Selasa, 15 April 2014

Kekuatan Udara VS Gerilyawan


Question: Bagaimana kekuatan udara menghadapi lawan dengan taktik gerilya namun berkemampuan pertahanan udara  seperti di Suriah dan Libanon?

Answer:
Berbagai macam konflik terbaru khususnya di Timur tengah sangat mengubah strategi kekuatan udara. Baik yang dihadapi oleh AU Suriah, Irak atau Mesir dimana lawan merupakan gerilyawan dengan peralatan dan komunikasi yang semakin canggih dan berdaya hancur tinggi. Jatuhnya beberapa pemerintahan lewat revolusi seperti di Libya bahkan memaksa militer Israel mengubah strategi. Pasalnya berbagai persenjataan canggih, sebagian hasil jarahan dari konflik Libya, bermigrasi lewat Mesir dan masuk ke Gaza melalui jalur penyelundupan.

Bahkan dikabarkan dari Afrika beberapa rudal SA-18 antipesawat (dari arsenal militer Eritrea) dan rudal-rudal SA-24 (eks militer Libya). Beberapa SA-18 terbukti telah jatuh ke pemberontak Somalia. Sementara rudal SA-24 telah lenyap dan mungkin di antaranya pindah ke luar negeri oleh penjual ilegal. Sementara rudal pertahanan udara portabel SA-7 telah berada ditangan kelompok pejuang Hamas di Gaza.

Sistem rudal antipesawat yang lebih berat dan canggih lainnya sudah dimiliki Suriah dan Iran, meskipun dikabarkan penjualan SA-20 kepada Teheran telah ditunda, namun dalam kenyataan mungkin sudah dikirimkan. Meski demikian, fakta bahwa senjata antipesawat canggih ini sudah berada di pasar dunia berpotensi mengancam kekuatan udara siapapun termasuk pesawat yang memiliki kemampuan siluman (stealth).

Brigjen (Pur) Shmuel Yachin, pejabat Israel Aerospace Industries menyebutkan bahwa semua senjata antipesawat ini, dari yang portabel hingga jarak jauh, membuat pasukan darat dan laut tidak bisa lagi mengandalkan bantuan angkatan udara seperti sebelumnya. Pesawat-pesawat militer seperti pesawat tempur, transpor dan helikopter tidak bisa lagi mengklaim memiliki keunggulan udara dengan mudah. Kekuatan udara akan lebih sibuk memikirkan keamanan misinya menghapi senjata antipesawat sebelum bisa membantu memecahkan masalah pasukan taktis darat yang sedang bertempur menghadapi kelompok gerilyawan dalam perang kota, perang gunung dan perang hutan. Saat ini adalah era pertama dimana pertahanan udara kaum gerilyawan jauh lebih kuat dibandingkan satuan tentara kecil pasukan regular pemerintah pada posisi yang paling rentan.

Yachin menyebutkan berdasarkan pengalaman bertempur melawan gerilyawan Hisbullah di Lebanon selatan, saat ini pasukan militer reguler harus meningkatkan kemampuan satuan taktis sehingga mereka dapat melakukan lebih banyak misi dengan lebih sedikit bantuan dari luar. Karena pertempuran mulai berubah ke perang intensitas rendah melawan pasukan tidak terkoordinasi, sehingga hasil pertempuran ditentukan pada level kompi dan batalion, tidak akan  lebih dari level brigade. Militer masa kini harus menggunakan semua teknologi canggih yang dikembangkan untuk angkatan udara, laut dan diadopsi  ke dalam sistem senjata yang lebih baik untuk satuan tingkat taktis.

Terkait hal ini adalah peran perang elektronika dan perang cyber di arena operasional dan taktis. Panglima Strategic Command AS, Jenderal Robert Kehler yang bertanggung jawab untuk pembinaan operasi intelijen, pengawasan dan pengintaian (ISR), serangan global dan cyber operations menyebutkan pentingnya pemahaman akan perang asimetris modern. Perang masa depan banyak belajar dari metode yang dikembangkan negara seperti Israel. Seperti  pengembangan di bidang kemanan jaringan komunikasi, khususnya penggunaan wahana robotik udara dan darat.

Wahana robotik masa depan akan mulai terlibat dalam pertempuran darat pada kurun waktu lima tahun mendatang dan mampu bertempur bersama sebagai kelompok. Hal ini merupakan tantangan teknologi dan sebuah revolusi besar untuk mengoperasikan sejumlah wahana tanpa awak robotik dalam sebuah sistem operasi perang secara bersama-sama.

