Kamis, 24 April 2014

Menyibak Misteri “Lock” Sukhoi TNI-AU

Su-30 Skadron 11 TNI-AU
Su-30 Skadron 11 TNI-AU

Hari jumat tanggal 20 Februari 2009 boleh jadi adalah momen berharga bagi Angkatan Udara Indonesia. Pasalnya, ini kali pertama jet tempur termodern TNI-AU, Su-30 Sukhoi dikabarkan di lock (dikunci) oleh sensor rudal pesawat tak dikenal.
Sontak berita ini jadi headline di berbagai pemberitaan nasional. Ada yang menyebut dua Sukhoi TNI-AU di lock oleh pesawat tempur berkualifikasi stealth, ada lagi yang bilang Sukhoi di lock oleh kapal selam asing, lalu satelit, bahkan ada pendapat yang cukup aneh, Sukhoi telah di lock oleh UFO.
Opini di masyarakat pun berkembang luas. Mengatasi berita yang sumir, pihak Puspen TNI akhirnya memberi pernyataan bahwa dua Sukhoi mengalami kerusakan elektronik. Sejak saat itu berita Sukhoi di lock mulai sepi dari ulasan di berbagai media.
Tapi peristiwa 20 Februari itu terus mengundang tanya, apakah mungkin dua jet tempur super canggih berharga ratusan juta US dollar itu mengalami kerusakan elektronik secara bersamaan? Terlebih lagi pesawat saat kejadian diawaki oleh instruktur pilot berpengalaman dari Rusia. Nah, ketimbang dibuat bingung, ada baiknya kita analisa mengenai beberapa kemungkinan yang terjadi pada hari jumat pagi itu.

Sukhoi di “lock” pesawat tempur
Kalaupun Sukhoi di lock rudal pesawat tempur, tentu tak sulit menemukan tersangkanya. Secara kemampuan militer, hanya Amerika Serikat dan Australia yang bisa “berani” untuk melakukan hal ini.
Seandainya di lock oleh sosok pesawat stealth, AS lah yang mungkin terlibat. Tapi untuk misi ini membutuhkan pangkalan aju, semisal di Guam atau di Darwin (Australia Utara). bahkan boleh jadi perlu dukungan air refeuling untuk misi jarak jauh. Pesawat AS yang punya kemampuan stealth saat ini diantaranya F-22 Raptor, F-117 Night Hawk dan B-2 Spirit.
F-22 Raptor US Air Force. Pesawat ini rencananya akan ditawarkan ke beberapa negara sekutu AS
F-22 Raptor US Air Force. Pesawat ini rencananya akan ditawarkan ke beberapa negara sekutu AS

Tapi analisa diatas rasanya agak berlebih, mengingat untuk operasi macam ini butuh biaya besar dan beresiko tinggi. Risiko tinggi tentu bukan dari hadangan pesawat tempur TNI-AU, tapi lebih mungkin karena faktor alam. Maklum operasi digelar di lautan lepas yang faktor cuacanya sulit diduga. Kecuali AS punya niat untuk misi dagang, semisal membuktikan kecanggihan stealth F-22 Raptor kepada calon pembelinya.
Ada lagi misteri di soal jarak kunci rudal, dikabarkan di media massa Sukhoi di lock dari jarak ratusan kilometer. Pertanyaanya, jenis rudal apakah yang bisa me lock dalam radius demikian jauh? Stoknya tak terlalu banyak dipasar, rudal udara ke udara yang punya jangkauan ini kandidatnya adalah AIM-7 Sparrow dan Phoenix.
Tapi berdasar analisa lebih jauh, Phoenix lah yang paling mungkin dari segi teknis dengan jangkauan operasi sampai 200 Kilometer. Phoenix dahulu pernah dipakai F-14 Tomcat US Navy untuk menjatuhkan MIG-23 Flogger milik Libia. Tapi rudal era tahun 80-an ini sudah tergolong tua.
Seandainya memang benar Sukhoi TNI-AU di lock oleh pesawat stealth, saya yakin niatnya bukan untuk benar-benar menghancurkan, mungkin lebih tepat untuk trial response. Toh walau Sukhoi TNI AU canggih, belum dibekali paket senjata yang mematikan, seperti rudal udara ke udara. Senjata Sukhoi TNI AU baru sebatas kanon internal 30 mm. Moga-moga dengan adanya insiden ini membuat  pemerintah terketuk untuk melengkapi sang Sukhoi dengan senjata yang bisa menggetarkan lawan.
Apalah artinya pesawat tempur canggih tanpa bekal senjata yang mumpuni. Seyogyanya TNI AU harus belajar dari kasus F-16 yang cuma dibekali paket rudal AIM-P4 Sidewinder dan rudal udara ke darat AGM-65 Maverick.
Kembali ke hari dimana Sukhoi di lock, begitu ada kabar Sukhoi di kunci rudal sontak berita diteruskan ke pangkalan di Makassar dan pejabat Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional). Maka diputuskanlah untuk menerbangkan Boeing 737-200 Surveillance Skadron 5 yang juga ber-home base di lanud Hassanudin Makassar, Sulawesi Selatan.
Boeing 737 Surveillance Skadron 5 TNI-AU
Boeing 737 Surveillance Skadron 5 TNI-AU

Dikabarkan Boeing 737 langsung melakukan pencarian obyek pesawat tak dikenal dalam jangkaun 370 Km, kemudian diteruskan ke arah selatan menuju Bali. Skadron 5 sendiri hanya punya 3 unit Boeing 737 Surveillance, dan diterbangkan secara bergantian. Pertanyaanya, apakah efektif pencarian pesawat penyusup dengan Boeing 737 tersebut?
Boeing 737 Surveillance terbilang pesawat pengintai canggih di era tahun 80-an. Salah satu andalannya adalah radar pengintai laut SLAMMER (Side Looking Airborne Multimission Radar) yang bisa memantau aktivitas di lautan sepanjang area 85 ribu mil per jam. Tapi Boeing 737 surveillance TNI AU tak bisa disamakan dengan pesawat intai E-3A AWACS ataupun E-2C Hawkeye. Kemampuan penjejakan Boeing 737 surveillance bukan untuk keunggulan intai aktivitas di udara, melainkan untuk intai laut.
E-3A AWACS US Air Force
E-3A AWACS US Air Force

Seandainya Boeing 737 surveillance TNI AU diberi tugas intai mendadak pada pagi itu, apakah pesawat tersebut bisa diterbangkan dengan cepat? Apakah Boeing 737 bisa scramble secepat pesawat tempur? Meski menyandang status pesawat militer, Boeing 737 surveillance TNI AU tak beda jauh dengan performa mesin Boeing 737 milik penerbangan komersial. Tentu dibutuhkan waktu dan persiapan untuk mengudara. Belum lagi Lanud (pangkalan udara) menyatu dengan bandara Hassanudin, tentu diperlukan koordinasi bila butuh terbang mendadak dengan pihak ototitas penerbangan sipil di bandara, dalam hal ini PT Angkasa Pura.
Dengan skenario ini, terlihat tidak efektif bila Boeing 737 surveillance diberi tugas intai pengejaran. Tentu ada banyak jeda waktu yang terbuang sampai Boeing 737 surveillance hadir di TKP (tempat kejadian perkara). Belum lagi bila yang dihadapi pesawat jet tempur, tentu kecepatan escape nya luar biasa cepat, secepat-cepatnya Boeing 737 mengejar tentu tak akan ada hasilnya. Obyek pesawat juga tak akan bisa terlihat lagi dari layar radar.
Menurut pemberitaan, seluruh satuan radar baik sipil dan militer di darat tak ada yang melihat aktivitas black flight. Seandainya benar yang menyusup pesawat stealth, harus diacungi jempol kemampuan pesawat tersebut.

