Selasa, 25 Februari 2014

Pemantapan Politik Luar Negeri Bebas Aktif

 
kolonialisme-belanda
Nasib Rakyat Indonesia ketika Dikuasai Negara Lain (Belanda). – dok Hindia Belanda

Indonesia harus Non Blok…Titik. Melihat situasi dan perkembangan kawasan akan ada upaya menggiring Indonesia untuk TERJEBAK dalam keberpihakkan dalam suatu kekuatan blok. Ditambah dengan pemahaman yang keliru dari sebagian masyarakat Indonesia yang merasa yakin, bila Indonesia akan bersekutu dengan suatu blok, maka Indonesia akan ditakuti,akan kuat militernya, bahkan maju dalam ekonominya dan lain-lain.

Parahnya lagi malah ada anak bangsa yang di bawah naungan lembaga non pemerintah yang didanai oleh asing untuk menggiring opini, agar bangsa ini memihak ke suatu blok, tanpa memikirkan bagaimana nasib bangsa ini nantinya bila menjadi bagian suatu blok. Mungkin prinsip mereka yang penting dapat dana dan menyelesaikan tugas, toh selama ini pemerintah kurang peduli dengan masyarakat bawah.

Perang opini yang akan sering kita dengar menjelang pemilu dan pasca pemilu, untuk menentukan siapa pemimpin Indonesia ke depan dan MEMIHAK kepada siapa. Dua kekuatan yaitu blok barat dan blok timur akan terus melakukan propaganda dan penggalangan untuk mempengaruhi pemikiran masyarakat Indonesia dalam memilih capres unggulan dari masing-masing blok
MELIHAT salah satu fungsi di dunia intelejen adalah penggalangan yang intinya adalah Propaganda. Propaganda adalah kegiatan yang direncanakan yang dijabarkan dengan KATA atau TINDAKAN atau kombinasi keduanya, yang bermaksud mengubah suatu SIKAP dengan tujuan mengubah tingkah laku secara sukarela.

Propaganda melingkupi setiap informasi, gagasan, doktrin, atau himbauan-himbauan khusus yang disebarkan dan bahwa setiap aksi yang dipakai untuk mempengaruhi pendapat-pendapat, emosi-emosi, sikap-sikap, atau perilaku setiap kelompok khusus agar dapat menguntungkan sponsor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jenis propaganda yaitu propaganda kata dan propaganda perbuatan.

Dalam kegiatan penggalangan, kalau sasaran atau lawan sudah dapat ditaklukan oleh operasi-operasi psikologis, maka tidak perlu lagi operasi khusus. Sebaliknya jika lawan tak cukup untuk ditaklukan melalui operasi psikologis, maka baru diadakan operasi khusus yang dibarengi dan didukung oleh operasi psikologis.

Suatu program propaganda yang direncanakan akan mempunyai dua kelas umum tanggapan sebagai sasaran yaitu,(1) perilaku mempersatukan (cohesive) dan (2) perilaku mencerai-beraikan (divisive).
(1) Tanggapan mempersatukan (cohesive response) adalah tanggapan umum, seperti halnya kemauan, mendorong, menuntut, dan bekerjasama. Perilaku mempersatukan dapat melambangkan kebersamaan. Dalam pendekatan ini kita ingin sasaran (audiens) merasa menjadi bagian dari bagian tujuan yang lebih besar. Metode ini disebut “ band wagon”.
(2) Tanggapan mencerai-beraikan (divisive response) mendorong sasaran untuk menempati kepentingan sendiri didepan diatas tujuan kelompok, masyarakat, dan sekelilingnya. Perilaku menceraiberaikan termasuk desersi, menyerah, subversi, perlawanan, disintegrasi, dan nonkoperasi.
Propaganda sebagai alat fungsi intelijen terdiri atas tiga bentuk, yaitu :
Propaganda Hitam (Black Propaganda) : Muncul dari sumber yang tidak dikenal dan dikemas secara palsu sehingga dapat mengacaukan pihak lawan.
Propaganda Putih (White Propaganda) : Muncul dari sumber yang resmi dan diketahui.
Propaganda Kelabu (Grey Propaganda) : Menunjukan sumbernya tidak secara khusus.

Propagandis adalah orang mampu menjadi pengendali komunikasi, dia adalah seorang insinyur manusia “human engineering” . Dalam sebuah negara demokrasi “human engineering” dilakukan oleh badan-badan tertentu. Badan-badan ini memberikan kepada negara tersebut suatu system “check and balance” yang mengatur tingkah laku (pola) kelompok kecil perorangan, yang menentukan bagaimana seharusnya orang atau kelompok itu berperilaku.

Sejak kemunduran reformasi telah terjadi PENJAJAHAN PUTIH dan kita telah mengetahui bahwa warga negara Indonesia telah dijadikan sasaran bagi penggalangan ideologi-ideologi asing yang ingin menggantikan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam kehidupan bermasyarakat.
Banyak putera-puteri Indonesia secara TIDAK SADAR yang digalang oleh kekuatan asing kemudian mendatangkan bencana terhadap tanah airnya sendiri. Singkatnya mereka menyangka bahwa mengawinkan Pancasila dengan Ideologi asing akan dapat membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia.

Mereka menyangka telah berhasil memodernisir Indonesia, padahal justru hanya membuat dan menambah kedangkalan Ideologi bernegara (Pancasila), membelokkan kiblat masyarakat Indonesia, menanam bom waktu dalam diri generasi muda dan (secara perlahan namun pasti) menghilangkan potensinya. Mereka telah terperangkap oleh jaring-jaring intelijen lawan. Dengan sukarela ataupun terpaksa, telah menjadi boneka dari penggalangannya dan secara tidak langsung akan mendatangkan bencana di tanah airnya.

