Minggu, 04 Mei 2014

Keunggulan Helikopter Baru TNI AL, Anti-Kapal Selam

 
Dua Helikopter Eurocopter Tiger H61 ikut serta dalam pertunjukan udara pada pameran dirgantara Paris Air Show, di bandara Le Bourget, Prancis (17/6). REUTERS/Pascal Rossignol.
Dua Helikopter Eurocopter Tiger H61 ikut serta dalam pertunjukan udara pada pameran dirgantara Paris Air Show, di bandara Le Bourget, Prancis (17/6). REUTERS/Pascal Rossignol.
TEMPO.CO, Jakarta – TNI Angkatan Laut akan mendatangkan helikopter anti-kapal selam jenis AS565 Panther. Helikopter ini lebih hebat dibanding helikopter lain milik TNI. Kelebihan pesawat ini adalah kekuatan jelajahnya yang tinggi dan daya jangkau deteksi keberadaan kapal selam musuh yang lebih luas. Helikopter ini juga memiliki stabilitas yang baik untuk mendarat di atas kapal perang.
Bagi penerbang militer, helikopter buatan Eurocopter ini sulit ditaklukkan. Pilot harus bisa mendaratkan kapal ketika kondisi kapal tak stabil akibat ayunan gelombang laut ataupun yang tengah melaju. “Jadi, pilot harus menyelaraskan gerakan kapal, makanya helikopter untuk kapal perang harus memiliki sistem pendaratan berupa roda seperti Panther, karena ada suspensi yang menahan hentakan saat mendarat,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama Untung Suropati kepada Tempo, Senin, 28 April 2014.
TNI AL berencana mendatangkan satu skuadron atau 16  helikopter  baru  Eurokopter. Saat ini Angkatan Laut sangat membutuhkan helikopter anti-kapal selam tersebut. Sebab, TNI AL belum punya helikopter anti-kapal selam yang mumpuni.
Untung berharap helikopter tebaru ini bisa mengawali pembangunan kekuatan udara milik TNI AL. Sebab, tahun 1950-1970, TNI AL punya kekuatan udara terbesar di Asia Tenggara.
Pada masa itu, TNI AL sudah memiliki pesawat anti-kapal selam Fairey AS. 4 Gannet buatan Inggris. Pesawat ini tergolong hebat sebagai pembunuh kapal selam. Lebih seram lagi, TNI AL sempat punya pesawat jet pengebom IL-28T Beagle buatan Uni Soviet. “Masih ada beberapa pesawat dan helikopter lainnya,” katanya. (TEMPO.CO)

Angkatan Laut Tambah 16 Helikopter Baru

TEMPO.CO, Jakarta – Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut akan menerima alat utama sistem persenjataan baru berupa helikopter anti-kapal selam jenis AS565 Panther. Angkatan Laut sudah mengajukan permohonan pengadaan helikopter tersebut ke Kementerian Pertahanan.
“Kami mintanya satu skuadron (16 buah), dan di Kementerian Pertahanan saya dengar hampir kontrak. Kapan datangnya, kami belum tahu,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati kepada Tempo, Senin, 28 April 2014.
Menurut Untung, Angkatan Laut sangat membutuhkan helikopter anti-kapal selam tersebut. Sebab, saat ini TNI AL belum punya helikopter anti-kapal selam yang mumpuni. Helikopter Panther ini dinilai punya kemampuan yang bagus untuk mendeteksi kapal selam musuh yang bersembunyi di dalam laut. Helikopter buatan Eurocopter ini juga mampu menembakkan torpedo untuk mengandaskan kapal selam musuh dari atas permukaan laut.
Sesuai rencana, helikopter Panther akan ditempatkan di atas dek kapal perang milik TNI AL. Sebab, fungsi helikopter anti-kapal selam ini merupakan perpanjangan mata dan tangan dari sebuah kapal perang. “Jadi bisa dibilang filosofi helikopter kami berbeda dengan Angkatan Udara,” katanya.

“TRUE STORY” Secuil Kisah Awak “Hiu Kencana” Jilid 2

 
Whiskey Class Submarine
Whiskey Class Submarine

“TRUE STORY”
Secuil Kisah-kisah Awak “Hiu Kencana” yang tidak terpublikasikan Jilid 2
Kisah ini sengaja saya tulis berdasarkan catatan-catatan tertulis yang saya punya dan juga cerita-cerita dari para “Silent Warrior” pinisepuh saat mereka dulu bertugas mengawaki “Hiu-hiu besi” kita dalam menjaga Kedaulatan NKRI yang mungkin selama ini belum pernah terpublikasikan. Dan tulisan ini saya dedikasikan juga kepada seluruh “Beliau-beliau” tadi berikut juga dengan para “Silent Warrior” muda yang kini masih bertugas mengawal NKRI.
Kalau di jilid pertama berisi kisah-kisah “Koplak” yang benar-benar pernah terjadi (menurut bahasane Bung Lare Sarkem hehehe….) di Jilid Dua ini saya menulis kisah-kisah yang pernah terjadi menyangkut kejadian-kejadian yang serius. Dan enggak lupa tulisan ini saya buat secara bersambung (soale dibuat di sela-sela kesibukan saya alias kalau lagi mood dan ada waktu luang ya nulis, kalo enggak mood ya males nulis soale kerjaan saya bejibun banyaknya). So harap maklum kalo-kalo nanti artikel sambungannya lamaaa banget keluarnya.
Kredit Foto : KS Whiskey Class
Kredit Foto : KS Whiskey Class