Apakah Ulah Australia?
Australia punya reputasi tinggi pada soal susup menyusup ke wilayah Indonesia. Pasca jejak pendapat di Timor Timur, beberapa kali F-18 Hornet AU Australia kerap masuk jauh ke wilayah udara Indonesia. Salah satu peristiwa yang membuat heboh saat Hawk 200 TNI AU mampu menyergap black flight F-18 Hornet Australia. Hornet dan F-111 Raven Australia diduga juga pernah terbang tinggi diatas lanud Kupang. Sayang Arhanud Indonesia tak memliki rudal anti pesawat jarak jauh seperti SA-2 di era tahun 60-an.
Hanya sekedar analisa, insiden Sukhoi di lock bukan tak mungkin melibatkan Australia. Secara geografis hal ini dimungkinkan mengingat wilayah laut Sulawesi Selatan masih dalam jangkauan pesawat tempur Australia yang bermarkas di lanud Tindal, Darwin, Australia Utara. Apalagi dengan konsep isi bahan bakar di udara segalanya menjadi mungkin.
Walau F-111 Raven dan F-18 Hornet tak memiliki kemampuan steatlh, bukan tak mungkin ada peningkatan kemampuan radar dan persenjataan dengan restu AS. Kabar terbaru AU Australia segera akan diperkuat oleh 24 armada F-18 Super Hornet. Ataukah sebuah penerbangan gelap F-22 Raptor take off dari Darwin? Walahualam..

Sukhoi di Lock Kapal Selam?
Kemampuan perang ekektronik memungkinkan segalanya bisa dilakukan, sebuah kapal selam dapat melepasan rudal dari bawah permukaan laut ke target berupa pesawat, tentu didahului dengan lock missile. Salah satu rudal dengan kemampuan ini adalah sea sparrow. Jenis kapal selam yang bisa melakukan hal ini rasanya hanya milik US Navy, seperti kelas Los Angeles .
USS Los Angeles - kapal selam serang US Navy dengan tenaga nulkir
USS Los Angeles - kapal selam serang US Navy dengan tenaga nulkir

Skenario lock dari kapal selam mencuat karena kebuntuan hasil pencarian dari pesawat intai. Banyaknya celah laut  Indonesia, memungkinkan kapal selam asing menyusup jauh ke wilayah perairan kita tanpa terditeksi. Ditambah masalah jumlah kapal perang TNI AL yang punya kemampuan anti kapal selam masih sangat terbatas.

Gara-Gara Rombongan Hilary?
Skenario ini paling kecil kemungkinannya, tapi insiden Sukhoi di Lock tak jauh dari waktu kedatangan menlu AS, Hilary Clinton di Indonesia. Bisa saja saat kedatangan ataupun kepergian Hilary dari wilayah Indonesia, pihak rombongan kurang “nyaman” dengan manuver latihan Sukhoi, lantas di lock jamming lah kedua pesawat TNI AU itu.
Berpulang kepada hal diatas, semua yang saya ungkapkan hanyalah opini pribadi.  Tetap terbuka kemungkinan bahwa semua ini adalah karena problem kerusakan elektronik semata. Mohon maaf sekiranya bila ada detail info yang kurang akurat dan benar. Yang jelas dalam dunia teknologi militer impossible is nothing. (Haryo Adjie Nogo Seno)

Su-27 Flanker : Jagoan Dogfight dari Makassar

Su-27 dan Su-30 Flanker
Su-27 dan Su-30 Flanker

Sekitar sepuluh tahun silam, satu delegasi Indonesia yang dipimpin Menko Ekuin Ginanjar Kartasasmita mendarat di Moscow, ibukota Rusia. Tujuan mereka cuma satu, menyambangi pusat produksi jet tempur milik Rusia, khususnya pabrik Mikoyan-Gurevich yang memproduksi jet-jet tempur MiG dan Sukhoi OKB, yang melahirkan pesawat-pesawat perang berinisial Su.
Ginanjar yang pensiunan jenderal bintang tiga (Marsekal Madya) TNI-AU, mengemban tugas dari Presiden Soeharto, memilih jet tempur terbaik untuk memperkuat jajaran angkatan udara Indonesia. Maklum, pesawat tempur TNI-AU yang ada sudah banyak yang usang, seperti A4-SkyHawk, OV-10 Bronco. Sementara pesawat yang relatif modern semacam F-16 Fighting Falcon dan F-5E Tiger sebagian besar harus ngendon di darat gara-gara embargo senjata yang diberlakukan Amerika.
Ketika itu pemerintah AS memang memberlakukan embargo senjata kepada Indonesia, yang dianggap kurang memperhatikan HAM dan proses demokrasi. Makanya, rencana awal membeli sejumlah F-16 terpaksa batal, karena senat AS tak memberi ijin. Jangankan membeli pesawat baru, pasokan suku cadang pun dihentikan. Itu yang membuat jet-jet buatan Amerika itu tak bisa terbang.
Kokpit Flanker
Kokpit Flanker

Karena desakan kebutuhan, maka Indonesia mencari alternatif lain. Salah satunya adalah Rusia. Negeri yang dahulu bernama Uni Soviet ini juga punya banyak stok pesawat tempur mutakhir, tak kalah dengan produk blok barat. Karena memang diciptakan untuk menandingi peralatan perang NATO, dalam konteks lomba senjata di era perang dingin.
Setelah timbang sana timbang sini, pilihan dijatuhkan pada Su-27, pesawat tempur multi guna mutakhir yang menjadi andalan angkatan udara Rusia. Sebenarnya ada alternatif lain, seperti Mirage 2000 buatan Perancis, atau JAS Grippen buatan Swedia. Tapi pesawat buatan Eropa ini harganya mahal, lagipula agak sulit membelinya di tengah tekanan AS, yang merupakan sekutu Perancis dan Swedia ini. Sementara Sukhoi lebih murah. Bahkan setelah nego, pesawat-pesawat canggih itu bisa dibayar sebagian besar dengan sembako (barter).
Dari Rusia sendiri pilihan sebenarnya ada dua, MiG-29 Fulcrum dan Su-27 Sukhoi. Dua pabrikan itulah yang dikunjungi Ginanjar dan tim. Seorang rekan wartawan yang menyertai rombongan Ginanjar menggambarkan, pusat produksi MiG sepintas lalu tak beda dengan bengkel mobil. Sulit membayangkan bahwa di sanalah jet-jet tempur mutakhir dilahirkan. Sementara pabrik Sukhoi, kata dia, mendinganlah.
Su-30 Flanker skadron udara 11
Su-30 Flanker skadron udara 11