Karena itulah penggalangan warga negara perlu kembali kepada doktrin awal yaitu SISHANKAMRATA, memberikan pencerahan kepada warga negara supaya CERDAS sebab jika tidak warga negara Indonesia akan terus digalang oleh kekuatan asing
hindia-belanda
Mahalnya harga untuk menebus kemerdekaan dan kebebasan Indonesia – dok Hindia Belanda

Kembali ke Indonesia Non Blok
Politik luar negeri Indonesia Bebas dan Aktif berlandaskan Pancasila sebagai landasan ideal dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
a. Pancasila sebagai Landasan Ideal
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus dijadikan sebagai pedoman dan pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia.
b. Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama dan alinea keempat, serta pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 11 dan Pasal 13.
1) Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”
2) Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945
”… dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, …”
3) UUD 1945 Pasal 11
”Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.”
4) UUD 1945 Pasal 13
Ayat 1: ”Presiden mengangkat duta dan konsul.”
Ayat 2: ”Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Ayat 3: ”Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”

TUJUAN politik luar negeri bebas dan Aktif adalah untuk MENGABDI kepada tujuan nasional bangsa Indonesia .yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang menyatakan: ” Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial …”

BILA sudah JELAS maka jika masih ada yang mengajak Indonesia untuk bersekutu dan memihak kedalam suatu blok itu adalah itu melanggar Konstitusi dan patut diduga adalah tindakan penggalangan dengan penggiringan opini.  Gaya kepemimpin masa lalu tidak bisa kita tuangkan dalam konteks Indonesia yang sekarang. Memorabilia kejayaan alutsista di era 60an tidak bisa menjadi tonggak kejayaan Indonesia bila saat itu kondisi ekonomi Indonesia runtuh.
Keberhasilan pembangunan diera orde baru tidak bisa dijadikan ukuran kemakmuran bila kekuatan militernya anjlok. Keberpihakan dengan blok timur ataupun blok barat saat itu jangan dijadikan alasan tidak melanggar konstitusi , dan bisa diulang dan kita lakukan sekarang karena pada hasilnya akan membawa KETERPURUKAN bangsa ini.

Indonesia sekarang terus tumbuh perekonomian dan militernya dan ini serasa jadi ancaman oleh asing, sehingga perlu untuk diajak berkoalisi, bersekutu atau diajak berpakta pertahanan bersama.
Jangan Racun Indonesia dengan BERSEKUTU terhadap blok apapun. Kami para patriot YAKIN Indonesia bisa berdiri menjadi new emerging force (NEFO) mengulang kejayaan nusantara, bukan negara pion di bawah aliansi suatu negara atau blok. Dan itu harap ditanam dalam dalam di mainset pemikiran warga negara Indonesia, agar tidak mudah terbujuk ajakan bersekutu.

Bila Indonesia diINVASI oleh suatu negara atau blok maka itulah MUSUH Indonesia. Bangsa Indonesia wajib berjuang bersama mempertahankan NKRI dan mengejar Opfor sampai keluar dari ibu pertiwi, karena kami bangsa indonesia tidak akan GENTAR walaupun negara itu bapaknya harimau ibunya ular. Kita akan tetap menumpas walaupun mereka berlindung di bawah meja ayahnya ataupun bersembunyi di ketiak ibunya. CAMKAN itu. (by Satrio)

Postur Kekuatan Alutsista Indonesia 2014


T-50i Indonesia
T-50i Indonesia

Kekuatan pertahanan Indonesia kini sudah tak bisa lagi dianggap remeh. Keberhasilan pemerintah dalam pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) membuat banyak pihak yakin TNI akan memiliki kekuatan yang cukup memadai, seperti diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Kekuatan TNI Angkatan Udara akan terus meningkat. Ada 102 alutsista baru pada rencana strategis pembangunan TNI AU tahun 2010-2014, seperti pesawat tempur F-16, T-50i, Sukhoi, Super Tucano, CN-295, pesawat angkut Hercules, Helikopter Cougar, Grob, KT-1, Boeing 737-500 dan radar.
Pesawat tempur T-50i yang dibeli dengan nilai kontrak 400 juta USD ini, akan digunakan sebagai pesawat pengganti Hawk MK-53 yang menjadi bagian dari Skuadron Udara 15, Lanud Iswahyudi Madiun, di bawah Komando Operasi AU-II.
Pesawat T-50i adalah pesawat latih supersonik buatan Amerika-Korea Selatan dan dikembangkan oleh Korean Aerospace Industry dengan bantuan Lockheed Martin. Pesawat ini mampu ditempatkan digaris depan sebagai Light Fighter yang dilengkapi dengan peralatan tempur. (Missile Guided/Unguided, Rocked, Bomb, Canon 20 mm serta radar.
Lanjut Menhan, tahun ini akan datang pesawat tempur F-16 setara Blok 52 buatan AS sebanyak 24 unit. Sampai awal semester II tahun 2014, akan hadir 16 pesawat tempur Super Tucano untuk melengkapi 1 skadron dalam rangka mendukung operasi pengamanan dalam negeri.
Juga akan segera tiba UAV (pesawat terbang tanpa awak) untuk mengisi skadron UAV dalam rangka memperkuat operasi pemantauan perbatasan yang dipusatkan di Lanud Supadio Pontianak.
Untuk pesawat angkut sedang, secara berurutan telah tiba di Indonesia sebagian besar dari 9 unit pesawat CN-295 yang merupakan hasil kerjasama PT DI dengan Airbus Military dan rencananya akan menjadi 1 skadron CN-295, dan 2 unit CN-235 serta 1 unit Casa-212 untuk angkut ringan.
Dalam rangka mendukung kegiatan airlift dan OMSP, telah dilakukan penambahan 9 unit pesawat angkut berat Hercules C-130H yang mulai tiba secara bertahap.
TNI AU juga telah mengoperasikan pesawat latih lanjut KT-1B Wong Be buatan Korea Selatan yang digunakan oleh Tim Aerobatik TNI AU, Jupiter sebanyak 1 skadron.
Peremajaan pesawat-pesawat latih TNI AU telah dilakukan dengan mengganti pesawat latih T-34 C dan AS-202 Bravo yang sudah berusia 30 tahun dengan pesawat latih generasi baru, Grob G-120 TP buatan Jerman sebanyak 18 unit yang direncananya akan menjadi 24 unit.
Untuk rotary wing, telah ditambah beberapa jenis Helikopter yaitu Helikopter Super Puma NAS-332 sebanyak 3 unit dan Helikopter Full Combat SAR EC-725 Cougar Eurocopter sebanyak 6 unit.

