Kamis, 20 Februari 2014

Tidak Mungkin Mengandalkan Mesin Tempur Itu Itu Saja


PT Pindad Bandung mengerjakan Panser Anoa pesanan TNI AD (photo: viva.co.id)
PT Pindad Bandung mengerjakan Panser Anoa pesanan TNI AD (photo: viva.co.id)

Pemerintah berpikir keras guna mempercepat peningkatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk keperluan pertahanan Indonesia. Kementerian Pertahanan telah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) demi menggenjot produksi alutsista mutakhir buat mengganti mesin tempur uzur.
Menurut staf ahli kelembagaan bidang kerjasama Kementerian Pertahanan, Zilmi Karim, pemerintah telah membidik sepuluh pengadaan alutsista dari berbagai jenis. Antara lain kapal selam, program pesawat tempur KXF-IXF bekerjasama dengan Korea Selatan, tank kelas menengah, panser amfibi, propelan atau bahan bakar roket dan rudal, radar, amunisi kaliber besar, satelit pertahanan, dan pesawat tempur tanpa awak (unmanned combat air vehicle-UCAV) atau kerap disebut drone.
“Tapi, fokus Komite Kebijakan Industri Pertahanan yaitu kapal selam, propelan, program KFX-EFX, medium tank, radar, dan alat komunikasi,” kata Zilmi dalam jumpa pers di kantor Kementerian Pertahanan, Rabu (19/2/2014).
Guna memenuhi kebutuhan itu, Kementerian Pertahanan menunjuk lima Badan Usaha Milik Negara yang bakal menjadi pimpinan pengadaan alutsista buat tiap-tiap angkatan. BUMN yang digandeng itu adalah PT PAL buat melayani pengadaan alutsista matra (medan) laut, PT Pindad buat menyediakan alutsista matra darat, serta PT Dirgantara Indonesia diminta menjadi pimpinan proyek alutsista matra udara.
Sementara dua lainnya, yakni PT LEN Industri akan menyediakan perangkat elektronik dan PT Dahana akan menyiapkan bahan dan hulu ledak. Meski begitu, dalam pengadaan alat tempur matra darat, laut, dan udara masih dilakukan dengan cara kerjasama operasi dengan pihak luar.
Zilmi menegaskan, semua pengadaan alutsista harus melewati persetujuan lima BUMN. Hal itu harus dilakukan karena dalam undang-undang dan peraturan presiden tercantum tiga syarat pengadaan alutsista. Yaitu imbal dagang, transfer teknologi, dan penggunaan kandungan atau komponen lokal dalam tiap mesin perang.
Kopassus dengan MP5
Kopassus dengan MP5
Jika mampu membuat mesin tempur secara mandiri, Indonesia tidak lagi dipandang hanya sebagai pengguna. Syarat keharusan penggunaan komponen lokal juga akan memacu pertumbuhan industri dalam negeri.
Untuk urusan peswat tempur KFX/IFX, Kementerian Pertahanan menargetkan jika tak ada halangan purwa rupa jet tempur kolaborasi dua negara itu bakal selesai dalam waktu 10 tahun. Seementara kapal selam produksi dalam negeri ditargetkan meluncur tahun 2018.
Sementara itu, Ketua Harian KKIP, Laksamana (Purnawirawan) Sumarjono, menyatakan memberdayakan industri pertahanan dalam negeri adalah amanat undang-undang. Dia mengakui, kondisi saat ini mendesak Indonesia melakukan peningkatan mesin tempur guna menjaga kedaulatan wilayah negara yang amat besar.
Luas wilayah Indonesia yang membentan hingga lima juta kilometer persegi, dengan garis pantai lebih dari 81 ribu kilometer sangat sulit diawasi jika hanya mengandalkan mesin tempur yang itu-itu saja. Itulah alasan mengapa negara lain gemar mengintimidasi Indonesia dengan sesekali melanggar batas negara.
“Kita juga harus mengelola zona ekonomi eksklusif. Kalau diambil negara lain kita cuma bisa gigit jari. Makanya kita harus punya kemampuan alutsista yang besar,” kata Sumarjono.
Dari sembilan titik strategis di dunia, lima di antaranya terletak di wilayah Indonesia. Maka dari itu, guna mempertahankan kedaulatan wilayah, tak bisa dipungkiri penguatan mesin tempur menjadi faktor penting. 