Kegagalan Menyelam saat Philindo Joint Exercise
Ini adalah cerita lanjutan pada saat Angkatan Laut kita mengikuti kegiatan Latihan Bersama dengan Philipina dengan sandi Philindo (Philipine Indonesia Joint Exercise) singkat cerita setelah membuat heboh USAF itu, KS kita sampai ke Manila dan disambut dengan upacara militer. Beberapa saat kemudian para pejabat dan seluruh Komandan kapal perang kita diundang untuk rapat, buat menentukan pelaksanaan latihan yang akan dimulai esok hari.
Besoknya latihan dilaksanakan. KS kita selalu berada di bawah air. Kapal kita yang mensimulasikan “pihak merah” mendekati iring-iringan kapal “pihak biru” yang akan mendaratkan pasukan di suatu beach head dan menembakkan torpedo ke kapal pengangkut pasukan. Kena dan tenggelam. Secara teoritis operasi pendaratan gagal. Oke itu skenario Perang Anti Pendaratan yang harus dilaksanakan oleh KS kita dari Pihak Merah. Tetapi latihan pendaratan tetap saja berlangsung, kapal pendarat tank meluncurkan tank tank amphibi yang merupakan kombinasi yang amat asing dimana tank-tank amphibi Filipina yang berasal dari Amerika dengan silhouttenya yang tinggi, dan tank amphibi kita PT-76 yang berasal dari Soviet / Rusia, dengan silhouttenya yang rendah, kedua jenis tank ini bekerja bersama menyerbu pantai musuh.
Babak pertama latihan selesai, KS kita tidak kembali ke Manila melainkan ke Cebu di Distrik Barat pulau Mindanao dan merapat di sana serta beristirahat. Kemudian datanglah saat yang paling penting, dimana kehadiran KS kita amat dinantikan dalam skenario pamungkas latihan perang ini yaitu Operasi Anti Kapal selam. KS kita sebagai bagian dari kekuatan Merah akan menyusup ke arah kekuatan lawan yaitu kelompok kapal Biru.
Kita berangkat sehari lebih dahulu dari mereka dan menunggu di daerah latihan. Seperti biasa sebelum melaksanakan penyelaman musti dilakukan berbagai prosedur, saat percobaan kekedapan segalanya beres. Ruangan-ruagan semuanya vacum, yang berarti tidak ada katub luar yang bocor. Tetapi ketika kita kemudian menyelam tiba-tiba saja tidak seperti biasanya, kapal terasa berat. Dan disusul kemudian dengan laporan awak dari Ruang Lima alias Ruang Diesel Pokok yang melaporkan bahwa katub ganda bocor, air masuk melalui katub pemberi udara diesel.
Komandan lalu memerintahkan kapal timbul di permukaan dan segera diadakan pemeriksaan. Ternyata benar ada bearing pada stang Malteser kreus getriebe: (peralatan pengarah gerakan, yang dapat membuat suatu benda (dalam hal ini, piringan katub) menempati kedudukan tegak lurus pada dua bidang secara bergantian, sekali pada bidang horisontal dan dalam kesempatan yang satunya, pada bidang vertikal) penggerak katub ganda termakan sebagian, sehingga katub tidak dapat menutup dengan penuh, tetapi, menggeronggang di bagian atas.
Team perbaikan yang terdiri dari Sersan Hardi Supardji, Juru Diesel Satu, dan dua orang awak mesin sebagai pembantu di bawah pimpinan KKM langsung mulai beraksi. ada pula Sersan Kamari, Juru Torpedo Satu yang memang terkenal ringan tangan ikut membantu perbaikan ini. Ombak Laut Zulu yang terkenal ganas tidak memberi ampun pada awak KS kita yang bekerja di bawah geladak karena setiap saat bisa saja ditenggelamkan oleh ombak yang naik melebihi ketinggian geladak.
Pengiriman alat kerja dilaksanakan dengan anggota yang hanya boleh berjalan ke tempat awak yang sedang bekerja memperbaiki kerusakan kalau sedang tidak ada gelombang. Itupun masih dengan pengamanan yaitu pinggangnya diikat dengan tali buangan untuk jaga-jaga kalau sampai tersapu oleh gelombang akan gampang menariknya kembali ke kapal.
Awak KS yang bekerja di bawah geladak juga mendapat aba-aba dari Sersan Kamari manakala ada gelombang datang sehingga sempat menahan nafas terlebih dahulu. Awalnya kelihatan pekerjaan ini membuahkan hasil, katub ganda dapat duduk manis pada sittingnya. Lalu diadakan percobaan kekedapan. Ternyata hasilnya malah bocor besar!.
Dari pengamatan terhadap kedudukan katub mendapati bahwa katub jatuh sampai kira-kira sepuluh milimeter dari tempat kedudukannya. Dan usaha dari para awak KS yang tidak mengenal bahaya tadi itu ternyata tidak membuahkan hasil. Bearing pada stang katub ganda yang oval tidak memungkinkan katub menutup dengan duduk rapat pada seluruh lingkaran sitting katub, akan tetapi hanya duduk sebagian. Dari bagian yang lowong inilah air masuk kedalam Ruangan Lima. Kesimpulannya adalah bahwa katub ganda tidak mungkin diperbaiki di laut karena kita harus mengadakan penggantian bearing tersebut.
Komandan KS kita saat itu Pak Soeprajitno, (terakhir beliau berpangkat Laksamana Pertama), melihat jerih payah anak buahnya yang tidak main-main dalam berusaha memperbaiki katub tersebut bahkan boleh dibilang menantang maut, secara bijaksana mengambil alih masalah. Beliau melaporkan kejadian ini kepada kapal pimpinan bahwa KS kita tidak dapat menyelam karena kerusakan fatal yang tidak dapat diperbaiki di laut karena terbatasnya peralatan kerja.
Untungnya Pimpinan Gugus Tugas menyetujui KS tidak melakukan tugas penyelaman. Perhitungannya toh sebelumnya KS kita telah sering berdemonstrasi menyelam melintang haluan mereka di bawah air dalam kesempatan-kesempatan latihan yang kemarin, seperti pada saat mereka merencanakan mendaratkan pasukannya di beach head. Sudah pasti hal ini membuat Angkatan Laut Filipina menjadi kecewa, tetapi yang penting mereka sudah pernah merasakan toh diserang oleh KS kita alias Angkatan Laut dari pihak Merah.

Misteri Laut Banda.
Suatu saat KRI Bramastra 412, sedang melakukan patroli di wilayah pedalaman laut Indonesia bagian Timur, saat itu KS kita ini dikomandani oleh Kapten Oentoeng Sarwono dan KKM kapten Soehana. Singkat cerita akhirnya sampai juga KS kita ke daerah operasi di Laut Banda.
Seperti biasa diadakan perhitungan trimm dengan menggunakan data data dari pengetriman yang lalu yang telah dilakukan berkali kali selama dalam perjalanan untuk persiapan menyelam di tempat baru ini. Seluruh ruangan dipersiapkan untuk menyelam, sebelumnya kotoran dan sampah dibuang keluar agar tidak lebih memperburuk suasana ruang hidup para awak KS kita saat menyelam nanti. Katup-katup yang harus terbuka saat menyelam dibuka dan yang harus tertutup ditutup. KKM bertanggung jawab untuk memeriksa kebenaran kedudukan katub-katub tersebut sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Setelah semua ruangan siap, mereka melaporkan kesiapannya ke sentral. Walau sudah setiap kali diadakan latihan subtrimmen, tetapi setiap kali menyelamkan KS adalah suatu hal yang senantiasa tetap saja harus melalui suatu prosedur yang ketat.
Komandan telah turun dari anjungan dan juru TASL dua melaporkan pintu atas rubka alias bilik tempur telah tertutup. KS diperintahkan untuk diselamkan. Pada awalnya segala sesuatu berjalan sesuai prosedur. Tetapi ketika KS seharusnya sudah mulai mau masuk ke kedalaman air mulailah terjadi hal yang tidak bisa dimengerti. Tangki pengatur telah diisi air lebih dari perhitungan, tetapi tetap saja KS tidak bergeming, tetap saja tuh mengapung di permukaan. Isian tangki pengatur ditambah lagi, dan ditambah lagi, tetapi tetap saja tidak ada tanda tanda bahwa KS mau masuk ke kedalaman air laut.
Sampai isian tangki hampir penuh pun KS tetap setengah terapung dengan santainya di permukaan. Seluruh sistem-sistem yang diperkirakan menjadi penyebab KS tidak bisa menyelam dicek dan dicek ulang berkali-kali, termasuk sistem ventilasi tangki bahan bakar, yang apabila tidak tercerat dengan sempurna bisa menimbulkan hambatan saat menyelam. Kalau menurut teori gejala gangguan adanya bantalan udara ditangki bahan bakar sehingga menimbulkan hambatan saat KS menyelam bukan seperti ini. (Dalam hal gangguan tersebut berasal dari bantalan udara dalam tangki bahan bakar, bila dipaksakan KS mau juga menyelam walau dengan susah payah, dan setelah mencapai kedalaman tertentu KS akan mengalami perubahan kesetimbangan atau Buoyancy = Gravity, menjadi berat dan cenderung turun terus kekedalaman yang lebih besar. Hal ini terjadi karena gelembung udara yang ada dalam tangki mengecil karena tekanan air laut di kedalaman dan akibatnya daya sangganya berkurang.)
Akhirnya karena tidak bisa diketemukan sebabnya, Komandan memerintahkan membatalkan rencana menyelam dan memerintahkan mengadakan pemeriksaan mengapa KS membandel dan menolak untuk diselamkan. Baru kali ini dalam setiap operasi yang dijalaninya KRI Bramastra 412 ini membandel tidak mau nyelam. Padahal sebelumnya untuk mempersiapkan KS siap menyelam setiap saat bila ada bahaya telah sering diadakan subtrimmen dalam latihan sehari-harinya.
KS kemudian ditimbulkan ke permukaan. Setelah TPP (tangki pemberat pokok) tengah, nomor empat dan lima dihembus dengan UTT (Udara Tekanan Tinggi, 200 Kg/Cm2, dan kemudian TPP depan dan TPP belakang dihembus dengan system UTR (Udara Tekanan Rendah, gas bakas diesel yang bertekanan 0,7 Kg/Cm2, maka kapal telah berada dalam keadaan timbul penuh.
Pertanyaannya adalah kenapa bisa seperti itu? Kenapa KS kita enggak mau menyelam ?.
(sedikit pencerahan untuk Warjagers)
Setelah seluruh awak KS mengadakan pemeriksaan, antara lain dengan mengambil sample air laut dari permukaan. Pemeriksaan dengan areometer menunjukkan bahwa BD (Berat Djenis) air laut di permukaan saat itu lebih tinggi sekitar 34 point dari BD air laut yang dipergunakan sebagai data perhitungan trim terakhir. Kelihatannya sih sepele beda yang hanya 34 point tersebut tidak ada artinya. Akan tetapi dalam kenyataannya beda 34 point tersebut bila dikalikan dengan volume KS saat menyelam yang besarnya 1400 meter3 akan memberikan daya apung ke atas sesuai dengan Hukum Archiemedes sebesar 1347,6.ton.
Ckckckck Pantes saja KS menolak untuk menyelam wong beratnya yang hanya 1300 ton disangga oleh suatu daya apung yang besarnya jauh lebih besar dari berat kapal. Bayangkan saja isian tangki pengatur maximal adalah 17 ton. jadi dengan tangki pengatur diisi penuh pun misalnya berat KS hanya akan menjadi 1317 ton, sudah pasti dengan berat segitu itu juga KS belum bisa menyelam. Masih dibutuhkan ballast tambahan sebesar 30,6 ton untuk bisa menyelamkan kapal di laut Banda itu. ini sering disebut juga sebagai teori “Cycles Groen” yaitu suatu lapisan air di laut yang memiliki BD lebih besar dari BD air laut di sekelilingnya, akan tetapi mengambang di atas air yang memiliki BD yang lebih rendah.
Sesunguhnya Lautan di Indonesia itu penuh misteri.
 Kredit foto : KS Whiskey Class saat mengintai dalam kedalaman periskop

