Selasa, 03 Desember 2013

Mantan KSAD Jenderal (Purn) Pramono Edhi Wibowo "Sahabat Kok Menyadap? "

Muncul anggapan dia terpilih karena faktor nepotisme.

Pramono Edhie
Pramono Edhie (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Jenderal (Purn) Pramono Edhi Wibowo, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), kini aktif berpolitik.  Satu bulan setelah mengakhiri masa jabatan sebagai KSAD karena pensiun pada Mei 2013,  adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini bergabung dengan Partai Demokrat yang didirikan SBY dan istrinya Ani Bambang Yudhoyono, kakak perempuan Pramono Edhi Wibowo. 

Posisi penting di parpol berlambang berlian biru itu langsung menghampirinya: anggota Dewan Pembina.  Ketua Dewan Pembina, jabatan yang menentukan hitam-putih kebijakan partai, adalah Presiden SBY, yang juga merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Partai.  Sekretaris partai dijabat putra kedua Presiden SBY, yakni Edhie Baskoro Yudhoyono, yang biasa dipanggil “Ibas”.

Karir militer perwira lulusan Akabri 1980 ini terbilang lengkap. Putra Komandan RPKAD Sarwo Edhie Wibowo yang menjulang namanya karena pemberantasan pemberontakan G 30 S/PKI ini pernah menduduki posisi Komandan Jendral Kopassus, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat, dan Pangdam III Siliwangi.  Mas Edhie, begitu ia kini menyebut dirinya, pernah juga menjadi ajudan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Pengangkatannya sebagai KSAD sempat menuai kritik, muncul anggapan dia dipilih karena faktor nepotisme.  Kesan ini pula yang mencuat saat ia memutuskan terjun menjadi salah satu calon presiden yang berlaga dalam konvensi yang digelar Partai Demokrat. Konvensi yang diikuti 11 kandidat akan mencari calon presiden andalan Demokrat pada Pemilu 2014. 

"Saya terpanggil untuk berkontribusi meningkatkan elektabilitas partai yang kini tengah disorot kinerjanya," ujar Pramono Edhie saat berbincang dengan Uni Z Lubis, Pemimpin Redaksi VIVA.co.id bersama tim Cakrawala ANTV di Media Center Pramono Edhie Wibowo, kawasan Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, baru-baru ini. 

Rumah besar yang kini menjadi tempatnya berkantor, sebelumnya seringkali digunakan untuk rapat Sekretariat Gabungan (Setgab), koalisi parpol pendukung pemerintahan SBY.  Minggu malam (1 Desember) wawancara tambahan terkait isu penyadapan pejabat tinggi negara oleh intelijen Australia yang mengguncang Tanah Air dilakukan via telepon. Saat itu Pramono Edhie tengah berada di Cipanas, bertemu dengan tim Partai Demokrat. Berikut petikan wawancaranya:

Presiden SBY, Ibu Negara, dan sejumlah pejabat tinggi Indonesia disadap intelijen Australia.  Tanggapan Anda?

Indonesia menganggap Australia itu negara sahabat.  Begitu pula pernyataan pemerintahan mereka selama ini.  Sahabat kok menyadap? Kalau ingin dapatkan informasi mbok ya bertanya saja langsung, tidak perlu menyadap. Itu namanya tidak ada “trust”.

Penyadapan dianggap hal biasa juga, bahkan menurut pengakuan mantan petinggi lembaga intelijen,  Indonesia pernah lakukan hal yang sama terhadap pihak Australia. Yang lantas digugat adalah kemampuan kita mengamankan komunikasi Presiden. Mampukah kita?


Baik dalam berkomunikasi, membangun sistem penangkalan atas intersepsi pihak lain terhadap komunikasi kita, apakah komunikasi intelejen atau komunikasi Presiden, memerlukan peran teknologi.  Lha, selama ini kita menggunakan teknologi mereka?  Teknologi asing. Produk mereka.  Tidak ada jaminan  kita aman, karena bisa saja mereka justru  menggunakan produk itu untuk menyadap.

Apa solusinya?  Bikin sendiri?  Mampukah kita?


TNI AD sudah mengembangkan komunikasi radio yang dibuat sendiri.  Jadi sulit disadap pihak lain kalau komunikasi menggunakan radio.  Setidaknya ini sudah dilakukan di lingkungan militer.  Kalau Presiden, Ibu Negara dan pejabat kita kan menggunakan telepon seluler yang dijual komersil di pasaran.  Sama seperti yang kita gunakan.  Mudah disadap.  Masalahnya buat apa sih negara sahabat menyadap?  Pengumpulan informasi intelijen memang dilakukan untuk mengetahui apa sikap pihak yang bakal menjadi lawan.  Supaya tidak kaget kalau ada gerakan terdadak.  Apakah kita di Indonesia ini dianggap membahayakan bagi negara yang menyadap?  Negara yang menyadap itu apa menganggap Presiden (SBY) sebagai musuh?

Sekarang dibicarakan soal pentingnya pertahanan dunia maya (cyber defense) dan membangun satelit sendiri.  Sudah seberapa jauh langkah yang diambil?


Membangun satelit sendiri menurut saya sangat perlu.  TNI sudah membangun cyber defense itu beberapa waktu lalu, karena yang terjadi di masa sekarang adalah ancaman perang non tradisional.  Kita perlu amankan instansi dan instalasi vital, apalagi sekarang semuanya sudah komputerisasi.  Rawan dibajak.

Bukan kali ini saja komunikasi Presiden bocor via penyadapan.  Dulu ada kasus bocorannya rekaman percakapan telepon Presiden BJ Habibie dan Jaksa Agung Andi Ghalib. Siapa yang menurut Anda harus bertanggungjawab?


Selama menggunakan telepon seluler biasa ya rawan disadap, pintu masuknya beberapa.  Siapa yang harus bertanggungjawab?  Ya menurut saya intelijen yang menangani pengamanan untuk Presiden.