Pertahanan Udara
Untuk pertahanan udara nasional, telah diperkuat dengan pengadaan PSU (Penangkis Serangan Udara) sebanyak 3 baterai/6 firing unit buatan Rheinmetall Air Defence Switzerland, untuk satuan-satuan di Korps Paskhas TNI AU. 7 unit radar canggih yang telah dan akan dipasang di beberapa lokasi antara lain Merauke, Saumlaki, Timika dan Morotai.
Infantry Fighting Vehicle IFV Marder di Tanjung Priok, Jakarta (photo:arc.web.id)
Infantry Fighting Vehicle IFV Marder tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (photo:arc.web.id)

TNI AD
Khusus TNI Angkatan Darat, selain membeli 114 unit tank leopard, pemerintah juga mengadakan 28 unit helikopter dan delapan unit Apache tipe AH-64E. Tepatnya sebanyak 30 unit Leopard dan 21 Marder akan tiba sebelum bulan september 2014.
Demikian pula dengan Meriam Caesar, dimana dari 37 unit, 4 unit akan tiba sebelum Oktober 2014. Sementara untuk roket MLRS Astros II akan tiba 13 unit sebelum Oktober 2014.
Masih dari TNI-AD, rudal pertahanan udara jenis Starstreak serta Mistral dijadwalkan tiba sebelum Oktober 2014, khususnya Mistral akan datang sebanyak 9 unit pada Juni 2014.
TNI Angkatan Darat (AD) akan lebih memfokuskan diri untuk melakukan transformasi organisasi pada 2014, guna menghadapi rencana strategis II periode 2015-2019.
Pertambahan alutsista membuat TNI AD harus segera mendesain ulang organisasi. Dulu TNI AD hanya memiliki meriam 105 mm yang jarak tembaknya hanya 12 kilometer, saat ini sudah memiliki meriam 155 mm dengan daya jangkau 42 kilometer.
TNI AD juga telah memiliki Multilauncher Rocket System (MLRS) dengan daya jangkau hingga 100 kilometer, ditambah lagi tank Leopard dengan kapabilitasnya luar biasa.
BMP-3F. Marinir  (photo:Dispenal)
BMP-3F. Marinir (photo:Dispenal)

TNI AL
Sementara itu untuk matra laut, terdapat upgrade Kapal perang korvet kelas Fatahillah, Kapal latih pengganti KRI Dewaruci, pengadaan 2 unit Kapal Hidro Oceanografi, tiga Light frigate dari Inggris dan lain lain. Untuk tank amfibi BMP-3F sebanyak 37 unit, beberapa diantaranya sedang dalam proses uji terima.
Sementara panser amfibi BTR-4 sebanyak 5 unit, dimana 2 unit diantaranya akan tiba di tanah air pada September 2014.

Target MEF 42 Persen
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menargetkan tahun 2014 ini kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force/MEF) pada rencana strategis I dapat mencapai 40-42 persen.
Kementerian Pertahanan optimistis pencapaian kekuatan pokok minimal dapat dilakukan pada 2019 atau lebih cepat lima tahun dari target yang telah ditentukan pada 2024.
Pencapaian MEF yang lebih cepat lima tahun dari yang ditargetkan merupakan terobosan dan keberhasilan, berkat besarnya APBN yang digelontorkan ke Kementerian Pertahanan. Anggaran pertahanan pada 2013 mencapai Rp 77 triliun, dan pada 2014 ini meningkat menjadi Rp 83,4 triliun. (Syaiful Hakim/ Antaranews.com)

Strategi Pengadaan Pesawat Tempur TNI AU


KFX C103 twin engine
KFX C103 twin engine

Angkatan Udara Korea Selatan menyatakan ketertarikannya dengan konsep KFX twin engine, sebagai pesawat yang akan dibangun Korea Selatan. Disain dari pesawat twin engine,memungkinkan untuk ditingkatkan kemampuan tempurnya di kemudian hari dan sesuai dengan visi budget jangka panjang Korea Selatan.
Pro kontra sempat terjadi ketika KAI mengusulkan konsep single engine C501, bekerjasama dengan Lockheed Martin dengan untuk mengembangkan T-50. Namun setelah melalui perdebatan cukup panjang, ROKAF menunjukkan posisinya, mendukung pengembangan KFX/IFX twin engine C-103, untuk dikembangkan kemampuan tempurnya.
Indonesia pun mengandalkan pengembangan KFX / IFX ini, dan menyumbang 20 persen pendanaannya. Namun di tengah tersendat dan molornya pembangunan KFX/IFX, Saab Swedia menawarkan pesawat tempur Gripen NG dengan opsi tambahan, ToT 100 persen bagi Indonesia.
Lalu apa kira kira langkah yang diambil Indonesia, untuk proyeksi Angkatan Udaranya dalam 10 – 15 tahun ke depan, di saata konflik dan situasi di Asia Tenggara dan sekitarnya semakin memanas. Berikut wawancara dengan sejumlah warjager:
Seperti apa anda melihat tantangan Indonesia ke depan, terkait polemik KFX/IFX dan tawaran Saab Gripen ?
Alugoro:
Waktu kita hanya sedikit, hanya enam tahun sebelum China lebih agresif lagi dan Australia cs lebih menekan lagi karena memaksa kita berpihak penuh kepada mereka. Target China 2020 adalah Taiwan bergabung dengan mainland secara sukarela seperti Hongkong.
Kabarnya rakyat Taiwan tidak ada keberatan hanya di kalangan tentara saja yang belum setuju. jika flashpoint muncul di tahun 2020 aset kita apa?
Kemungkinan 1sq Su-35, 1sq su27/30, 36sq f-16 (quality ?). Apakah siap menghadang FPDA ? Apalagi China ?. Apakah kita hanya berandai-andai dengan keberhasilan kfx yang baru masa produksi di atas tahun 2020 ? Prioritaskan alutsista yang modern, irit dan murah (sebagian diproduksi di Indonesia baik suku cadang maupun assembly).