Tapi jelas bukan soal kondisi pabrik yang jadi pertimbangan, kenapa akhirnya Indonesia memilih Sukhoi. Yang jelas pula, pesanan pertama sebanyak 12 unit Su-27SK dan Su-27MK lengkap dengan persenjataannya itu, tak terealisasi gara-gara Soeharto keburu lengser. Jet-jet tempur berparuh bengkok ini baru hadir pada tahun 2008, dua Su-27SK dan dua Su-27MK, seiring pemesanan ulang. Dilanjutkan dengan pemesanan tiga Su-27MK2 dan tiga Su-27SKM, untuk melengkapi kekuatan satu skadron Flanker, yang berbasis di Makassar.

Frontline Fighter
Sejarah Su-27 diawali pada tahun 1969. Ketika itu, Uni Soviet yang terlibat perang dingin dengan AS, mengendus bahwa rivalnya itu tengah mengembangkan jet tempur mutakhir. Proyek yang dinamakan Fighter Experimental Design itu digarap oleh pabrikan McDonnel Douglas. Misinya adalah melahirkan jet tempur serba bisa, sadis pada duel udara, ganas sebagai pencegat, dan trengginas untuk mendukung serangan darat. Dari proyek itulah kelak muncul jet tempur jempolan angkatan udara AS, F-15 Eagle.
Mengantisipasi hal itu, Soviet segera membentuk program PFI (perspektivnyi frontovoy istrebitel, Advanced Frontline Fighter), program pengembangan pesawat untuk menandingi jet tempur baru Amerika. Dalam perjalanannya, proyek ini dipecah dua, dengan pertimbangan efisiensi biaya. Yang satu menjadi LPFI (Lyogkyi PFI, atau Lightweight PFI), yang di kemudian hari melahirkan jet tempur taktis jarak pendek MiG-29 Fulcrum. Satunya lagi adalah TPFI (Tyazholyi PFI/Heavy PFI). Untuk kategori frontline fighter kelas berat itu, dipercayakan kepada Sukhoi OKB (Biro Desain Sukhoi), yang kelak berhasil melahirkan Su-27 berikut varian-variannya.
Prototipe jet ini pertama terbang pada Mei 1977. Tentu saja kemunculannya sangat dirahasiakan. Namun, tetap saja tak luput dari pengintaian satelit mata-mata AS, ketika terbang di Zhukovsky Flight Test Center, yang berada di dekat kota Ramenskoe. Pihak AS yang memberi kode RAM-K (diambil dari Ramenskoe) untuk pesawat prototipe ini, menggambarkan bahwa jet tempur tersebut memiliki sayap delta yang lebar, bermesin dua, sirip tegak ganda. Sepintas mirip dengan F-14 Tomcat milik AS. Belakangan, prototipe dengan kode T-10 ini dijuluki “Flanker-A”.
Su-30 AU Rusia
Su-30 AU Rusia

Prosesnya menuju produksi massal agak kurang mulus. Satu T-10 hancur gara-gara kecelakaan pada saat uji terbang, pada Mei 78. Sukhoi OKB lantas mendesain ulang, memperbaiki kelemahan yang ada, dan meluncurkan T-10S, prototipe berikutnya. Itupun masih kurang sempurna, menyusul kecelakaan pada uji terbang di bulan Desember 1981, beberapa bulan setelah penerbangan perdananya.
Baru setelah mengalami sejumlah penyempurnaan, SU-27 mulai masuk produksi massal pada 1982 dan resmi masuk jajaran angkatan udara Soviet pada tahun 1984. Su-27 generasi pertama, yang dijuluki “Flanker-B” oleh NATO ini, disalurkan ke departemen pertahanan udara (PVO), sebagai skadron pencegat (interceptor), menggantikan jet-jet lawas semacam Sukhoi Su-15 dan Tupolev TU-28. Sebagian lagi dimasukkan dalam jajaran angkatan udara Soviet (VVS). Meski dirancang sebagai pesawat serba guna, angkatan udara memilih memfungsikan jet tempur mutakhir ini untuk tugas membunuh armada tanker udara dan AWACS blok barat. Petinggi angkatan udara Soviet ketika itu melihat, AWACS dan pesawat tanker adalah aset vital bagi kesuksesan operasi udara blok barat. Dengan mematikan dua aset maha penting itu, dijamin skadron penempur barat tak bakal banyak berkutik.