Kita beralih ke aktivitas politik Anda. Mengapa “Mas Edhie”? Mengapa akun Twitternya menggunakan angka 55? (akun Twitter @edhiewibowo_55 mulai berkicau sejak 3 September 2013).

Ketika aktif ke daerah setelah jadi peserta konvensi, saya merasa penyebutan “Pramono” bagi sebagian orang yang bukan orang Jawa, agak sulit.  Bisa keseleo menyebutnya “Purnomo”.  Setelah berdiskusi dengan tim, saya putuskan menggunakan sebutan “Edhie”, nama tengah saya.  Artinya “indah”.  Mudah dikenal juga. Angka 55 karena saya lahir tanggal 5, bulan 5, tahun 1955, dan saya punya lima saudara perempuan ha ha ha ha....

Dari pantauan di akun Twitter, nampaknya Anda rajin berkunjung ke daerah.  Ini penugasan khusus dari Pak SBY selaku ketua umum PD?


Tujuan saya masuk partai ini adalah meningkatkan elektabilitas, dan membesarkan kembali nama besar partai yang sempat terpuruk.  Caranya ya dengan turun menyambangi konstituen, bertemu dengan rakyat di daerah.  Ini inisiatif saya.  Apalagi setelah saya ikut konvensi, saya perlu memperkenalkan diri ke daerah.  Sampai saat ini sudah 15 lokasi saya kunjungi.

Ada fasilitas dan pelayanan khusus bagi Anda dari jajaran TNI di daerah? 


Wah, ini pertanyaan bagus, saya juga senang supaya masyarakat tahu.  Tidak ada pelayanan khusus.  Mereka hanya melihat saya mantan KSAD, mantan pimpinan.  Mereka melihat saja dari jauh.  Ya, saling sapa.  Saya sapa mereka.  Yang lebih banyak menyambut saya di daerah adalah anggota Partai Demokrat. Sebelum terjun ke daerah setelah ikut konvensi, banyak kota yang belum pernah saya kunjungi.  Misalnya kota Mataram di NTB, lalu Simalungun.  Banyak lah.  Pekanbaru juga belum pernah saya kunjungi saat saya masih aktif di AD.  Kunjungan ke daerah membuat saya merasa Indonesia itu luar biasa.  Banyak budaya yang belum saya kenal.  Dulu kalau berkunjung ke daerah juga terbatas mengunjungi ke area perbatasan, basis militer, kesannya homogen.  Padahal Indonesia itu heterogen.

Apa temuan dari kunjungan ke daerah?  Apakah masyarakat juga curhat mengenai kesulitan hidup mereka?


Saat saya berkunjung ke kampung nelayan mereka mengatakan, “Pak kami belum punya bahan bakar”. Sederhana masalahnya.  Memang harus dihitung betul ketersediaan bahan bakar.

Tindak lanjutnya?


Saya sampaikan masalah itu ke ketua umum, juga ke jajaran anggota Partai Demokrat di daerah untuk membantu.  Kalau belum cukup, saya komunikasikan dengan menteri terkait.  Kebetulan Menteri ESDM kan dari partai kami juga.  Komunikasi lebih mudah.

Setelah pensiun dari militer, Anda langsung gabung Partai Demokrat.  Keinginan sendiri atau diminta Pak SBY dan Bu Ani, kakak Anda?


Prinsipnya, sampai saya mengakhiri masa dinas, pengabdian diri saya di militer tidak berkurang.  Begitu juga sesudah pensiun.  Saya berkomunikasi dengan Pak SBY, dan melihat ada alasan kuat untuk bergabung, karena saat itu elektabilitas (Partai) Demokrat sangat rendah.  Orang bertanya kepada saya, “Kok kamu mau bergabung padahal Partai Demokrat lagi terpuruk?” Saya lakukan itu karena ingin Partai Demokrat  menjadi lebih baik.  Masyarakat di daerah juga masih menginginkan Partai Demokrat menjadi partai politik yang besar.

Menurut Anda, mengapa elektabilitas Partai Demokrat turun?


Ya, ada beberapa hal yang dilakukan oleh anggota Partai Demokrat yang masyarakat sudah tahu secara luas.  Mereka terlibat kasus korupsi.  Walaupun selalu dikatakan bahwa korupsi itu juga melibatkan banyak partai politik lain, bagaimana pun kita harus introspeksi diri.  Yang terlibat kasus, silakan selesaikan permasalahannya.  Pada dasarnya kan di Partai Demokrat sampai saat ini lebih banyak yang bersih daripada yang terlibat.

Parpol lain kadernya ada yang terlibat korupsi.  Tapi yang pernah beriklan anti korupsi hanya Partai Demokrat, dan yang terseret kasus notabene nama besar dan petinggi partai.  Ini membuat Partai Demokrat lebih disorot.  Tanggapan Anda?

Manusia punya sifat masing-masing.  Yang bisa terlibat korupsi tidak mengenal kedudukan, asal  pendidikan.  Bahkan saat ini ramai dibahas kasus korupsi yang melibatkan sosok pimpinan puncak sebuah lembaga.  Iklan anti korupsi yang pernah dibuat Partai Demokrat menurut saya tetap relevan.  Yang tidak relevan adalah anggota yang terlibat korupsi. Mereka harus mempertanggungjawabkannya.  Jangan bersembunyi di balik Partai Demokrat. Itu tidak baik!

Langsung duduk di jajaran dewan pembina partai, adakah tugas khusus bagi Anda dari ketua umum dan ketua dewan pembina?


Tidak ada tugas khusus, tapi saya bekerja berdasarkan pengalaman sebagai KSAD.  Saya bisa menyelesaikan tugas dan tidak ada permasalahan, khususnya masalah korupsi.  Itu saya terapkan juga di partai.  Saat kunjungan ke daerah, saya juga sampaikan ke anggota prinsip ini.  Mana yang boleh, mana yang tidak.