Indonesia Darurat Kapal Selam


chang_bogo_class_l1
Kapal Selam Chang Bogo Class (photo: military-today.com)

Kementerian Pertahanan Indonesia bergegas membenahi dan memperbarui berbagai alat utama sistem persenjataan yang kurang dan sudah dimakan usia. Penambahan unit kapal selam salah satu target yang dibidik oleh Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
Staf Ahli Kementerian Pertahanan bidang kerjasama dan hubungan kelembagaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Zilmi Karim, mengatakan, saat ini Kementerian Pertahanan dengan PT PAL sedang menyiapkan galangan buat pembangunan kapal selam. Jika modal dari pemerintah sudah cair, maka pembangunan kapal selam dimulai tahun depan.
“Kapal selam PT PAL direncanakan masuk tahap produksi pada 2015, dan diperkirakan selesai November 2018,” ujar Zilmi di Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Produksi kapal selam dilakukan dengan cara kerjasama operasi dengan perusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Kontrak antara pemerintah dengan Daewoo sudah diteken sejak 2011 dengan nilai USD 1,07 miliar. Indonesia memesan tiga kapal selam dari Daewoo, dua dibangun di Korea Selatan, dan satu akan dibuat di PT PAL di Surabaya, Jawa Timur.
Maksud pembangunan satu kapal selam di tanah air itu supaya terjadi alih teknologi. Hal ini sudah tercantum dalam undang-undang dan peraturan presiden yang mewajibkan tiga syarat dalam pengadaan mesin tempur. Yakni alih teknologi, penggunaan kandungan dan komponen lokal, serta imbal dagang.
Zilmi melanjutkan, melalui rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, pemerintah sepakat membenamkan tambahan modal sebesar USD 250 juta dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Pengubahan buat membantu pembangunan galangan kapal itu. Jika tidak meleset, April mendatang dana itu bakal cair.
Meski begitu, banyak pihak meragukan kemampuan PT PAL membangun kapal selam itu. Tetapi Zilmi pasang badan. Menurut dia, yang mesti dikhawatirkan bukan kemampuan PT PAL, tapi justru ketepatan pencairan dana pembangunan fasilitas.
“Pembangunan fasilitas itu sudah dimulai sejak 2011. Sumber daya manusia sudah ditatar dan peralatan sudah disamakan. Dalam pembangunan galangan kita juga menggandeng konsultan dari Korea Selatan biar sama. Yang membangun fasilitas juga kontraktor. Jadi jangan menyalahkan PT PAL,” ujar Zilmi.
chang_bogo_class_l3
Kapal Selam Chang Bogo Class (photo: military-today.com)

Membangun Kemandirian
Pemerintah mesti merogoh kocek USD 1,07 miliar buat tiga kapal selam buatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME), Korea Selatan. Meski satu dari tiga kapal selam akan dikerjakan di tanah air, tetap saja terasa berat. Itu baru tiga, sedangkan Indonesia minimal butuh sembilan unit lagi buat menjaga kawasan perairan dari penyusupan negara lain.
Meski begitu, pemerintah berkeras membangkitkan industri alat tempur dalam negeri, salah satunya kapal perang dan kapal selam, dengan tujuan supaya mandiri. Meski dengan jalan kerjasama operasi, pemerintah optimis banyak keuntungan diraih negara, jika berhasil melakukan alih teknologi. Syukur jika bisa melakukan ekspor senjata dan mesin tempur.
“Berapa banyak devisa negara yang keluar kalau hanya mengimpor alutsista? Satu kapal selam saja harganya Rp 3 sampai 4 triliun. Kalau industri dalam negeri mandiri, kan bisa ada pemasukan pajak. Industri lain juga tumbuh,” ujar Zilmi.
Supaya proses alih teknologi berjalan lancar pemerintah mengirim 206 tenaga ahli Indonesia buat belajar langsung teknik pembuatan kapal selam ke Korea Selatan. Dalam rombongan itu juga terselip perwakilan akademisi dari Institut Teknologi Surabaya.
Indonesia darurat kapal Selam. Wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau dan dihubungkan laut yang membentang luas memiliki tantangan tersendiri dalam bidang pertahanan.

TNI AL Tinjau Armada Utara Rusia


Asrena KASAL, Laksda Ade Supandi (tiga dari kanan) dan delegasi Bersama Dubes RI Djauhari Oratmangun (tengah) di Moskow | Dok.KBRI Moskow
Asrena KASAL, Laksda Ade Supandi (tiga dari kanan) dan delegasi, bersama Dubes RI Djauhari Oratmangun (tengah) di Moskow | Dok.KBRI Moskow