Penempur Revolusioner
Boleh dibilang Flanker adalah salah satu masterpiece industri pesawat tempur Rusia. Dirancang sebagai pesawat serba bisa, ganas sebagai pencegat (interceptor), trengginas untuk duel udara (fighter), dan mumpuni untuk mendukung serangan darat (air support/attacker). Mampu terbang di segala cuaca, bahkan menembus badai sekalipun. Tetap garang meski diterbangkan di udara kutub yang beku, dan tetap handal saat dioperasikan di suhu lembab dan panas wilayah tropis.
Tak seperti jet-jet tempur Soviet sebelumnya yang umumnya tampak kuno dan kaku, Flanker sudah memiliki bentuk futuristik dan modern. Sudah pula menerapkan teknologi fly by wire dengan kokpit digital. Bodinya sungguh streamline, meski berukuran besar untuk sebuah fighter. Menggunakan sirip tegak ganda, dan sayap luas mirip sayap delta –namun bukan sayap delta. Body Flanker terbuat dari titanium dan aluminium alloy berkekuatan tinggi, sehingga menghasilkan pesawat yang seringan kaleng namun sekokoh baja.
Mesinnya sendiri menggunakan dua Lyulka Saturn AL-31-F Turbofan, yang masing-masing memiliki tenaga dorong 12.550 kg. Mesin ini didesain dan dibuat oleh Lyulka Engine Design Bureau (NPO Saturn). Lubang air intake yang berada di bagian bawah, memiliki jarak lumayan lebar antara satu dengan yang lainnya. Tujuannya, selain alasan faktor safety, juga menambah luas permukaan untuk daya angkat pesawat. Selain, ruang antara dua mesin itu bisa dipakai untuk menggendong persenjataan.
Lubang air intake dilindungi semacam kisi-kisi, untuk mencegah debu dan partikel lain masuk ke mesin. Terutama saat take off dan landing. Sementara lubang sembur jetnya, menggunakan konsep thrust vectoring. Teknologi revolusioner ini memungkinkan arah semburan jet bisa diatur, sesuai dengan pergerakan pesawat. Itu yang membuat Flanker punya kemampuan hebat dalam manuver. Konsep ini kemudian pernah dicoba ditiru Amerika, namun tak sesukses pesaingnya dari Rusia itu.
Karena itulah, Flanker mampu menggendong arsenal dengan total berat 6000 kg. Termasuk di antaranya, 10 misil udara ke udara (AA), yang terdiri dari misil jarak menengah dengan semi active radar homing jenis R-27R1 (NATO menyebutnya AA-10A Alamo-A), misil AA jenis R-27-T1 (AA-10B Alamo-B) yang punya jangkauan 500 m hingga 60 km dan dipandu dengan infrared, serta R-73E (AA-11 Archer) yang berguna untuk pertempuran jarak dekat berpanduan infrared, dan mampu menerkam musuh dari jarak 300 m hingga 20 km.
su-30mk-asia-users
Alat gebuk lainnya adalah rudal udara ke darat, serta aneka bom freefall seberat 100kg, 250 kg, dan 500 kg, bom cluster (25 kg – 500 kg) dan roket C-8, C-13, dan C-25. Plus, canon 30 mm jenis Gsh-301 yang mampu memuntahkan peluru 150 butir per putaran serta jarak jangkau sejauh jangkauan misil jarak pendek.
Sistem pembidian dan penguncian target terintegrasi dengan helm penerbang. Kaca helm mampu menampilkan display layar bidik, dengan sistem look down shot down. Jadi, pilot cukup menoleh ke sasaran, dan sistem radarnya akan mengunci sasaran. Tinggal tekan pelatuk, maka misil Alamo atau Archernya akan melesat mengejar sasaran. Hebatnya lagi, Flanker mampu mengunci sepuluh sasaran sekaligus.
Itu bisa dilakukan karena Flanker didukung dengan sistem radar Phazotron N001 Zhuk coherent pulse doppler radar. Jangkauan radarnya luar biasa, mampu mencium dan melacak target seluas 3 meter persegi yang berada 100 km di depan pesawat, dan 40 km di belakang pesawat. Su-27 menggunakan sistem pembidik infrared search and track (IRST), yang ditempatkan di bagian depan kokpit. Sistem ini terintegrasi dengan sistem laser range finder. Sistem ini bisa digabungkan dengan sistem radar, dan bisa pula bekerja terpisah, apabila pilot hendak melakukan serangan diam-diam (stealth attack).
Sementara untuk menghindari dari bokongan lawan, Su-27 punya perlengkapan countermeasure elektronik, yang mampu memberi peringatan kepada pilot, baik secara individual maupun untuk gugus terbang. Sistem peringatan ini terdiri dari radar peringatan, chaff dan infrared decoy –keduanya perangkat pengalih kejaran misil, dan multi-mode jammer aktif, yang ditempatkan di wingtip.
Sebagai pesawat serba guna, Flanker bisa melejit dengan kecepatan 2.500 km per jam (mach 2,35) pada ketinggian jelajah. Kemampuan menanjaknya 325 meter per detik, atau 64 ribu kaki per menit. Flanker sudah mampu mencapai ketinggian terbang maksimal (18,5 km) dalam waktu kurang dari semenit.

Patukan Cobra
Tapi bukan itu saja yang membuat blok barat ngeri terhadap kemunculan Flanker. Keunggulan utamanya adalah kemampuan manuver yang sangat tinggi, paling tinggi dibanding jet-jet tempur yang pernah ada. Bahkan disebut-sebut sebagai pesawat tempur tak tertandingi untuk urusan tarung udara (dog fight).
Manuver Cobra Pugachev
Manuver Cobra Pugachev
Bagaimana tidak, Flanker mampu membuat belokan tajam dengan radius sangat kecil. Dengan mudah melakukan loop (gerakan lingkaran ke atas) dengan radius yang nyaris nol. Pilot bisa dengan enaknya mengendalikan dan meliuk-liukkan pesawat meski dalam kecepatan rendah dan dalam ketinggian rendah. Manuver akrobat semacam Immelman dan split-S dilakukan nyaris tanpa radius putar.
Dan yang paling spektakuler adalah manuver pagutan cobra, atau Cobra Pugachev. Manuver ini kira-kira bisa dijelaskan begini: Pesawat melaju datar, lalu dengan tetap bergerak datar, moncong bengkoknya mulai mendongak, dan terus mendongak hingga sudut 120 derajat (seperti menengadah). Setelah beberapa saat, moncongnya kembali ke posisi awal. Mirip dengan gerakan ular kobra yang siap mematuk. Manuver luar biasa yang diperkenalkan oleh Viktor Pugachev, pilot uji Sukhoi OKB, memberikan sudut serang (angle of attack) sangat besar, yang membuat pesawat lawan hanya punya kemungkinan selamat 1% saja.
Di tangan pilot trampil, Flanker juga bisa digenjot mendaki tegak lurus, lantas pada puncaknya, pesawat seakan-akan berhenti dan mengambang di angkasa. Detik berikutnya, pesawat seperti jatuh (stall), padahal dengan satu gerakan ringan, pesawat sudah kembali ke posisi normal. Kemampuan hebat itu, didapat dari rancangan lubang sembur jet yang dinamakan thrust vectoring. Lubang sembur Flanker bisa bergerak-gerak, mengikuti arah gerakan pesawat. Ditambah dengan rancang aerodinamika yang kompak, membuat Flanker mampu menari-nari di angkasa dengan enteng.

Combat Proven?
Kemampuan manuver yang super hebat itu, di satu sisi memang mengundang decak kagum dan membuat miris kompetitornya. Meskipun di lain pihak, terutama dari kalangan pilot Amerika, menyebut kemampuan manuver seperti itu tak banyak guna di era perang udara modern, yang lebih mengandalkan serangan jarak jauh lewat rudal yang makin akurat mengejar target. Sederhananya: “Silahkan saja Anda meliuk-liuk, toh kami masih bisa mengunci dan menembak Anda dari jauh.”
Pada kasus itu memang membuktikan perbedaan filosofi tarung udara antara blok barat dan Rusia. Pihak Barat, yang lebih mementingkan keamanan dan keselamatan pilot, cenderung mengembangkan pesawat-pesawat yang punya kemampuan mendeteksi, mengunci dan menembak sasaran dari jarak sangat jauh (long range), plus perangkat pengacau elektronik (jamming). Ini untuk mendukung taktik hit and run, atau istilahnya “Fire and Forget”, lepaskan rudal dan biarkan rudal yang mencari sasaran, sementara pilot langsung cikar kanan untuk menghindari dogfight. Sementara Rusia, justru mengembangkan jet-jet yang mampu bertempur jarak dekat. Flanker dan turunannya adalah contoh bagus bagi filosofi ini.
Su-30 AU India dengan beragam rudal udara ke udara
Su-30 AU India dengan beragam rudal udara ke udara