Jenderal Kehler menambahkan bahwa pertahanan masa depan akan berlapis-lapis, termasuk perlindungan oleh robot dan pesawat tanpa awak sepanjang tahun. Dalam network centric warfare memerlukan kemampuan mengirimkan dan menerima informasi menggunakan peralatan komunikasi berspektrum lebar. Dalam situasi saat ini kita harus mampu memberikan kemampuan itu pada eselon pasukan terbawah dimana dua wahana perang bisa berkomunikasi satu sama lain dengan aman tanpa gangguan.

Sebagai hasil dari beberapa ancaman baru ini, maka dua kekuatan utama militer Israel yaitu pesawat close air support dan helikopter (pengangkut pasukan dan helikopter serang)  terpaksa harus mengurangi perannya di medan perang untuk bisa survive dari ancaman rudal hanud lawan. Pergeseran kekuatan akan lebih pada jenis kendaraan darat lapis baja yang lebih berat, wahana robotik darat otonom serta lebih mengintensifkan penggunaan peralatan pengawasan taktis medan dengan area pergerakan pasukan setingkat brigade (sekitar lima kilometer persegi).

Paket surveillance taktis ini bisa meliputi peralatan radar pemindaian elektronik taktis, pengindra sinyal intelijen dan sensor electro-optical/infrared. Sensor ini dapat mengirimkan data, memetakan medan dan menyajikan informasi terkini bagi satuan-satuan yang sedang bertempur di garis depan.

Dukungan udara akan terus bergeser pada senjata udara jarak jauh (stand off weapon), baik bersenjata dan tidak bersenjata, pesawat tak berawak, roket artileri panduan presisi dengan model serangan vertikal untuk digunakan di daerah berbukit dan kota dan sebuah peralatan teknologi baru yang memungkinkan pasukan setingkat kompi, peleton atau regu untuk mampu mencari dan menghancurkan target tanpa bantuan sepenuhnya dari udara.

Pertempuran modern akan lebih menantang dan peran udara masih terus dibutuhkan namun dalam format yang lain dan strategi serta taktik berbeda. (Kol Pnb. Agung “ Sharky” Sasongkojati)

Jejak Langkah Laksamana Udara S. Soerjadarma


Sebagai Perintis dan Pendiri AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) Soerjadarma tidak hanya berperan dalam mengembangkan TNI AU  atau dunia kedirgantaraan nasional pada bidang kemiliteran, namun juga sebagai pelopor pada penerbangan komersial. Tidaklah berlebihan jika dikatakan, Soerjadarma telah menjadikan dirgantara sebagai bagian dari jiwa dan kehidupannya

Soerjadarma merupakan tokoh besar dalam catatan sejarah TNI Angkatan Udara (TNI AU).  Ia merupakan tokoh perintis sekaligus pendiri AURI, yang selama 16 tahun - dari 9 April 1946 sampai Februari 1962 - menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU). Pada 18 Februari 1960 jabatannnya ditingkatkan menjadi Menteri Kepala Staf Angkatan Perang/KASAP (setingkat Panglima TNI saat ini). Ketika dilantik sebagai KASAU pada 9 April 1946, Soerjadarma berusia 33 tahun 4 bulan dengan pangkat Komodor Udara (pangkat Angkatan Udara setingkat Brigadir Jendral pada TNI Angkatan Darat).  

Sejak awal kelahirannya, tokoh AURI yang dikenal dengan mottonya “Kembangkan Terus Sayapmu Demi Kejayaan Tanah Air Tercinta, Jadilah Perwira Sejati Pembela Tanah Air”, mungkin telah ditakdirkan sebagai warga negara Indonesia yang bertugas merintis tumbuh kembangnya AURI. Hal ini terbukti dari semangat juang dan pengorbanannya nya dalam mengatasi berbagai tantangan dan hambatan, dalam meraih cita-citanya serta kemauan keras hatinya untuk menjadi penerbang militer sebagai profesi hidupnya.

Asal-usul meniti karier
Soerjadarma yang dilahirkan di Banyuwangi pada 6 Desember 1912 merupakan anak R. Suryaka Soerjadarma, yang memiliki garis keturunan Keraton Kanoman Cirebon. Pendidikan Umum dijalani di Europese Lagere School (ELS) dan Hagere Burgere School (HBS) di Bandung, kemudian pindah ke Koning Willem School (KWS) III di Batavia sampai lulus. Sejak kecil Soerjadarma bercita-cita menjadi penerbang. Namun  pada waktu  itu di Indonesia belum ada sekolah penerbang sipil, yang ada adalah sekolah penerbang militer. Sedangkan persyaratan untuk dapat mengikuti pendidikan penerbang harus seorang Opsir lulusan Koniklijke Militaire Academie (KMA) Breda, Belanda.

