Minggu, 24 April 2016

TNI 'Ngebet' Serbu Abu Sayyaf, Filipina Belum Boleh

TNI 'Ngebet' Serbu Abu Sayyaf, Filipina Belum Boleh
Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo memeriksa kesiapan PPRC di Tarakan (Puspen TNI)
Sudah satu bulan untuk 10 Anak Buah Kapal (ABK) dan dua pekan untuk empat ABK, yang ke semuanya asal Indonesia, belum diketahui nasibnya.
Namun, Pemerintah Filipina belum juga memberikan izin bagi TNI masuk ke wilayahnya hingga kini untuk menyelamatkan seluruh sandera WNI.
Meski begitu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah menyiapkan pasukan jika sewaktu-waktu diperintahkan masuk wilayah Filipina.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, menegaskan, ratusan personel TNI tiba di Dermaga Pelindo Malundung, Tarakan, Kalimantan Utara, untuk mendukung pasukan yang sebelumnya sudah ada di sana.
"Kami sudah mengirim ratusan personel untuk mendukung Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) untuk mengikuti latihan pembebasan sandera. Tapi mohon maaf, kami tidak bisa memberikan informasi di mana lokasinya demi keselamatan personel. Intinya, kapan pun kami diperintah untuk berangkat (ke Filipina) kami siap (berangkat)," kata Gatot, kepada tvOne, Minggu, 24 April 2016.

Viva. 

Keluarga dan Negara, Kisah di Balik Kehidupan Seorang Pilot Militer Wanita

Keluarga dan Negara, Kisah di Balik Kehidupan Seorang Pilot Militer Wanita 
Kapten Ambar (Foto: dok pribadi) 
 
Penerbang pesawat CN-235 wanita, Kapten Pnb Sekti Ambarwaty, kerap meninggalkan buah hatinya saat bertugas. Tak ayal, puteranya sesekali ngambek dan itu menjadi duka dalam pekerjaannya.
"Karena saya seorang ibu, mau nggak mau dengan profesi yang sekarang sering kali meninggalkan anak," ungkap perempuan yang akrab disapa Ambar itu saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (23/4/2016) malam.
Tugas dan risiko pekerjaannya itu memaksa Ambar harus mempekerjakan seorang asisten rumah tangga untuk membantunya menjaga putera semata wayangnya, Atha Pratama Sudi Ambara yang baru berusia 3,5 tahun. Apalagi suami Ambar juga sama-sama prajurit TNI AU yang bekerja sebagai navigator pesawat Hercules di Skadron 31 Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur.
Lalu hal berat apa yang paling terasa oleh Ambar saat harus meninggalkan anaknya?
"Kondisi suami juga terbang. Dulu pernah kita masih berusaha gantian, tapi sekarang kondisi sudah nggak bisa gitu. Maka kita minta bantuan asisten rumah tangga. Sekarang anak sudah bisa mulai protes, pas malam nggak mau dikeloni bundanya," cerita Ambar.
Kapten Ambar
Kondisi seperti ini terjadi jika perempuan asal Malang tersebut agak lama meninggalkan sang buah hati. Tapi kalau Ambar lalu sudah cukup lama berada di rumahnya dan menghabiskan waktu bersama, maka puteranya akan kembali biasa.
"Kalau sudah sering ditunggui mau lagi. Makanya kalau pas lagi libur, tapi ayah nya lagi terbang saya disuruh jalan sama anak," ucapnya.
Ambar yang bertugas di Skadron 2 Lanud Halim Perdana Kusuma mengawali kariernya sebagai Wara dari jalur bintara. Baru bertugas selama 8 bulan, pada tahun 2005 ia diminta atasannya untuk mengikuti pendidikan di sekolah penerbang TNI AU.
Kapten Ambar dan keluarga
Meski sebagai wanita Ambar memiliki posisi yang cukup tinggi sebagai penerbang, itu tidak menciptakan ada 'gap' dengan suaminya, Kapten Nav Prasetyo Sudi Wicaksono. Sama-sama memiliki tugas yang berat dengan suami, diakui ibu satu anak itu, sudah diputuskan keduanya sejak awal sebelum menikah.
"Kita sering ngobrol, memang berat. Tapi sudah konsekuensi. Sebelum nikah sudah tahu, makanya aku nyarinya sama-sama dari TNI AU, biar nggak susah memberi pengertian," tutur Ambar sambil tertawa.
Awalnya ia memang tidak pernah bercita-cita menjadi seorang penerbang. Namun bukan berarti karirnya tidak membuat Ambar bersyukur. Apalagi keluarga semuanya memberikan dukungan. Sebab support dari orangtua, adalah modal utamanya dalam meniti karirnya itu.
"Orangtua support, makanya setiap saya sebelum mau terbang, saya selalu hubungi ibu, ibu mertua, minta doanya," kata Ambar.
Memang diakuinya bahwa pekerjaannya memiliki tingkat risiko tinggi. Maka tak heran keluarga kerap khawatir, sehingga jika ada berita kecelakaan pesawat, otomatis keluarga langsung segera menghubunginya.
"Kalau ada berita-berita insiden, mereka akan langsung telepon saya, maka sebisanya begitu mau terbang atau selesai terbang sayang langsung beri kabar, supaya mereka tidak khawatir," terang lulusan tahun 2007 Sekolah Penerbang TNI AU tersebut.
Bekerja di bidang yang rata-rata didominasi pria, tak membuat Ambar kecil hati. Ia justru bersyukur dapat menjadi bagian dari emansipasi wanita. Sebagai Kartini era modern, Ambar punya pesan bagi wanita-wanita di Indonesia.
"Sekarang sudah banyak sekali pekerjaan yang dulu jarang, sekarang sudah digeluti perempuan. Tapi yang penting, kita tidak lupa akan kodratnya sebagai perempuan. Mampu manage waktu. Menjalani tugas seorang ibu, istri, sekaligus pforesi, walau saya akui itu memang sangat berat," terang Ambar.
Namun ia yakin, bahwa wanita super akan mampu menjalaninya sebab perempuan dianugerahi memiliki kemampuan multitasking. Satu pesan Ambar lagi, bahwa meski mampu menjalani tugas dan tanggung jawab sekaligus, tetap pimpinan adalah suami sebagai kepala keluarga.
"Tidak mendominasi. Kita punya suami, mereka punya tanggung jawab yang lebih besar. Makanya kita harus melakukan hal-hal yang bisa support," ungkap Ambar. 