Kredit foto : KS Whiskey Class saat mengintai dalam kedalaman periskop

Infiltrasi di Baucau Yang Hampir Gagal
Pada saat-saat awal pergolakan di Timor-timur, KRI Pasopati 410 diperintahkan untuk berpatroli ke daerah tersebut dari Pangkalan Surabaya. Seperti biasa awak KS kita melaksanakan rutinitasnya, keluar dari pelabuhan setelah mendapat kedalaman yang cukup aman untuk menyelam dan kira-kira tidak akan ada gangguan dari kapal atas air yang berlalu lalang, KS melaksanakan trimmen.
Dalam trimmen yang dilakukan dengan kecepatan di Laut Bawean, Data-data isian tangki termasuk waktu trimmen tersebut dicatat oleh Sersan Juatim, Juru TAS-L satu, guna melaksanakan perhitungan dalam penyelaman yang berikutnya. Begitulah rutinitas para awak KS kita yang dilakukan dalam sepanjang perjalanan menuju Daerah Operasi.
Setelah sampai di Daerah Operasi, KS mengulangi dan melaksanakan lagi prosedur tersebut, menyelam dan subtrimmen terakhir kali sebelum menuju daerah musuh. Setelah subtrimmen berhasil perjalanan terus dilanjutkan. KS kita terus patroli pulang pergi, dari Timur ke Barat, lalu balik lagi dari Barat ke Timur dengan cara berlayar dan menyelam begitu seterusnya sampai pada suatu hari KS kita ini memperoleh perintah Komando untuk mengintai pantai di depan Bacau, istilah kerennya mengadakan operasi “potint” alias “photo intelligence”.
Dari Selatan KS kita sudah peran menyelam dan mendekati target dengan berlayar pada kedalaman periskop dengan hati hati. Sepertinya segala sesuatunya berjalan terlalu lancar untuk suatu operasi pengintaian. Tetapi tiba-tiba saja, Komandan yang selalu lekat dengan periskopnya tiba-tiba berteriak “…waaaah anjungan naik…” Lalu sesaat kemudian berteriak lebih histeris lagi “…haluan naik, haluan naik, bagaimana ini…bagaimana ini kok bisa begitu…”. Segala sesuatunya seperti tidak terkendali lagi. Situasi ini berjalan beberapa menit tanpa ada sesuatu perintah apapun dari Komandan untuk mengatasi keadaan darurat ini (mungkin Beliau tidak sempat berpikir logis karena saking paniknya).
Bagaimana kalau ada kapal atas air musuh yang menunggu di permukaan atau kalau ada meriam pantai yang siap menembak, apa situasi KS kita ini bukan kayak “sitting duck”, yang enak betul tinggal diincar dan ditembak?.
Untung saja para penjaga meriam pantai di Bacau tidak bereaksi sedikitpun. Entah karena mereka enggak bisa membedakan antara kapal selam dengan ikan paus atau karena meriam pertahanan laut mereka jenisnya kayak meriam “si Jagur”, keramatnya “Museum Fatahillah” sano, yang kalau ditembak harus diisi mesiu dulu dari depan, disodok-sodok sampai padat, terus pelurunya yang bulet dimasukkan dan baru ditembakkan itu juga setelah sumbunya dinyalain pake korek api. Hehehe… (mungkin lho ya!). Saya juga enggak tahu soale dicatatan tertulis yang saya punya enggak disebutin alasannya (lha iyalah wong mereka nggak sampai infiltrasi langsung nginjek pantainya! Hehehe…)
Untunglah “penyembulan tiba-tiba” tersebut tidak seberapa lama, KS secara tiba-tiba kembali masuk ke kedalaman periskop dan jalan terus mendekati Bacau, mengambil beberapa kali potret-potret pantai, dan setelah itu putar haluan kembali menuju arah laut dalam dan keluar dari daerah musuh.
Begitulah setelah KS kita memutar haluan dan keluar dari pantai Bacau kembali ke laut dalam KS kita mengalami hal yang sama lagi. KS naik lagi ke permukaan secara tiba-tiba persis seperti tadi. Cuma bedanya karena haluan sudah menjauh dari moncong meriam “si Jagurnya” pantai Bacau maka sang Komandan, sudah enggak sepanik tadi lagi.
 Kredit Foto : Glubinomehr, alat pengukur kedalaman selam.

Kredit Foto : Glubinomehr, alat pengukur kedalaman selam.

Pelajaran dari hal ini atau sedikit ilmu lagi untuk Warjagers semua adalah :
Bahwa arus naik akan mengangkat KS kita dari bawah. Dengan katup ventilasi TPP tertutup maka penampang garis air (auftrieb gegen horizontale oberflache) KS kita akan amat luas, arus naik akan amat berpengaruh terhadap penampang tersebut. Dan disamping itu TPP KS kita akan menjadi semacam “kantongan” yang akan menampung daya angkat tersebut sehingga KS akan semakin terangkat naik. Karena itu seharusnya katup ventilasi pokok TPP dibuka saat mengalami hal tersebut dan ditutup kembali sesuai prosedur setelah hal tersebut terlewati. Dan disaat yang bersamaan pula Komandan seharusnya memberikan perintah untuk menyelamkan kemudi depan dan belakang serta mempertahankan kedalaman dengan gaya dinamis kapal. Tanpa ada perintah komandan, schipper yang kurang tanggap akan diam saja dan akibatnya ya KS nya naik tiba-tiba kepermukaan kayak tadi.
Sebetulnya yang paling pokok adalah bahwa gejala-gejala tersebut sebenarnya dapat diketahui sejak dini dan dapat diantisipasi sebelumnya kalau saja awak KS terutama KKM (kepala Kamar Mesin) saat itu mau mengawasi glubimomehr (alat pengukur dalam selam) dengan baik dan benar, dan dapat mengetahui akan kemana perginya kapal, naik atau turun. Kan kelihatan tanpa kita mengurangi muatan kapal naik, berarti pasti ada gaya external yang mengangkat kapal. Dan gaya semacam ini hanya bisa serta hanya boleh diatasi dengan gaya dinamis dengan mengaktifkan kemudi horizontal. (ini menurut saya lho yah…)
Kredit Foto :  Ruang sentral pengendalian KS: diperiskop Komandan sedang mengintai situasi permukaan air, dipos tempur kemudi horisontal, Schipper sedang mengendalikan kedalaman selam dan trimm. Perhatikan banyaknya jentera katup, manometer dan peralatan lainnya, yang kesemuanya harus dihafal diluar kepala oleh awak kapal. Meteran besar yang ada didepan Schipper adalah Glubinomehr, alat pengukur kedalaman selam.
Kredit Foto : Ruang sentral pengendalian KS: diperiskop Komandan sedang mengintai situasi permukaan air, di pos tempur kemudi horisontal, Schipper sedang mengendalikan kedalaman selam dan trimm. Perhatikan banyaknya jentera katup, manometer dan peralatan lainnya, yang kesemuanya harus dihafal diluar kepala oleh awak kapal. Meteran besar yang ada didepan Schipper adalah Glubinomehr, alat pengukur kedalaman selam.