Tahun 1931, Soerjadarma mengikuti pendidikan di Akademi Militer Belanda (KMA) Breda. Ia merupakan salah satu dari empat puluh bumiputera yang diterima di KMA pada era Hindia Belanda. September 1934 ia lulus dan dilantik sebagai perwira pertama dengan pangkat Letnan Dua. Pada awalnya Soerjadarma ditugaskan di Nijmigem Belanda kemudian pada Oktober 1934 dipindahkan ke Batalyon Infanteri-I di Magelang. Dua tahun kemudian, tepatnya Desember 1936 dipindahkan ke Luchtvaart Afdeling (bagian penerbangan) KNIL di Bandung. Selanjutnya mengikuti pendidikan afiliasi kursus persenjataan. Pada Desember 1937, pangkatnya naik menjadi Letnan Satu dan masuk Sekolah Penerbang KNIL.

            Juli 1938, Letnan Satu Soerjadarma mengikuti pendidikan Warnamer School dan ditugaskan sebagai navigator pada Vliegtuing Group Glenn Martin di Lanud Andir, Bandung. Januari 1941 ditugaskan sebagai instruktur pada Vliegen Waarnemer School di Kalijati, dan setahun kemudian menjabat sebagai Wakil Komandan Satuan 2 VLG pada Grup 7 kesatuan pengebom di Lanud “Z” (Vlieg Baziz Z) Sumatera. Tugas utamanya mengamankan iring-iringan armada kapal perang Belanda dari serangan kapal selam Jepang, melakukan pengintaian terhadap kapal-kapal selam Jepang dan menyerang iring-iringan armada kapal perang Jepang serta Angkatan Laut Jepang yang dipusatkan di sebelah barat Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Pengalaman Operasi Udara
Soerjadarma memiliki segudang pengalaman  dalam operasi-operasi udara Angkatan Udara Belanda, terutama ketika Belanda terdesak oleh invasi Jepang. Ia terkenal akan keberaniannya sebagai navigator dengan tiga pesawat pengebom Glenn Martin B-10, yang mengebom armada Jepang di Tarakan tanpa disertai fighter escort. Pada 13 Februari 1942 bersama kawan-kawannya berhasil memimpin pengeboman atas kapal penjelajah (cruiser) Jepang. Namun kemudian mereka diserang balik pesawat-pesawat Zero, sehingga hanya pesawat pengebom yang dipiloti Soerjadarma yang berhasil kembali ke homebase meskipun dalam keadaan rusak.

Karena jasanya tersebut, Pemerintah Belanda menganugerahi Medals for Distinguished Service During Combat untuk Jan Lukkien Sang Komandan Skadron sungguhpun sebetulnya peran Soerjadarma sangat besar dalam mengambil keputusan bersama Kapten Lukkien. Waktu itu Soerjadarma berusia 30 tahun dengan pangkat Kapten. Atas jasanya, kerajaan Belanda juga memberikan anugerah bintang Willems Orde, namun penghargaan itu ditolaknya dengan alasan kawan-kawan yang gugur dalam operasi itulah sebenarnya yang lebih berhak menerimanya.

            Tugas di kesatuan 2VLG Grup 7 dilaksanakan secara gemilang dan tuntas sampai dengan pendaratan tentara Jepang di Indonesia pada 8 Maret 1942. Pada saat Jepang melakukan invasi, Soerjadarma tidak ikut tentara Belanda mengungsi menuju Australia. Untuk “mengamankan dirinya” dari kemungkinan ditangkap Jepang, dengan bantuan Komisaris Polisi Yusuf teman baiknya, Soerjadarma diterima menjadi anggota Kepolisian Bandung dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Administrasi Kantor Pusat Bandung.

Tugas di kepolisian ia jalani sampai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pada awalnya Soerjadarma ragu dengan tawaran ini, mengigat ia telah banyak menjatuhkan bom terhadap kapal-kapal Jepang selama Perang Dunia II. Sehingga jika pihak Jepang mengetahui bahwa dia dulu adalah perwira Belanda dan pernah menjatuhkan bom di atas kapal-kapal Jepang pasti tidak akan diterima bahkan mungkin dipenjara. Namun ternyata Soerjadarma berhasil lolos dari lubang jarum. Ia lolos dari penelitian Jepang yang cukup ketat dan ia diterima sebagai polisi Jepang pada bagian Ekonomi.