Bagaimana anda melihat proyek KFX/IFX:

Assamata:

KFX/ IFX dengan biaya yang begitu murah namun kita mengharapkan untuk mendapatkan pesawat tempur cangggih. Sudah berapa tahun wacana IFX berlangsung namun tarik ulur tetap terjadi.
Mengandalkan IFX bukanlah sebuah solusi. Pertama kali saya mendengar berita IFX sekitar 3 tahun yang lalu, prototipe jadi pada tahun 2016 dan sekarang ngaret jadi 2020. Bagaimanapun Swedia memiliki ilmu tentang pespur lebih baik dari PT DI.
Indonesia membutuhkan banyak pesawat tempur. Dengan wilayah seluas daratan Eropa apakah menunggu IFX merupakan keputusan yang baik ?.
Misalkan sukhoi 35 BM sudah datang (kemungkinan penempatan di Madiun), namun tetap masih banyak wilayah kosong yang belum terisi pesawat tempur.
Lihat saja Bandara Halim Perdanakusuma. Apakah ada fighter yang cukup mumpuni untuk menjaga daerah ibukota dan sekitarnya ?. Apa lagi kalau kita membicarakan Papua, wah masih kosong melompong.
Plan B, plan C sangat dibutuhkan negeri ini. Selain kerjasama dengan Korea, kerja sama dengan Swedia ataupun mengembangkan pesawat tempur secara mandiri (dalam negeri) sangat dibutuhkan.
Ingat China bukan teman, tidak ada jaminan mereka tidak menusuk kita (konflik tinggal sebentar lagi). Ingat Australia bukan musuh
namun provokasi mereka membuat gerah dan kita perlu berjaga-jaga agar status quo tetap terjaga (membuat mereka berpikir ulang).
Kebutuhan pespur (pesawat tempur) cukup mendesak, jadi membuka kran air lebih dari 1 mungkin lebih bijaksana. Seperti halnya roket selain kerja sama dengan Korsel (propelan) kerja sama China (guide) ataupun kerja sama dengan Jerman bahkan Iran sekalipun saya setuju (dengan Israel/ Yahudi saja tidak masalah, masak hanya karena Syiah jadi masalah).

OrangLogis:
Saya setuju dengan Bung Alugoro, apa lagi hanya dengan budget kecil ingin bisa bikin pesawat tempur sendiri 100%. Kayaknya nggak mungkin, bukan kayaknya lagi tapi jelas mustahil, untuk riset mesin jet saja China menggelontorkan duit sampai 150 triliun rupiah lebih.
Jangan terlalu berharap berlebihan dengan kfx/ifx, tempatkan pada tempat yang sewajarnya, optimis boleh saja tapi kita juga harus realistis.

Antonov:
Sepertinya ada salah persepsi tentang ToT. Misalnya utk KFX/IFX, nantinya prediksi saya kita akan sebatas ‘tukang jahit’ saja semacam NC-219.
Airframe fuselage sayap dan ekor mungkin bisa dibuat kalau kita punya jig + machining tools. Sisanya diimpor dan dipasang: kokpit, radar, avionik, ECM, landing gear, servo, fuel tanks, dan engine. Mau produksi sendiri? Terbentur intellectual property rights dan economic of scale. Untuk Gripen kasusnya sama.

STMJ:
Sebenarnya tawaran ToT Gripen SAAB sangat patut dipertimbangkan mengingat secara teknologi sudah cukup canggih & Indonesia belum mempunyai kapabilitas dalam membuat/mengembangkan pesawat tempur.
Poin utamanya bukan masalah ToT karena Indonesia sudah memiliki program pengembangan pespur definitiv. Melainkan pemenuhan kebutuhan pespur yang aman dari embargo, murah, handal serta kompetitif. Demikian karena melalui ToT tersebut Indonesia menjadi memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan/reparasi sendiri, ditambah ilmu dalam pembuatan pespur gen 4+, dan itu menjadi nilai plus yang sangat penting.
Namun yang menjadi permasalahan dalam ToT SAAB adalah indikasi ToT tersebut tidak termasuk mesin jet pesawat, sebab mesin Gripen NG menggunakan mesin F414 buatan ASa. Pada akhirnya ToT tersebut akan menjadi mubadzir, sebab mesin jet adalah unsur terpenting dari pespur yang masih sangat sulit dikuasai oleh Indonesia. Dan kembali lagi ke awal, Gripen menjadi tidak lagi 100% aman dari embargo, tanpa mesin tiada burung besi yang dapat terbang.
Tapi, meskipun Gripen bisa dikatakan sudah sangat layak sebagai pengganti F-5. Tetap saja mengadopsi Gripen dapat menjadi langkah blunder bagi Indonesia secara jangka panjang. Kedepannya mengakibatkan TNI akan mengoperasikan terlalu banyak jenis pesawat yang pada akhirnya berimbas pada manajemen tempur yang semakin rumit.
Pada situasi konflik nyata, keadaan ini menjadi sangat tidak menguntungkan sebab setiap alat tempur membutuhkan perlakuan yang spesifik. Seperti yang dicontohkan oleh Perancis pada masa PD II, Perancis mengoperasikan beraneka macam alat tempur, sekilas tampak gagah dan keren tapi ketika perang meletus, semuanya menjadi amburadul.
Setiap alat membutuhkan onderdil spesifik & cara pengoperasian yang berbeda, sehingga manajemen operasional tempur menjadi sangat tidak ringkas dan tidak praktis. Maka ketika Jerman melancarkan Blietzkrieg, pontang pantinglah Perancis sehingga dapat digulung Jerman hanya dalam 3 hari.
Nampaknya negara-negara barat & Rusia berkaca pada pengalaman Perancis itu sehingga mereka merampingkan variasi-variasi dalam alat-alat tempurnya, demi tercapainya manajemen tempur yang efektif dan efisien yang pada akhirnya menunjang kemampuan durasi/ketahanan tempur.
grippen-ng-pic
Kalau tidak mengambil Gripen apakah KFX/IFX bisa diandalkan ?

Nowyoudont:
Bagi saya pribadi sampai saat ini, sepertinya program IFX adalah program “belajar”, bukan program pemenuhan kebutuhan. Hasilnya tidak bisa dilihat seketika melainkan 10-20 tahun ke depan, jumlahnya juga tidak signifikan.
100% mandiri rasanya kecil kemungkinan di jaman sekarang apalagi masa depan, pasti selalu ada komponen-komponen dari luar yang bisa diembargo. Untuk memperkecil kemungkinan itu ada beberapa jalan yang bisa dipertimbangkan. Misalnya memilih sumber teknologi tersebut (katakanlah, Russia dan China), serta faktor politik/ekonomi.
Untuk memenuhi kebutuhan pespur, kita masih tetap butuh produk luar. Tapi walau bagaimanapun program IFX harus terus berlanjut, banyak manfaat yang bisa didapat walau dari 1,5 miliar USD :D , tapi hendaknya kita tetap realistis memandang proyek ini. Saya yakin pemerintah juga punya Plan B dan C.
Sebagai perbandingan, belum lama ini Singapura mengeluarkan dana 2,4 miliar USD hanya untuk upgrade pesawat saja.