Nekad Ke Palembang lewat Sungai Musi
Di dalam hampir semua kegiatan Armada KS Whiskey class kita pasti senantiasa ikut aktif dan tidak pernah absen, walau kehadirannya dilakukan dengan bergantian. Salah satunya adalah kegiatan berlayar dalam bentuk Eskader (Mengadakan pelayaran bersama dengan mengikut sertakan banyak kapal dari berbagai jenis) dengan nama GT (Gugus Tugas) 71.1. di bawah Komandan Gugus Tugas, Kolonel (saat itu) Pak Rudolf Kasenda.
Hari H dan sesuai dengan RO (Rencana Operasi) semua kapal berangkat bersama-sama. Tetapi seperti biasa KS diberangkatkan lebih dahulu pagi-pagi banget, beberapa jam sebelum kapal-kapal lain berangkat. Hal ini biasanya disesuaikan dengan pasang surut air, sebab kalau kita keluar agak siang dan air telah mulai surut maka ada kemungkian KS kita akan terjebak di ”sepitan maut” yang dulu udah pernah saya tulis di artikel “hoax” sekilas Kilo. Hehehe…
Kalau kapal-kapal lain berangkat dari Dermaga Madura dengan segala upacara kebesaran pakai tiup tenang segala, kalo KS kita cukup berangkat diam-diam saja. (dengan acara tiup tenang kapal lewat cukup dengan schipper salah satu kapal yang parkir di dermaga dock kapal selam, dengan beberapa deputasi Perwira. Maklum berangkatnya jam empat pagi).
Kredit foto : Awak KS Whiskey Class saat beroperasi
Kredit foto : Awak KS Whiskey Class saat beroperasi

Karena kecepatan KS whiskey class yang relatif rendah dibandingkan dengan fregat, maka keesokan harinya sekitar jam sepuluh pagi mereka menyusul KS kita. dimana fregat dari klas Riga menyalip KS kita dengan kecepatan penuh sekitar hampir 28 knot sedemikian rupa sehingga air yang tersibak dipotong oleh haluannya lalu terlihat seperti naik dan membenamkan tengah badan kapal mereka. Buih air turbulensi buangan baling-balingnya demikian hebat, maklum kedua power turbinnya masing-masing bertenaga 27.000 PK.
Tentunya tidak perlu heran kalau pun kapal-kapal ini menurut skenarionya berangkat bersama-sama akan tetapi sampainya di tempat tujuan waktu itu di Sabang beda-beda. Fregat KRI Nuku saat itu telah tiga hari lebih dahulu nongkrong di sana, padahal KS kita ini baru datang, hehehe… dan mereka sudah selesai melaksanakan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi selama dalam pelayaran kemarin dan awaknya sudah bebas untuk pesiar, sementara Awak KS kita ini masih harus sibuk mencari bengkel untuk memperbaiki peralatan kalau-kalau ada yang tidak berfunngsi dengan baik. Belum lagi agenda wajib setiap merapat yaitu mencari kran ledeng yang bisa dipakai mandi awak KS kita hehehe… Dan sialnya lagi saat baru selesai perbaikan dan belum sempat pesiar berkeliling-keliling kota Sabang, eh sudah ada perintah baru dari Pusat, Eskader sudah harus berangkat lagi. Nasib…
Setelah berlayar berputar putar patroli mengelilingi Pulau Sumatera dari sisi Barat dan sisi samudra Hindia selama beberapa hari, Eskader naik lagi ke Utara. Kemudian timbul masalah cadangan air suling habis. Air suling ini diperlukan untuk mempertahankan tinggi permukaan elektrolit di dalam baterai. Dengan setiap kali diisi atau dicharge maka lama kelamaan tinggi elektrolit akan turun. Untuk itu perlu mengisinya lagi agar baterai jangan sampai kering. Soalnya ini baterai KS Bung, bukan baterai nyang buat nyalain Radio Tape. Hehehe…
Kredit foto : Uraian Baterai KS
Kredit foto : Uraian Baterai KS

Di Sumatera bagian Utara baik Sabang maupun Medan saat itu tidak ada tempat untuk mendapatkan air suling. Satu-satunya kemungkinan adalah memperolehnya dari PLN di Jakarta atau Pertamina di Palembang. Nah kalau ke Jakarta sudah jelas enggak akan mungkin wong tidak akan disetujui oleh Gugus Tugas. Jadi tinggal satu pilihan: Palembang. Untuk itu KS kita dipersiapkan sebaik mungkin.
Singkat cerita KS kita mulai masuk Sungai Musi melalui muara sungai yang tepiannya tampak hanya sayup-sayup saking lebarnya dengan peran berlayar di permukaan. KS kita masuk ke daerah itu dengan menggunakan panduan dari seorang awak KS untuk memberikan gambaran keadaan medan sungai yang dilalui. Soalnya setelah kita mulai masuk sungainya baru ketahuan kalau cuaca dan jarak pandang di sungai musi ini amat cepat berubah.
Kalau saat kita masuk tadi pandangan amat luas dan kita bisa berlayar dengan KS sambil menikmati pemandangan hijaunya hutan-hutan di tepi sungai, tetapi pada waktu yang lain dalam tempo yang amat singkat bisa terjadi tiba tiba kabut datang dan semua yang terlihat hijau dan sejuk tadi menjadi kelabu keputih-putihan dan jarak pandang menjadi amat sangat terbatas.
Kalau sudah begini ini agar tetap dapat memberikan arahannya dengan tepat, petugas pandu tadi tidak beraksi dianjungan lagi, melainkan sampai turun ke haluan kapal, dan memberikan aba aba langsung dari sana. Tidak ada buoy yang jadi petunjuk bagi mereka untuk memberi aba aba, yang ada hanya pohon atau tanda yang hanya mereka yang mengenalnya.
Di salah satu kelokan sungai ada kejadian luar biasa. Saat kabut masih saja tebal dan jarak pandang betul-betul cuma berkisar tiga atau empat meter. Tiba-tiba saja awak Pandu berteriak-teriak panik: “awaaas, cikar kiri Komandan, …ada batang pohon melintang di kanan… motor mundur penuh,… sekarang cikar kanan Komandan…!” Karena tiba-tiba saja ada dahan pohon besar yang melintang di sebelah kanan KS kita.
Di tempat itu setelah bebas dari dahan pohon yang melintang tersebut, KS memutuskan untuk lego jangkar sambil menunggu agak terangnya kabut. Kalau sudah begini ini rasanya semua kapal akan memilih lego jangkar di tempat yang aman dulu deh. Dan sebagian awak KS kita harus menyiapkan UTM (udara tekanan menengah) terus menerus keanjungan, soalnya sewaktu-waktu dipergunakan untuk membunyikan gauk alias “Klakson” KS kita guna memberi tanda pada kapal-kapal lain supaya berlayar agak jauh dari KS kita.
Saat itu Komandan Gugus Tugas 71.1. Kolonel (saat itu) Pak Rudolf Kasenda, beliau memutuskan untuk ikut berlayar dengan KS kita ke Palembang. Suatu kehormatan memang akan tetapi bagaimana masalah protokolernya? Untunglah bahwa Komandan Gusus Tugas bukan seseorang yang mementingkan protokoler. Yang terpenting bagi beliau adalah bagaimana kapal perang siap teknis, bisa berlayar dan siap bertempur. Saat KS kita mulai masuk alur Sungai Musi, beliau juga ada dianjungan.
Ada sekitar enam jam lamanya KS kita berlayar menyusuri Sungai Musi dalam suasana alarm tempur itu. untuk naik keanjungan hanya bagi mereka yang memiliki keperluan penting dan harus atas ijin Perwira Jaga Bawah di Sentral. Dan yang berada dianjungan pun tidak ada yang turun. Semua kebutuhan macam minuman dan makanan kecil disiapkan di atas sana. Bisa dibayangkan betapa enggak enaknya enam jam “garing” kayak begitu karena memang anjungan tidak memiliki atap secuilpun. Dan itulah yang kemudian terjadi.
Pak Kasenda yang tidak biasa berpanas-panas di anjungan, merasa kepanasan lalu bermaksud turun ke bawah ke dalam kapal. Turun dari rubka (Bilik Tempur) beliau langsung masuk ke Ruang Dua. (Sebuah ruangan dalam KS Whiskey class, yang terdapat di atas Ruang Baterai grup I. merupakan ruangan khusus bagi Perwira juga sekaligus dalam keadaan darurat dapat berubah menjadi Ruang Rumah Sakit kalau ada yang mengalami luka luka dalam pertempuran. Meja makan yang ada dilengkapi dengan lampu besar untuk melaksanakan operasi / pembedahan).
Akan tetapi ternyata di sana suasananya lebih enggak enak lagi dibandingkan dengan suasana di anjungan, selain hawanya yang amat panas plus ditambah ruangannya yang juga amat pengap dicampur lagi dengan bau khas KS Whiskey Class semacam gas hidrogen, keringat, vet, ikan asin lauk pauk dan tentu aja bau “ketiak” awak-awaknya yang enggak pernah mandi hehehe…, yang pasti terasa terlalu menyengat bagi orang yang baru masuk ke dalam KS.
Benar saja, baru masuk sebentar beliau sudah keluar lagi dan naik kembali ke anjungan. Sebelum naik beliau sempat berkomentar: ”Wah ternyata memang sangat tidak enak jadi orang kapal selam!”. Dan pada akhirnya KS kita selamat sampai ke Palembang. Bersambung…..
“Wira Ananta Rudhiro”
“Jalesveva Jayamahe”
“NKRI harga mati!”
by Pocong Syereem