Delegasi TNI AL yang diketuai Assisten Perencanaan (Asrena) Kasal Laksda TNI, Ade Supandi mengadakan kunjungan kerja ke Rusia, 9-15 Februari 2014. Kunjungan ini menindaklanjuti kunjungan kerja KASAL ke Rusia tahun 2013 dalam penjajakan peningkatan kerjasama pertahanan yang lebih erat antara Indonesia dan Rusia.
Menurut keterangan Sekretaris I Pensosbud KBRI Moskow, Lailal K Yuniarti, dalam kunjungan tersebut Laksda Ade Supandi dan delegasi antara lain Mengunjungi Armada Utara Rusia di Polyarniy, Murmanks, Federasi Rusia pada (10-12/2/2014) diterima langsung oleh Rear Admiral Oleg Golubev.
TNI AL Tinjau Kapal Selam Rusia (photo: kenyot10)
TNI AL Tinjau Kapal Selam Rusia (photo: Dok.KBRI Moskow)

Dalam kunjungan tersebut, delegasi meninjau kapal selam Kilo Class yang diharapkan akan dapat memperkuat Alutsista TNI AL.
”Delegasi TNI AL berkesempatan melihat berbagai kapal selam, baik yang sudah maupun yang belum dimodernisasi. Pihak Rusia menyampaikan harapan agar kapal selam yang di tawarkan kepada pihak Indonesia dapat  menjadi bagian dari kekuatan Alutsista TNI khususnya, TNI AL ”, ujar Yuniarti.
Selama di Rusia, Asrena KASAL Laksda Ade Supandi dan delegasi juga telah melakukan pertemuan dengan Dubes RI Moskow, Djauhari Oratmangun, guna membicarakan kerjasama Indonesia – Rusia di bidang militer di masa yang akan datang.

Mengapa Rusia Jadi Mitra?
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia perlu memiliki Angkatan Laut yang kuat. Dalam hal ini, sebagai negara dengan tingkat penguasaan teknologi yang tinggi, Rusia adalah mitra yang ideal. Selain itu, Rusia tidak menetapkan prakondisi politik apapun untuk penjualan senjata.
Hubungan kerjasama militer kedua negara tidak terbatas pada jual-beli persenjataan. Kedua negara juga melakukan latihan bersama mengatasi pembajakan laut.
TNI AL Tinjau Kapal Selam Rusia (photo: kenyot10)
TNI AL Tinjau Kapal Selam Rusia (photo: Dok.KBRI Moskow))

Sebagai catatan, sejak Indonesia dan Rusia menandatangani perjanjian Kemitraan Strategis di tahun 2003, hubungan kerjasama antara kedua negara semakin erat, tidak terkecuali di bidang pertahanan. Indonesia dan Uni Soviet  pernah memiliki hubungan yang sangat dekat setelah keduanya mulai menjalin hubungan diplomatik di tahun 1950. Pada waktu itu, Indonesia banyak membeli persenjataan dari Uni Soviet. Berkat dukungan militer tersebut, Angkatan Laut Indonesia menjadi yang kedua terkuat di Asia setelah RRT.
Walau demikian, hubungan erat tersebut tidak berlangsung lama. Akibat perubahan peta politik di Tanah Air, hubungan tersebut sempat membeku dan hanya mulai membaik di awal 2000-an ketika RI dan Federasi Rusia sebagai  successor state Uni Soviet kembali memperkuat hubungan dengan Indonesia, demikian Yuniarti melaporkan kepada PelitaOnline.com.(PelitaOnline.com).

Rabu, 19 Februari 2014

Kelebihan Helikopter Dauphin Made in Bandung


Helikopter Dauphin AS-365N3+ produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan Eurocopter telah dipakai pasukan penjaga pantai Amerika Serikat (AS) atau US Coast Guard. Helikopter ini memiliki beberapa keunggulan daripada helikopter sejenis.

"Ini biasa dipakai US Coast Guard," kata Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI Andi Alisyahbana usai acara penyerahan heli Dauphin pesanan Basarnas di Lanudal Pondok Cabe Tangerang Selatan, Selasa (18/2/2014).

Dauphin merupakan heli kelas medium dengan bobot 5 ton yang diproduksi bersama PTDI dengan Eurocopter. Helikopter ini dilengkapi alat canggih berupa radar cuaca dan sensor infra merah atau Forward Looking Infrared Camera.

Dengan peralatan canggih tersebut, Heli Dauphin mampu terbang dalam cuaca buruk dan bisa terbang saat malam hari untuk melakukan evakuasi.


"Ini juga dipasang oleh kita. Ada Weather Radar atau radar cuaca. Lalu hoist, alat komunikasi ke kapal juga bisa. Nanti juga akan dipasang namanya forward looking infrared camera. Itu kamera infra merah yang bisa deteksi panas. Kalau malam dia nggak bisa liat manusia tapi tubuh manusia kalau masih ada di air, kan ada panas jadi dia bisa terdeteksi," jelasnya.