Meski diklaim sebagai petarung udara terbaik saat ini, pada kenyataanya Flanker belum pernah teruji pada medan pertempuran sesungguhnya. Beda dengan kompetitornya, F-15, yang sudah merasai sejumlah kancah tempur. Dan belum pernah kejadian juga Flanker terlibat adu jago sesungguhnya dengan jet-jet saingan dari blok barat.
Duel udara antara Flanker dengan jet-jet NATO semacam F-15 Eagle baru sebatas dilangsungkan di simulator. Pada beberapa simulasi dogfight yang melibatkan Flanker, jet andalan Rusia itu bisa dengan mudah mengungguli lawan-lawannya.
Namun begitu, tercatat Flanker pernah terjun pula di peperangan, meski dalam skala kecil. Pada Februari 1999, skadron Su-27 milik Ethiopia dilaporkan terlibat bentrok dengan kelompok MiG-29 milik Eritrea. Pada insiden itu, lima MiG-29 berhasil dirontokkan Flanker. Pada November 2000, sebuah Flanker milik angkatan udara Angola, ditembak jatuh oleh misil SA-14 darat ke udara yang ditembakkan pasukan UNITA. Yang teranyar adalah keterlibatan Flanker dari angatan udara Rusia dalam perang di Ossetia Selatan pada 2008. Flanker diterjunkan untuk misi menguasai wilayah udara Tskhinvalli, ibukota Ossetia Selatan. Yang jelas, dalam aksi-aksi tempur tersebut, Flanker memang tak berhadapan dengan lawan sepadan.
e8e3db0809aa3e4d2de9bb27fcf3ee8e

Pilihan Tepat
Buat Indonesia, Flanker adalah pilihan tepat. Secara teknis, Flanker paling pas untuk melakukan misi patroli udara untuk mengcover wilayah Indonesia yang terbentang mencapai 5000 km ini. Jet canggih ini mampu menempuh jarak tempur 3.000 km, tanpa perlu pengisian bahan bakar di udara. Juga cocok untuk digunakan mencegat penyusupan pesawat musuh (interceptor), dengan kemampuan lepas landas dan climbing rate yang fantastis.
Faktor rendahnya biaya operasi serta harganya yang relatif murah dibanding F-16 sekalipun, makin membuat Flanker pilihan ideal untuk memperkuat skadron udara Indonesia.Apalagi, pemerintah Rusia tak keberatan bila jet canggih ini dibayar sebagiannya dengan sembako. Dan tak ada embel-embel embargo pula. Saat ini Indonesia suah memiliki tujuh dari rencana sepuluh unit Flanker, yang terdiri dari dua varian. Yakni, Su-27SK berkursi tunggal dan Su-30MK yang berkursi ganda (bisa digunakan sebagai pesawat latih). (Aulia Hs) 

Kh-29TE: Rudal Udara ke Permukaan Berpemandu TV Andalan Sukhoi TNI AU

Kh-29TE-Kedge-1S
Setelah hampir sepuluh tahun dalam penantian, akhirnya mulai tahun 2012 lalu armada Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker TNI AU mulai mendapat asupan alutsista yang bergigi, setelah sebelumnya hanya beroperasi mengandalkan kanon internal dan bom konvensional buatan lokal. Ibarat tanpa basa basi, Sukhoi Skadron 11 yang bermarkas di Lanud Hasanuddin, Makassar – Sulawesi Selatan, kini sudah dibekali senjata pamungkas yang punya efek deteren sangat tinggi.

Diantara senjata Sukhoi yang sudah terungkap ke khalayak adalah elemen rudal udara ke permukaan (ASM/air to surface missile) Kh-31P dan Kh-29TE. Kh-31P (AS-17 Kyrpton – kode NATO), rudal ini masuk dalam golongan mediun range air to surface missile. Kh-31P dirancang untuk melumpuhkan sistem pertahanan musuh. Untuk itu rudal di desain memiliki kecepatan sangat tinggi, mampu terbang jauh, anti-radar dan bisa mematikan penjejaknya saat diserang. Meski didaulat untuk serang permukaan, rudal ini juga afdol untuk menghancurkan pesawat AWACS. Kh-31P mampu melaju hingga kecepatan 2,5 Mach dengan jangkauan hingga 110 km. Lebih detail tentang Kh-31P sudah pernah kami kupas di artikel sebelumnya. Indonesia pun tak sendiri sebagai pemilik rudal menyeramkan ini, Malaysia dan Vietnam tercatat juga memiliki Kh-31P.
Nampak Kh-29TE (warna putih) dan rudal Kh-31P (warna hitam) dengan latar jet Sukhoi TNI AU
Nampak Kh-29TE (warna putih) dan rudal Kh-31P (warna hitam) dengan latar jet Sukhoi TNI AU.
Tampilan dalam tiga dimensi
Tampilan dalam tiga dimensi.
Sukhoi AU Rusia sedang melepaskan Kh-29TE
Sukhoi AU Rusia sedang melepaskan Kh-29TE.
Nah, hebatnya TNI AU juga berupaya serius untuk memberi efek getar pada segmen ASM, ini dibuktikan dengan telah hadirnya Kh-29TE. Dari segi peran, Kh-29 punya kemiripan dengan rudal AGM-65 Maverick buatan Raytheon Corporation,AS. Antara Kh-29 dan Maverick punya kesamaan, yakni hadir dengan beberapa varian dengan sistem pemandu (guidance) yang berbeda. Hanya saja dari segi dimensi dan bobot, Kh-29 jauh lebih tambun. Untuk rudal Maverick, TNI AU memiliki varian AGM-65G dengan pemandu infra red untuk jet F-16 A/B Fighting Falcon dan Hawk 100/200.
Kh-29TE
Kh-29 dalam kode NATO disebut AS-14 Kedge, dirunut dari sejarahnya bukan rudal keluaran yang baru-baru amat. Varian Kh-29 pertama (Kh-29L) sudah dibangun sejak era Uni Soviet. Rancangan awal Kh-29 dimulai sejak akhir tahun 1970, saat itu Kh-29 dirancang oleh biro desain Molniya di Ukrania. Baru di kemudian hari, pengembangannya dialihkan ke Vympel (Tactical Missile Corporation) di Rusia. Uji coba penembakan pertama berhasil dilakukan pada 1976, dan rudal ini resmi mulai diproduksi pada 1980.
Personel AU Cina tengah mempersiapkan Kh-29TE dengan latar jet Sukhoi Su-30
Personel AU Cina tengah mempersiapkan Kh-29TE dengan latar jet Sukhoi Su-30
Sensor pemandu (TV guidance) diberi tutup pelindung warna merah sebelum siap digunakan.
Sensor pemandu (TV guidance) diberi tutup pelindung warna merah sebelum siap digunakan.