Merintis AURI dan Kedirgantaraan
Pada awal masa kemerdekaan, Soerjadarma bersama Arudji Kartawinata, diperintah Bung Karno untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bandung, sekaligus sebagai ketuanya. Usaha pertama yang ditempuh BKR  bersama rakyat adalah merebut pangkalan-pangkalan udara Jepang dan berbagai bekas pangkalan udara Jepang tersebut, terutama di Pulau Jawa, dan dibentuk organisasi-organisasi BKR-Oedara (BKR-O). Tidak lama kemudian, pada September 1945, Soerjadarma di panggil Jenderal Oerip Soemohardjo ke Markas Tertinggi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) di Yogyakarta untuk mereorganisasi BKR dan BKR-Oedara. (Kolonel Sus M. Akbar Linggaprana)

Sukhoi TNI AU: Siap Tempur!



Berbagai persenjataan Sukhoi telah datang dan akan terus ditambah lagi. Jet tempur Su-27/30 kini menjadi alutsista paling berbahaya di barisan arsenal TNI AU.

                Kunjungan Angkasa ke Makassar bulan lalu untuk menghadiri upacara serah terima jabatan Panglima Komando Operasi Angkatan Udara II dari Marsda TNI Agus Supriatna kepada Marsma TNI Abdul Muis menjadi momen yang sangat berharga. Pasalnya, sehari sebelum pelaksanaan sertijab pada 25 Maret 2014 itu, Angkasa mendapatkan kesempatan eksklusif dari KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia untuk melihat langsung beragam persenjataan yang telah dibeli Pemerintah Indonesia untuk armada Su-27/30 Skadron Udara 11. Pesan KSAU sederhana, agar masyarakat Indonesia tahu bahwa Sukhoi TNI AU kini sudah bersenjata lengkap.

                Komandan Lanud Sultan Hasanuddin Marsma TNI Dody Trisunu mengungkapkan, beragam persenjataan yang telah datang saat ini menjadikan armada Su-27/30 siap tempur. Kelengkapan persenjataan ini kemudian disempurnakan dengan kemampuan para penerbang Skadron Udara 11 yang sudah diasah langsung oleh para instruktur senjata dan penerbang tempur AU Rusia. Setiap tahun TNI AU rutin mengirimkan para penerbangnya ke negeri Beruang Merah untuk memperdalam ilmu dan kemahiran bertempur. Tahun ini saja, ada empat gelombang pengiriman penerbang ke Rusia.

                Komandan Skadron Udara 11 Letkol Pnb Dedy Ilham S. Salam menerangkan, di Rusia para penerbang Sukhoi TNI AU mendapat selama empat bulan dari para suhu senjata dan pertempuran udara yang sudah sangat mumpuni sehingga mereka dijuluki profesor. “Mereka adalah para penerbang tempur AU Rusia yang sudah mencoba segala macam persenjataan Sukhoi,” ujarnya. “Bahkan, ketika kami di sana, ada satu profesor yang ilmunya sangat tinggi didatangkan khusus dari Siberika ke Moskwa, hanya untuk melatih kami,” ujarnya.

                Para guru AU Rusia tak segan-segan mewariskan ilmu perang udaranya kepada para penerbang TNI AU. “Semakin lama mengakrabi para profesor, maka semakin banyak ilmu yang mereka turunkan kepada kami,” lanjutnya. Bahkan mereka pun memberikan tanda khusus kepada para penerbang Sukhoi TNI AU yang sudah berhasil melaksanakan penembakan maupun pengeboman munisi live. “Ya, begitulah, kodrat mereka bertempur, sehingga mereka pun sangat mengapresiasi kami yang sudah pernah mencoba senjata Rusia,” tambah Dedy yang sudah memiliki lebih 1.000 jam terbang di Su-27/30.

                Dedy menguraikan, pakem tempur Rusia adalah pertempuran jarak jauh (BVR). “Nah, di situlah mereka juga menurunkan ilmu dan teknik bertempur jarak jauh. “Bagi mereka, close formation tidak lagi berguna karena itu hanya dibutuhkan oleh tim aerobatik,” urai alumni AAU 1995 ini.

Gelar senjata
                Atas permintaan KSAU, sebagian senjata Sukhoi Skadron Udara 11 lalu ditarik dari gudang senjata dan digelar untuk Angkasa publikasikan. Di antara yang didisplay saat itu adalah rudal udara ke udara short-medium RVV berdaya jangkau 80 km, rudal udara ke udara jarak pendek R-73, rudal udara ke permukaan antikapal Kh-29PE dan Kh-31PE, serta bom OFAB 250. Melihat langsung senjata-senjata mematikan itu di depan mata, rasanya badan langsung gemetar sekaligus membayangkan kalau Flanker TNI AU kini telah berubah jadi burung besi ganas yang sangat berbahaya bagi lawan demi tugas menegakkan kedaulatan NKRI.