Masuknya Anda ke Partai Demokrat kian mengentalkan nuansa politik dinasti.  Bapak dan anak jadi ketum, ketua dewan pembina, dan sekjen.  Lalu Anda di dewan pembina.  Belasan keluarga jadi caleg.  Komentar Anda?
Saya menanggapi yang disampaikan masyarakat itu sebenarnya terkait dengan potensi korupsi. Jadi politik dinasti itu andai seseorang ditunjuk memimpin sesuatu, misalnya raja menunjuk anaknya jadi pangeran, itu memimpin dinasti. Edhie Baskoro jadi sekjen kan permintaan Mas Anas (Urbaningrum), bukan permintaan SBY.  Mas Anas jadi ketum karena pemilihan.  Dia berhak menyusun kepengurusan.  Saya masuk partai, lantas dikasih ruang istimewa di dewan pembina.  Bersama saya di dewan pembina ada Mas Dede Yusuf mantan wakil gubernur Jawa Barat, lalu ada Gubernur Bali  Made Mangku Pastika.  Masak saya tidak boleh?  Saya pernah jadi KSAD.  Kapasitas saya tidak bisa diragukan.  Justru kalau tidak boleh, namanya diskriminasi.

Soalnya ketika Presiden SBY ikut  menyentil politik dinasti keluarga Gubernur Banten, itu berbalik ke PD....
Saya melihat itu fair saja.  Dulu saat Demokrat baru lahir banyak orang tidak mau jadi anggota.  Saya masih dinas tentara.  Pak SBY sampai mengajak saudaranya, maaf ya, pembantu pun diajak jadi anggota.  Pada saat itu mengharapkan kenaikan elektabilitas dari tiga persen menjadi tujuh setengah persen. Yang mau gabung hanya saudaranya sendiri. Berjuanglah bersama saudara, tetangga.  Sekarang partai sudah besar, terus mereka disuruh keluar? Tidak fair-lah.  Tidak fair!  Jadi menurut saya ini beda situasi dengan partai lain.  Politik dinasti tidak masalah, yang penting persyaratan perjalanannya sesuai ketentuan yang berlaku.

Soal elektabilitas dalam konvensi, dibandingkan calon lain yang lebih dulu populer di masyarakat, bahkan ada menteri yang punya kesempatan mengkampanyekan diri dengan kunjungan terkait pekerjaan, nampaknya sulit bagi Anda untuk menyaingi?

Begini, saya sudah evaluasi sampai saat ini saya harus lebih banyak memperkenalkan diri ke pemilih.  Kalau elektabilitas saya masih rendah, saya tetap usaha.  Tapi dari kunjungan intensif ke daerah dalam dua bulan ini, Insya Allah elektabilitas saya naik.  Tolong dilihat, maaf ya, ada orang yang punya jabatan bisa tampil di mana-mana.  Saya tidak punya jabatan, tapi saya lihat ada tren kenaikan, sehingga saya yakin pelan-pelan elektabilitas membaik.  Yang saya takut, kalau naik tinggi terlalu cepat, saya tidak bisa evaluasi.  Bahkan bisa turun mendadak juga.

Pemimpin negeri dengan latar-belakang militer masih relevankah?
Menurut saya masih.  Di  militer itu ada jenjang yang harus dilalui.  Misalnya, saya harus lalui jenjang Letnan Dua, lalu beberapa jenjang ke Kolonel dan seterusnya.  Memimpin unit kecil  sampai ratusan ribu.  Belajar kepemimpinan bertahap dan terus dievaluasi.  Jadi, Insya Allah bisa menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin militer itu anak buahnya dari seluruh suku di Indonesia.  Jadi sudah terlatih.
Modal untuk ikut konvensi capres dari mana?
Modalnya sangat kecil.  Bahkan saya harus berhemat, saya harus berbagi dengan anggota Demokrat di daerah.  Saya terpaksa naik pesawat kelas ekonomi. Saat jadi KSAD saya naik kelas bisnis karena “grade”nya di sana.  Yang penting sampainya kan sama ha ha ha.... Tim saya sampai mencari penerbangan apa yang murah.  Ada yang komentar, “kere kok mau jadi presiden”.  Saya berangkat apa adanya dengan harapan nantinya saya tidak disandera karena biaya.

Isu negatif kembali melingkupi Presiden yang notabene ketum partai, terkait dengan sosok Bunda Putri.  Presiden bahkan secara khusus membantah, berjanji mengungkap. Tapi kemudian tidak diungkap juga.   Lalu ada Ibu Pur yang ada di lingkungan dekat keluarga Cikeas, yang dianggap bisa menjadi pelobi, bahkan pembisik.  Seberapa besar pengaruh mereka kepada keputusan yang diambil Presiden?

Nih, sekalian saya jelaskan. Pak SBY jadi presiden sembilan tahun.  Sebelumnya jadi menteri, bintangnya tiga.  Kalau dipengaruhi pembisik dalam buat keputusan, saya rasa kecil sekali kemungkinan.  Saya yang keluarga dekat saja kalau menyampaikan sesuatu, dicek langsung sama beliau.  Langsung, saat saya masih ada di situ.  Itu adiknya  loh. Saya kan menyampaikan sesuatu agar Pak SBY tidak hanya mendengar dari birokrasi yang langsung berkerja di bawah beliau.  Dicek.
Yang mungkin terjadi sehingga ucapan Pak SBY ditanggapi negatif ya mungkin karena informasinya yang salah.  Tapi kalau pengambilan keputusannya tidak.  Beliau selalu menggunakan kepemimpinan staf. Tidak ambil keputusan sendiri.  Staf sebagai pelengkap.

Menanggapi ormas yang didirikan Anas Urbaningrum, Pak SBY nampaknya keder?  Sampai secara khusus bahas itu meski secara “no mention” di acara PD di Sentul? Bahkan berkirim pesan pendek?