Dari segi bobot, Kh-29 buka golongan rudal yang ringan, dari kesemua varian, beratnya berada diatas 600 kg. Yakni Kh-29L (660 kg), Kh-29T (685 kg), dan Kh-29TE (690 kg). Bobotnya yang besar tentu bukan tanpa alasan, rudal ini punya hulu ledak HE (high explosive) armour piercing dengan berat 320 kg. Hulu ledak dengan detonator impact target sensor ini dirancang untuk mampu menggasak sasaran yang tak sembarangan. Kh-29 digadang mampu mengancurkan target strategis, yang jadi santapan rudal ini adalah jembatan utama, instalasi pabrik, landasan pacu, shelter pesawat, bungker, bahkan rudal ini juga dapat mengkaramkan kapal permukaan yang bertonase 10.000 ton.
Untuk menuju sasaran, Kh-29 disokong mesin single-mode solid-fuel rocket yang mampu menghantarkan rudal hingga kecepatan 1.470 km/jam. Kh-29 ditawarkan dalam pilihan TV guidance, IR (infra red) guidance, dan laser guidance. Kh-29L menggunakan pemandu semi active laser, Kh-29T/TE menggunakan pemandu TV pasif, Kh-29D berpemandu infra red, dan Kh-29MP berpemandu active radar homing. Dan, untuk TNI AU seperti telah dijelaskan, mengadopsi varian Kh-29TE.
TV guidance Kh-29TE
TV guidance Kh-29TE
5777273896986536308
Kh-29L, varian dengan pemandu semi active laser.
Kh-29L, varian dengan pemandu semi active laser.
Untuk Kh-29TE masuk dalam kategori long range dengan jangkauan tembak antara 20 – 30 km. Sementara jarak tembak minimumnya 3 km. Rudal ini tak bisa diluncurkan sembarangan, batas minimum ketinggian untuk dilepaskannya rudal adalah 200 meter dari permukaan laut, sementara batas maksimum ketinggian dilepaskannya rudal yakni 10.000 meter. Kh-29TE pun punya versi yang lebih maju, yaitu Kh-29D, yang disebut-sebut sebagai rudal generasi keempat, mengambil platform Kh-29TE namun dengan penggantian pemandu imaging infra red, sehingga rudal dapat dilepaskan dalam moda fire and forget.
Di AsiaTenggara, Indonesia tak sendiri sebagai pengguna Kh-29TE, lagi-lagi AU Malaysia (TLDM) dan AU Vietnam juga sudah memiliki rudal serupa. Maklum saja, karena Malaysia punya Su-30MKM dan Vietnam punya Su-30MK2V. Lain dari itu, Kh-29 sudah banyak digunakan oleh negara-negara kawan dekat Rusia. Uniknya Kh-29 bisa juga dilepaskan dari jet tempur barat, yakni dari Mirage F1 yang dirancang khusus oleh AU Irak. Kiprah aksi tempur rudal ini sudah malang melintang dalam perang Iran –Irak  di dekade 80-an. (Haryo Adjie)
Mirage F1 AU Irak dengan Kh-29
Mirage F1 AU Irak dengan Kh-29
Tampilan Kh-29TE dan Kh-31P milik AU Malaysia dalam suatu air show.
Tampilan Kh-29TE dan Kh-31P milik AU Malaysia dalam suatu air show.
Spesifikasi Kh-29TE
Desainer : Matius Bisnovat dan Georgiy I. Khokhlov
Manufaktur : Vympel/ Tactical Missiles Corporation
Berat : 690 kg
Berat hulu ledak : 320 kg
Mekanisme peledakan : Impact target sensor
Panjang : 3,9 meter
Diameter : 0,4 meter
Wingspan : 110 centimeter
Kecepatan : 1.470 km/jam
Jangkauan maks : 30 km
Ketinggian peluncuran minimum : 200 meter
Ketinggian peluncuran maksimum : 10.000 meter
Tenaga : single-mode solid-fuel rocket engine

Indomil. 

Rabu, 23 April 2014

Kekuatan pertahanan Indonesia terus meningkat

Kekuatan pertahanan Indonesia terus meningkat
ILUSTRASI - Sukhoi Su-27/30MKI.(Dinas Penerangan TNI AU)

Selama sepuluh tahun terakhir kekuatan pertahanan nasional terus meningkat seiring dengan sejumlah program yang dilaksanakan oleh pemerintah termasuk penambahan dan modernisasi alat utama sistem senjata.

Anggaran pertahanan dari Rp21,42 triliun pada 2004 meningkat menjadi Rp84,47 triliun pada 2013 atau meningkat 400 persen, demikian data dari buku "Satu Dasawarsa Membangun untuk Kesejahteraan Rakyat" diterbitkan oleh Sekretariat Kabinet yang diterima Antara di Jakarta, Rabu.

Pemerintah secara bertahap, dengan anggaran yang tersedia, menambah dan memodernisasi alat utama sistem senjata seperti pengadaan peluru kendali komposit Grom untuk merian 23 mm milik TNI AD dan juga melengkapi senjata untuk Sukhoi-27 SK dan Sukhoi 30 MK pada 2004.

Hingga tahun-tahun berikutnya peningkatan jumlah dan jenis persenjataan terus dilakukan termasuk pembelian pesawat Super Tucano dan juga pengadaan Korvet kelas Sigma dan Tank Amphibi.

Selain melakukan penambahan alutsista yang berasal dari luar negeri, pemerintahan Presiden Yudhoyono juga mendorong pengembangan kemampuan dan daya saing industri pertahanan dalam negeri.

Selain Pindad, PT PAL juga PT Dirgantara Indonesia didorong agar bisa memenuhi kebutuhan peralatan pertahanan dalam negeri dan juga memungkinkan untuk diekspor.

Beberapa produk alat pertahanan produksi dalam negeri antara lain Panser Anoa, senjata serbu, produk kapal patroli serta pesawat CN 295.

Pasukan Perdamaian

Pengembangan kemampuan pertahanan nasional juga diikuti dengan peningkatan peran Indonesia dalam upaya pemeliharaan perdamaian.

Indonesia merupakan negara urutan ke-15 dari 177 negara yang paling banyak mengirimkan pasukan dalam misi perdamaian yang dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Setidaknya 1.668 Prajurit TNI selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah bertugas menjadi pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon, Kongo, Haiti, Sudan, Darfur dan Filipina.

Indonesia-Filipina kerja sama militer

Indonesia-Filipina kerja sama militer
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (kiri) salam komando dengan Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Emmanuel Bautista (kanan) usai memberikan keterangan kepada wartawan mengenai Philindo Mc Meeting di Hotel Borobudur, Jakarta, rabu (23/4). (ANTARA FOTO/Zabur Karuru) 

Indonesia dan Filipina sepakat mengembangkan kerja sama militer kedua negara, pada berbagai aspek, sesuai pertemuan Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, dan Panglima Angkatan Bersenjata Filipina, Jenderal Emmanuel Bautista, di Jakarta, Rabu.

Salah satu yang akan diintensifkan adalah kerja sama intelijen di antara TNI dan Angkatan Bersenjata Filipina, di antaranya tentang aktivitas separatis Filipina Selatan.

"15 perwira TNI dipimpin seorang kolonel ada di Filipina, mereka sebagai pengamat," kata Moeldoko kepada pers, saat memberi keterangan bersama Bautista. Berbagai instansi intelijen di tubuh TNI akan bekerja sama tentang ini, "Termasuk di Kodam VII/Wirabuana," kata Moeldoko.