Kamis, 01 Mei 2014

Slamet Soebijanto, Obsesi Kejayaan Maritim RI

Laksamana Mayda TNI (Purn) Slamet Soebijanto

Kucuran dana Rp 6,7 triliun dalam skandal Bank Century merupakan dana yang cukup besar untuk Indonesia. Sementara, besaran dana yang tidak jelas dalam Skandal Century mencapai Rp 5,4 triliun. Jumlah dana itu jika digunakan untuk memperkuat system pertahanan, akan meningkatkan kemampuan pertahanan TNI secara drastis. Karena disisi lain, pemerintah melalui Departemen Pertahanan memang telah menunda rencana pembelian kapal selam hingga 2011 dengan alasan anggaran yang tidak tersedia.
Setidaknya, dana tersebut bisa digunakan untuk membeli dua kapal selam kelas Kilo yang dilengkapi peluru kendali dengan jarak jangkau hingga 300 kilometer. Sementara jika dibelikan kapal korvet kelas Stereguchy dengan kemampuan peperangan diatas air dan udara, serta dilengkapi peluru kendali jangkauan 300 kilometer, akan mendapatkan tiga unit kapal.
Hitung-hitungan tersebut diungkapkan Laksamana Madya TNI (Purn) Slamet Soebijanto. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) ini sangat gusar dengan besaran skandal Century yang demikian besar, sementara disisi lain, kondisi alat utama system persenjataan (alutsista) TNI sangat memprihatinkan.
Jauh sebelum kabinet Indonesia Bersatu II menempatkan “revitalisasi industry pertahanan” sebagai salah satu “program seratus hari”, mantan Wagub Lemhannas ini sering mempertanyakan kebijakan politik pemerintah terkait prioritas peningkatan kemampuan pertahanan Indonesia.
Ketika menjabata sebagai KSAL, pria kelahiran Mojokerto, 4 juni 1951 ini, berjuang keras untuk meningkatkan kemampuan pertahanan, khususnya angkatan laut, yang jauh dibawah kekuatan Negara tetangga. Bahkan lebih jauh, pria yang dikenal teguh memegang prinsip dan disiplin tinggi ini, berambisi membawa Angkatan Laut kepada kejayaan Indonesia, sebagai Negara maritim.
Penyandang bintang Yudha Dharma Pratama ini bahkan sempat melontarkan ide untuk “mencuri” teknologi pertahanan Negara maju demi terhujudnya pertahanan nasional yang setara dengan Negara lain. Skenario mengadopsi teknologi pertahanan Negara lain ini juga dilakukan oleh Negara-negara maju.
Selain itu, untuk tercapainya kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan alutsista TNI, khususnya TNI AL, dilakukan reverse engineering alutsista. Reverse engineering sudah dilakukan untuk produk ranjau dan sensor. Bahkan untuk keperluan riset dan penelitian produk pertahanan, Slamet sempat mengusulkan cara trial and error. Pertimbangannya, riset dan penilitian membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.
Hingga diujung jabatannya, Slamet Soebijanto tetap memegang komitmen tersebut. TNI AL telah menetapkan postur kekuatan hingga 2024 untuk pemekaran dan profesionalisme mewujudkan kebijakan “Green Water Navy”, postur kekuatan itu salah satunya penambahan jumlah armada Kapal Perang RI (KRI) sebanyak274 unit. Selain itu, dikembangkan komando armada laut menjadi tiga wilayah, komando wilayah laut (Kowilla) Barat di Tanjung Pinang Sumatra, Kowilla Tengah di Makassar Sulsel, dan Kowilla Timur di Sorong, Papua.
Salah satu implementasi komitmen itu adalah keputusan TNI AL untuk membeli Kapal Selam dari Rusia dipilh karena memiliki teknologi yang bisa diandalkan dan harga lebih murah dibanding produk Jerman atau Prancis.
Keputusan itu didasarkan kepada keputusan politik Indonesia untuk tidak menggantungkan diri terutama kepada Negara-negara Barat dalam hal keperluan persenjataan. TNI AL akan membeli 6 Kapal selam berbagai kelas dari Rusia.
Apa lacur, keputusan TNI AL tersebut justru dipangkas oleh pengganti Slamet Soebijanto, Laksamana Madya TNI Sumardjono. Satu hari setelah dilantik menjadi KSAL, Sumardjono langsung mengeluarkan kebijakan memangkas program pembelian kapal selam kelas Kilo dari Rusia yang di gagas Slamet Soebijanto. Alasan pemangkasan itu karena keterbatasan anggaran TNI yang terbatas.
Padahal, menurut Slamet Soebijanto, TNI AL mutlak membutuhkan enam kapal selam. Dengan pertimbangan, kebutuhan berdasarkan luas wilayah dan penyeibangan kekuatan di kawasan. Kapal selam merupakan alat penangkal yang paling kuat pada setiap Negara, karena kapal selam sulit diseteksi lawan. Terbatasnya alutsista TNI itu membuat Indonesia disepelekan banyak Negara, bahkan Negara tetangga.
Selain pembelian kapal selam, kebijakan Slamet terkait rencana perluasan pangkalan di pulau terluar juga di evaluasi oleh Sumardjono. Ketika itu, Slamet Soebijanto memiliki pertimbangan, pangkalan di pulau terluar akan berfungsi menagkal bahaya musuh yang biasa seliweran diperairan Indonesia.
Tak urung, sejumlah pihak menghubungkan pemangkasan program TNI AL dan penggantian Slamet Soebijanto itu sebagai satu benang merah yang saling bersinggungan. Memang, pergantian Slamet Soebijanto sangat mendadak. Di mana, Mabes TNI mengumumkan sehari sebelum pelantikan KSAL yang baru, 7 November 2007.
Slamet Soebijanto sendiri membantah sinyalemen tersebut. Slamet Soebijanto mengaku tidak kecewa atas pergantianya. Slamet juga membantah jika pergantian didasarkan adanya perbedaan sikap dengan petinggi TNI ataupun Presiden terkait kebijakan alutsista.
Langkah Slamet Soebijanto untuk menyumbangkan pengalaman dan pemikirannya bagi bangsa dan Negara tidak terhenti meskipun harus meninggalkan jabatan KSAL. Bermodalkan pengalaman berkarir menjadi anggota TNI AL lebih dari 30 tahun, Slamet Soebijanto sempat mencatatkan diri sebagai salah satu calon Presiden RI dari jalur independen pada Pilpres 2009.
Pencalonan Slamet di antaranya didukung oleh Aliansi Masyarakat adat Indonesia, Paguyuban seni dan Budaya Nusantara serta Aliasi Gerakan Mahasiswa Indonesia. Memang, pintu capres Independen tetutup setelah Mahkamah Kostitusi menolak uji material UU Pilpres yang tidak mengkomodasi capres independen.
Slamet terpanggil sebagai capres independen karena ingin menyelamatkan bangsa dari persoalan yang sedang dihadapi saat ini. Bagi Slamet, untuk menyelamatkan Bangsa dan Negara Indonesia saat ini, seharusnya kembali kepada ideologi Pancasila dan UUD 1945. Selai itu Slamet mengusung program transparansi anggaran, land reform, dan pengelolaan migas oleh bangsa sendiri.
Profil
Nama                   : Laksamana Mayda TNI (Purn) Slamet Soebijanto
Tempat/Tgl Lahir  : Mojokerto, 4 Juni 1951
Agama                 : Islam
Pendidikan         :
-    Pendidikan militer AAL-19 (1973)
-    NBCD Course, Nederlands (1979)
-    Sys, Weapon Comm.Crs, Nederlands (1979)
-    Dik Alut Baru/Ops. School, Holland (1980)
-    Command Team Train , (ASW/SW&AWN) (1980)
-    Helicopter Direction, Nederlands (1980)
-    Command Post Exercise, Philindo (1981)
-    Diklapa II/Koum (1983)
-    Sus Dan Kapal Atas Air (1985)
-    Seskoal Angk-26 (1988/89)
-    Operational Art, Yugoslavia (1990)
-    Sesko ABRI Angk-20 (1993/94)
-    KRA-33 Lemhannas (2000/01)
Karier & Penugasan    :
-    Kasie Navi KRI Thamrin (1974)
-    Kadep Navop KRI Rakata (1980)
-    Komandan KRI Siliman (1984)
-    Komandan KRI pulau Ratewo (1989)
-    Kasilingstra Ditdik Seskoal (1991)
-    Komandan KRI Mongonsidi (1994)
-    Sahli “E” Pangarmatim, Ksubditstratik Ditopslatal (1996)
-    Paban V Straops Sops Kasal (1997)
-    Asrena Pangarmatim (1998)
-    Wasrena Kasal (1999)
-    Waasrenum TNI ( 2000)
-    Komandan Kodikal (2002)
-    Pengkoarmatim (2003)
-    Wagub Lemhannas (2003)
-    KSAL (2005-2007)