Saya pikir segala sesuatu yang tidak benar harus dijawab, jangan didiamkan karena nanti dianggap benar.  Dulu, diam itu emas.  Sekarang tidak lagi. Pak SBY keder?  Tidak lah.  Menurut saya tidak sebanding! Maaf ya, saya bilang ke kader jangan  minder. Yang tidak baik perkaranya kan sedang diproses.  Edhie Wibowo yang antikorupsi malah masuk partai.  Track-record saya bisa dilihat sejak di AD.  Bahkan saya disalahkan karena membeli tank.  Ternyata dengan dana tetap saya bisa beli lebih banyak tank, karena tidak ada korupsi.  Jadi saya bisa mengatakan, saat saya berkuasa saya tidak korupsi.  Orang lain “ baru akan”. Aku sudah melakukan dan masuk Demokrat.  Kader Demokrat yang baik jauh lebih banyak.  Silakan kita lihat, mereka yang keluar itu apakah bisa menjadi besar?

Dalam dua kali pidato terakhir, Pak SBY mengeluh soal media.  Padahal beliau dulu populer karena media juga.  Kesannya pikiran Pak SBY terokupasi dengan pemberitaan media.  Bukankah semua kegiatan Pak SBY selalu diliput luas?

Beliau merasa kok tidak imbang banget.  Kalau imbang, beliau oke saja.  Beliau katakan, sudahlah, apa yang kukatakan, kalau tidak bisa dimuat 100 persen, muat 25 persen.  Tapi tolong kebenarannya juga disampaikan, jangan diartikan berbeda.  Media sangat berpengaruh terhadap pendidikan rakyat, termasuk membangun demokrasi.

Senin, 02 Desember 2013

3365 Prajurit TNI Latihan Perang di Hutan Simalungun


Danko Diklat Mabes TNI AD Letjend TNI Lodewijk bersama prajurit
Sebanyak 3.365 prajurit TNI Angkatan Darat Brigade VII Rimba Raya melakukan latihan perang di daerah Desa Dolok Merawa Kecamatan Silau Kahean di Kabupaten Simalungun.Latihan dengan menggunakan alat berat selama 14 hari.

Latihan perang ini juga melibatkan unsur Satuan Tempur Kodam I/BB serta senjata berat dan helikopter terlibat dalam latihan gabungan. 

Danko Diklat Mabes TNI AD Letjend TNI Lodewijk kepada wartawan seusai acara penutupan latihan ini mengatakan merupakan ajang ujian bagi prajurit untuk meningkatkan profesional dalam menjalankan tugasnya. Tidak hanya mahir bertempur dan menyerang musuh, akan tetapi prajurit juga mahir dengan beragam kemampuan dan managerial lainnya selama menjadi prajurit TNI AD.

Diutarakannya, latihan Brigade VII Rimba Raya ini adalah suatu bentuk latihan dalam operasi yang mengadopsi combain up artinya brigade diperkuat dengan unsur satuan tempur maupun bantuan administrasi nah dalam konteks ini maka brigade ini diujicobakan bagainana aspek kodal taktis dan teknis sesuai dengan kecabangan masing-masing dalam suatu operasi.
Kegiatan latihan yang berlangsung selama 14 hari ini, para penerbat atau para penerbangan ini mampu menguasai Simalungun Militery Training Area, yang merupakan salah satu kawasan tempur baru.

Lodewijk juga memaparkan latihan setingkat Brigade ini dilakukan tiga tahun sekali dimana mekanisme harus melewati standarisasi dimulai dari tingkat regu, pleton, kompi dan batalion serta unsur administrasi. Selain itu juga Danko Diklat Mabes TNI AD juga terlihat senang melihat kemampuan prajurit Kodam I/BB dalam latihan penyerangan terhadap garis musuh dengan sasaran dan metode yang telah ditentukan.


Menyambung latihan ini nantinya akan menggandeng TNI-AU, Danko Diklat Mabes TNI AD ini mengatakan tidak tertutup kemungkinan sebab lokasi ini sangat baru dan strategis terlebih jarak eks Bandara Polonia yang kini Menjadi Pangkalan TNI-AU tidak terlalu jauh sehingga latihan gabungan TNI AD maupun TNI AU bisa dilaksanakan.

Latihan yang digelar selama 14 hari para prajurit mendapatkan pelatihan mengempur pertahanan musuh sesuai dengan peta lokasi penyerangan. 





MI.

Sishankamrata Sebagai Dasar Pembangunan Kekuatan Pertahanan Berkelanjutan

Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) merupakan rujukan sekaligus dasar dan tujuan pembangunan kekuatan pertahanan secara berkelanjutan yang mengamanatkan adanya keseimbangan proporsional antara komponen kekuatan bersenjata (kombatan) dengan komponen kekuatan tak bersenjata (non-kombatan) yang dibangun dengan mengedepankan prinsip kerakyatan, kewilayahan dan kesemestaan.
Namun demikian, pembangunan kekuatan pertahanan ini belum didukung oleh perencanaan kekuatan (force planning) yang merujuk kepada metoda perencanaan kekuatan yang modern, teratur, terstruktur dan mengintegrasikan berbagai fungsi yang tercakup dalam organisasi pertahanan. Dalam rangka menggali gagasan untuk memperkuat kesinambungan pembangunan kekuatan pertahanan, Pusat Pengkajian Strategi Nasional (PPSN) bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan RI dan Forum Pemred menyelenggarakan Diskusi Panel dengan tema, “Membangun Kemampuan Kekuatan Pertahanan Berkelanjutan (Sustainable Defence Force Planning)”.
Diskusi panel yang dilangsungkan di Jakarta, Jumat (29/11) menghadirkan keynote speech, Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro yang mengupas tema tersebut dari perspektif pemerintah dengan topik, “Perkembangan Lingkungan Strategis dan Tantangan Global” dan Ketua Komisi I DPR RI drs. Mahfudz Siddiq, M.Si yang melihatnya dari perspektif DPR/legislatif.
Diskusi panel menghadirkan tiga orang panelis yaitu pertama, pengamat militer Dr. Andi Widjajanto yang memaparkan tentang, “Trajektori dan Skenario ‘Net Assessment’ untuk TNI Abad XXI”. Panelis kedua, Direktur Jenderal Strategi Pertahanan (Dirjen Strahan) Kemhan Mayjen TNI Sonny E.S. Prasetyo, M.A yang mengangkat, “Pembangungan Kekuatan Pertahanan Minimum Essential Force (MEF) yang berkelanjutan. Panelis ketiga wartawan senior Kompas sekaligus juga Rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Dr. Ninok Leksono membahas, “Peran Industri Strategis dan Teknologi dalam Mendukung Pembangunan Kemampuan Pertahanan”.