Menanggapi koleganya, Bautista menyatakan, "Bagi kami, TNI merupakan teman sejati. TNI termasuk yang pertama hadir saat topan Haiyan menimpa kami saat itu. Kami sangat berterima kasih."

Pada kunjungannya ke Jakarta saat ini, Bautista juga menganugerahkan medali penghargaan kepada para personel TNI yang terjun ke Filipina menanggulangi dampak bencana topan Haiyan itu. 

Masalah Ini Bikin Pertahanan Udara RI Mudah Dibobol Asing

 TNI AU saat memaksa mendaratkan pesawat asing di Meulaboh, Aceh, Kamis 10 April 2014
 TNI AU saat memaksa mendaratkan pesawat asing di Meulaboh, Aceh, Kamis 10 April 2014

Salah satu penyebab mudahnya pesawat-pesawat asing tanpa izin memasuki wilayah pertahanan udara Indonesia adalah karena Indonesia kekurangan radar udara militer. Dari sekitar 32 radar udara militer yang dibutuhkan, Indonesia hanya memiliki sebanyak 20 radar.

Hal tersebut disampaikan oleh Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas), Marsekal Muda TNI Hadiyan Suminta Admadja, ketika melakukan kunjungan evaluasi pertahanan udara di Lhokseumawe, Aceh, Rabu, 23 April 2014.

"Sementara ini yang punya kita radar militer itu 20 radar dari Sabang sampai Merauke, ditambah dengan radar-radar penerbangan sipil, itu kita manfaatkan juga. Maksimalnya, paling tidak radar militer sendiri harus ada sebanyak 32," ujar Marsekal Muda TNI Hadiyan Suminta Admadja.

Ia menambahkan, saat ini untuk menutup kekurangan tersebut pihak TNI Angkatan Udara memanfaatkan radar udara penerbangan sipil. "Saat ini kekurangan tersebut diatasi dengan cara memanfaatkan radar-radar penerbangan sipil. Kan ada radar di Medan, Cengkareng, Ambon, itu datanya kita ambil," katanya.

Panglima Kohanudnas tersebut mengakui, kekurangan itu menjadi penyebab lemahnya pertahanan udara Indonesia. Sehingga dalam beberapa kali kesempatan, pertahanan udara Indonesia dengan mudah dimasuki oleh pesawat-pesawat asing tanpa izin.

Terakhir TNI AU berhasil memaksa pesawat jenis Swearingen SX 300 untuk mendarat di Lanud Soewondo, Medan, pada 10 April 2014. Pesawat yang dipiloti warga negara Swiss tersebut memasuki wilayah Indonesia tanpa izin.
Pesawat-pesawat asing tanpa izin tersebut berhasil lolos dari pantauan pertahanan Indonesia. "Ada, ada beberapa, karena pada saat itu kita tidak punya tangannya tadi itu (kekurangan radar)," katanya lagi.

Panglima Kohanudnas direncanakan mengunjungi sejumlah daerah melakukan pemantauan dan evaluasi pertahanan udara. Setelah dari Lhokseumawe, ia direncakan mengunjungi Medan, Dumai, Surabaya, Malang, dan Congot Kulon Progo.

Anggaran Terbatas

Sementara itu, Hadiyan mengaku keterbatasan anggaran menjadi alasan banyaknya celah pertahanan udara Indonesia. Sehingga upaya yang dilakukan masih jauh dari yang diharapkan. "Keterbatasan anggaran yang di plotkan untuk TNI kan belum mencukupi, harus kita akui," ujar Hadiyan.

Menurutnya, anggaran atau dana yang dibutuhkan untuk penyediaan radar udara militer tersebut sangat mahal. Namun Hadiyan enggan menyebutkan berapa harga radar tersebut satunya. "Waduh, saya tidak bisa menyebutkan harganya. Yang jelas untuk menciptakan aman itu memang mahal," ucapnya.

Akibat dari kekurangan alat radar militer tersebut, dia mengatakan hampir setiap saat ada yang melintas di wilayah udara Indonesia tanpa izin. Kata dia, pesawat-pesawat tersebut datang dari berbagai negara tanpa dokumen dan izin lengkap.

Kekurangan tersebut menjadi penyebab lemahnya pertahanan udara Indonesia. Sehingga dalam beberapa kali kesempatan, pertahanan udara Indonesia dengan mudah dimasuki oleh pesawat-pesawat asing tanpa izin.