Alugoro:
Saya hanya mengingatkan bahwa janganlah terlalu berharap berlebihan dari kfx. Tempatkan pada tempat yang sewajarnya. avionik dan radar di kfx saja belum bisa dibikin oleh Korea Selatan. Apalagi sampai mission system dan detail-detil yang lain.
Di KFX setidaknya kita punya pengalaman dari nol tentang filosofi dan design pespur. Bermodal itu bisa dilakukan penyesuaian untuk desain dengan skema multi sourcing. Hanya saja apakah produsen avionik dan radar dan hal-hal lain mau berbagi source codenya ?. Itu pertanyaan besar di kita ?. Perkembangan pespur semakin hari lebih banyak ditentukan oleh desain dan avionik (electronis & software)nya. Mesin ya masih tetap sama paling banter ber tvc. Mau ToT mesin ? resiko lebih besar dengan dana jauh lebih besar dibanding pespurnya sendiri. lebih baik bersikap realitis.

Kalau KFX/IFX belum bisa dijadikan pegangan dalam waku menengah, seberapa strategiskah pengadaan Grippen atau Typhoon ?

Donnie:
Konsepnya begini:
Plan A.
Air force : Disadur dari komentar bung Nowyudon :
1. Su-35SI Super Flanker : 64 = $5.1 bn USD
2. JAS-39 Gripen NG: 44 = $4.8 bn USD
3. EF Typhoon (refurbished+new): 36 = $3.5 bn USD
4. Su-34 Fullback: 48 = $2.4 bn USD
5. Erieye: 10 $1.3 bn USD
Total AU = $ 17.1 bn USD dapet= 202 unit.
Plan B.
Alokasi anggaran grippen + typhoon dialihkan ke keluarga flanker :
1. Su-35 $79 = 64+60 = 124 Su-35
2. Su-34 $50 = 48+70 = 118 Su-34
3. Erieye tetap 10 unit
Total AU = $ 17.1 bn USD dapet= 262 unit
Kita asumsikan data di atas itu valid dan akan terealisasi, tapi mari kita lihat sebagai berikut :
- Jadual IFX masuk produksi 2020-2025 (kemungkinan),
- Kebutuhan Kuantitas Pespur.
- Resiko kepemilikan Pespur yang beragam.
- Manfaat lebih dari Pespur itu sendiri
- Beban biaya maintenance jangka Panjang.
- Kombinasi Pespur FPDA: F-35, F-18, F-15, F-16
Berdasarkan spesifikasi Su-35 yang lebih superior dibanding Typhoon dan Gripen, sementara kebutuhan Workhorse sebetulnya masih tercukupi dgn kehadiran F-16 Hibah, F-5, Hawk 209 dan lain-lain.
Kalaupun harus berperang dengan China, lantas apa yang diharapkan dari keberadaan Typhoon dan Gripen jika kalah dalam air superiority ?
Kalau saya diberikan pilihan, baik kondisi perang atau damai, dengan dana anggaran yang sama, maka saya pilih plan B, lebih gahar dan menghasilkan kuantitas yang lebih banyak.

One:
Pengadaan super flanker 200 unit dalam 5-7 tahun, sangat sulit. karena negara produsen flanker juga tengah melakukan penambahan kekuatan matra udara mereka, dan produsen pun memiliki banyak order dari negara lain disaat yang sama.
Sekalipun melalui joint produksi tentunya butuh persiapan infrastruktur dan SDM, khususnya SDM kita masih perlu kesiapan tenaga dan keahlian tersendiri, tentunya akan memakan waktu yang cukup lama.
Pola pengadaannya selalu mix antara bekas dan baru, tentunya berpengaruh nantinya dalam time frame pemakaian secara berkala dan bertahap keluar dari inventory, di sisi lain juga melihat perkembangan IFX.
Bicara deterence, sekalipun pespur dengan list gado-gado di atas, saya yakin juga bikin gentar siapapun khususnya negara tetangga jika dalam waktu 5-7 tahun ke depan, Indonesia memiliki tambahan 200 unit pespur baru lengkap dengan teknologi dan mengadopsi doktrin tempur baru.
Posisi Indonesia adalah mengejar ketertinggalan kuantitas tapi sebisa mungkin dipenuhi dalam waktu yang singkat dan juga terus mendorong persiapan industri dalam negeri, sehingga muncullah program percepatan.
Di tahun 2025 kelak, produk pespur generasi baru misalnya PAKFA, F35, J22 atau bahkan KFX akan sudah dalam kondisi persaingan di level market. Sehingga di saat itu Indonesia dengan program IFX diharapkan cukup siap secara teknologi dan SDM bersaing dalam hal pembangunan kemandirian militer, bisa melalui skema joint production skala raksasa ataupun meningkatkan kemampuan IFX menjadi setara dengan produk lainnya.
Terlihat jelas gambaran rencana pengadaan pespur yang aneka ragam adalah situasi sekitar Indonesia 2020. Dengan membeli ke berbagai produsen pesawat maka untuk memenuhi kuantitas minimum misalnya 200 pesawat baru dalam kurun waktu 5-7 tahun akan lebih mudah dibanding mengandalkan satu produsen saja. dan akan berubah situasinya kelak jika KFX/IFX berhasil terbang dan memenuhi harapan.
Memang selalu jadi hal yang menakutkan, masalah maintenance, logistik dan sparepart, akan seperti apa. Namun jika saya sebagai pihak TNI maka mau tidak mau opsi ini yang harus diambil, karena memang jelas secara kuantitas jumlah unit masih minim dan semakin kuatnya potensi konflik di sekitar NKRI. Apalagi dengan diharuskannya syarat ToT dalam setiap kerjasama dengan asing, maka Indonesia akan punya banyak source teknologi sekaligus SDM yang komplit untuk menuju kemandirian alutsista nasional.

