TD Galunggung dan TD
Anjasmoro punya kekuatan 2.400 HP.
TD Galunggung
TD Galunggung dan TD Anjasmoro punya kemampuan khas yakni mampu
bermanuver pada satu titik poros. Hanya memerlukan 8 detik untuk
berbalik baik maju ataupun mudur dengan kekuatan penuh dan tanpa
mengurangi kekuatan kapal ini. Kemampuan kapal tunda ini dapat menarik
beban hingga 30, 20 ton dan bisa mendorong Kapal Selam tanpa harus
berpindah posisi dan menyentuhnya. Bahkan ketika bermanuver posisi
kemiringan kapal tunda ini sangat rendah, serta vibrasinya pun sangat
rendah dan terasa nyaman.
Spesifikasi TG Galunggung
Ukuran Utama Kapal Tunda 2400 HP
Awak : 10 orang
Panjang Keseluruhan (LOA): 29 meter
Panjang Garis Air: 26,50 meter
Lebar: 9.00m
Tinggi Sampai Geladak Utama: 4,5 meter
Sarat Air Desain : 3,5 meter
Tinggi Ruang Akomodasi : 2,5 meter
Kecepatan : kondisi muatan 50% – 12 knot dan kecepatan menunda – 5 knot
Ocean Going Tug Boat
Jenik kapal tunda inilah yang menjadi andalan utama TNI AL. Ada dua unit
ocean going tug boat di armada TNI AL, yakni KRI Soputan 923 dan KRI
Leuser 924. Dari segi desain, rancangan kapal ini terbilang unik, dimana
sisi haluan nampak padat dan sisi buritan yang lowong dengan geladak
yang terlihat lapang. Meski KRI Soputan dan KRI Leuser ada di kelas yang
sama, tapi galangan yang memproduksinya berbeda.
KRI Soputan 923
KRI Soputan 923
Dilengkapi crane, KRI Soputan membawa kembali torpedo SUT yang ditembakkan dari kapal selam dalam misi latihan.
KRI Soputan 923 dibangun pada tahun 1995 oleh galangan Dae Sun di
Pusan, Korea Selatan. Bobot mati kapal ini adalah 983 ton dan berat
tonase kotor 1.279 ton. Sementara KRI Leuser 924 sudah dibuat di
Indonesia, dibangun oleh PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari di Jakarta.
KRI Leuser 924 diluncurkan pada 22 Agustus 2002, bersamaan dengan
penyerahan KRI Cucut 866 yang sebelumnya adalah kapal milik AL Singapura.
KRI Soputan dan KRI Leuser punya panjang 71,5 meter serta lebar 9
meter dan memiliki bobot 2.300 ton, serta berkemampuan ‘renang’ hingga
15,2 knots. Karena dimensinya yang besar, kapal ini punya peran lain
untuk angkut pasukan sejumlah 120 personel. KRI Leuser 924 memulai
pengabdiannya berada di jajaran Koarmabar sebagai kapal bantu tunda
samudera. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Kasal Nomor
Skep/641/III/2004 tanggal 10 maret 2004 tentang alih bina KRI Leuser-924
dari Koarmabar ke Dishidros, maka KRI Leuser-924 resmi sebagai KRI
jenis BHO multiguna dijajaran Satsurveihidros. Selanjutnya KRI
Leuser-924 dilengkapi dengan peralatan survei berkemampuan ocean going
survey. Pengabdian KRI Leuser-924sebagai kapal survei telah dimulai
sejak dioperasikan oleh Dishidros seperti survei base point, survei ALKI
(alur laut kepulauan Indonesia), survei untuk kepentingan peningkatan
fasilitas labuh pangkalan TNI Angkatan Laut dan lain-lain.
Awak KRI Leuser 924
Dalam beberapa literatur, KRI Soputan dan KRI Leuser hingga kini
menyandang sebagai kapal tunda terbesar yang ada di Asia Tenggara.
Sementara dengan bekal identitas KRI, baik KRI Soputan dan KRI Leuser
dibekali persenjataan ringan. Pada haluan terdapat kanon Bofors 40 mm, dan dua pucuk kanon lawas Oerlikon 20 mm
pada kiri – kanan anjungan bagian belakang. Misi dukungan lain dari
kapal tunda diantaranya untuk SAR, seperti KRI Leuser berperan aktif
dalam misi pencarian sinyal emergency locator beacon (Elba) yang diduga berasal dari pesawat Adam Air yang jatuh di selat Makassar pada Januari 2007. (Imam)
Spesifikasi KRI Leuser 924
Buatan : PT. Dok dan Perkapalan DKB.
Panjang maks : 71,50 meter.
Lebar maks : 13 meter.
Draft : 5,50 meter.
Bobot : 2.300 ton (muatan penuh).
Kecepatan ekomonis : 12 knot.
Kecepatan jelajah : 14,20 knot.
Kecepatan maks : 15,20 knot.
Persenjataan : 2 pucuk meriam kal 20 mm. 1 pucuk meriam kal 40 mm.