Helikopter Dauphin yang dibandrol seharga US$ 12 juta atau sekitar Rp 120 miliar ini memiliki kemampuan untuk terbang stabil di atas laut atau air saat melakukan evakuasi menggunakan tali atau peralatan hoist (pengerek). Selain itu, helikopter ini dilengkapi dengan roda sehingga bisa berjalan saat mendarat.

"Helikopter (jenis) Bell nggak ada roda. Ini pakai roda. Keuntungan roda. Dia bisa jalan," jelasnya.
 
MIA. 

China Merupakan Ancaman Utama Australia

 
Australia sejak beberapa dekade lalu menyatakan bahwa musuh mereka akan datang dari Utara, oleh karena itu design pertahanan Australia lebih fokus diarahkan ke Utara. Australia membangun Over the Horizon Radar, yang mampu memonitor beberapa ribu kilometer kearah Utara, melewati batas wilayah Indonesia. Walaupun akurasi radar ini tidak tinggi, dalam sebuah sistem pertahanan udara, prinsip early warning merupakan kebutuhan mutlak. Kini Australia memutuskan akan membeli alutsista berupa pesawat tanpa awak MQ-4C Triton untuk intai maritim. Pada PD-II, akibat kegagalan sistem early warning, Amerika Serikat menderita kerugian yang besar,  sekitar 20 kapal-kapal perang dan 188 pesawat terbangnya rusak atau hancur, dan tercatat korban meninggal  2.403  jiwa saat Pearl Harbour diserang oleh AL Jepang.
Dalam peristiwa aktual yang terjadi akhir-akhir ini, Australia melakukan penyadapan dalam operasi pulbaket tertutup (spionase) terhadap beberapa sumber penting di Indonesia. Australia menurut mantan agen NSA/CIA Edward Snowden tergabung dalam kelompok 5-Eyes bersama AS, Inggris, NZ dan Canada. Pertanyaannya, apakah Indonesia merupakan ancaman hingga disadap? Ternyata bukan. Setelah diteliti secara ilmiah, ancaman utama Australia adalah China. Sebuah laporan dari Australian Strategic Policy Institute (ASPI) yang dikeluarkan pada hari Kamis (13/2/2014) dan ditayangkan media Autralia Newscom, menyatakan bahwa risiko terbesar bagi keamanan Australia di masa depan adalah kombinasi dari pertumbuhan ekonomi yang menakutkan dari China dan kemungkinan penarikan peran AS dari kawasan Asia Timur.
Skenario ASPI menyatakan bahwa dimasa mendatang, Australia akan lebih rentan terhadap agresi asing dibandingkan bentuk-bentuk  ancaman sejak tahun 1942. Laporan yang ditulis oleh ekonom AS David Hale dengan judul "China's New Dream," menggambarkan keajaiban perekonomian China. Hale tidak menyebutkan China sebagai agresor penyerang, tetapi memberikan gambaran kekhawatirannya dengan pertumbuhan luar biasa dari China dan adanya kemauan untuk menggunakan kekuatan militer yang tumbuh untuk mencapai tujuan-tujuannya. Ditegaskan oleh Hale, “The re-emergence of China as a great power will be Australia’s greatest foreign policy challenge during the 21st century."
Munculnya kembali China sebagai kekuatan besar di dunia akan menjadi tantangan kebijakan luar negeri terbesar Australia pada abad ke-21. Menurutnya, Canberra harus hati-hati menyeimbangkan pertumbuhan  hubungan ekonomi antara Australia dengan China disamping tetap berjalannya aliansi tradisional dengan AS . Ancaman utama terhadap tindakan penyeimbangan ini akan muncul  jika muncul masalah fiskal, dan Amerika dipaksa untuk memangkas pengeluaran bidang pertahanan sehingga  terpaksa  menarik diri dari kawasan Asia Timur.
Hale mengatakan, bahwa satu-satunya negara Asia yang mampu mengimbangi pertumbuhan China adalah India, karena itu disamping hubungannya dengan AS dan China, sebaiknya harus Australia menjaga serta  memelihara hubungannya dengan India.
Sebagai dampak pertumbuhan perekonomiannya, anggaran pertahanan China terus meningkat, terbesar kedua setelah AS. Tahun 2000, China (USD 22,2 milyar), dibandingkan AS (USD 166,2 milyar), tahun 2012, China (USD 166,2 milyar), AS (USD 660 milyar).