                Uraian secara detail dari persenjataan ini mungkin akan dibahas dalam kesempatan berikutnya. Namun para pecinta kedirgantaraan sekiranya dapat memahami bahwa keseriusan pemerintah menjadikan TNI AU yang kuat, telah menjadi program bertahap dalam skema MEF (minimum essential force) yang telah dicanangkan pemerintah hingga tahun 2004. Mari kita sambut dengan gembira sambil menunggu arsenal-arsenal berikutnya, untuk semua alutsista yang dipercayakan pengoperasiannya kepada TNI Angkatan Udara. (Roni Sontani)

Blaar! Dan Tank Retrofit itu pun Mengaum

Sedikit menjauhkan diri dari hiruk pikuk ibukota yang tengah mempersiapkan diri dalam menghadapi Pemilu Legislatif 2014, ARC  memperoleh kesempatan untuk ikut dalam uji tembak first article tank AMX-13 hasil retrofit yang dikerjakan Pindad. Setelah pada minggu sebelumnya diuji kemampuan olah otomotifnya, pada tanggal 7-8 April 2014 AMX-13/105 diuji kemampuannya dalam melontarkan munisi 105mm Perancis dari kanon CN105-57G1 yang terpasang di kubah FL-12 buatan perusahaan Perancis Fives Babcock Cail.


Karena berkesempatan langsung melongok AMX-13/105 tersebut, ARC dari dekat dapat menyaksikan bahwa retrofit yang dijalankan tersebut bersifat menyeluruh. Tidak hanya mesinnya yang digantidan hull dimodifikasi, ternyata sistem kubahnya pun dicangkokkan sistem kendali penembakan (FCS: Fire Control System) modern yang sudah memasukkan input dari sistem laser rangefinder (LRF)  untuk memastikan jarak antara tank ke sasaran. Dan berbeda dengan dugaan banyak orang, sistem FCS yang digunakan bukanlah standar kubah FL-12 yaitu SOPTAC-18 buatan firma Sopelem, tetapi merupakan FCS modern buatan salah satu negara Eropa Barat. Bahkan untuk pengemudi pun disediakan sistem pengemudian berbasis LCD yang menginkorporasikan kamera FLIR/ Thermal  untuk melancarkan navigasi pada kondisi gelap malam.

Pada pengujian kali ini, dites dua macam amunisi yaitu munisi HE buatan firma Hinterberger dan OCC105G1 yang merupakan amunisi APFSDS (Armor Piercing Fin  Stabilised Discarding Sabot) untuk menjebol tank lawan. Berdasarkan data  pabrikan, amunisi OCC105G1 mampu menembus lapisan baja RHA setebal 250mm  pada kemiringan 30odari jarak 1.000m,  atau kurang lebih cukup untuk melalap ranpur/ tank medium dari segala sudut.

Pengujian dengan munisi hidup tersebut dilakukan sebanyak dua kali pada sasaran  yang terletak 1.000 meter jauhnya di puncak bukit. Pengujian disaksikan oleh perwakilan Pindad dan TNI AD. Tanpa perlu berbasa-basi,  kita simak kedahsyatan aksi Pindad AMX-13/105 melalui serangkaian foto berikut ini.


 


 


4 Apache Beraksi di HUT TNI 5 Oktober 2014

Boeing AH-64D Apache Longbow. image: airliners.net
Boeing AH-64D Apache Longbow. image: airliners.net

Indonesia sudah memesan 8 helikopter Apache dari perusahaan AS, Boeing. Rencananya, HUT TNI 5 Oktober 2014 mendatang 4 Apache di antaranya sudah bisa beraksi.
“Mereka akan mempersiapkan 4 Apache untuk dihadirkan pada HUT TNI,” jelas Wamenhan Sjafrie Sjamsuddin di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (14/4/2014).
Menurut Sjafrie, nantinya heli Apache itu juga sudah bisa digunakan untuk latihan perang operasi Garuda TNI AD. “2 Heli utama dan 2 heli pendukung,” tambahnya.
Kepastian soal kedatangan heli ini didapatkan saat Sjafrie bertemu pihak Boeing di Defence Services Asia 2014 yang digelar 14-17 April di Malaysia.
Apache ini dipesan pada 2013 lalu. Dan akan diserahkan secara bertahap ke Indonesia. Tahap awal 4 Apache lebih dahulu.
Wamenhan di Defence Service Asia. KL. image: detik.com