Dalam kesempatan tersebut Menhan menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan diskusi panel kali ini karena hal ini merupakan langkah yang tepat sebagai ujung dari Kabinet Indenesia Bersatu II (KIB II). Menhan berharap pada tahun depan yang merupakan akhir KIB II, pembangunan kekuatan pertahanan yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) I, II dan III dapat terus berlanjut atau berkesinambungan (Sustainable). Dilanjutkan Menhan, pembangunan kekuatan pertahanan yang berkelanjutan diawali pada tahun 2010 (awal KIB II) berupa penyelarasan doktrin, strategi, postur dan buku putih untuk mengakomodir dinamika perubahan yang terjadi tahun 2008-2010 pada saat KIB I.

Paradigma atau dinamika perubahan yang terjadi dapat berupa ancaman terdiri dari asimetris, simetris, cyber, terorisme dan masih banyak lagi. Setelah anacaman-ancaman tersebut diformulasikan selanjutnya membangun konsep dasar kekuatan pertahanan deterrence diantaranya adalah master list dan salah satu isinya adalah Minimum Essential Forces (MEP).

Diskusi panel yang dimaksudkan untuk melaksanakan diskusi konstruktif antara panelis dengan peserta membahas masalah pertahanan akan dihadiri sekitar 100 peserta yang merupakan perwakilan dari Kemhan,TNI, Kementerian/Lembaga terkait dengan pembangunan pertahanan termasuk diantaranya perwakilan dari industri pertahanan dan pemimpin redaksi (pemred) media massa nasional yang tergabung dalam forum Pemred.

Pusat Pengkajian Strategi Nasional (PPSN) yang dipimpin Marsekal Madya TNI (Purn) Daryatmo, S.Ip adalah yayasan yang didirikan oleh Laksamana (Purn) Widodo AS dan Prof. Juwono Sudarsono dengan didukung beberapa tokoh. Maksud didirikan yayasan adalah untuk memanfaatkan potensi yang ada dalam masyarakat dalam rangka memberikan sumbangan positif bagi perkembangan kehidupan bangsa. Kegiatannya diarahkan untuk melaksanakan serangkaian pengkajian berlanjut terhadap masalah nasional yang strategis dan dikerjakan oleh para ahlinya.

Tri Matra Latihan Gultor “Counter Hijacking at the Sea” di Batam

Tri Matra Latihan Gultor “Counter Hijacking at the Sea” di Batam
TNI kembali menggelar Latihan Satuan Penanggulangan Teror tahun 2013 yang ke VIII bertemakan, "Counter Hijacking at the Sea", di perairan Batam Kepulauan Riau, Senin (2/12).
Dalam skenario latihan, dilaporkan bahwa ada kapal milik Indonesia dibajak oleh kelompok teroris di perairan Batam. Profesionalisme kekuatan Tri Matra (AD, AL, AU) serta didukung manuver dari pesawat yang melakukan penerjunan di laut maupun di kapal sasaran, Sea Reader bergerak cepat mendekati sasaran. Kemudian didukung gerakan Helikopter yang menerjunkan prajurit TNI ke sasaran, akhirnya teroris yang menguasai kapal dapat dilumpuhkan sekaligus menangkap gembong teroris dalam waktu singkat.
Latihan yang dilaksanakan dua tahap, yakni tahap pertama di Cilandak dan tahap kedua di Perairan Batam tersebut, bertujuan untuk mewujudkan kesiapan operasional Satgas Operasi Khusus TNI yang merupakan gabungan unsur-unsur Sat-81, Denjaka, dan Denbravo'90 beserta unsur pendukungnya dengan sasaran untuk meningkatkan kemampuan unsur Pimpinan dan Staf, tersusunnya rencana operasi khusus TNI, meningkatnya kemampuan interoperability dan meningkatnya kesiagaan operasional Pasukan Khusus TNI.
Latihan ini melibatkan sejumlah peralatan antara lain: 1 unit pesawat Hercules C-130, 2 unit Helly Bell TNI AL, 1 unit Cassa TNI AL, 1 unit KRI LPD, 4 unit Sea Reader, 6 unit Rubber duck, dan 10 unit PK SAR.
Setelah menyaksikan latihan, Panglima TNI secara resmi menutup latihan Satgultor TNI tahun 2013 dengan Upacara Militer di perairan Batam, tepatnya di atas geladak KRI Banda Aceh.  Menurut Panglima TNI, membaca prediksi tantangan nasional ke depan, TNI dituntut untuk terus memelihara dan meningkatkan kesiapsiagaan guna menghadapi berbagai trouble spot yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Untuk itu di akhir amanatnya Panglima TNI menyampaikan beberapa penekanan diantaranya adanya kesatukan visi dan misi Sat-81, Denjaka, dan Denbravo'90, dalam satu ikatan tugas TNI.
Hadir menyaksikan latihan tersebut antara lain Kasal Laksamana TNI Dr. Marsetio, Kasau Marsekal TNI I.B. Putu Dunia dan jajaran, SAF Singapura Brigjen Mark Tan Ming Yiak, Dansesko TNI Marsdya TNI Ismono W, para Asisten Panglima TNI, Kabais TNI Mayjen TNI Erwin Sapitri, Dankodiklat TNI Mayjen TNI Chaidier S. Sakti, serta Atase Pertahanan Negara Tetangga seperti: Atase Kamboja, Singapura, dan Thailand dan Pejabat lainnya.
 TNI.

Senpi dan Bom Rakitan OPM Lebih Canggih

 
Temuan puluhan senjata dalam penggerebekan rumah yang diduga milik kelompok OPM di Kampung Yongsu Spari, Distrik Revenirara, Kabupaten Jayapura, Jumat (29/11) lalu langsung menarik perhatian Polda Papua. Apalagi, dalam penggerebekan lanjutan, polisi juga menemukan bendera OPM yang dikibarkan.

Kapolda Papua Irjen Pol M. Tito Karnavian dan Wakapolda Brigjen Pol Paulus Waterpau menyempatkan diri datang ke Mapolres Jayapura untuk melihat langsung senjata api (senpi) dan bom rakitan plus belasan senjata tajam (sajam) tersebut. Setelah melihat senjata itu, Kapolda menilai bom rakitan yang diamankan tersebut lebih canggih daripada bom rakitan yang pernah disita dari kelompok bersenjata di Papua.

Menurut Kapolda, yang paling berbahaya di antara seluruh barang bukti yang ditemukan Polres Jayapura adalah bom rakitan itu. Sebab, kendati berukuran kecil, bom rakitan tersebut bisa menjangkau radius 20 meter.

"Biasanya bom seperti ini kami temukan di Poso, Bima, dan Jawa Tengah dengan nama bom lontong. Tidak pernah di Papua. Kekuatannya sama dengan granat. Ledakannya bisa bikin tuli. Serpihannya bisa seperti peluru," tutur Tito kemarin (1/12).

Kepada awak media, Paulus Waterpau mengatakan, Jumat lalu polisi menerima informasi bahwa ada sekelompok orang di Kampung Yongsu yang beraktivitas mencurigakan. "Kapolres langsung memerintah anggota untuk mengecek ke sana, Sempat terjadi kontak senjata dengan mereka. Jumlah kelompok Raja Cyclop ini 20-an, tapi yang aktif hanya delapan orang. Setelah kontak senjata, mereka menghilang ke hutan," kata Wakapolda yang kemarin didampingi Kabidhumas Polda Papua AKBP Sulistyo Pudjo Hartono dan Kapolres Jayapura AKBP Roycke Harry Langie.

Paulus menduga kelompok Raja Cyclop berkaitan dengan kelompok bersenjata yang diungkap di Aimas, Sorong, April lalu. Sebab, organisasi dan senjata mereka hampir sama.

Dijelaskan, pada Jumat pukul 07.30 WIT 38 polisi tiba di Kampung Yongsu Spari dan langsung menggerebek rumah tiga orang yang diduga sebagai anggota kelompok Raja Cyclop. Dari rumah Edward Okoseray, polisi menemukan senpi dan bom rakitan. Di rumah Oktovianus Sorondonya, ditemukan mesin bubut yang diduga digunakan untuk merakit senpi. "Dari rumah Adrianus Apaseray yang dijuluki Raja Cyclop, polisi menemukan senpi rakitan, peluru, bom rakitan, dan dokumen anggota OPM," papar Paulus.

Sekitar pukul 13.00 WIT, lanjut Paulus, dua warga berinisial OY dan GA melapor ke Polsek Depapre. Mereka bilang bahwa Raja Cyclop bersama delapan orang lain turun ke kampung, menyekap sejumlah warga, dan membakar beberapa rumah. "Kami langsung berkoordinasi dengan Polsek Depapre dan kepala distrik agar mengevakuasi warga," terangnya.

Esoknya, Sabtu (30/11), polisi kembali ke tempat kejadian. Namun, ternyata tidak ada informasi tentang penyanderaan. Karena itu, Kapolres menduga laporan OY dan GA tersebut hanya digunakan untuk memancing polisi agar datang ke sana pada malamnya. Kalau polisi terpancing, mungkin akan jatuh korban.

"Saat kami ke sana esoknya, ada satu bendera bintang kejora yang dikibarkan di kantor kepala kampung. Soal Raja Cyclop yang dikabarkan tertembak, kami telah cek. Memang ada satu makam yang masih basah. Namun, kami tidak mau berspekulasi. Kami akan otopsi dulu," terang Kapolres.

Kapolres menambahkan, menurut informasi dari warga, Raja Cyclop sebelumnya merupakan kepala kampung di sana. Pada Agustus 2012 dia diganti karena tidak bisa mempertanggungjawabkan ADK.

"Berdasar analisis kami, dia sudah mengikuti kegiatan itu sejak Januari. Uang yang tidak bisa dia pertanggungjawabkan itu mungkin untuk menjalankan operasi ini. Mungkin dia ikut kelompok tersebut karena tidak lagi menjadi kepala kampung," tutur Kapolres.

Pasukan TNI serbu kelompok insurgency, 40 orang tewas

Pasukan TNI serbu kelompok insurgency, 40 orang tewas
Ilustrasi (dok:Istimewa)
Personel TNI dari Batalyon 711 Raksatama Brigade Infantri 22 Otamana terlibat baku tembak dengan kelompok insurgency di Desa Mayumba, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah.

Setidaknya 1.200 personel TNI didukung artileri medan berupa tank, panser, dan helikopter dikerahkan untuk melumpuhkan kelompok bersenjata tersebut.

Situasi tenang di Desa Mayumba, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, mendadak ramai akibat perang tersebut. Puluhan orang bersenjata api baku tembak dengan anggota TNI dengan kekuatan penuh.

Bunyi tembakan tanpa henti yang diantaranya dibarengi dengan suara ledakan bom yang menggelegar membuat situasi di Desa Mayumba, tadi pagi terasa sangat mencekam. Wargapun diungsikan ke lokasi perbukitan yang aman dari area peperangan.

Dalam peperangan itu, 1.200 personel TNI dikerahkan. Sejumlah alat berat seperti dua Tank Scorpion dan dua Panser Anoa dikerahkan. Tidak hanya itu, mereka juga mengeluarkan empat mortir dan enam senjata artileri Medan yang menembak dari jarak 5 Kilometer (Km).

Penembakan dilakukan tanpa henti ke arah pelarian kelompok pengacau keamanan yang coba meloloskan diri. Pengejaran kelompok pengacau keamanan itu turut melibatkan Satuan Raider 700 yang menggunakan helikopter bell 412.

Penindakan terhadap kelompok insurgen atau pengacau keamanan itu mengakibatkan setidaknya 40 anggota kelompok tersebut tewas dan 15 orang diantaranya berhasil ditangkap, termasuk persenjataan yang berhasil disita. Termasuk di antaranya satu buah bunker dan rumah tempat persembunyian berhasil diledakkan.

Panglima Daerah Militer VII Wirabuana Mayjend Bachtiar mengatakan, peperangan itu merupakan latihan batalyon tim pertempuran sesungguhnya di daerah pemukiman atau kota.

Diharapkan, dari kegiatan latihan pertempuran itu akan meningkatkan kemampuan anggota personel TNI dalam menanggani gangguan keamanan, di suatu daerah baik berupa gerakan separatis dan aksi terorisme secara profesional dan proporsional.

"Jadi latihan kali ini kita kemas beda dari tahun sebelumnya. Tahun ini kita menghadapi lawan insurgency. Lawan insurgen ini adalah untuk mengatasi suatu daerah yang mengalami gangguan, karena ada gerakan seperatis, dan pemberontakan bersenjata, maupun terorisme," katanya, kepada wartawan, Senin (2/12/2013).

Ditambahkan dia, jadi dengan pola operasi yang sudah digelar pada hari ini, pihaknya coba memberikan pengalaman kepada prajurit, khususnya betapa sulitnya melakukan pertempuran di daerah pemukiman itu tidak semudah apa yang dibayangkan.

Lebih lanjut, Pangdam VII Wirabuana menilai, latihan batalyon pertempuran itu berlangsung dengan sangat baik, dimana mampu memberikan sebuah realisme pertempuran yang sesungguhnya.

Kepala Lemsaneg: Pejabat Indonesia Malas Pakai Mesin 'Antisadap'

Tak hanya di dalam negeri, KBRI-KBRI juga jadi sasaran penyadapan.

Pejabat Indonesia yang disadap Australia pada November 2009
Pejabat Indonesia yang disadap Australia pada November 2009  
Hubungan Indonesia dan Australia tegang setelah skandal penyadapan menyeruak melalui pemberitaan dua media massa, laman The Guardian dan surat kabar Sydney Morning Herald, baru-baru ini.
Indonesia yang meradang melakukan segala upaya untuk memaksa Australia menjelaskan penyadapan yang dilakukan intelijen mereka terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat di sini.

Seiring itu, Indonesia juga berupaya membenahi kembali sistem pengamanan dan rahasia negara agar tidak lagi mudah dijebol penyadap. Salah satu badan pemerintah yang diharap ikut berperan banyak dalam pengamanan informasi rahasia negara ini adalah Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Sistem enkripsi Lemsaneg dinilai cukup mumpuni menangkal aksi penyadapan asing.
Kepala Lemsaneg Mayjen TNI Djoko Setiadi mengungkapkan, Indonesia bukannya tidak sadar disadap. Namun, hal yang sulit untuk diungkap adalah siapa yang menyadap?

Karena itu, kata Djoko, sudah saatnya para pejabat tinggi negara dibekali 'ilmu' untuk pengamanan. Tak hanya di dalam negeri, sebagai garda depan, para diplomat di luar negeri juga harus diberi 'pencerahan' supaya lebih waspada penyadapan, termasuk negara tetangga sekali pun.

Bagaimana upaya menyadarkan para petinggi negara ini? Berikut tanya jawab dengan Kepala Lemsaneg Djoko Setiadi yang dirangkum dalam forum pertemuan tertutup dengan para pemimpin redaksi baru-baru ini:
Apa Lemsaneg tahu  Indonesia disadap Australia?
Berbicara penyadapan, sekali lagi ini terjadi di dunia maya. Terasa (ada penyadapan), tapi kami tidak tahu siapa yang menyadap. Karena belum tentu orang Australia menggunakan ID Australia. Bisa saja mereka menggunakan ID orang lain.

[Djoko lalu menjabarkan sejumlah temuan-temuan terkait alat sadap di beberapa kantor KBRI di luar negeri.  Namun, Djoko meminta agar lokasi KBRI tidak ditulis untuk keperluan keamanan negara.]

Sebagai contoh, di sebuah KBRI, ada alat yang disebut adenco. Alat itu sebetulnya berfungsi sebagai alarm. Ternyata setelah kami cek, alat itu tersambung line jaringan telepon ke kediaman Pak Dubes. Itu terjadi.
Kami tidak bisa memastikan itu dilakukan pemerintah setempat atau orang lain. Kira-kira terjadi tahun 2004-2005. Kami temukan di KBRI kita sebuah alat menyadap.

Waktu saya datang ke sebuah KBRI di negara lain, Pak Dubes bilang, 'Mas Djoko, negara ini saudara kandung kita. Yakinlah kita tidak mungkin ada alat-alat itu'. Ternyata memang ada alat-alat penyadap itu. Di atas meja kerjanya ada platform rapi, ada alat penyadap itu. Tapi lagi-lagi kami tidak tahu siapa yang memasang itu.

