Kamis, 20 Februari 2014

PTDI Siap Garap Proyek Pesawat R80 Rancangan BJ Habibie

http://images.detik.com/content/2014/02/18/1036/155301_habibie55320.jpg  
Jakarta -PT Dirgantara Indonesia (PTDI) siap menjadi pihak kontraktor pengembangan pesawat R80 yang merupakan rancangan mantan Menristek BJ Habibie. Habibie melalui PT Regio Aviasi Industri (RAI) bekerjasama dengan PTDI melakukan persiapan pengembangan R80.

Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI Andi Alisyahbana mengatakan fase pertama proyek ini adalah tahap konfigurasi. Pada tahap ini akan dipastikan soal jumlah penumpang karena menyangkut segmen pasar.

"Pertama konfigurasi, yaitu menentukan jumlah penumpang, apakah sayap mau atas bawah. Rasanya akan menuju 80 penumpang," katanya usai acara penyerahan helikopter Dauphin pesanan Basarnas di Lanudal Pondok Cabe Tangerang Selatan, Selasa (18/2/2014).

Andi menjelaskan, dari sisi pasar untuk pesawat R80 belum memiliki pesaing. Saat ini, tidak ada produsen pesawat di dunia yang bermain pada kelas 80 penumpang.

"Kalau ATR juga kapasitasnya nggak sampai 80 orang. Kita masuk di pasar yang belum ada pemainnya," terangnya.

Selanjutnya, pada fase kedua PTDI dan PT RAI akan masuk ke tahap desain awal. Targetnya prosesnya dimulai tahun 2015.

"Habis itu, preliminary design, bentuknya nanti mau gimana. Itu Insya Allah kita mulai tahun depan, karena ini tergantung dana," jelasnya.

Tahap terakhir, PTDI dan PT RAI akan memasuki fase terberat yaitu detail design. Fase ini nantinya akan masuki tahap pembuatan purwarupa (prototype) hingga sertifikasi pesawat. Pesawat N250 menurutnya telah berwujud prototype namun belum mengantongi sertifikasi kelaikan terbang dari lembaga internasional.

"Paling berat nanti detail design, nanti membuat prototype," jelasnya.

Harapannya pesawat baling-baling bermesin turboprop ini bisa dijual ke publik mulai tahun 2020. Namun syaratnya proses pembiayaan pengembangan pesawat ini berjalan lancar.

"Kalau nanti R80 jadi, yang penting pendanaan, kalau PTDI siap semuanya. Kalau dengan RAI berarti dari swasta, mereka pemilik program, kami sebagai kontraktor saja," jelasnya.

Seperti diketahui, Mantan Presiden BJ Habibie memiliki keinginan dan mimpi besar memajukan industri dirgantara di Tanah Air.

Habibie sempat menerbangkan pesawat asli buatan Indonesia yaitu N250, namun dalam proses pengembangan dan menuju sertifikasi gagal karena proyeknya dihentikan atas rekomendasi IMF. Ia masih menjaga mimpinya untuk melihat pesawat asli buatan anak bangsa terbang dan digunakan maskapai tanah air dan dunia, dengan membuat R80.

Tidak Mungkin Mengandalkan Mesin Tempur Itu Itu Saja


PT Pindad Bandung mengerjakan Panser Anoa pesanan TNI AD (photo: viva.co.id)
PT Pindad Bandung mengerjakan Panser Anoa pesanan TNI AD (photo: viva.co.id)

