Seharusnya Rabu malam waktu Washington, Gedung Putih mengadakan
jamuan makan malam tamu kehormatan negara. Namun gagal lantaran tamunya
jengkel dan memutuskan membatalkan pertemuan tersebut.
Dia adalah Presiden Brasil Dilma Rousseff yang secara pribadi murka
pada Barack Obama. Rousseff adalah salah satu korban penyadapan
intelijen AS, NSA, yang dibongkar Snowden yang saat ini berlindung di
Rusia.
Alasan AS menyadap demi menanggulangi terorisme, dimentahkan para
pejabat Brasil. Sekutu terdekat AS di Amerika Selatan ini mengatakan
bahwa penyadapan dilakukan untuk mengeruk keuntungan, demi kepentingan
spionase komersial dan industri.
Rabu lalu juga, Obama dihantam protes serupa dari sekutunya di Eropa,
Jerman. Kanselir Jerman Angela Merkel meneleponnya, marah percakapan
teleponnya disadap. Informasi ini diperoleh Merkel dari majalah Der
Spiegel.
Angela Merkel mengatakan tidak bisa menerimaa tindakan AS yang
menyadap telepon selulernya dan berencana segera menemui Obama, untuk
meminta penjelasan.
Merkel punya pengalaman kelam soal dimata-matai. Dia lahir tahun 1954
di Hamburg, Jerman Timur, saat polisi polisi rahasia NAZI atau Stasi
menguntit keseharian warganya. Tidak heran Merkel murka.
Pembelaan juru bicara Gedung Putih Jay Carney juga terlihat ambigu.
Kepada media dia mengatakan, NSA (Badan Keamanan Nasional AS) “Sekarang
tidak sedang mengawasi dan tidak akan mengawasi telepon Merkel.”
Carney menggunakan kata kerja “sekarang.” Dia tidak mampu menjelaskan
apakah sebelumnya AS pernah menyadap Merkel atau tidak. NSA pun makin
terpojok.
Dua hari sebelumnya pada Senin, Snowden kembali buat ulah membocorkan
penyadapan AS terhadap Prancis, negara sahabat lainnya di Eropa. Harian
Le Monde menuliskan, NSA memantau 70,3 juta percakapan telepon di
Paris, hanya dalam kurun 30 hari, antara 10 Desember 2012 sampai 8
Januari 2013.
NSA, lanjut Le Monde, juga kemungkinan menyadap jutaan SMS di
Prancis. Tidak jelas apakah percakapan dan SMS yang disadap itu disimpan
secara utuh, atau hanya berupa metadata – yaitu hanya daftar siapa
berbicara dengan siapa.
Tidak dijelaskan juga apakah operasi penyadapan bernama sandi US-985D
itu masih terus berlangsung atau sudah dihentikan. Laporan itulah yang
membuat Menlu Fabius awal pekan ini memanggil Dubes AS untuk Prancis.
Dia menuntut Dubes AS itu memberi klarifikasi atas kabar di media massa
itu.
Beberapa hari sebelumnya, Meksiko juga marah besar pada Amerika. NSA
dilaporkan menyadap Presiden Enrique Pena Nieto dan pendahulunya, Felipe
Calderon. Tidak hanya itu, Amerika juga dituduh menyadap PBB dan Uni
Eropa.
Pemimpin 35 Negara
Di bawah perlindungan Rusia, nyanyian Snowden akan mega skandal
penyandapan AS semakin tidak terbendung. Jumat lalu, The Guardian -mitra
media Snowden- mengungkapkan bocoran dokumen yang menunjukkan bahwa AS
telah menyadap telepon puluhan kepala negara di seluruh dunia.
Hal ini dibuktikan dalam dokumen soal memo rahasia dari Direktorat
Sinyal Intelijen (SID) di NSA untuk berbagai instansi yang mereka sebut
“pelanggan”. Beberapa di antara instansi ini adalah Gedung Putih,
Kementerian Luar Negeri dan Pentagon.
Dalam memo itu, SID meminta para pejabat tinggi di instansi AS
memberikan informasi nomor telepon para petinggi politik dan pengusaha
di berbagai negara.
Terkumpullah 200 nomor, termasuk di dalamnya ada 35 nomor kepala
negara.Tidak disebutkan pemimpin mana saja yang disadap, namun NSA
disebut langsung melakukan operasi intelijen.
Dilihat dari memo tertanggal Oktober 2006 itu, ini bukan kali pertama
SID meminta bantuan pejabat negara, melainkan operasi rutin. Judul memo
itu, “Pelanggan Bisa Membantu SID Mendapatkan Nomor Telepon Target”.
Dalam pembuka memo, dikatakan bahwa para pejabat yang dekat dengan para
pemimpin dan politisi dunia bisa membantu operasi mata-mata.
Memo dikirimkan pada pertengahan periode kedua George Bush, saat
Condoleezza Rice menjabat Menteri Luar Negeri dan Donald Rumsfeld di
akhir masa jabatannya sebagai Menteri Pertahanan.
Dalam KTT Eropa di Brussels yang seyogyanya membicarakan masalah ekonomi, Jerman dan Prancis menyampaikan uneg-uneg mereka. Mereka mengatakan kepercayaan Eropa terhadap AS hampir sirna dan harus kembali dibangun.
“Memata-matai sahabat itu tidak benar. Sekarang kepercayaan harus
kembali dibangun,” kata Merkel, Kamis waktu setempat, yang menuntut aksi
nyata, bukan hanya ucapan maaf dari Obama.
Jerman dan Prancis kompak menuntut AS membuat kesepakatan paling lambat akhir tahun ini untuk tidak lagi memata-matai mereka. Hal ini diamini oleh ke-28 pemimpin Uni Eropa. Sebenarnya gagasan ini pertama kali diangkat Merkel saat Obama mengunjungi Berlin Juni lalu, namun tidak terealisasi.
Jerman dan Prancis kompak menuntut AS membuat kesepakatan paling lambat akhir tahun ini untuk tidak lagi memata-matai mereka. Hal ini diamini oleh ke-28 pemimpin Uni Eropa. Sebenarnya gagasan ini pertama kali diangkat Merkel saat Obama mengunjungi Berlin Juni lalu, namun tidak terealisasi.
“Persahabatan dan kemitraan antara Eropa, termasuk Jerman, dengan
Amerika bukanlah satu arah saja. AS perlu juga bersahabat dengan dunia,”
kata Merkel.
Kesepakatan semacam ini telah dibuat AS dengan Inggris, Australia,
Selandia Baru dan Kanada. Kelima negara memiliki aliansi yang dikenal
dengan “Lima Mata”, terbentuk sejak akhir Perang Dunia II.
Lebih Parah dari Wikileaks
Akibat penyadapan ini persahabatan AS dengan berbagai negara yang
telah terjalin bertahun-tahun terancam. Kebijakan luar negeri AS yang
dirancang sedemikian rupa juga jadi di ujung tanduk. AS diprediksi
merugi.
Dalam KTT kemarin, mega skandal penyadapan AS membuat negara-negara
Eropa tidak ragu-ragu lagi mendukung pengetatan undang-undang
perlindungan data tahun 1995. Dalam peraturan baru nanti,
perusahaan-perusahaan seperti Google dan Facebook dilarang membagi data
mereka dengan negara non-Eropa.
Peraturan ini juga memberikan hak bagi warga Eropa untuk meminta agar
jejak digital mereka dihapus. Ada denda 100 juta euro bagi perusahaan
yang melanggar.
AS khawatir Jerman dan Prancis semakin gigih mendorong peraturan ini,
pasca terungkapnya penyadapan. Pasalnya jika peraturan ini diterapkan,
maka ongkos penanganan data di Eropa akan meroket. Perusahaan seperti
Google, Yahoo! Microsoft dan yang lainnya tengah giat melobi pemerintah.
Kerugian diplomatis dan finansial ini membuat dampak bocoran Snowden
lebih besar ketimbang bocoran kabel diplomatik oleh Bradley Manning di
Wikileaks. Hal ini sempat diungkapkan oleh mantan juru bicara
Kementerian Luar Negeri AS P.J. Crowley dalam akun Twitternya.
“Semakin jelas saja, walaupun besarnya skala #WikiLeaks, bocoran
#Snowden menyebabkan lebih banyak kerusakan publik,” tulis Crowley.
Menurut Slate.com, bocoran WikiLeaks memang memberi dampak buruk
terhadap situasi politik di beberapa negara. Salah satunya soal
kecurangan pemilu Peru, korupsi pejabat India dan gaya hidup keluarga
Ben Ali yang berperan pada awal-awal revolusi di Tunisia.
Kendati mencengangkan, namun bocoran kabel di WikiLeaks dibuat oleh
para diplomat dan tidak mencerminkan kebijakan luar negeri AS yang
menjadi rahasia. Bahkan, para pejabat Kemlu AS mengakui bahwa
terungkapnya kabel itu “memalukan tapi tidak merusak.