Laporan juga menyebutkan, bahwa China membutuhkan lebih dari setengah produksi semikonduktor dunia dan menghasilkan 75 persen dari output global ponsel , 87 persen dari komputer pribadi dan 52 persen dari televisi berwarna. China merupakan mitra dagang terkemuka bagi 124 negara , dibandingkan dengan 76 yang dimiliki oleh AS. Investasi asing langsung ke China telah meningkat menjadi USD 832 milyar. Hanya tiga negara yang mampu menyainginya, yaitu  Amerika Serikat, Perancis dan Inggris yang memiliki nilai lebih.
Cadangan devisa China merupakan yang terbesar di dunia, pada tahun 2013 sebesar USD 3,7 trilyun. Dengan kekuatan perekonomian yang berdampak semakin menguatnya kekuatan pertahanan, China semakin berani bertindak. China menyatakan penerapan ADIZ (Air Defence Identification Zone) dikawasan Laut China Timur (LCT) dan kini sedang mempersiapkan pernyataan ADIZ ke kawasan Laut China Selatan (LCS). China memprovokasi kawasan LCS, mengklaim kepulauan Spratly dan Paracel,  juga memprovokasi perselisihan batas wilayah dengan Vietnam dan Filipina. Menurut Hale, resiko terbesar dari agresi China adalah terjadinya kecelakaan militer. Tindakan China dimasa mendatang bisa memprovokasi ketegangan dan menciptakan kekhawatiran timbulnya perang.
Dari perkembangan China tersebut, maka Australia disarankan agar lebih menyeimbangkan pola hubungan politik, ekonomi dan pertahanan dengan negara India, dan tidak hanya tergantung hanya dengan AS. Hubungan tradisional Australia-AS telah dibangun dalam beberapa dekade, dan para ahli strategi AS dan Australia justru kini mulai menyarankan membangun hubungan yang lebih erat dengan India. Pada waktu lalu, hubungan dengan India kurang baik, sebagai contoh, kini disaat Australia menginginkan pesawat F-22 untuk pertahanan dalam negerinya, AS tidak mengijinkan. AS hanya akan memberikan ijin pembelian pesawat tempur F-35. Para ahli pertahanan di Australia beberapa waktu lalu justru menyarankan, dario sisi kekuatan udara saja, dibandingkan dengan negaranya saja saja, kemampuan AU Australia berada dibawah Indonesia yang menggunakan Flanker Family. Belum lagi apabila dibandingkan dengan AU  China.
Mereka menyarankan agar Australia meniru India mengadopsi Flanker untuk meningkatkan kekuatan udaranya. Dalam perbandingan kekuatan udara kini, Australia jauh dibawah China, dan kesempatan penyeimbangan kiranya hanya akan didapat apabila bekerja sama dan meniru India. Australia akan bisa mendapatkan SU-35 yang merupakan pesawat masa depan, disamping peluang mendapatkan pesawat tempur  T-50 PAK-FA generasi kelima, hanya inilah peluangnya untuk mengimbangi China.
Nah, fokus Australia kini kepada China, tetapi bagaimana menyeimbangkan, membangun balance of power di kawasan? Saat ini hanya AS yang mampu, karena itu memang Australia harus realistis, juga dalam membangun hubungan dengan Indonesia sebagai negara yang selama ini dianggap sebagai bumpernya. Yang jelas Australia akan menjumpai kesulitan apabila AS terpaksa mengundurkan diri dari kawasan. Inilah kesimpulan terpenting bagi Australia.
Selain itu ada hal penting yang harus dipikirkan oleh Australia. Akan lebih rumit lagi bagi Australia, apabila dari hasil pemilu 2014, pemerintah Indonesia mendatang sangat erat hubungannya dengan China. Karena itu sebaiknya kini Australia berbaik-baik dengan Indonesia. Harus disadari posisi geografisnya kurang baik. Terkunci di Selatan. Karena itu memang bisa dimengerti, apabila Australia  berusaha keras  terus menyadap para pejabat, elit dan juga para capres Indonesia, untuk mengetahui cara berfikir serta posisi para pengambil keputusan. Nah, dengan kesimpulan penelitian ASPI, dan dikaitkan dengan analisis, kini Australia akan lebih khawatir  apabila ada capres Indonesia yang pro atau dibina oleh China, maka akan semakin terancam dan gundahlah negara kanguru ini. Apakah begitu?
Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

“Tutup Telkomsel dan Indosat, Jika Terbukti Bantu Penyadapan AS- Aussie”

Edward Snowden (ist)
Edward Snowden (ist)

Jika operator  telekomunikasi terbukti membantu secara aktif penyadapan ilegal, sesuai UU 36/1999, operator telekomunikasi bisa ditutup. Operator bisa didakwa menyalahgunakan kewenangan.
Pernyataan itu disampaikan Menkominfo Tifatul Sembiring, menanggapi  tudingan bahwa operator  telekomunikasi Telkomsel dan Indosat terlibat dalam tindak penyadapan yang dilakukan intelijen Amerika Serikat dan Australia.
Tudingan itu muncul setelah bocornya dokumen Badan Keamanan Nasional  Amerika Serikat (NSA) dan Direktorat Intelijen Australia  yang menyadap jutaan pelanggan Telkomsel dan Indosat.
Menurut Tifatul, saat ini sedang dilakukan investigasi terkait penyadapan itu. Jika operator telekomunikasi, BUMN atau swasta terbukti melanggar UU 36/1999, akan ditutup.
Diberitakan sebelumnya, New York Times dan Canberra Times membeberkan data terkait penyadapan yang dilakukan NSA dan Direktorat Intelijen Australia terhadap pelanggan Telkomsel. Data itu berdasarkan bocoran dari mantan agen CIA, Edward Snowden.
Menghadapi tudingan itu, pihak Telkomsel telah memberikan klarifikasi. VP Corporate Communication Telkomsel, Adita Irawati, menegaskan bahwa Telkomsel dalam operasionalnya selalu patuh terhadap semua perundang-undangan yang berlaku.

Latihan Perang China Lewati Selat Sunda, di Balik Protes Singapura?

1392436247436283194
Ilustrasi/ Admin (shutterstock)

Aksi provokativ tiga negara tetangga pada Indonesia adalah terstruktur dengan rapi dan satu komando. Tujuan ketiga negara itu dalam satu koridor kerjasama pertahanan yang saling mendukung sesuai piagam Commonwealth atau persemakmuran. Memang ada teori “kebetulan” dalam pandangan awam ketika Australia menggebah pencari suaka ke wilayah Indonesia. Atau munculnya sekoci berwarna oranye di perairan selatan, kemudian Singapura tiba tiba melakukan protes penamaan KRI Usman Harun. Bersahutan kemudian dengan pembakaran kapal nelayan asal Papua di perairan Papua New Guinea (PNG).
Setelah Malaysia gagal melakukan tugasnya dengan baik, tiga negara lain yang sesama bertuan pada Ratu Elisabeth di Buckingham mengambil alih. Yang menjadi pertanyaan dan seolah tidak terpikirkan oleh masyarakat Indonesia adalah,
” Apakah ada skenario kebetulan - kebetulan yang bukan merupakan sebuah kebetulan? “
Pertama, pemberian nama Kapal Perang Indonesia sebagai KRI Usman - Harun sebenarnya tidak seketika, perlu waktu dan sejak awal pembangunan kapal sudah dirumuskan. Lalu diputuskan tepatnya pada 12 Desember 2012 setelah melalui diskusi yang panjang. Singapura sebenarnya sejak awal juga sudah tahu, lalu mengapa mempermasalahkannya saat ini?
Kedua, Australia yang mengalami pergantian tampuk pimpinan, sejak Tony Abbott menjadi Perdana Menteri memang terlihat bertolak belakang dengan Kevin Rudd atau Julia Gillard. Namun Abbott tidak punya pilihan selain memainkan perannya, setidaknya sampai misi terselesaikan. Sampai jelas siapa yang menjadi koleganya di Jakarta.
Ketiga, PNG yang selama ini nyaris tidak pernah tercetak dalam berita di koran koran Indonesia, yang tidak ingin belahan barat Cendrawasih lebih makmur, hanya memainkan peran yang jadi bagian mereka. Kenapa mereka melakukan aksi yang sadis disaat sekarang?
Keempat, Indonesia sedang menjalani proses pergantian kepala negara dan akan menghadapi pemilu parlemen dalam tahun ini. Ini adalah tahun yang krusial dan menentukan bagi Indonesia dan kawasan. Pemimpin Indonesia terpilih adalah yang paling “berkuasa dan menentukan” di Asia Tenggara serta berpengaruh di Asia Pasifik, situasi politik Indonesia akan menjadi hitungan kebijakan politik luar negeri setiap pemerintahan, khususnya kawasan Pasifik. Sekali lagi… ini bukan narsisme, ini adalah kenyataan tentang bagaimana dunia memandang posisi Indonesia sejak jaman Bung Karno.

Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
Amat disayangkan jika nama Usman - Harun dipandang sebagai masalah ketidaknyamanan Singapura pada Indonesia. Demikian pula dengan pelecehan oleh Australia atas teritorial Indonesia hanya sebatas Aussie versus RI karena imigran gelap semata. Atau aksi barbar PNG pada nelayan kita hanyalah pelanggaran batas laut dalam kebetulan yang bersamaan?. Tidak..!
Ada pola yang tidak terdeteksi umum, sebab kita diarahkan agar melihat masalah dengan setiap negara itu adalah hitam putih, berdiri sendiri dan masing masing. Padahal, kita harusnya bersikap kritis dan jeli dalam memantau perkembangan negara ini dan kaitannya dengan hubungan antarbangsa. Kepentingan blok blok global atas keberadaan Indonesia sering tidak menjadi bagian analisis awal, sehingga kita hampir selalu terlambat bereaksi dan menentukan posisi.
Singapura, Australia dan PNG serta Malaysia bekerja dalam irama yang sama dan terpola dengan baik dalam satu dirigen orkestra. Tujuannya adalah memastikan beberapa hal yang ingin diketahui dan dipastikan sesuai keinginan dengan memanfaatkan momentum poin keempat tadi ( pemilu 2014 ). Apa saja tujuannya?
1. Memancing informasi kekuatan Militer Indonesia sesunggunya.
Data yang dikumpulkan secara berkesimbungan oleh AS, Singapura, Malaysia hingga Australia NewZealand (ANZ) dianggap tidak presisi. Ada perbedaan antara anggaran yang minim, jumlah Alutsista dengan daya tempur TNI yang dipantau. Dukungan dana dan teknologi persenjataan yang minimal berbanding terbalik dengan daya pukul TNI. Militer Indonesia selama ini dianggap masih misterius oleh kekuatan utama dunia.
Seperti juga militer negara lain, memang seperti itulah seharusnya TNI menjaga kerahasiaan kekuatannya. Namun, misteri kekuatan militer Indonesia dianggap lebih penting untuk diukur karena faktor sejarah penggagas Non Blok yang disandangnya.
Australia yang selalu mengarahkan matanya pada militer Indonesia sering merasa tertipu ketika melihat kemampuan para prajurit TNI. Malaysia sendiri harus merasakan malu ketika manuver kapal TLDM di laut Ambalat terusir bukan saja oleh KRI yang lebih kecil, tetapi oleh keberadaan dua prajurit marinir di anjungan kapal mereka. Entah bagaimana keduanya bisa naik dan entah sejak kapan, tetapi keduanya sukses memaksa kapal TLDM berbalik arah meninggalkan Ambalat.
Dengan provokasi ini diharapkan akan muncul banyak informasi tentang jumlah kekuatan tentara indonesia dan persenjataannya secara resmi baik di media media terpercaya maupun dari pihak Indonesia sendiri. Daya gertak TNI tidak sehebat China atau Iran , namun disinilah letak rasa penasaran para tetangga kita.
2. Memancing reaksi sahabat lama.
Singapura sukses jalankan misinya, setidaknya saat ini karena Rusia muncul ke permukaan dalam memandang masalah yang dianggap cukup hangat. Indonesia mungkin tidak berminat berperang dengan Singapura, namun Rusia memandang perlu memberi sinyal bantuan jika sesuatu berjalan tidak kondusif. Kemunculan Rusia ini tidak biasa dan bukan hal gegabah, karena si beruang merah cenderung menjauh selama Orde Baru dan menjaga jarak selama SBY berkuasa. Moskow sengaja menanggapi keusilan Singapura, namun mereka juga memberi pesan jelas akan posisinya yang melihat pola satu komando pada kelakuan PNG dan Australia.
Bukan berarti Rusia terjebak pada permainan Singapura, melainkan permainan selanjutnya, yang lebih panas sedang menjadi sasaran Rusia, yaitu Indonesia tidak akan dibiarkan seperti Mesir atau Suriah. Artinya, pesan jelas Rusia ditujukan bagi “dirigen” kuartet (Malaysia, Singapura, PNG dan Australia), agar tidak mencoba memaksakan pemimpin sesuai pilihan mereka di Indonesia seperti yang sudah mereka lakukan di Mesir atau coba paksakan di Suriah.
3. Pemimpin pesanan sang Dirijen.
Indonesia diharapkan memilih pemimpin yang sesuai selera adidaya, seseorang yang berpihak pada kelangsungan hidup sekutunya di kawasan. Singapura yang kecil tidak akan bisa hidup makmur jika Indonesia tidak memberi keistimewaan, demikian pula Australia apalagi hegemoni Amerika akan jauh surut tanpa Indonesia. Penting juga diketahui posisi tentara indonesia akan berpihak kemana kepada siapa dalam hal sengketa dengan China soal Laut China Selatan.
Semua kepentingan di atas butuh seseorang yang sesuai keinginan dan menguntungkan sang Adidaya, dan itu adalah seseorang yang sebaiknya mirip SBY atau Pak Harto. Meski dari kalangan militer, bahkan keduanya adalah Jenderal, namun mereka adalah anak emas yang tidak segan tunduk pada Amerika. Amerika sangat tidak menyukai pemimpin yang idealis seperti Gusdur atau Megawati apalagi Soekarno yang Non Blok.
Kriteria presiden Indonesia yang diinginkan oleh Washington adalah latar belakang pengusaha atau militer, idealisme liberal, dan bukan nasionalis Sukarnois atau Islamis. Singapura sangat inginkan sosok Prabowo atau Wiranto yang memimpin Indonesia, keduanya adalah sahabat dekat Singapura.
Gangguan gangguan yang bernuansa kekerasan dan militer tiga negara tetangga itu ditujukan untuk memberi gambaran potensi perang Indonesia. Dalam keadaan kondisi geopolitik kawasan yang tegang, diharapkan rakyat Indonesia memilih pemimpin dari kalangan militer. Apa yang dilakukan oleh Singapura, PNG dan Australia adalah provokasi untuk menggiring opini bahwa Indonesia kini dan kedepan masih butuh presiden dari kalangan militer.
4.  Laut China Selatan.
Beberapa hari yang lalu, China melakukan latihan perang di wilayah perairan internasional yang dekat dengan Pulau Christmas setelah melintasi Selat Sunda. Pihak Australia pun mengakui hal tersebut seperti diberitakan Sidney Morning Herald, Kamis (13/2/2014).
13924319521829184441
AL China/okezone.com