Pemerintah berpikir keras guna mempercepat peningkatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk keperluan pertahanan Indonesia. Kementerian Pertahanan telah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) demi menggenjot produksi alutsista mutakhir buat mengganti mesin tempur uzur.
Menurut staf ahli kelembagaan bidang kerjasama Kementerian Pertahanan, Zilmi Karim, pemerintah telah membidik sepuluh pengadaan alutsista dari berbagai jenis. Antara lain kapal selam, program pesawat tempur KXF-IXF bekerjasama dengan Korea Selatan, tank kelas menengah, panser amfibi, propelan atau bahan bakar roket dan rudal, radar, amunisi kaliber besar, satelit pertahanan, dan pesawat tempur tanpa awak (unmanned combat air vehicle-UCAV) atau kerap disebut drone.
“Tapi, fokus Komite Kebijakan Industri Pertahanan yaitu kapal selam, propelan, program KFX-EFX, medium tank, radar, dan alat komunikasi,” kata Zilmi dalam jumpa pers di kantor Kementerian Pertahanan, Rabu (19/2/2014).
Guna memenuhi kebutuhan itu, Kementerian Pertahanan menunjuk lima Badan Usaha Milik Negara yang bakal menjadi pimpinan pengadaan alutsista buat tiap-tiap angkatan. BUMN yang digandeng itu adalah PT PAL buat melayani pengadaan alutsista matra (medan) laut, PT Pindad buat menyediakan alutsista matra darat, serta PT Dirgantara Indonesia diminta menjadi pimpinan proyek alutsista matra udara.
Sementara dua lainnya, yakni PT LEN Industri akan menyediakan perangkat elektronik dan PT Dahana akan menyiapkan bahan dan hulu ledak. Meski begitu, dalam pengadaan alat tempur matra darat, laut, dan udara masih dilakukan dengan cara kerjasama operasi dengan pihak luar.
Zilmi menegaskan, semua pengadaan alutsista harus melewati persetujuan lima BUMN. Hal itu harus dilakukan karena dalam undang-undang dan peraturan presiden tercantum tiga syarat pengadaan alutsista. Yaitu imbal dagang, transfer teknologi, dan penggunaan kandungan atau komponen lokal dalam tiap mesin perang.
Kopassus dengan MP5
Kopassus dengan MP5
Jika mampu membuat mesin tempur secara mandiri, Indonesia tidak lagi dipandang hanya sebagai pengguna. Syarat keharusan penggunaan komponen lokal juga akan memacu pertumbuhan industri dalam negeri.
Untuk urusan peswat tempur KFX/IFX, Kementerian Pertahanan menargetkan jika tak ada halangan purwa rupa jet tempur kolaborasi dua negara itu bakal selesai dalam waktu 10 tahun. Seementara kapal selam produksi dalam negeri ditargetkan meluncur tahun 2018.
Sementara itu, Ketua Harian KKIP, Laksamana (Purnawirawan) Sumarjono, menyatakan memberdayakan industri pertahanan dalam negeri adalah amanat undang-undang. Dia mengakui, kondisi saat ini mendesak Indonesia melakukan peningkatan mesin tempur guna menjaga kedaulatan wilayah negara yang amat besar.
Luas wilayah Indonesia yang membentan hingga lima juta kilometer persegi, dengan garis pantai lebih dari 81 ribu kilometer sangat sulit diawasi jika hanya mengandalkan mesin tempur yang itu-itu saja. Itulah alasan mengapa negara lain gemar mengintimidasi Indonesia dengan sesekali melanggar batas negara.
“Kita juga harus mengelola zona ekonomi eksklusif. Kalau diambil negara lain kita cuma bisa gigit jari. Makanya kita harus punya kemampuan alutsista yang besar,” kata Sumarjono.
Dari sembilan titik strategis di dunia, lima di antaranya terletak di wilayah Indonesia. Maka dari itu, guna mempertahankan kedaulatan wilayah, tak bisa dipungkiri penguatan mesin tempur menjadi faktor penting. 

Indonesia Darurat Kapal Selam


chang_bogo_class_l1
Kapal Selam Chang Bogo Class (photo: military-today.com)

Kementerian Pertahanan Indonesia bergegas membenahi dan memperbarui berbagai alat utama sistem persenjataan yang kurang dan sudah dimakan usia. Penambahan unit kapal selam salah satu target yang dibidik oleh Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
Staf Ahli Kementerian Pertahanan bidang kerjasama dan hubungan kelembagaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Zilmi Karim, mengatakan, saat ini Kementerian Pertahanan dengan PT PAL sedang menyiapkan galangan buat pembangunan kapal selam. Jika modal dari pemerintah sudah cair, maka pembangunan kapal selam dimulai tahun depan.
“Kapal selam PT PAL direncanakan masuk tahap produksi pada 2015, dan diperkirakan selesai November 2018,” ujar Zilmi di Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Produksi kapal selam dilakukan dengan cara kerjasama operasi dengan perusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Kontrak antara pemerintah dengan Daewoo sudah diteken sejak 2011 dengan nilai USD 1,07 miliar. Indonesia memesan tiga kapal selam dari Daewoo, dua dibangun di Korea Selatan, dan satu akan dibuat di PT PAL di Surabaya, Jawa Timur.
Maksud pembangunan satu kapal selam di tanah air itu supaya terjadi alih teknologi. Hal ini sudah tercantum dalam undang-undang dan peraturan presiden yang mewajibkan tiga syarat dalam pengadaan mesin tempur. Yakni alih teknologi, penggunaan kandungan dan komponen lokal, serta imbal dagang.
Zilmi melanjutkan, melalui rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, pemerintah sepakat membenamkan tambahan modal sebesar USD 250 juta dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Pengubahan buat membantu pembangunan galangan kapal itu. Jika tidak meleset, April mendatang dana itu bakal cair.
Meski begitu, banyak pihak meragukan kemampuan PT PAL membangun kapal selam itu. Tetapi Zilmi pasang badan. Menurut dia, yang mesti dikhawatirkan bukan kemampuan PT PAL, tapi justru ketepatan pencairan dana pembangunan fasilitas.
“Pembangunan fasilitas itu sudah dimulai sejak 2011. Sumber daya manusia sudah ditatar dan peralatan sudah disamakan. Dalam pembangunan galangan kita juga menggandeng konsultan dari Korea Selatan biar sama. Yang membangun fasilitas juga kontraktor. Jadi jangan menyalahkan PT PAL,” ujar Zilmi.
chang_bogo_class_l3
Kapal Selam Chang Bogo Class (photo: military-today.com)

Membangun Kemandirian
Pemerintah mesti merogoh kocek USD 1,07 miliar buat tiga kapal selam buatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME), Korea Selatan. Meski satu dari tiga kapal selam akan dikerjakan di tanah air, tetap saja terasa berat. Itu baru tiga, sedangkan Indonesia minimal butuh sembilan unit lagi buat menjaga kawasan perairan dari penyusupan negara lain.
Meski begitu, pemerintah berkeras membangkitkan industri alat tempur dalam negeri, salah satunya kapal perang dan kapal selam, dengan tujuan supaya mandiri. Meski dengan jalan kerjasama operasi, pemerintah optimis banyak keuntungan diraih negara, jika berhasil melakukan alih teknologi. Syukur jika bisa melakukan ekspor senjata dan mesin tempur.
“Berapa banyak devisa negara yang keluar kalau hanya mengimpor alutsista? Satu kapal selam saja harganya Rp 3 sampai 4 triliun. Kalau industri dalam negeri mandiri, kan bisa ada pemasukan pajak. Industri lain juga tumbuh,” ujar Zilmi.
Supaya proses alih teknologi berjalan lancar pemerintah mengirim 206 tenaga ahli Indonesia buat belajar langsung teknik pembuatan kapal selam ke Korea Selatan. Dalam rombongan itu juga terselip perwakilan akademisi dari Institut Teknologi Surabaya.
Indonesia darurat kapal Selam. Wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau dan dihubungkan laut yang membentang luas memiliki tantangan tersendiri dalam bidang pertahanan.

TNI AL Tinjau Armada Utara Rusia


Asrena KASAL, Laksda Ade Supandi (tiga dari kanan) dan delegasi Bersama Dubes RI Djauhari Oratmangun (tengah) di Moskow | Dok.KBRI Moskow
Asrena KASAL, Laksda Ade Supandi (tiga dari kanan) dan delegasi, bersama Dubes RI Djauhari Oratmangun (tengah) di Moskow | Dok.KBRI Moskow

Delegasi TNI AL yang diketuai Assisten Perencanaan (Asrena) Kasal Laksda TNI, Ade Supandi mengadakan kunjungan kerja ke Rusia, 9-15 Februari 2014. Kunjungan ini menindaklanjuti kunjungan kerja KASAL ke Rusia tahun 2013 dalam penjajakan peningkatan kerjasama pertahanan yang lebih erat antara Indonesia dan Rusia.
Menurut keterangan Sekretaris I Pensosbud KBRI Moskow, Lailal K Yuniarti, dalam kunjungan tersebut Laksda Ade Supandi dan delegasi antara lain Mengunjungi Armada Utara Rusia di Polyarniy, Murmanks, Federasi Rusia pada (10-12/2/2014) diterima langsung oleh Rear Admiral Oleg Golubev.
TNI AL Tinjau Kapal Selam Rusia (photo: kenyot10)
TNI AL Tinjau Kapal Selam Rusia (photo: Dok.KBRI Moskow)

Dalam kunjungan tersebut, delegasi meninjau kapal selam Kilo Class yang diharapkan akan dapat memperkuat Alutsista TNI AL.
”Delegasi TNI AL berkesempatan melihat berbagai kapal selam, baik yang sudah maupun yang belum dimodernisasi. Pihak Rusia menyampaikan harapan agar kapal selam yang di tawarkan kepada pihak Indonesia dapat  menjadi bagian dari kekuatan Alutsista TNI khususnya, TNI AL ”, ujar Yuniarti.
Selama di Rusia, Asrena KASAL Laksda Ade Supandi dan delegasi juga telah melakukan pertemuan dengan Dubes RI Moskow, Djauhari Oratmangun, guna membicarakan kerjasama Indonesia – Rusia di bidang militer di masa yang akan datang.

Mengapa Rusia Jadi Mitra?
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia perlu memiliki Angkatan Laut yang kuat. Dalam hal ini, sebagai negara dengan tingkat penguasaan teknologi yang tinggi, Rusia adalah mitra yang ideal. Selain itu, Rusia tidak menetapkan prakondisi politik apapun untuk penjualan senjata.
Hubungan kerjasama militer kedua negara tidak terbatas pada jual-beli persenjataan. Kedua negara juga melakukan latihan bersama mengatasi pembajakan laut.
TNI AL Tinjau Kapal Selam Rusia (photo: kenyot10)
TNI AL Tinjau Kapal Selam Rusia (photo: Dok.KBRI Moskow))

Sebagai catatan, sejak Indonesia dan Rusia menandatangani perjanjian Kemitraan Strategis di tahun 2003, hubungan kerjasama antara kedua negara semakin erat, tidak terkecuali di bidang pertahanan. Indonesia dan Uni Soviet  pernah memiliki hubungan yang sangat dekat setelah keduanya mulai menjalin hubungan diplomatik di tahun 1950. Pada waktu itu, Indonesia banyak membeli persenjataan dari Uni Soviet. Berkat dukungan militer tersebut, Angkatan Laut Indonesia menjadi yang kedua terkuat di Asia setelah RRT.
Walau demikian, hubungan erat tersebut tidak berlangsung lama. Akibat perubahan peta politik di Tanah Air, hubungan tersebut sempat membeku dan hanya mulai membaik di awal 2000-an ketika RI dan Federasi Rusia sebagai  successor state Uni Soviet kembali memperkuat hubungan dengan Indonesia, demikian Yuniarti melaporkan kepada PelitaOnline.com.(PelitaOnline.com).

Rabu, 19 Februari 2014

Kelebihan Helikopter Dauphin Made in Bandung


Helikopter Dauphin AS-365N3+ produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan Eurocopter telah dipakai pasukan penjaga pantai Amerika Serikat (AS) atau US Coast Guard. Helikopter ini memiliki beberapa keunggulan daripada helikopter sejenis.

"Ini biasa dipakai US Coast Guard," kata Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI Andi Alisyahbana usai acara penyerahan heli Dauphin pesanan Basarnas di Lanudal Pondok Cabe Tangerang Selatan, Selasa (18/2/2014).

Dauphin merupakan heli kelas medium dengan bobot 5 ton yang diproduksi bersama PTDI dengan Eurocopter. Helikopter ini dilengkapi alat canggih berupa radar cuaca dan sensor infra merah atau Forward Looking Infrared Camera.

Dengan peralatan canggih tersebut, Heli Dauphin mampu terbang dalam cuaca buruk dan bisa terbang saat malam hari untuk melakukan evakuasi.


"Ini juga dipasang oleh kita. Ada Weather Radar atau radar cuaca. Lalu hoist, alat komunikasi ke kapal juga bisa. Nanti juga akan dipasang namanya forward looking infrared camera. Itu kamera infra merah yang bisa deteksi panas. Kalau malam dia nggak bisa liat manusia tapi tubuh manusia kalau masih ada di air, kan ada panas jadi dia bisa terdeteksi," jelasnya.

Helikopter Dauphin yang dibandrol seharga US$ 12 juta atau sekitar Rp 120 miliar ini memiliki kemampuan untuk terbang stabil di atas laut atau air saat melakukan evakuasi menggunakan tali atau peralatan hoist (pengerek). Selain itu, helikopter ini dilengkapi dengan roda sehingga bisa berjalan saat mendarat.

"Helikopter (jenis) Bell nggak ada roda. Ini pakai roda. Keuntungan roda. Dia bisa jalan," jelasnya.
 
MIA. 

China Merupakan Ancaman Utama Australia

 
Australia sejak beberapa dekade lalu menyatakan bahwa musuh mereka akan datang dari Utara, oleh karena itu design pertahanan Australia lebih fokus diarahkan ke Utara. Australia membangun Over the Horizon Radar, yang mampu memonitor beberapa ribu kilometer kearah Utara, melewati batas wilayah Indonesia. Walaupun akurasi radar ini tidak tinggi, dalam sebuah sistem pertahanan udara, prinsip early warning merupakan kebutuhan mutlak. Kini Australia memutuskan akan membeli alutsista berupa pesawat tanpa awak MQ-4C Triton untuk intai maritim. Pada PD-II, akibat kegagalan sistem early warning, Amerika Serikat menderita kerugian yang besar,  sekitar 20 kapal-kapal perang dan 188 pesawat terbangnya rusak atau hancur, dan tercatat korban meninggal  2.403  jiwa saat Pearl Harbour diserang oleh AL Jepang.
Dalam peristiwa aktual yang terjadi akhir-akhir ini, Australia melakukan penyadapan dalam operasi pulbaket tertutup (spionase) terhadap beberapa sumber penting di Indonesia. Australia menurut mantan agen NSA/CIA Edward Snowden tergabung dalam kelompok 5-Eyes bersama AS, Inggris, NZ dan Canada. Pertanyaannya, apakah Indonesia merupakan ancaman hingga disadap? Ternyata bukan. Setelah diteliti secara ilmiah, ancaman utama Australia adalah China. Sebuah laporan dari Australian Strategic Policy Institute (ASPI) yang dikeluarkan pada hari Kamis (13/2/2014) dan ditayangkan media Autralia Newscom, menyatakan bahwa risiko terbesar bagi keamanan Australia di masa depan adalah kombinasi dari pertumbuhan ekonomi yang menakutkan dari China dan kemungkinan penarikan peran AS dari kawasan Asia Timur.
Skenario ASPI menyatakan bahwa dimasa mendatang, Australia akan lebih rentan terhadap agresi asing dibandingkan bentuk-bentuk  ancaman sejak tahun 1942. Laporan yang ditulis oleh ekonom AS David Hale dengan judul "China's New Dream," menggambarkan keajaiban perekonomian China. Hale tidak menyebutkan China sebagai agresor penyerang, tetapi memberikan gambaran kekhawatirannya dengan pertumbuhan luar biasa dari China dan adanya kemauan untuk menggunakan kekuatan militer yang tumbuh untuk mencapai tujuan-tujuannya. Ditegaskan oleh Hale, “The re-emergence of China as a great power will be Australia’s greatest foreign policy challenge during the 21st century."
Munculnya kembali China sebagai kekuatan besar di dunia akan menjadi tantangan kebijakan luar negeri terbesar Australia pada abad ke-21. Menurutnya, Canberra harus hati-hati menyeimbangkan pertumbuhan  hubungan ekonomi antara Australia dengan China disamping tetap berjalannya aliansi tradisional dengan AS . Ancaman utama terhadap tindakan penyeimbangan ini akan muncul  jika muncul masalah fiskal, dan Amerika dipaksa untuk memangkas pengeluaran bidang pertahanan sehingga  terpaksa  menarik diri dari kawasan Asia Timur.
Hale mengatakan, bahwa satu-satunya negara Asia yang mampu mengimbangi pertumbuhan China adalah India, karena itu disamping hubungannya dengan AS dan China, sebaiknya harus Australia menjaga serta  memelihara hubungannya dengan India.
Sebagai dampak pertumbuhan perekonomiannya, anggaran pertahanan China terus meningkat, terbesar kedua setelah AS. Tahun 2000, China (USD 22,2 milyar), dibandingkan AS (USD 166,2 milyar), tahun 2012, China (USD 166,2 milyar), AS (USD 660 milyar).
Laporan juga menyebutkan, bahwa China membutuhkan lebih dari setengah produksi semikonduktor dunia dan menghasilkan 75 persen dari output global ponsel , 87 persen dari komputer pribadi dan 52 persen dari televisi berwarna. China merupakan mitra dagang terkemuka bagi 124 negara , dibandingkan dengan 76 yang dimiliki oleh AS. Investasi asing langsung ke China telah meningkat menjadi USD 832 milyar. Hanya tiga negara yang mampu menyainginya, yaitu  Amerika Serikat, Perancis dan Inggris yang memiliki nilai lebih.
Cadangan devisa China merupakan yang terbesar di dunia, pada tahun 2013 sebesar USD 3,7 trilyun. Dengan kekuatan perekonomian yang berdampak semakin menguatnya kekuatan pertahanan, China semakin berani bertindak. China menyatakan penerapan ADIZ (Air Defence Identification Zone) dikawasan Laut China Timur (LCT) dan kini sedang mempersiapkan pernyataan ADIZ ke kawasan Laut China Selatan (LCS). China memprovokasi kawasan LCS, mengklaim kepulauan Spratly dan Paracel,  juga memprovokasi perselisihan batas wilayah dengan Vietnam dan Filipina. Menurut Hale, resiko terbesar dari agresi China adalah terjadinya kecelakaan militer. Tindakan China dimasa mendatang bisa memprovokasi ketegangan dan menciptakan kekhawatiran timbulnya perang.
Dari perkembangan China tersebut, maka Australia disarankan agar lebih menyeimbangkan pola hubungan politik, ekonomi dan pertahanan dengan negara India, dan tidak hanya tergantung hanya dengan AS. Hubungan tradisional Australia-AS telah dibangun dalam beberapa dekade, dan para ahli strategi AS dan Australia justru kini mulai menyarankan membangun hubungan yang lebih erat dengan India. Pada waktu lalu, hubungan dengan India kurang baik, sebagai contoh, kini disaat Australia menginginkan pesawat F-22 untuk pertahanan dalam negerinya, AS tidak mengijinkan. AS hanya akan memberikan ijin pembelian pesawat tempur F-35. Para ahli pertahanan di Australia beberapa waktu lalu justru menyarankan, dario sisi kekuatan udara saja, dibandingkan dengan negaranya saja saja, kemampuan AU Australia berada dibawah Indonesia yang menggunakan Flanker Family. Belum lagi apabila dibandingkan dengan AU  China.
Mereka menyarankan agar Australia meniru India mengadopsi Flanker untuk meningkatkan kekuatan udaranya. Dalam perbandingan kekuatan udara kini, Australia jauh dibawah China, dan kesempatan penyeimbangan kiranya hanya akan didapat apabila bekerja sama dan meniru India. Australia akan bisa mendapatkan SU-35 yang merupakan pesawat masa depan, disamping peluang mendapatkan pesawat tempur  T-50 PAK-FA generasi kelima, hanya inilah peluangnya untuk mengimbangi China.
Nah, fokus Australia kini kepada China, tetapi bagaimana menyeimbangkan, membangun balance of power di kawasan? Saat ini hanya AS yang mampu, karena itu memang Australia harus realistis, juga dalam membangun hubungan dengan Indonesia sebagai negara yang selama ini dianggap sebagai bumpernya. Yang jelas Australia akan menjumpai kesulitan apabila AS terpaksa mengundurkan diri dari kawasan. Inilah kesimpulan terpenting bagi Australia.
Selain itu ada hal penting yang harus dipikirkan oleh Australia. Akan lebih rumit lagi bagi Australia, apabila dari hasil pemilu 2014, pemerintah Indonesia mendatang sangat erat hubungannya dengan China. Karena itu sebaiknya kini Australia berbaik-baik dengan Indonesia. Harus disadari posisi geografisnya kurang baik. Terkunci di Selatan. Karena itu memang bisa dimengerti, apabila Australia  berusaha keras  terus menyadap para pejabat, elit dan juga para capres Indonesia, untuk mengetahui cara berfikir serta posisi para pengambil keputusan. Nah, dengan kesimpulan penelitian ASPI, dan dikaitkan dengan analisis, kini Australia akan lebih khawatir  apabila ada capres Indonesia yang pro atau dibina oleh China, maka akan semakin terancam dan gundahlah negara kanguru ini. Apakah begitu?
Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