Kontrak sensor M-TADS/PNVS Apache Indonesia

 
photo  : http://static.guim.co.uk

Lockheed Martin telah mendapatkan Kontrak senilai USD80 juta untuk memasok fire-control sensors yang akan dipasang ke helikopter Apache AH-64E yang dipesan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2013.
Departemen Pertahanan AS memberitakan pada tanggal 29 April, bahwa Lockheed Martin telah dikontrak untuk memasok Indonesia dengan delapan s/d sembilan modernisasi Target Acquisition Designations/Sight Pilot Night Vision Sensors (M-TADS/PNVS), beserta suku cadangnya.
Kontrak ini menggunakan Foreign Military Sale (FMS), dengan pengiriman diperkirakan lengkap oleh tahun 2018.
Washington dikonfirmasi di bulan Agustus 2013 bahwa mereka telah setuju untuk menjual delapan Apache helikopter ke Indonesia. Kesepakatan FMS dengan biaya senilai USD500 juta.  (http://www.janes.com)

Rabu, 30 April 2014

Jerry Duane Gray, “Kuda Troya” Anti Amerika

Jerry Duane Gray
Jerry Duane Gray (ist)

Sejak berakhirnya perang dingin, Amerika Serikat menempatkan diri dalam posisi hegemoni tunggal. Untuk mewujudkan hegemoni atas dunia, AS membangun system poltik, ekonomi, dan militer yang harus ditaati oleh Negara ataupun entitas bukan Negara di seluruh dunia. AS ingin melibatkan seluruh dunia dalam agenda global ala AS. Sebagai konsekuensi, AS akan memerangi pihak manapun yang menentang agenda global tersebut.

Disukai ataupun tidak, Indonesia, dengan segala kelebihan yang dimiliki tentu saja menjadi incaran AS. Berbagai skenario terkait upaya AS untuk menguasai RI telah diungkap oleh banyak kalangan. Di antara banyak kalangan yang mencoba mengungkap skenario AS atas Indonesia, Jerry D. Gray, mantan anggota militer Angkatan Udara AS, Secara spesifik cukup konsisten untuk trus menelanjangi kejahatan AS. Jerry aktif menuangkan analisis terkait kejahatan AS, melalui seminar, diskusi ataupun tulisan-tulisan kritis.
Di mata Jerry, Pemerintah AS adalah pemerintahan yang paling jahat di dunia. Kendati pemimpinnya sudah berganti, tidak terjadi perubahan. Semua presiden AS pasca John F Kennedy menjadi anggota Council on Foreign Relation (CFR). CFR tidak sekedar mengendalikan CIA, tapi juga berkuasa mengontrol Departemen Luar Negeri AS. CFR mempunyai kewenangan untuk menggondok kebijakan luar negeri AS. Di era kepresidenan Bill Clinton, 100 anggota CFR diangkat sebagai duta besar AS di berbagai Negara untuk menyebar luaskan propaganda federalism dan globalisme.
Jerry D Gray, yang bergabung dengan USAF sejak 1979-1982, merasakan langsung kejahatan pemerintah AS. Sebagai anggota militer AS, Jerry mengaku telah menjadi korban eksperimen vaksin pendongkrak agresifitas.

Tidak sekedar menebar wacana, Jerry D Gray, yang masuk ke Indonesia sejak 1985, telah memantapkan niatnya untuk menjadi warga Negara Indonesia. Jerry atau Haji Abdurrahman mengenal Indonesia setelah sebelumnya bekerja di Arab Saudi sejak 1982. Dengan pengalaman sebagai ahli mekanik pesawat terbang, alumni Hickam Air Force dan A & P Hawai University ini dipercaya untuk menjadi ahli mekanik pesawat pribadi Raja Fahd.
Saat berada di Jeddah, Jerry leluasa menembangkan kemampuan khususnya, yakni menyelam dan aktivitas dokumentasi bawah air. Puluhan sertifikasi internasional di bidang olah raga selam telah diraih Jerry. Tak heran jika Jerry di kenal sebagai master instruktur selam yang diakui internasional.
Profesi instruktur selam inilah yang pada akhirnya membawa Jerry masuk ke Indonesia. Jerry menempati posisi rangking tertinggi instruktur selam di Indonesia. Selama di Indonesia Jerry juga berhasil mengabdikan keidahan panorama bawah laut Indonesia, baik dalam format foto ataupun video.

Ketika tragedy berdarah “Mei 1998” pecah, Jerry diminta CNBC Asia untuk menjadi juru kamera freelance. Dari dokumentasi “Tragedi Mei” itulah Jerry semakin memantapkan niatnya untuk mengabdi sebagai warga Negara Indonesia. “Pada kerusuhan Mei 1998, di mana semua orang asing meninggalkan Jakarta dan Indonesia, saya sudah merasa sebagai warga Negara Indonesia. Saya baru tersadar bahwa saya cinta Indonesia,” ungkap Jerry.
Kecintaan terhadap islam dan Indonesia itulah yang mendorong Jerry D Gray untuk mengambil posisi berseberangan dengan AS dan pendukungnya. Dengan pengalaman, kemampuan dan analisis yang tajam, Jerry pun aktif membongkar kebobrokan AS dan sekutunya. Hasil riset dan analisis itu dituangkan dalam sejumlah buku yang hamper semuanya membongkar konspirasi AS dan sekutunya. Di antaranya, “The Real Truth 911”,”American Shadow Government”,”Demokrasi Barbar ala Amerika”,”Deadle Mist”, dan “Rasulullah is My Doctor”.