Apa yang dilakukan China di laut selatan Jawa itu adalah legal menurut hukum Internasional karena latihan berlangsung di perairan internasional. Selain itu latihan mereka hanya bentuk manuver dan membidik tetapi tidak menggunakan amunisi persenjataan. Namun tindakan China ini disinyalir untuk menunjukkan kekuatan angkatan lautnya kepada dunia internasional. Dan itu semua dilakukan di tengah kebijakan pertahanan Australia lebih banyak berfokus kepada Indonesia dan kekuatan lain di Asia Timur.
Hal ini semakin menarik ketika posisi Indonesia yang tidak memihak pada konflik laut sengketa di Laut China Selatan, sementara China selalu mengingatkan dukungannya pada Indonesia terkait Papua. Kampanye kekuatan armada China memang tidak hanya ditujukan kepada Australia tetapi juga kepada wilayah Asia Pasifik secara keseluruhan. Ini juga termasuk memberikan pesan kepada Amerika Serikat (AS) dan India, bahwa kedua negara itu tidak bisa memblokir jalur laut yang vital melalui Selat Malaka.
Langkah China dianggap mendapat ijin restu dari Indonesia sebagai pemilik alur laut [ALKI] menuju perairan Samudera Hindia yang menjadi prioritas strategis baru mereka. Hal ini sekaligus menunjukkan kesiapan China dalam mengerahkan militer untuk melindungi kepentingannya di wilayah tenggara bila dibutuhkan. Termasuk membantu kepentingan geopolitik bersama Rusia di Indonesia khususnya.
China sebagai pemain utama baru yang menandingi dominasi Amerika perlu terus meningkatkan kekuatan di Asia dan secara global. Indonesia perlu melihat tindakan China, tanggapan Dubes Rusia dan provokasi tiga negara sebagai bentuk tarik menarik “perhatian” Indonesia sebagai negara seksi nan besar. Keberpihakan pemimpin yang akan dipilih, menakar kekuatan militer sesungguhnya, siapa pembela Indonesia selain Rusia hingga mengarahkan opini pemilih adalah “sekali dayung, dua tiga pula terlampaui”. Itulah tujuan keusilan tiga negara tetangga tadi.
Mentalitas kita yang inferior sering menghambat rasa percaya diri, sehingga terjebak pada pemikiran bahwa masalah yang terjadi dengan negara tetangga hanyalah masalah antar dua negara (bilateral). Kita tidak terbiasa berpikir dan mencantumkan analisa betapa kita disegani dan ditakuti oleh pihak asing. Ini bukan bentuk narsisme, bukan pula superioritas, tetapi bentuk penghargaan dan rasa percaya pada diri sendiri.
Adakah kita mau terjebak permainan negara tetangga itu dengan mengumbar keinginan perang karena amarah? Atau kita mengikuti keinginan mereka dengan tergiring opini agar memilih pemimpin dari kalangan militer karena menganggap situasi tidak kondusif? Itu semua ditangan anda .
=Sachs™=