Apakah kita cukup bangga sebagai pemakai, perantara dan makelar teknologi atau produk asing ?
Under Licensed Country dan Karoseri Teknologi Asing
Selama menjadi peneliti BPPT dan TNI-AD di Indonesia pada tahun
1989-1999 dan peneliti di Chiba University & ISAS JAXA
2002-sekarang, setiap tahun lebih dari enam kali saya berkunjung ke
instansi penelitian dan pendidikan Indonesia, selain untuk mengunjungi
mantan mahasiswa saya yang telah banyak kembali ke instansi pemerintah
dan swasta di Indonesia. Biasanya juga untuk melakukan ground survey
penelitian saya mengenai perubahan lingkungan Indonesia dan pengamatan
menggunakan satelit dan peta-peta kuno saya, serta mengumpulkan
naskah-naskah lama Indonesia. Setiap terbang dalam negeri Indonesia,
saya selalu atur jauh hari untuk mendapatkan posisi kursi dalam pesawat
agar mempermudahkan saya melakukan survey perubahaan lingkungan dari
dalam pesawat di setiap jalur penerbangan yang sering saya
lewati,misalnya jalur pantura Jakarta – Solo, Yogyakarta, Surabaya,
Bali, Makassar dll.
Syukur hingga beberapa tahun yang lalu saya selalu menggunakan dana
sendiri untuk kunjungan ke Indonesia, walau akhir-akhir ini mulai banyak
instansi yang mau membantu untuk akomodasi agar mempermudah saya
berkunjung ke Indonesia, terimakasih atas bantuannya ! Saya juga sering
mengajak peneliti dan professor Jepang, Amerika, Taiwan, Korea, Malaysia
dll yang saya danai mereka agar bisa ikut berkontribusi untuk memajukan
pendidikan dan penelitian Indonesia. Walau sering saya menemukan
pengalaman lucu, dimana rekan-rekan Indonesia mengira saya yang dibayari
oleh orang asing, sehingga mereka terpusat menjamu orang asing dan
melupakan saya, maklum juga itu adalah salah satu etika buruk orang
Indonesia, bahkan orang terdidikpun selama ini. Saya perhatikan banyak
rekan Indonesia secara psikologi keilmuan merasa di bawah orang asing,
sehingga memberikan penghormatan yang berlebihan dan sebaliknya tidak
dapat menghargai kemampuan sendiri dan orang Indonesia lainnya.
Pada saat berada di instansi penelitian, pertahanan dan
keamanan dll saya perhatikan adanya kebanggaan akan produk asing.
Sehingga pada saat saya tanyakan apa produk atau usaha Anda untuk
meningkatkan mutu, efisiensi, keakuratan pekerjaan Anda ? Semua hampir
tidak bisa menjawab. Bila kita tidak bisa menjawab, lalu selama
ini apa yang bisa kita kontribusikan kepada masyarakat dari hasil
pekerjaan kita sehari-hari ? Sebenarnya kita, orang Indonesia berangkat
setiap pagi dan pulang sore untuk bekerja bukan hanya untuk meningkatkan
pendapatan yang bisa mencukupi kehidupan sehari-hari diri sendiri dan
keluarga, tetapi kita bekerja keras untuk masyarakat, negara dan dunia.
Pada saat kita bekerja agar kita dapat memberikan yang terbaik untuk
dunia, maka kita perlu perlengkapan yang baik, bermutu, berefisien
tinggi, harga murah, akurat hingga ‘cantik’ atau cocok dan mudah dipakai
sehari-hari, dari hanya pensil, ballpoint hingga pesawat tempur.
Alat-alat tersebut adalah barang-barang sehari-hari yang ada di
sekitar kita hingga perlengkapan tercanggih untuk pertahanan dan
keamanan negara. Kita masih sering temukan perlengkapan kecil hingga
besar yang berlabelkan made in (buatan) negara asing yang mutunya
tidaklah sebagus yang kita harapkan. Seakan negara kita ini adalah laboratorium atau kelinci percobaan bagi negara-negara asing untuk menguji produk-produk mereka. Negara asing sangat beruntung mendapat income besar dari hasil penjualan produk teknologi rendah (low technology) mereka,
berupa barang-barang bermutu rendah dan terkadang membahayakan kita.