Mengapa Singapura Mengutik Panglima TNI soal Jam Mewah

moeldoko
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (sbr : securityekspose.com)
Menarik berita yang dirilis oleh situs berita Singapura mothership.sg yang dimuat pada 22 April 2014 yang menayangkan artikel dengan judul “Indonesia’s General Moeldoko Has Got an Exquisite Taste for Watches.”  Selain itu harian terkenal di Singapura, Straits Times pada 25 Maret 2014 merilis foto Panglima TNI Jenderal  Moeldoko yang terlihat mengenakan jam tangan mewah bermerek Richard Mille RM 011 Felipe Massa Flyback Chronograph "Black Kite ".
Jam tangan yang dipakai Moeldoko itu kata motherships.sg sangat terkenal di dunia, dimana jam tersebut dibuat dalam edisi terbatas, dan hanya dibuat sebanyak 30 unit di Amerika Utara dan Selatan. Harga jam tangan itu berkisar Rp 1,1 miliar.
Selain itu mothership.sg juga memberitakan juga beberapa jam tangan lain koleksinya,  seperti, IWC Pilot’s Watch Chronograph Top Gun Miramar yang seharga USD$ 12,700. Audemars Piguet Royal Oak Offshore Jarno Trulli Chronograph seharga USD$38,300, dan juga Audemars Piguet Millenary seharga USD$ 43.000.
Berita dari situs berita Singapura tersebut yang diperkuat oleh Straits Times kemudian menimbulkan kehebohan dikalangan media, khususnya di jejaring sosial media. Bermacam tanggapan, ada yang diantaranya mengaitkan, Singapura tidak suka dengan Jenderal Moeldoko karena persoalan penamaan Usman-Harun bagi kapal perang Indonesia yang sedang dalam proses pembuatan di Belanda.
Tetapi apakah sentimen media Singapura hanya sebatas persoalan itu saja?Rasanya bukan juga. Mari kita bahas soal yang nampaknya menggelikan tetapi sebenarnya bisa sangat merugikan citra Panglima TNi yang gagah itu.
Bagi kalangan high society di Indonesia, ada dua hal yang mendudukkan diri seseorang menjadi terpandang saat bertemu. Status seorang pria akan dilirik pertama dari jam tangannya, kemudian yang kedua sepatunya. Baju dan yang lainnya adalah urusan ketiga. Demikian juga dengan mobil, rumah, dan lebih tinggi lagi kepemilikan pesawat jet pribadi.
Jadi jam tangan itu sangat penting. Jam tangan limited edition yang diproduksi pabriknya hanya berjumlah terbatas sangat disukai dan si pemakai akan bangga memakainya. Demikian juga dengan sepatunya, kalau sepatunya mengkilat dari merek mahal yang berharga puluhan juta, tanpa dia bicara, kalangan sosialita akan faham ini orang berkelas.
Nah, jam tangan yang dipakai oleh Panglima TNI itu dan khusus di foto oleh kuli tinta Singapura dan kemudian di ekspose memang apabila asli harganya selangit. Terlebih dengan anjlognya nilai rupiah dari dolar AS, makin mahal harga barang kecil tapi penting itu. Kalangan anggota DPR juga termasuk yang menyukai mengoleksi jam mahal serupa.
Persoalannya, mengapa fotografer harian Straits Time Singapura Kevin Lim tertarik dan menyempatkan diri memotret tangan sang Panglima, kemudian menayangkan ke media arus utama disana. Apakah hanya karena sentimen soal Usman Harun belaka? Menurut penulis masalah penamaan kapal perang nilainya hanya sesaat, karena hanya mengganggu perasaan para pejabat di Singapura sesaat.
Masalah yang lebih besar nampaknya terkait dengan pilpres yang akan dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Singapura jelas sangat berkepentingan dengan siapa pemimpin nasional Indonesia masa mendatang, baik presiden maupun wakil presiden. Badan intelijen Singapura SIS (Secret Intelligence Service) seperti badan intelijen lainnya (Australia, Malaysia, bahkan AS) jelas melakukan spotting, memonitor perkembangan politik serta para calon pasangan capres-cawapres di Indonesia demi untuk kepentingan nasionalnya masing-masing.
Suport informasi intelijen SIS misalnya sangat diperlukan pemerintahnya. Jaringan agen maupun informannya sangat luas, tersebar dan tertata demikian rapihnya, mereka merekrut mulai dari sopir taksi, pedagang, wartawan, ilmuwan dan seterusnya. Secara berjenjang informasi terus mengalir tahap-demi tahap hingga ke analis dan terakhir pada end user. SIS ini sangat canggih, dan diberitakan melakukan kerjasama dengan badan intelijen Amerika Serikat untuk memata-matai Malaysia sebagai tetangga dekatnya. Jelas Indonesia juga menjadi target yang realistis penting.
Nah terkait dengan pemberitaan Jenderal Moeldoko, beberapa waktu terakhir diberitakan media bahwa capres PDIP Jokowi kini sedang menggodok beberapa kandidat cawapresnya. Selain sipil, ada juga calon dari militer. Nama yang santer diberitakan adalah Jenderal TNI (Purn) Riyamizard Ryacudu, mantan Kepala Staf TNI AD dan calon kedua adalah Jenderal TNI Moeldoko yang kini masih menjabat sebagai Panglima TNI. Nampaknya disinilah inti persoalan berita jam tangan tersebut.
Berita media Singapura itu bukan hanya berita iseng kurang kerjaan belaka, tetapi ini sebuah serangan yang sangat serius apabila dikaitkan dengan pilpres. Menurut penulis inilah serangan strategis cerdik, karena apabila Moeldoko masuk radar PDIP sebagai cawapres Jokowi, kepemilikan jam mewah yang harganya aduhai itu merupakan serangan mematikan baginya. Publik menyukai Jokowi karena diberitakan  media sebagai sosok yang jujur dan sederhana.
Nah dengan pemberitaan gaya kepemilikan Jam merek Richard Mille seharga Rp1,1 miliar, maka Moeldoko mereka perkirakan akan habis. Sederhana memang serangan itu tetapi menusuk ke sesuatu yang sangat prinsip. Jelas Ibu Mega beserta elit PDIP akan berfikir ulang apabila akan menduetkan Moeldoko dengan Jokowi. Jokowi dikenal sebagai perwakilan rakyat yang  sederhana, apabila disandingkan dengan Moeldoko  yang berkelas high society dengan jam tangannya itu akan menjadi tidak matching dan bahkan akan merugikan elektabilitas Jokowi. Itulah sasaran tembak psikologisnya sebagai latar belakangnya.
Singapura jelas sudah merasa ngeri-ngeri sedap dengan beberapa sikap Moeldoko dalam kemelut pemberitaan Usman-Harun dan tidak pernah meminta maaf kepada Singapura seperti yang diberitakan. Ada yang mereka takutkan, karena Moeldoko mereka nilai keras,  berani dan tetap memegang prinsip sebagai prajurit TNI, Saat acara Air Show di Singapura tanggal 11-16 Februari 2014, Moeldoko membatalkan kunjungannya bersama-sama para Kepala Staf Angkatan, karena Singapura membatalan undangan para perwira TNI lainnya. Sikap yang diacungi jempol bagi bangsa Indonesia, tetapi jelas  sangat tidak disukai oleh Singapura.
Apa tanggapan Mabes TNI soal berita tersebut? Kapuspen TNI Mayjen TNI Fuad Basya mengatakan bahwa Panglima TNI sudah mengetahui pemberitaan tersebut dan dari hasil konfirmasinya, dijelaskan, "Wah, saya dan panglima sudah lihat beritanya. Itu memang benar jam tangannya bermerek, tapi jam China semua," kata Fuad. Apakah jawaban seperti ini dapat menyelesaikan masalah sehinga ada cap Panglima mengoleksi jam tangan palsu, Kw-1, 2 atau 3. Yang penulis tahu di Blok M, harga jam tangan Rolex kronograph asli berlapis emas seharga Rp 300 juta, kw-1 nya hanya dijual Rp1,5 juta. Ini yang perlu dipikirkan dalam melakukan counter berita.
Pertanyaannya, mengapa Ryamizard tidak diserang? Karena Jenderal yang satu ini sudah cukup lama tidak terlibat dalam urusan baik politik maupun hubungan internasional, atau mungkin ketegasan Ryamizard mereka nilai masih dalam koridor toleransi dalam ukuran mereka.
Jadi itulah kondisi menjelang pilpres 2014. Pesan moralnya, pilpres Indonesia nanti bukan hanya menjadi kepentingan bangsa besar ini, tetapi negara-negara lain akan turut campur didalamnya, karena pengaruh globalisasi yang kian menggigit. Sebagai penutup, para elit parpol masa kini sebaiknya waspada dengan politik adu domba.
Kita lihat beberapa parpol setelah berjuang lama dengan sukses, kini terancam pecah, seperti PPP dan Golkar hanya karena soal kepentingan. Prabowo kembali mengalami kesulitan mendapat boarding pass dengan mundurnya PPP akibat ada kemelut internal. Ada apa ini, kan itu pertanyaannya.  Semoga perpecahan hanya disebabkan soal kepentingan  di internal saja dan tidak ada intelijen negara lain yang ikut campur. Begitulah membaca situasi dan kondisi menjelang pilpres apabila diukur dengan sense of intelligence.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
www.ramalanintelijen.net