Secara khusus, dalam buku Deadly Mist, Jerry dengan berani membongkar upaya AS merusak kesehatan manusia. Disebutkan bahwa penyakit mematikan seperti flu burung, SARS, dan AIDS adalah hasil rekayasa Amerika Serikat. Dengan fakta yang diambil langsung, Jerry membuktikan adanya upaya penyebaran virus penyakit dengan menggunakan pesawat terbang diatas langit Jakarta dan sekitarnya.
Langkah berani yang diambil Jerry bukan tanpa resiko. Sebagai “Pengkhianat” AS, berbagai ancaman pembunuhan fisik hingga pembunuhan karakter sering dihadapi Jerry D Gray. Tak hanya itu, sebelum menjadi WNI, pihak Kedubes AS di Jakarta memandang Jerry sebagai sosok yang membahayakan AS.

Profil
Nama                   : Jerry Duane Gray
Tempat/Tgl Lahir  : Wiesbaden, Jerman 24 September 1960
Agama                 : Islam
Pendidikan         :
-    Pendidikan dasar dan menengah, Iowa
-    Sekolah Pemeliharaan Pesawat Terbang, Texas
-    Engineer Pesawat Udara, Hawaiin University
Karir            :
-    USAF (1978-1982)
-    Hickam Air Force
-    New Saudi Mechanic (1982-1984)
-    Master Instruktur Selam, Jeddah (1984)
-    Master Instruktur Selam, Indonesia (1985)
-    Underwater Cameraman (1982)
-    Cameraman, Televisi CNBC Asia (1998)
-    Cameraman pertama, Metro TV
-    Jurnalis Freelance media internasional


Intelijen.

R-73: Dibalik Kecanggihan Rudal Pemburu Panas Sukhoi TNI AU

Archer_01
Sebelum tahun 2012, boleh dibilang lini sista rudal udara ke udara (AAM/air to air missile) yang dimiliki TNI AU cukup inferior bila dibandingkan AU Singapura dan AU Malaysia. Pasalnya hampir tiga dekade, armada jet tempur TNI AU hanya bersandar pada rudal Sidewinder buatan Raytheon. Adapun versi Sidewinder yang dimiliki TNI AU adalah AIM-P2 dan AIM-P4. Yang paling baru pun, AIM P-4 dibeli bersamaan dengan paket pengadaan F-16 Fighting Falcon di tahun 1989. AIM-P4 dapat ditembakan meski pesawat musuh datang dari depan dalam posisi berhadapan, menjadikan perubahan gaya dalam duel jarak dekat (dog fight).
Di saat yang sama, Negeri Jiran sudah mengoperasikan AAM jarak menengah, AIM-7 Sparrow dan AIM-120 AMRAAM, yang disebut terakhir adalah jenis beyond visual range air to air missile, AMRAAM sontak menjadi momok yang menakutkan dalam perang udara modern, rudal ini dapat melesat hingga 70 km dengan kecepatan 4 Mach. Untuk yang satu ini, meski baru datang agak telat, patut disyukuri TNI AU kini punya tandingannya,yakni rudal R-77 untuk armada Sukhoi, rudal besutan Rusia ini sanggup melesat dengan kecepatan 4 Mach hingga jarak 80 km.
Nah, kembali ke lini rudal udara ke udara jarak pendek, saat jet andalan TNI AU F-16 Fighting Falcon dan Hawk 200 hanya punya satu andalan AIM-P4 Sidewinder, maka Singapura dan Malaysia selain sudah memboyong AIM-7 Sparrow dan AIM-120 AMRAAM, kedua negara tetangga Indonesia ini pun sudah punya versi Sidewinder yang lebih baru. Seperti Singapura, karena negara ini adalah sekutu dekat AS di Asia Tenggara, Singapura selain punya AIM-9J/P/S Sidewinder, juga sudah punya AIM-9X Sidewinder untuk memperkuat sista di jet F-15SGEagle. Begitu juga dengan Malaysia yang turut membeli AIM-9X untuk F/A-18 Hornet-nya.
Vympel_R-73
Sensor berpemandu infra red pada moncong rudal.
Sensor berpemandu infra red pada moncong rudal.
AIM-9X merupakan versi paling anyar dari keluarga Sidewinder, rudal ini mulai dikembangkan pada tahun 1986. Rudal ini punya kemampuan first shot and first kill yang lebih responsive. Bahkan rudal ini dilengkapi thrust vectoring yang terhubung ke guidance fins, artinya rudal dapat mengejar target yang berbelok sekalipun. Radius putar AIM-9X mencapai 120 meter, dengan kemampuan ini, pesaswat peluncur tak perlu melakukan manuver untuk menyesuaikan dengan target.

R-73
Kedatangan secara bertahap jet Sukhoi Su-27 dan Su-30 Flanker membawa banyak harapan pada adopsi alutsista, termasuk di lini rudal. Tapi nyatanya, karena keterbatasan anggaran, sejak kedatangan Sukhoi gelombang pertama pada tahun 2003, maka baru sekitar tahun 2012 armada Sukhoi Skadron Udara 11 ini dibekali sista berupa rudal. Selama hampir 10 tahun, Sukhoi hanya dibekali kanon internal dan bom buatan lokal. Sungguh komposisi senjata yang amat memprihatinkan, mengingat tantangan tugas yang berat.
Salah satu Sukhoi Su-30 TNI AU. Tampak tepat dibawah hidung pesawat, rudal R-73 yang sedang di display.
Salah satu Sukhoi Su-27 TNI AU. Tampak tepat dibawah hidung pesawat, satu unit rudal R-73 sedang di display.
klz3
Dan seperti sudah banyak diulas, TNI AU kini sudah secara nyata menampilkan kombinasi rudal yang dibeli dari Rusia. Terdiri dari rudal udara ke udara dan rudal udara ke permukaan. Lini rudal udara ke permukaan (ASM), yaitu Kh-31P dan Kh-29TE. Keduanya telah kami kupas di artikel sebelumnya. Sementara di lini rudal udara ke udara, TNI AU memboyong R-77 dan R-73.
Khusus mengupas R-73 (AA-11 Archer – dalam kode NATO), bisa disebut inilah rudal yang punya komparasi full dengan Sidewinder. Bila Sidewinder menjadi lambang supremasi AAM jarak dekat AS dan NATO, maka R-73 pun menjadi andalan sejak era Uni Soviet dan Pakta Warsawa. Dan, serupa dengan Sidewinder, R-73 pun terdiri dari beragam varian, karena rudal ini sejatinya bukan produk yang baru-baru amat.
AA-11_Archer_missile
Bagian belakang rudal R-73.
Bagian belakang rudal R-73.

Sebagai peninggalan Perang Dingin, R-73 pertama kali dikembangkan pada tahun 1973 oleh Vympel NPO. Dan setelah lewat serangkaian uji, R-73 mulai digunakan oleh AU Soviet pada tahun 1982. Serupa dengan Sidewinder, R-73 juga mengincar panas yang dihasilkan target, yakni dengan pemandu sensor infra merah (infra red guided) all aspect. Ini artinya R-73 dapat menghajar target dari beragam sudut dan posisi. Rudal ini dipersiapkan untuk meladeni dog fight paling berat sekalipun, yaitu hingga level 12G, tidak itu saja, R-73 secara teori dapat dioperasikan dari segala kondisi cuaca, dan hebatnya lagi rudal ini sudah anti jamming.
Serupa dengan AIM-9X Sidewinder, R-73 dapat diintegrasikan dengan helm pilot, memungkinkan pilot untuk membidik sasarannya dengan hanya melihatnya saja. R-73 ditenagai oleh sebuah mesin roket berbahan bakar padat (solid fuel rocket engine). Untuk bermanuver, R-73 memiliki empat sirip kontrol yang terletak di bagian depan serta stabilizer di bagian belakang sayap. Tak kalah dengan Sidewinder terbaru, R-73 juga memiliki thrust-vectoring yang memungkinkannya untuk melakukan manuver paling ekstrim sekalipun.
R-73 menjadi senjata standar pada Sukhoi Su-27/30. Rudal ini biasa ditempatkan pada kedua ujung sayap. Mirip pada pola Sidewinder.
R-73 menjadi senjata standar pada Sukhoi Su-27/30. Rudal ini biasa ditempatkan pada kedua ujung sayap. Mirip pada pola Sidewinder.
Nampak R-73 pada ujung sayap Sukhoi Su-30 MKM AU Malaysia
Nampak R-73 pada ujung sayap Sukhoi Su-30 MKM AU Malaysia
Nampak R-73 dapat dipasang pada heli serbu multiguna Mi-24 Hind. Secara teori heli Mi-35P Penerbad TNI AD pun bisa dipasangi rudal ini.
Nampak R-73 dapat dipasang pada heli serbu multiguna Mi-24 Hind. Secara teori heli Mi-35P Penerbad TNI AD pun bisa dipasangi rudal ini.
Su-35 nampak gagah dengan bekal rudal R-73.
Su-35 nampak gagah dengan bekal rudal R-73.