Hasil keuntungan tersebut menjadi pemasukan mereka untuk mengembangkan
teknologi yang lebih bagus, dan kita menjadi pasar mereka lagi untuk
mendapatkan produk yang lebih mahal. Hasil pemasukan mereka dari
penjualan produk di Indonesia dapat menghidupi peneliti-peneliti asing,
pada saat peneliti-peneliti kita kekurangan dana dan pendapatan,
sehingga sudah menjadi rahasia umum mereka banyak mempunyai pekerjaan
kedua ketiga dsb berupa mengajar di beberapa universitas, wiraswasta,
jual-beli saham dll. Bila kita beri angket kepada seluruh peneliti kita
akan pekerjaan kedua, ketiga dst (side business), bisa kita
petakan kondisi sebenarnya kwalitas peneliti kita dan proyeksikan
terhadap hasil penelitian selama ini, berikut kontribusinya pada
kemajuan negara dan dunia. Walau tidak disalahkan seorang peneliti juga
mengajar di universitas lain untuk mendapatkan tambahan pendapatan,
tetapi bila seorang peneliti juga merangkap menjadi dosen dibeberapa
Universitas, sebenarnya dia telah mengambil lapangan pekerjaan untuk
orang lain pula, sehingga lapangan pekerjaan berkurang. Bahkan banyak
peneliti lembaga penelitian yang mempunyai jabatan sebagai ketua jurusan
atau dekan dll, sehingga pekerjaan yang seharusnya sebagai peneliti
tertinggalkan untuk pekerjaan ‘administrasi’. Akhirnya yang terkorbankan
adalah masyarakat dan negara, karena seharusnya mereka dipekerjakan
untuk meneliti, tetapi merangkap pekerjaan yang menjauhkan dari kegiatan
penelitian sendiri.
Profesi peneliti memerlukan konsentrasi tersendiri yang berlanjut
untuk dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi sang peneliti
sendiri, instansi, masyarakat dan dunia. Profesi peneliti di negara mana
saja hampir saya dalam artian berkorban waktu, dana, perasaan dll untuk
menghasilkan suatu produk dan pengetahuan yang cocok, bermanfaat,
efisien, murah dll sesuai manusia dan lingkungan negaranya, bahkan untuk
dunia. Masih banyaknya masyarakat yang silau dan terkagum-kagum akan
produk hasil teknologi dan ilmu pengetahuan negara asing, dapat
diartikan sebagai masih rendahnya hasil para peneliti dan dukungan serta
kepercayaan pemerintah dan masyarakat untuk membuat produk yang cocok
untuk kita sendiri.
Seringnya kunjungan ke Indonesia dalam puluhan tahun terakhir, saya
sering perhatikan di bungkusan produk-produk di pasar tradisional, super
market, toko swalayan, warung dll yang tertuliskan ‘under license …’.
Hampir separuh lebih produk yang dikonsumsi masyarakat kita tertera
kalimat ini. Sejak merdeka, sudah 69 tahun masihkan kita harus tergantung pada negara lain untuk produk yang dikonsumsi oleh masyarakat kita,
terutama obat-obatan, makanan kaleng, bungkus kering, sepedamotor,
mobil, bahkan pesawat terbang. Walau ada perusahaan mobil, pesawat,
kapal dll di Indonesia, kalau kita cermati baik-baik, ternyata mesin,
sistem elektronik dll di dalamnya juga under license negara lain, walau
saat launching mereka menggembor-gemborkan sebagai produk anak bangsa.
Sepertinya ada kesalahan persepsi terhadap ‘produk anak bangsa’, karena
kita sering melihat dari tampilan produk saja, tanpa teliti melihat
jeroan produk tsb. Kita menginginkan negara mandiri teknologi dan ilmu
pengetahuan, bukan negara pembungkus teknologi asing dengan hanya
merakit dan membungkus dengan bodinya saja, kemudian mempromosikan
sebagai ‘produk anak bangsa’. Kita bukan ‘karoseri teknologi asing’.
Jangan salah artikan capaian teknologi bisa dicapai hanya dengan merakit
dan membangun bodi mobil, pesawat, kapal dll, dimana didalamnya
ternyata komponen produk asing.
Salam hangat selalu,
Josaphat TetukoSri Sumantyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar