Desain KFX twin engine
Militer Korea Selatan memutuskan untuk
menggunakan dua mesin (twin engine) pada jet tempur KFX masa depan,
bukan satu mesin, meski masih adanya kekhawatiran atas nilai ekonomis
dan teknis dari pengembangan pesawat bermesin ganda.
Dewan Gabungan Kepala Staf (JCS) menggelar rapat untuk pengambilan
keputusan Jumat kemarin (19/07/2014), untuk membuat pilihan tentang
jumlah mesin untuk jet KF-X yang dikembangkan di dalam negeri dengan
bantuan teknis dari mitra asing.
Korea Selatan berniat memproduksi 120 atau lebih pesawat KF-X setelah
tahun 2025, untuk menggantikan F-4s dan F-5s Angkatan Udara yang sudah
tua, yang sebagian besar akan dinonaktifkan sebelum pertengahan 2020-an.
KF-X bisa jadi setara dengan jet tempur advanced F-16 (block 50, 52)
yang dipersenjatai dengan sistem avionik tingkat tinggi.
“Dewan Gabungan Kepala Staf (JCS) membentuk satuan tugas untuk
meninjau biaya, persyaratan dan jadwal pengembangan untuk KF-X selama
delapan bulan,” kata juru bicara JCS Eom Hyo-sik. “Sesuai dengan
keputusan, pesawat bermesin ganda adalah pilihan yang tepat karena
memenuhi kebutuhan operasional masa depan dan dapat membantu mengejar
ketinggalan trend pengembangan pesawat negara-negara tetangga.”
Mesin F414 GE atau Eurojet EJ200.
Jet bermesin ganda KFX dijadwalkan mulai operasional tahun 2025, tertunda dua tahun dari target awal.
DAPA / The Defense Acquisition Program Administration, akan memulai
tawaran kontrak mesin KFX pada awal bulan depan. Menurut pejabat DAPA,
calonnya akan mencakup mesin F414 GE dan Eurojet EJ200.
Keputusan JCS untuk menggunakan mesin ganda muncul di tengah
perdebatan sengit atas kelayakan pengembangan jet KF-X. Lembaga yang
dibiayai pemerintah, Korea Institute for Defense Analysis (KIDA)
menentang keras desain twin-engine, karena akan berbiaya tinggi dan
adanya tantangan teknis.
KIDA menilai pembangunan KF-X akan menelan biaya sekitar 9,6 triliun
won (US $ 93 miliar), tetapi biaya akan menjadi dua kali lipat jika jet
menggunakan desain mesin ganda.
Lembaga ini juga mengklaim jet tempur kelas F-16 dengan mesin ganda,
tidak memiliki keunggulan kompetitif di pasar ekspor yang didominasi
oleh AS dan pesawat tempur Eropa.
Kim Dae-young, anggota dari Korea Defense and Security Forum
(think-tank swasta yang berbasis di Seoul), khawatir jika potensi
pembengkakan biaya akhirnya akan menghambat pengembangan sistem avionik
buatan dalam negeri.
“Berdasarkan rencana KF-X yang asli, radar dan avionik lainnya harus
dikembangkan secara lokal, tetapi jika biaya pengembangan meningkat,
sistem-sistem kemungkinan akan diadopsi dari perusahaan pertahanan
asing,” kata Kim.
Korea Aerospace Industries (KAI) juga menyukai tipe bermesin tunggal
merujuk kepada jet latih supersonik, T-50 Golden Eagle, yang
dikembangkan bersama Lockheed Martin. Dalam beberapa tahun terakhir, KAI
berhasil membuat versi tempur ringan T-50 menjadi FA-50, yang diekspor
ke Indonesia dan Filipina.
Namun, di sisi lain, Angkatan Udara Korea, didukung oleh lembaga
negara, Agency for Defense Development (ADD) yang menepis kekhawatiran
atas biaya maupun kesulitan teknis.
“Jet tempur KF-X adalah pesawat tempur generasi 4,5 yang dapat
membawa senjata hingga 20.000 pounds atau lebih,” kata seorang juru
bicara Angkatan Udara. “Indonesia, mitra dari proyek KF-X, akan membeli
sejumlah jet, dan ketika mulai produksi massal, biaya tentu akan turun”.
Siasat Menutupi Kekurangan Teknologi
Juru bicara itu menambahkan, pesawat bermesin ganda, lebih besar dari
KF-16 dan akan memberikan lebih banyak ruang untuk upgrade di masa depan
dan membantu mengimbangi kekuatan udara di lingkungan yang terus tumbuh
seperti China dan Jepang yang mempercepat modernisasi angkatan udara.
Lee Dae-yeol, kepala tim proyek KF-X ADD menyatakan pesawat tempur
dengan konsep baru memiliki kelayakan ekonomi yang lebih baik dalam hal
total biaya siklus hidup.
“ADD telah mendapatkan sekitar 90 persen dari teknologi independen
yang dibutuhkan untuk KF-X,” kata Lee. “Dari 432 teknologi yang
dibutuhkan, lembaga ini hanya kekurangan 48 item, seperti mesin dan
beberapa sistem avionik.”
ADD berharap kekurangan teknologi itu bisa didapatkan dari offset
yang harus disuplai Lockheed Martin, sebagai pemenang program
pengembangan jet tempur F-X III Korea Selatan dan sebagian lagi dari
perusahaan asing lainnya.
ADD memiliki visi ke depan bahwa KF-X Blok 2 akan memiliki tempat
menyimpanan senjata internal, dan Blok 3 akan memiliki kemampuan stealth
yang lebih meningkat, setara dengan tingkat siluman Bomber B-2 atau
joint strike fighter F-35.
Indonesia adalah satu-satunya mitra KF-X pada saat ini. Indonesia
menanggung 20 persen dari biaya pengembangan pesawat, sedangkan
pemerintah Korea Selatan menanggung 60 persen. Dana untuk 20 persen
sisanya masih belum jelas, dana KAI diharapkan untuk menanggung bagian
dana 20 persen tersebut. (DefenseNews).