Alutsista dalam negeri
Wamenhan Sjafrie Sjamsuddin yakin industri pertahanan Indonesia akan bisa lebih maju. Tentu hal itu bisa dilakukan bila pemerintah juga memberikan kesempatan agar industri pertahanan untuk bangkit.
“KKIP memberikan ruang bagi industri pertahanan,” jelas Sjafri di sela-sela pamera Defence Service Asia (DSA) di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (14/4/2014).
KKIP merupakan Komite Kebijakan Industri Pertahanan, lembaga yang berwenang dalam pengembangan industri pertahanan. Menurut Sjafrie, industri pertahanan Indonesia tentu harus bisa meningkatkan kualitas dan kuantitasnya.
“Agar memenuhi kebutuhan penggunanya,” jelas Sjafrie.
Dalam DSA 2014 ini Sjafrie menjadi pimpinan delegasi Indonesia. Sjafrie bertemu dengan sejumlah produsen industri pertahanan dan juga pemerintah negara sahabat yang ingin menjalin kerjasama dengan Indonesia. Antara lain dari Malaysia, Brunei Darussalam, Inggris, Tiongkok, Republik Ceko, Pakistan, dan juga Belarusia.
Menurut Sjafrie juga dengan sejumlah negara dijalin kerjasama, misalnya saja dengan Tiongkok saling meningkatkan strategi pertahanan dan militer.
“Saya melihat industri pertahanan Indonesia sudah memberikan pesan yang konkrit kontribusi nya di kawasan regional,” tutup dia.

JKGR. 

Malaysia Incar Buk-M2E dan Pantsir

Buk-M2E-TELAR ( Miroslav Gyurosi)
Buk-M2E-TELAR ( Miroslav Gyurosi)

Malaysia menyatakan keseriusannya untuk mengakuisisi sistem rudal pertahanan udara terbaru Rusia, sekaligus meningkatkan kerjasama teknis-militer antar kedua negara, ujar perwakilan Rosoboronexport.
Menurut Rosoboronexport Malaysia berminat dengan rudal jarak menengah permukaan-ke-udara Buk-M2E serta sistem pertahanan udara jarak pendek-menengah Pantsir-C1, sistem rudal anti-tank Kornet-E/EM, Metis-M1, Mirazh, Sobol, serta kapal patroli Mangust Class,” ujar juru Rosoboronexport jelang DSA-2014 Asian International arms expo.
Rosoboronexport akan membahas proyek-proyek ini dengan Malaysia selama pameran Senjata DSA-2014 di Kuala Lumpur, yang berlangsung dari Senin hingga Kamis.
Sistem Pertahanan rudal/senjata jarak pendek mobile,Pantsir-S1 Rusia (SA-8 Greyhound
Sistem Pertahanan rudal/senjata jarak pendek mobile,Pantsir-S1 Rusia (SA-8 Greyhound

“Kerja sama teknis-militer yang saling menguntungkan dengan Malaysia berkembang cukup dinamis. Rusia memiliki prospek yang baik dalam penjualan: jet tempur, helikopter kargo militer, sistem pertahanan udara, senjata serbu dan kapal patroli,” ujar Nikolai Dimidyuk, Direktur Khusus yang memimpin delegasi Rusia dalam pameran di Malaysia .
Selain itu, Rusia juga akan mempresentasikan helikopter tempur Mi-171Sh yang dipesan bagi transportasi pejabat Malaysia. Rusia dan Malaysia akan membahas operasi layanan dan pusat perbaikan untuk pesawat tempur Sukhoi Su-30MKM. (RIANVOSTI).

JKGR. 

Sudah Seharusnya Radar Nasional Mandiri

 The Story of Radar
Sejak ditemukan oleh Sir Robert Watson Wat (the Father of Radar) pada tahun 1932 sampai saat ini, radar telah mengalami perkembangan yang sangat cepat dibidang teknologinya. Perkembangan ini ditujukan pada penambahan efektifitas penggunaan dan penambahan efisiensi penggelaran dan perawatan serta peningkatan keandalan sistemnya. Sebagai ilustrasi, radar pertama hanya mampu menangkap sasaran dan hanya mampu menunjukkan sektor dimana sasaran itu berada. Sedangkan radar generasi modern mampu menangkap sasaran dengan menentukan koordinat sasaran secara akurat serta keuntungan lainnya.Pesatnya perkembangan teknologi komponen elektronika, perkembangan teknologi gelombang mikro dan perkembangan teknologi komputer mendorong lajunya perkembangan teknologi radar. Pengaruh teknologi lain sangatlah kecil apabila dibandingkan dengan perkembangan teknologi tersebut di atas, dalam perkembangan teknologi radar. Oleh karena itu hanya pengaruh dari yang ketiga di atas yang akan ditinjau. Radar Produksi Dalam Negeri Bukanlah Sebuah Mimpi Untuk mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri sekaligus membantu memaksimalkan pengawasan dan pengamanan negara, Indonesia memerlukan suatu sistem pengamanan terintegrasi yang diaplikasikan ke dalam bentuk radar. Selama ini teknologi radar dikuasai oleh pihak asing.