“Tutup Telkomsel dan Indosat, Jika Terbukti Bantu Penyadapan AS- Aussie”

Edward Snowden (ist)
Edward Snowden (ist)

Jika operator  telekomunikasi terbukti membantu secara aktif penyadapan ilegal, sesuai UU 36/1999, operator telekomunikasi bisa ditutup. Operator bisa didakwa menyalahgunakan kewenangan.
Pernyataan itu disampaikan Menkominfo Tifatul Sembiring, menanggapi  tudingan bahwa operator  telekomunikasi Telkomsel dan Indosat terlibat dalam tindak penyadapan yang dilakukan intelijen Amerika Serikat dan Australia.
Tudingan itu muncul setelah bocornya dokumen Badan Keamanan Nasional  Amerika Serikat (NSA) dan Direktorat Intelijen Australia  yang menyadap jutaan pelanggan Telkomsel dan Indosat.
Menurut Tifatul, saat ini sedang dilakukan investigasi terkait penyadapan itu. Jika operator telekomunikasi, BUMN atau swasta terbukti melanggar UU 36/1999, akan ditutup.
Diberitakan sebelumnya, New York Times dan Canberra Times membeberkan data terkait penyadapan yang dilakukan NSA dan Direktorat Intelijen Australia terhadap pelanggan Telkomsel. Data itu berdasarkan bocoran dari mantan agen CIA, Edward Snowden.
Menghadapi tudingan itu, pihak Telkomsel telah memberikan klarifikasi. VP Corporate Communication Telkomsel, Adita Irawati, menegaskan bahwa Telkomsel dalam operasionalnya selalu patuh terhadap semua perundang-undangan yang berlaku.