Makanya, negara perlu memberikan pencerahan kepada para diplomat kita itu, agar lebih meningkatkan pengamanan.

Suatu ketika ada serbuk gelap yang ditemukan di KBRI lainnya. Dengan kondisi ketakutan, seluruh personel yang ada dalam KBRI dikeluarkan, termasuk petugas keamanan. Mereka (petugas keamanan negara setempat) masuk ke ruangan Kedubes kita, untuk mencek apakah ada bom atau tidak. Saya bukan berprasangka buruk, tapi mungkin saja ketika semua keluar mereka (petugas keamanan negara setempat) memanfaatkan kondisi untuk memasang alat-alat itu. Serbuk itu sengaja dikondisikan.

Lalu, di pegangan pintu Pak Dubes di KBRI sebuah negara, pun ada alat transmitter. Setelah kami bongkar, kami beli alat yang sama dengan alat itu di kota setempat, ternyata beratnya beda. Di KBRI negara-negara lain juga kami temukan. Ada yang di ruang rapat.

Saat kita protes, kita tanya, apa yang sedang terjadi, alasan mereka klasik. Mereka bilang selalu membantu negara-negara sahabat. Mereka bilang memonitor ancaman teroris. Jadi selalu itu yang mereka sampaikan.

Di sebuah KBRI lainnya lagi, saya sendiri menemukan beberapa alat transmitter di ruangan Pak Duta Besar. Artinya Pak Dubes sudah disadap. Namun lagi-lagi kami juga tidak tahu, siapa yang memasang. Dalam hal ini kita harus hati-hati di semua tempat.
Apakah Lemsaneg tahu Australia menyadap Presiden SBY dan para pejabat lain?
Jujur kami baru tahu dari berita yang bersumber dari dokumen yang dibocorkan Edward Snowden itu. Namun demikian, kita tahu ada indikasi-indikasi seperti yang telah kami temukan. Maka dalam hal ini, kami bekerjasama dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Luar Negeri. Ada tim terpadu. Kami mengecek di KBRI di seluruh dunia, apakah ada alat-alat penyadap di ruangan mereka.
Harusnya Kedutaan kita di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia harus lebih diproteksi.

Bantuan-bantuan asing perlu dicurigai?
Tidak hanya bantuan asing terhadap TNI-Polri saja yang perlu dicurigai. Di Yogyakarta dulu ada bantuan dari Pemerintah Jerman, yaitu bantuan peralatan pengumpulan seluruh data dengan sistem komputerisasi oleh Jerman. Saya sampaikan kepada Pak Sultan, 'Bapak, boleh kami lihat? Jadi ada yang mencurigakan'. Bantuan-bantuan itu perlu kita curigai.

Di Batam dulu pernah ada bantuan dari Korea untuk pembangunan Batam center. Setelah ada yang dicurigai, kami mengamankan data, voice, video.

Apa pejabat kita mengerti enkripsi?
Perlu saya luruskan. Mesin sandi juga bukan antisadap, bisa disadap. Hanya ketika orang yang menyadap tidak bisa membaca sandinya. Enkripsi ini adalah alat pengaman. Kalaupun mereka bisa membaca sandinya itu butuh waktu yang sangat lama, bisa 3 bulan, 6 bulan, atau mungkin 1 tahun. Informasi itu jadi sudah basi dan tidak penting lagi.

Tampaknya para pejabat kita malas pakai alat pengaman penyadapan?
Bisa ditanyakan langsung kepada para pejabatnya, kenapa begitu. Sebenarnya kami sudah siapkan, di meja-meja pejabat itu (enkripsi). Wajar mereka malas gunakan telepon dan memencet tombol C sebagai pengaman yang kami sediakan karena mereka agak tidak sabar harus delay. Kalau pakai pengaman yang kami siapkan memang agak delay beberapa detik teleponnya. Kurang nyaman tentunya.

Pernah suatu kali, saya lihat (pejabat) ada yang memasukkan alat komunikasi itu ke dalam kotak lalu digembok. Dia bilang merasa tidak nyaman menggunakan itu dan bingung menggunakannya. Itu salah satu bukti. Pertama malas, kedua tidak nyaman.

Mesin eskripsi Lemsaneg diimpor dari mana?
Karena belum mampu buat sendiri, kami beli mesin-mesinnya saja dari luar. Tetapi, algoritma alat itu, 100 persen kami yang buat sendiri. Mudah-mudahan 2014 nanti Lemsaneg sudah punya alat enkripsi buatan sendiri, kerjasama dengan ITB, UI, dan universitas dalam negeri lainnya.

Kami akan menggalakkan kembali pemakaian enkripsi bagi para pejabat negara. Satu lagi yang perlu kami sampaikan, Jangan sampai menggunakan aplikasi-aplikasi dari luar, baik untuk handphone dan alat komunikasi lainnya.
Gara-gara penyadapan, Korsel rugi hingga triliunan. Bagaimana dengan Indonesia?
Saya yakin di Indonesia juga terjadi (kerugian). Tapi para korban itu tidak pernah menyampaikan. Di bank-bank misalnya. Saya yakin banyak bank di Indonesia pernah kebobolan. Tapi belum ada catatan pasti tentang kerugian itu.
Soal cyber army, bisa Anda jelaskas?
Kementerian Pertahanan sedang membentuk cyber army ini. Namanya juga cyber army, saya harap ini jadi tentara cyber, punya kemampuan menyerang, juga punya kemampuan untuk bertahan.
Di dunia cyber, kami tidak tahu siapa yang menyerang. Upaya kami dari Lemsaneg, cukup memperkuat sistem kekuatan pengamanan di wilayah informasi.
Soal kerjasama dengan KPU yang jadi polemik, kini bagaimana kabarnya?
Kami siap untuk tidak terlibat dalam penyelenggaraan pemilu 2014. Menghindari polemik. Demi tentramnya proses pemilu di masyarakat.