Pada tanggal 24 Oktober 2008, SOLUSI247 bersama dengan divisi radar RCS-247 (Radar & Communication Systems) untuk pertama kalinya berhasil meluncurkan sebuah karya anak bangsa di bidang teknologi radar. Radar buatan anak bangsa ini diberi nama INDRA. Radar Maritim INDRA dibangun dengan kemampuan mendeteksi dan mengukur jarak sebuah kapal di lautan dengan penggunaan teknologi Frequency Modulated Continuous Wave (FMCW)yang mampu menghasilkan radar canggih dengan daya pancar sangat rendah. Karena daya pancarnya yang sangat rendah itu INDRA dapat dioperasikan dimana saja dan tidak akan menggangu perangkat-perangkat lain di sekitarnya.


INDRA telah diujicobakan di pantai Cilegon, Banten yang juga disaksikan juga oleh Kepala Dinas Litbang TNI-AL. Dalam penampilan perdananya, INDRA mengukuhkan eksistensinya sebagai radar maritim. Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya mendeteksi dan mengukur jarak sebuah kapal yang sedang berlayar di laut dengan akurat. Selain itu masih banyak produk-produk dalam negeri lainnya seperti Coastal Surveillance, Air Surveillance, Ground-controlled interception (GCI), dll. Agar bisa menghasilkan radar terbaik, pemerintah merangkum menjadi konsorsium radar nasional.
 Radar FM-CW LIPI
“Sudah saatnya kita mulai membangun kemandirian secara bertahap. Perlu upaya-upaya kreatif, kebersamaan dan keberpihakan untuk membangun kemampuan teknologi pertahanan dan keamanan. Harus disadari, begitu kita menjadi pengguna senjata produksi suatu negara itu sama dengan menyerahkan rahasia dan informasi kita kepada negara pembuat senjata, hal ini karena negara produsen alutsista tidak akan memberikan seluruh rahasia teknologi kepada negara pembeli.” Begitulah pengarahan Menristek yang dibacakan Teguh Raharjo pada acara Seminar Radar Nasional IV, yang diadakan di gedung GSM, Akademi Angkatan Udara pada tahun 2010 di Yogyakarta.
Pada era 2000-an penggelaran radar lebih memilih type Master T untuk melengkapi kesiapan radar di tanah air dalam rangka memperkuat sistem pertahanan udara dan menutup seluruh wilayah udara NKRI. Untuk dapat mengcover seluruh wilayah udara nasional memerlukan dana yang tidak kecil maka dibangunlah beberapa MCC (Military and Civil Coordination) yang berfungsi untuk mengintegrsikan Radar-Radar Hanud dengan Radar sipil. Dalam hal ini peranan TDAS (Trasmission Data Air Situation) juga sangat membantu proses integrasi tersebut. Dengan adanya TDAS ini situasi wilayah udara dapat di kirim ke Posek (Pusat Operasi Sektor) dan Popunas (Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional) secara real time. Dalam Pertahanan Negara Nasional seutuhnya yang ber-konsep pada trimatra terpadu dan disinergikan pada Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengamatan Dan Pengintaian (K4IPP) dimana seluruh kekuatan darat, laut dan udara memiliki peran yang sejajar dalam K4IPP untuk menghadapi segala ancaman yang dapat mengganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Luasnya wilayah dirgantara, makin meratanya hasil-hasil pembangunan dan tersebarnya obyek vital yang harus diamankan, menuntut keberadaan Sista yang handal dan memadai, juga menuntut para personil yang mengawaki secara profesional dan disiplin, sehingga diperlukan suatu piranti yang dapat beroperasi terus menerus secara mantap, terpadu, responsive, efektif dan efisien dalam menjaga kedaulatan negara sepanjang tahun.
Sejak tahun 1962 (secara resmi Kohanudnas dibentuk), seluruh radar yang tergelar di wilayah Indonesia beroperasi di bawah komando Kohanudnas. Jenis radar yang pernah dan masih digelar di wilayah Indonesia adalah :
  • Radar Tipe NYSA – A dan NYSA – B (Polandia tahun 1960). Lokasi penempatannya adalah di Jakarta (JKT), Cikarang (CKR), Cibalimbing (CBL), Morotai (MRT), Ambon (ABN), Supadio (SPA), Makassar (MKS), Bula/Seram (BLL), Biak (BIK), Medan (MDN), Ploso (PLO), Ranai (RNI).