R-73 yang saat ini diproduksi oleh Tbilisi Aircraft Manufacturing dapat menguber sasaran hingga kecepatan 2.5 Mach. Dari berat totalnya yang 105 kg, 7,4 kg di dalamnya berupa hulu ledak. Bagaimana dengan soal jangkauan? Untuk yang satu ini R-73 punya perbedaan antar varian. Untuk tipe R-73E (20 km), R-73M1 (30 km), dan R-73M2 (40 km). Manakah diantara ketiganya yang dimiliki Indonesia? Jawabannya masih harus menunggu konfirmasi pihak TNI AU. Besar harapan kita, yang dimiliki TNI AU adalah versi R-73M1/M2, sebab rudal yang dikembangkan sejak 1994 ini telah ditingkatkan kemampuan IRCCM (Infra red counter-counter measure), selain sistemnya sudah full digital.
Berapakan R-73 yang dimiliki TNI AU? Menurut laporan SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute), lembaga independen internasional yang didedikasikan untuk penelitian konflik, persenjataan, pengawasan senjata dan perlucutan senjata yang bermarkas di Swedia. Disebutkan, pada tahun 2011 tercatat transaksi pengadaan 75 unit R-73 oleh Indonesia. Tapi jangan anggap Indonesia jadi paling superior dengan R-73, sebab lagi-lagi AU Malaysia (TUDM) lebih dulu kedatangan R-73 untuk melengkapi sista Sukhoi Su-30 MKM-nya. Selain Malaysia, Vietnam pun mengadopsi rudal ini.


Reikernasi K-13
Kilas balik ke masa keemasan militer Indonesia di tahun 60-an, AURI (TNI AU-kini) sebenarnya juga sudah memiliki rudal udara ke udara jarak dekat yang cukup canggih pada masanya. Rudal ini tak lain adalah K-13 buatan Vympel dari Uni Soviet. Pada awal kehadiran MiG-21 di Tanah Air, K-13 menjadi ikon senjata utama yang tak terpisahkan dari MiG-21 Fishbed dalam gelar operasi Trikora.
Rudal K-13 pada MiG-21 Fishbed AURI di museum Dirgantara -  Yogyakarta.
Rudal K-13 pada MiG-21 Fishbed AURI di museum Dirgantara – Yogyakarta.
DSCN2086
K-13, dalam koden NATO disebut AA-2 Atoll, tak lain dalah rudal jarak dekat dengan jangkauan maksimum 8 Km. Yang paling menarik, desain dan konsep rudal ini memang menyadur Sidewinder, rudal legendaris milik AS. Menurut kisah yang beredar luas, pada 28 September 1958, sebuah AIM-9B yang ditembakkan dari sebuah F-86 Sabre Taiwan dengan target sebuah MiG-17 Republik Rakyat Cina tetapi tidak. Rudal tersebut hanya menancap di ekor pesawat MiG dan dibawa kembali ke pangkalan dan menjadi contoh pengembangan rudal Uni Soviet. Lebih detail tentang K-13 TNI AU, dapat Anda klik ini di artikel ini. (Gilang Perdana)
Spesifikasi R-73
Manufaktur : Vympel dan Tblisi Aircraft Manufacturing
Berat : 10 kg
Berat hulu ledak : 7,4 kg
Panjang : 2,9 meter
Diameter : 17 centimeter
Wingspan : 51 centimeter
Kecepatan : 2.5 Mach
Jangkauan Maks : 40 km
Tenaga : solid fuel rocket engine

Dibutuhkan 6.000 Teknisi Pesawat


Dalam lima tahun ke depan, bisnis perawatan pesawat (Maintenance, Repair and Overhaul/ MRO) di Indonesia memerlukan tambahan 6.000 teknisi.  Jumlah itu untuk mengantisipasi pertumbuhan bisnis penerbangan yang tumbuh 15-20% per tahun.  Tambahan teknisi tersebut untuk meningkatkan kapasitas MRO nasional dari 30-40% menjadi 50-60%. Sisa kapasitas masih akan diambil oleh MRO asing. Demikian ujar President IAMSA, Richard Budihadianto dalam konferensi The 2st Aviation MRO Indonesia (AMROI) 2014 Conference & Exhibition di Grand Mercure Hotel Jakarta, hari ini, Selasa (29/4/2014).

Menurut Richard yang juga direktur utama Garuda Maintenance Facility, saat ini jumlah teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat di Indonesia diperkirakan di bawah 3.000 orang. “Institusi pendidikan yang ada sekarang hanya mampu menghasilkan maksimal 600 orang teknisi per tahun. Karena itu diperlukan terobosan pemerintah dan pelaku industri MRO dalam upaya memenuhi kebutuhan teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat,” ujarnya.
Teknisi yang diperlukan sekarang  adalah teknisi dengan pendidikan setara Diploma 3 (D3).  Lulusan D3 diperlukan karena sudah mempunyai daya anilis yang tinggi. Dengan demikian lama pendidikan lanjutan (type rating) bisa dipangkas dari 18 bulan menjadi hanya 9 bulan.  dan kemudian untuk menjadi teknisi  profesional dibutuhkan waktu lagi selama 4 tahun.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perhubungan EE Mangindaan menyatakan akan membantu pengadaan SDM untuk bisnis MRO.  “Kami akan coba meningkatkan kapasitas sekolah-sekolah yang dikelola Kementrian Perhubungan. Kami juga akan bekerjasama dengan IAMSA untuk peningkatan itu,” ujarnya.

Menurut Richard Budihadianto, pertumbuhan industri MRO di Indonesia tidak lepas dari bisnis penerbangan nasional yang tumbuh positif. Selain itu, terjadi migrasi pekerjaan perawatan untuk airframe dari Amerika Utara dan Eropa ke kawasan Asia Pasifik. Amerika Utara dan Eropa akan fokus menggarap industri teknologi tinggi dan padat modal sehingga pekerjaan airframe beralih ke kawasan Asia Pasifik dan Amerika Selatan. Apalagi jumlah pesawat yang beroperasi di Asia Pasifik terus bertambah. Berdasarkan laporan ICF SH&E, jumlah pesawat yang beroperasi akan mencapai 35.600 unit pada tahun 2022. Sebanyak 29% di antaranya dimiliki maskapai-maskapai dari Asia Pasifik. Tidak mengherankan jika pasar perawatan pesawat di Asia Pasifik menjadi yang terbesar di dunia dengan nilai USD 25 miliar pada tahun 2022.

Pertumbuhan bisnis aviasi dan perawatan pesawat di Asia Pasifik sejalan dengan pertumbuhan dalam negeri. Dalam catatan Indonesia National Air Carrieer Association (INACA) hingga tahun 2013, total pesawat yang dioperasikan oleh maskapai-maskapai domestik mencapai 754 pesawat, termasuk pesawat carter. Jumlah ini diperkirakan meningkat pesat di tahun 2017 menjadi 1.000 pesawat lebih yang menerbangi langit Indonesia. Karena itu, pasar perawatan pesawat nasional juga meningkat drastis dari USD 1,1 miliar pada tahun 2013 menjadi USD 2 miliar pada tahun 2017.

Richard Budihadianto mengatakan untuk meningkatkan serapan pasar pemerintah dan industri MRO nasional harus bersinergi membenahi kekurangan dan meningkatkan daya saing. Sinergi yang solid adalah kunci penting menghadapi tantangan yang ada selama ini. “Kelangkaan teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat itu salah satu tantangan yang harus kita cari jalan keluarnya bersama-sama,” katanya. Selain institusi pendidikan penerbangan, MRO nasional juga memiliki tanggung jawab mencetak dan mengembangkan teknisi dan tenaga handal perawatan pesawat ini.