Awan:
Riset dan pengembangan diperoleh dengan biaya cukup besar dan waktu yang tidak sebentar. Mungkin tidak banyak yang bisa kita lakukan bila waktu tidak mencukupi bila sudah diambang perang.
Ibaratnya berapa persen puzzle yang mampu kita buat saat musuh sudah datang ?. Menyiasati hal itu, alangkah baiknya pemerintah membuat skala prioritas riset yang diperoleh dari ToT. Skala prioritas ini pun juga bisa digunakan untuk mendukung pengembangan alutsista lain.
Misal pengetahuan mesin dan radar akan membantu penguasaan teknologi roket dan uav yang sudah dirintis. Proyek KFX/IFX maupun ToT dari manapun layak untuk disambut apabila sudah sesuai prioritas. Keterbatasan memang bagus untuk mencari jalan keluar. Seperti saat Perancis mengembargo pesawat Israel, akhirnya Mossad mencuri blueprint Mirage langsung dari kantor di Perancis.

Alugoro:
Waktu kita hanya sedikit, hanya enam tahun sebelum China lebih agresif lagi dan Australia cs lebih menekan lagi karena memaksa kita berpihak penuh kepada mereka. Target China 2020 adalah Taiwan bergabung dengan mainland secara sukarela seperti Hongkong.
Kabarnya rakyat Taiwan tidak ada keberatan hanya di kalangan tentara saja yang belum setuju. jika flashpoint muncul di tahun 2020 aset kita apa ?. Semoga kita siap.

Minggu, 23 Februari 2014

FLIR SAFIRE III: Penjejak Berbasis Thermal Andalan CN-235 220 MPA TNI AL

safire
Seperti telah disinggung di artikel sebelumnya, bahwa pesawat Patmar (patroli maritim) terbaru milik Puspenerbal TNI AL, yakni CN-235 220M NG (next generation) TNI AL dibekali dua teknologi sensor unggulan, yaitu radar intai Ocean Master 400 buatan Thomson CSF dan perangkat FLIR SAFIRE III. Bila serba serbi Ocean Master 400 telah kami ulas di artikel terdahulu, kini giliran sosok FLIR di CN-235 MPA (maritime patrol aircraft) yang menarik dikupas lebih dalam.
FLIR adalah kependekan dari istilah Forward Looking Infra Red, dan sudah lumayan familier disebut-sebut dalam istilah dunia kemiliteran. FLIR digadang sebagai sebuah terobosan bagi pencitraan guna mengenali identitas suatu target dalam kondisi keterbatasan pengamatan visual. Dengan mencangkong kemampuan kamera infra red dan thermal imaging, operasi militer dapat dilakukan dengan akurasi tinggi meski dilakukan pada malam hari, bahkan dengan asupan sensor panas, sosok target dapat tergambar secara detail.
tpl2
FLIR SAFIRE III ditempatkan di belakang radar belly dome Ocean Master 400.
FLIR SAFIRE III juga pas disematkan pada helikopter.
FLIR SAFIRE III juga pas disematkan pada helikopter.
Tapi lepas dari definisi dan kemampuan teknologi FLIR, sejatinya FLIR adalah nama suatu perusahaan di AS yang fokus pada bisnis teknologi pengindraan dan pengembangan perangkat pertahanan. Adopsi FLIR bisa dibilang sudah cukup luas oleh beragam matra. Selain populer dipasang di jet tempur, helikopter dan kapal patroli, FLIR juga menjadi perangkat intai unggulan di setiap pesawat patmar. Dalam konteks pesawat intai di lingkungan TNI, FLIR sudah disematkan mulai dari CN-235 220 MPA TNI AU, NC-212 200 MPA TNI AL, hingga pesawat intai nirawak (UAV) Wulung yang buatan Dalam Negeri.
Wujud FLIR pada pesawat atau helikopter umumnya serupa, berupa modul multi kamera dan sensor yang dapat berputar 360 derajat. Tapi untuk urusan kinerja, FLIR punya beragam varian yang punya performa berbeda. Penempatan FLIR pun tak sama di setiap wahana. Ambil contoh di NC-212 200 MPA, FLIR yang berbentuk bulat ditempatkan dibawah hidung radar (nose dome). Sebaliknya di CN-235 MPA, modul FLIR ditanam dibawah body pesawat. Dengan penempatan FLIR di perut pesawat, maka sudut pandang pada permukaan yang bisa dijangkau menjadi luas tanpa adanya hambatan.


FLIR SAFIRE III
Selain membantu identifikasi sasaran dalam kegelapan, terobosan terbaru FLIR juga memungkinkan identifikasi dilakukan dari ketinggian terbang yang maksimum, hal ini pastinya berguna dalam pola operasi, pesawat intai tak harus terbang rendah untuk mendekati sasaran. Artinya secara umum, teknologi pengindraan ini dapat menghemat konsumsi bahan bakar pada pesawat. Bila NC-212 200 MPA dan CN-235 220 MPA TNI AU menggunakan Chilo FLIR buatan Thales Optronique. Maka CN-235 220 NG MPA TNI AL sudah dibekali perangkat FLIR yang lebih maju, yaitu mengadopsi FLIR SAFIRE III.
Beberapa sumber menyebutkan, FLIR SAFIRE III di CN-235 MPA TNI AL sudah dapat mengidentifikasi kapal-kapal nelayan pada ketinggian 13.000 kaki (setara 4 km). Dalam modull FLIR SAFIRE III atau disebut sebagai gyro-stabilized EO (electro optical)/IR (infra red) systems, dapat membawa hingga 7 perangkat sensor, terdiri dari thermal imager dengan 71x zoom, color zoom camera, spotter scope, low light camera, laser rangefinder, dan digital IMU/GPS. Modul bekerja dalam 5 axis stabilization, selain dapat berputar 360 derajat, modul FLIR dapat memainkan sudut elevasi mulai dari +30 derajat hingga -120 derajat.
Konsol kendali beragam sensor FLIR
Konsol kendali beragam sensor FLIR
Pola gerakan gyro-stabilized FLIR
Pola gerakan gyro-stabilized FLIR
Hasil pencitraan lewat thermal
Hasil pencitraan lewat thermal
FLIR SAFIRE III punya bobot 44 kg dengan dimensi 380 x 450 mm. Karena merupakan perangkat dengan paduan sensor sensitif, FLIR SAFIRE III hanya dapat dioperasikan dalam kondisi ideal, yaitu -40 sampai 55 derajat Celcius.
Meski kondang dalam istilah militer, FLIR juga punya andil besar dalam kegiatan sipil. Sebut saja dalam pencarian titik panas (hotspot) saat kebakaran hutan dan mencari orang yang hilang di hutan. Dalam misi militer, FLIR kerap digunakan untuk proteksi pada VIP, menetralisir posisi sniper, pengintaian di padang pasir, intai di lautan saat gelombang tinggi, dan masih banyak lainnya. Kabarnya, lebih dari 500 FLIR SAFIRE III kini telah terpasang diberagam wahana. (Gilang Perdana)