  • Radar Tipe P – 30 (Rusia tahun 1961). Lokasi penempatannya adalah di Palembang (PLB), Pekanbaru (PBU), Tanjung Pandan (TDN), Banjarmasin (BJM), Kalijati (KJT), dan Polek 02 (SLO).
  • Radar Tipe DECCA PLESSEY HF 200 (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya sebagian mengganti stasiun yang sudah ada di Ploso (PLO) dan penempatan baru di Tanjung Kait (TKT).
  • Radar Tipe DECCA PLESSEY FR (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya sebagian mengganti starion yang sudah ada di Ploso (PLO) dan penempatan baru di Cisalak (CSL). Fungsi radar ini untuk membantu penerbang menemukan landasan pacu yang di tuju (fighter recovery).
  • Radar Tipe DECCA PLESSEY HYDRA (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya menyempurnakan kondisi radar di Tanjungkait (TKT).
  • Radar Tipe DECCA PLESSEY LC (Inggris tahun 1962). Lokasi penempatannya di Pemalang (PML) dan penempatan baru di Ngiyep (NLI).
  • Radar Tipe THOMSON THD – 047 (CSF Perancis tahun 1978). Lokasi penempatannya di Tanjung Pinang (TPI).
  • Radar Tipe THOMSON TRS – 2215 (CSF Perancis tahun 1981). Lokasi penempatannya di Ranai (RNI), Kupang (KPN), Dumai (DMI) Lhokseumawe (LSE).
  • Radar Tipe THOMSON TRS 2215 D (CSF Perancis tahun 1986). Lokasi penempatannya di Cibalimbing (CBL), Sabang (SBG), dan Sibolga (SBG).
  • Radar Tipe THOMSON TRS – 2230 (CSF Perancis tahun 1987). Lokasi penempatannya di Tanjungkait (TKT).
  • Radar Tipe Plessey AR – 325 Commander (Inggris tahun 1991). Lokasi penempatannya di Tarakan (TRK), Balikpapan (BPP) dan Kwandang (KWD). Meski masih menggunakan sistem tabung (TWT), sistem yang digunakan lebih praktis, sehingga tidak memerlukan pembesaran power secara bertingkat seperti yang digunakan Thomson TRS 2230 (CFA I dan CFA II).
  • Radar Tipe MASTER – T (Thales Perancis tahun 2005). Lokasi penempatannya di Biak (BIK) dan Tanjung Pinang (TPI). Radar tipe ini sudah menggunakan full solid state, sistem yang digunakan lebih simple tanpa mengurangi kemampuan deteksi radar itu sendiri. Dengan menggunakan sistem modul, proses pemeliharaan dapat dilaksanakan lebih mudah.
  • Radar tambahan Renstra kedua , Jayapura, Tambolaka, Singkawang, Ploso. Dan pada Renstra ketiga, Morotai, Ambon, Kendari, Tanjung Pandan, Bengkulu dan Nliyep Malang.
 Rencana Pengembangan kedepan
Kemenhan Pantau Kesiapan Len Bangun Industri Radar
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Wakil Manteri Pertahanan (Wamenhan) melakukan pantauan progres kesiapan PT Len Industri dalam membangun industri radar nasional.
“Kementerian Pertahanan mendorong Len untuk menjadi pemasok alutsista khususnya mendukung sistem radar nasional yang handal,” kata Wamenhan Sjafrie Syamsudin di Bandung, Rabu (26/3).
Menurut menteri dibangunnya industri radar nasional itu untuk menciptakan sistem pertahanan radar nasional (Sistemhanudnas) yang handal. Sishanudnas yang handal menjamin kerahasiaan sistem rudal spek teknik tidak dapat didikte oleh negara lain sparepart yang mudah, selalu mengikuti perkembangan teknologi dan biaya harian murah.
“Len memiliki peran strategis untuk memenuhi kebutuhan sistem radar nasional, salah satunya combat manajemen sistem yang saat ini sudah dikembangkan,” katanya.
Selain untuk melakukan deteksi, juga diperlukan sistem penembakan dengan panduan radar. Produk radar nasional juga, kata dia diharapkan bisa meningkatkan optimalisasi radar, khususnya untuk mengatasi kerenggangan jangkauan radar di wilayah timur Indonesia.
“Kapasitas radar di wilayah barat sudah cukup rapat, kita fokuskan penambahan radar di wilayah timur,” katanya.
(EDDY MT SIANTURI, SSi, M.Si (Balitbang Kemhan), Republika.co.id, Jalo)