KRI Cucut 866: Bukan Kapal Patroli Biasa

Kri_Cucut
Di sepanjang bulan Februari ini, tensi politik antara Indonesia dan Singapura cukup memanas, lantaran pemerintahan Negara Pulau itu protes atas penamaan salah satu korvet terbaru milik TNI AL, yakni KRI Usman Harun 359. Bahkan sampai ada usulan untuk melarang kapal tersebut melintasi perairan Singapura. Reaksi yang cukup keras ke pihak Singapura pun banyak dilontarkan pihak-pihak dari Dalam Negeri.
Dalam tulisan kali ini, kami tidak ingin mengulas alasan atau latar belakang protes Singapura tersebut, karena kami yakin para pembaca sudah banyak tahu dari pemberitaan, yang jelas bagi kita sebagai bangsa Indonesia, Usman dan Harun adalah pahlawan nasional. Nah, terlepas dari sepak terjang dan pasang surut hubungan antar dua negara bertetangga, sejatinya kerjasama militer Indonesia dan Singapura cukup erat. Selain ada beberapa alutsista TNI yang dibeli dari Singapura, kerjasama erat juga telah dilakukan dalam skema latihan militer dan patroli bersama pengamanan di Selat Malaka.

KRI Cucut 866 – From Singapore to Indonesia
Sebagai bukti eratnya hubungan Indonesia dan Singapura, pada tanggal 12 September 2002, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) saat itu, Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh di di Dermaga Kolinlamil, Tanjungpriok, Jakarta Utara meresmikan dua KRI, yakni KRI Cucut 866 dan KRI Leusuer 924.
RSS Jupiter
RSS Jupiter

KRI Leuser-924 PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari adalah Kapal Tunda Samudera terbesar di Asia Tenggara, dengan panjang 71,50 meter dan berkecepatan 15,20 knots, memiliki kemampuan multifungsi di antaranya sebagai kapal angkut pasukan berkapasitas 120 orang, serta digunakan sebagai kapal hidrografi.
Sementara KRI Cucut 866 yang merupakan eks RSS (Republic of Singapore Ship) Jupiter yang dibibahkan pemerintah Singapura, KRI Cucut adalah jenis kapal patroli cepat dengan panjang 35,8 meter yang punya kecepatan 15 knots. Kapal patroli ini masuk dalam armada Satuan Patroli (Satrol) Komando Armada Barat (Armabar). Untuk persenjataannya memang tidak sangar, karena di dapuk paling banter untuk melawan perompak dengan kanon Oerlikon kaliber 20 mm serta dua pucuk SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm.
Meski setelah di Indonesia, perannya lebih dikedepankan sebagai peronda laut, tapi menurut informasi dari The Naval Institute Guide to Combat Fleets of The World 15th Edition, selama menjadi RSS Jupiter, kapal yang dibuat oleh Singapore Technologies Marine, Jurong – Singapura ini punya fungsi sebagai diving tender, alias kapal untuk mendukung tugas-tugas penyelaman. Kibisaan kapal dengan bobot 170 ton ini pun ada beragam, diantaranya membersihkan rute survei dari bahaya ranjau, sampai operasi penyelamatan (SAR).
RSS Jupiter
RSS Jupiter

Untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan ranjau, RSS Jupiter dibekali side scan high resolution sonar dan underwater data logging system and precision navigation equipment. Sementara untuk mendukung fungsinya sebagai diving tender, kapal ini dibekali ruangan dekompresi untuk dua penyelam, dan dua kompresor bertekanan tinggi. Mendukung tugas penyelaman, kapal ini juga dapat membawa perahu karet dengan muatan 10 personel. Guna memindahkan perahu karet dan tugas loading, terdapat sebuah crane yang sanggup menopang beban 1,5 ton. Kabarnya desain teknologi diving tender pada kapal ini dirancang oleh tim dari Jerman.
Tapi tidak ada informasi, apakah kelengkapan kapal sebagai diving tender dan beragam perangkat sonarnya juga ikut diserahkan oleh Singapura ke Indonesia. Maklum, sebagai barang hibah, biasanya tidak semua senjata atau instrumen dibawa dari negara asal. Sebut saja seperti saat KRI Badau 841 dan KRI Salawaku 842. Kedua kapal cepat hibah dari Brunei Darussalam ini harusnya masuk ke dalam Satuan Armada Kapal Cepat (Satkat), tapi karena diterima sudah tidak dengan kelengkapan rudal MM-38 Exocet, kedua kapal kemudian dialihkan sebagai armada Satrol TNI AL. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi KRI Cucut 866 (RSS Jupiter)
Galangan : Singapore Technologies Marine, Jurong – Singapura
Berat : 170 ton
Dimensi : 35,8 x 7,1 x 2,3 meter
Radar : Decca 1226 Nav
Mesin : 2 Deutz MWM TBD 234 V12 diesel – 2 propeller – 1.360 bhp
Elektrik : 345 Kw
Senjata : 1 kanon Oerlikon 20 mm dan pucuk SMB 12,7 mm
Awak : 5 perwira, 28 ABK dan penyelam

Panglima TNI Berkunjung ke China


Chinese Marine Corps
Chinese Marine Corps

Di tengah meningkatnya ketegangan antara Indonesia dengan negara tetangga dekatnya, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Moeldoko dijadwalkan mengunjungi China pekan depan dan diagendakan mencakup pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping.
Jenderal Moeldoko mengatakan kepada The Jakarta Post, dia dijadwalkan bertemu dengan Menteri Pertahanan Nasional China Jenderal Chang Wanquan dan juga Kepala Staf Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), Jenderal Fang Fenghui.
Panglima TNI menambahkan, pertemuan juga dilakukan dengan Xi Jinping, yang juga Ketua Partai Komunis China. Prosesnya sedang diatur namun belum terkonfirmasi.
“Topik besar kami adalah bagaimana mengembangkan kerjasama militer antar kedua negara,” ujar Panglima TNI.
Jenderal Moeldoko akan berangkat hari Minggu dan kembali Jumat malam. Menurutnya, Indonesia sedang mengincar industri militer China yang kuat sebagai mitra potensial di masa depan. Panglima TNI akan membahas penggunaan persenjataan dari China, untuk memenuhi arsenal TNI.
Kunjungan ini tidak luput dari agenda membahas upaya menciptakan stabilitas di Laut China Selatan. Moeldoko menekankan perlunya upaya menghadirkan situasi yang positif bagi semua pihak di wilayah Laut China Selatan.
China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan sebagai wilayah mereka yang nota bene juga diklaim negara lain: Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan. China juga mengklaim bagian dari Kepulauan Natuna Indonesia.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko (photo:Kompas.com)
Panglima TNI Jenderal Moeldoko (photo:Kompas.com)

Mengomentari rencana kunjungan itu, pakar hubungan internasional Yeremia Lalisang mengatakan, Indonesia harus hati-hati dan mempertimbangkan setiap langkah yang diambil, karena Indonesia dihormati di kawasan dan telah menjalankan peran sebagai mediator yang jujur untuk kasus Laut China Selatan.
Bisa saja negara lain menafsirkan kunjungan ini sebagai upaya membentuk aliansi Jakarta Beijing.
“Dengan posisi saat ini, kunjungan seperti itu tidak akan dilihat (oleh negara lain) sebagai kunjungan biasa,” ujarnya.
“Sejak Indonesia mengijinkan kapal perang China melewati perairannya setelah latihan militer di dekat Australia, kunjungan ini akan ditafsirkan sebagai bukti lebih lanjut dari kedekatan antara Jakarta dan Beijing”.
Semakin eratnya hubungan Indonesia China bisa dipandang sebagai ancaman terhadap kepentingan AS dan sekutunya, seperti Australia dan Filipina. Oleh karena itu, Jakarta haruslah hati-hati dan menyadari implikasi dari kunjungan tersebut, ujar Yeremia.
Sementara, Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia Edy Prasetyono mengatakan, kunjungan itu tidak boleh dipandang sebagai ancaman oleh negara ASEAN lainnya.
“Sebaliknya, Indonesia justru berada dalam posisi untuk meyakinkan China, agar tidak selalu berada dalam konflik dengan negara ASEAN lain, atas isu Laut China Selatan: Hal itu tidak akan menguntungkan bagi China,” ujarnya.
“Jika China ingin menjadi negara adidaya, mereka harus menyadari kepentingannya secara global dan isu Laut China Selatan, hanyalah bagian dari itu. Tidak ada gunanya mengambil sikap konfrontatif”.
Edy Juga mengatakan, sudah saatnya Indonesia memformulasikan hubungannya dengan China, dan seharusnya kedua negara negara bisa menjadi pilar di wilayah, bersama dengan India dan Australia.
TNI juga diminta untuk menggali lebih dalam potensi kerjasama industri pertahanan dengan China.(thejakartapost.com).

Roket RX 550 Lapan Kerjasama dengan Ukraina


Roket RX 550 LAPAN
Roket RX 550 LAPAN (photo: Okezone.com)

Setelah beberapa kali gagal, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) berencana meluncurkan kembali roket RX 550. Untuk mencapai keberhasilan ini, Lapan bekerjasama dengan National Space Agency of Ukraine (NSAU) dalam pengembangan nosel termasuk di dalamnya kesepakatan untuk proses alih teknologi.
Saat berbincang dengan Kapusroket Lapan, Dr. Rika Adiarti mengaku kerjasama dengan NSAU sudah berlangsung sejak 2012. Saat ini tim Lapan bersama NSAU sedang merperbaiki tabung motor dan nosel roket RX-550 yang gagal pada beberapa kali percobaan.
“Untuk desain tetap dari kami. Mereka membantu pengembangan lainnya,”
Bahan baku untuk roket pun sudah dipersiapkan dan direncanakan roket RX-550 akan diuji statis kembali pada semester 2 tahun 2014. Untuk sementara, nosel dan tabung roket akan diuji terlebih dahulu menggunakan roket yang lebih kecil seperti RX-420 ke bawah.
Sayangnya, saat ini alat-alat yang dipakai Tim Lapan sudah banyak yang tidak layak. Berbeda dengan dengan di NSAU, Rika mengaku tim Ukraina sangat dibantu pemerintahnya melalui anggaran yang besar, fasilitas yang memadai dan alat-alat bagus.
RX 550 Lapan
RX 550 Lapan

Meski kepedulian pemerintah dalam Research and Development (R&D) peroketan belum maksimal, Rika bersama tim optimis bisa mengharumkan nama bangsa melalui RX-550.
“Anggaran belum maksimal Mas. Banyak alat-alat yang harus diganti. Ada beberapa peralatan yang harganya mahal. Tim kita yang di Ukraina banyak belajar dengan teknologi yang lengkap di sana. Tapi kita tetap yakin roket ini akan berfungsi untuk negara kita,”
Apakah roket ini akan digunakan juga untuk pembuatan rudal balistik?. Saat ini tim Lapan menurut Rika, masih mengembangkannya. Mereka akan tetap fokus untuk keberhasilan roket. Masalah penggunaan roket, bisa dibahas setelah roket RX-550 berhasil meluncur.
“Apakah akan digunakan untuk pertahanan negara atau pengorbit satelit, kita belum tahu. Karena fokus kita untuk keberhasilan roket karya anak bangsa ini,”
Roket RX-550 Lapan
Roket RX-550 Lapan

RX-55- adalah roket berdiameter 550 mm dengan panjang 6 meter dan merupakan penyempurnaan dari roket sebelumnya yakni RX-420. Roket berbahan bakar hydroxyl toluen poly butadiene (HPTB) ini dapat mencapai ketinggian 150 km dan daya jangkau di atas 200 km. Untuk pengembangannya, roket ini didanai sebesar Rp. 5 milliar.
Pada tahun 29 September 2012 silam, RX-550 diuji statis di stasiun pengamatan dirgantara Lapan, Pameungpeuk, Garut – Jawa Barat. Sayangnya, uji statis ini mengalami masalah pada desain struktur nosel tidak kuat menahan tingginya suhu pembakaran dan berakibat lepasnya material nosel sebelum pembakaran propelan. (written by Jalo)

JKGR.