Prajurit KRI Bung Tomo-357 terima penghargaan PBB

Prajurit KRI  Bung Tomo-357 terima penghargaan PBB
foto pada 18 Agustus 2015 - Sejumlah kerabat dari prajurit TNI AL yang tergabung dalam Satgas Maritime Task Force (MTF) TNI Kontingen Garuda XXVIII-H/UNIFIL (United Nation Interm Force In Lebanon) 2015 melambaikan tangan kearah KRI Bung Tomo-357 di Dermaga Ujung, Koarmatim, Surabaya, Jawa Timur (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat).
 
Prajurit KRI Bung Tomo-357 yang tergabung dalam Maritim TNI Kontingen Garuda XXVIII-H/UNIFIL atau "United Nations Interim Force in Lebanon" menerima penghargaan atau tanda jasa dari PBB.

Komandan KRI Bung Tomo-357 Kolonel Laut (P) Yayan Sofiyan dalam surat elektronika yang diterima Antara di Surabaya, akhir pekan ini, menjelaskan penghargaan itu diterima dalam Medal Parade, yakni upacara seremonial penganugerahan dan penyematan UN Medal atau Tanda Jasa PBB pada 18 April 2016.

"Penghargaan ini diberikan atas prestasi yang telah diraih dalam pelaksanaan operasi tanpa cacat serta partisipasi aktifnya dalam keikutsertaan menjaga perdamaian dunia," kata Dansatgas Maritim TNI Kontingen Garuda XXVIII-H/UNIFIL-2015 itu.

KRI Bung Tomo-357 telah bergabung dengan UNIFIL sejak bulan Oktober 2015 untuk melaksanakan operasi menjaga stabilitas keamanan sesuai Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1701.

Upacara "Medal Parade" itu dilaksanakan di dermaga 3 Port of Beirut pada 18 April 2016 pukul 10.00 Local Time (GMT+3) dengan Inspektur Upacara, Maritime Task Force (MTF) Commander, Rear Admiral (RADM) Claudio Henrique Mello De Almeida.

Sejak berdirinya pada tahun 2006, MTF telah dibantu oleh kapal perang dari Angkatan Laut berbagai negara, Kontingen Indonesia bisa berbangga karena melanjutkan tradisi sebelumnya sebagai partisipan sejak tahun 2009.

Turut hadir dalam upacara adalah Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur Laksamana Muda TNI Darwanto besertai Ketua Daerah Jalasenastri Armada Timur Ny. Ina Darwanto, dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Lebanon, Achmad Chozin Khumaidy.

Selain itu, 14 Duta Besar RI Negara Sahabat di antaranya Dubes RI untuk Suriah, Malaysia, Austria, Yunani, Bangladesh, Pakistan, Palestina, Chad, India, Yaman, Korea Selatan, Maladewa, Australia, dan Kuwait.

ADRI-L TNI AD: Landing Craft Utility Pembawa MBT Leopard 2A4

adri-2

Karena punya dimensi dan bobot yang ekstra berat (60 ton) dibanding ranpur tank TNI pada umumnya, MBT (Main Battle Tank) Leopard 2A4 Kavaleri TNI AD perlu perlakuan khusus dalam menunjang transportasinya, khusus untuk operasi lintas laut, bahkan TNI AL menghadirkan LST (Landing Ship Tank) terbesar, KRI Teluk Bintuni 520. Kini, meski tak sebesar KRI Teluk Bintuni, Dinas Pembekalan Angkutan Angkatan Darat (Ditbekangad) bakal diperkuat armada kapal jenis LCU (Landing Craft Utility) yang didapuk sanggup membawa tank Leopard.

Galangan pembuatnya adalah PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Cabang Batam, dengan produk yang diluncurkan berupa kapal LCU 1200 DWT yang diberi nama Angkatan Darat Republik Indonesia-50 (ADRI-L). Dikutip dari radarsolo.co.id (21/4/2016), prosesi peluncuran dilakukan di di Kabil.

24841_42956_JAGA-NKRI_CECEP-MULYANABATAM-POS_Batam-Pos

Adapun spesifikasi kapal LCU 1200 DWT memiliki panjang 79,50 meter, lebar kapal 14.00 meter, tinggi geladak utama 7,80 meter, tinggi sarat air 2,90, mesin penggerak 2×1500 horse power, kecepatan maksimum 12 knot, total beban 2.400 ton, dengan kapasitas 43 awak kapal, tangki bahan bakar 250.000 liter, dan jarak jelajah 2.880 NM. Kegunaan kapal ini nantinya dapat membawa tank Leopard 2A4 sebanyak enam unit dan transporter sebanyak satu unit.

Kapal LCU 1200 DWT ini dibangun dengan menelan biaya Rp 53 miliar dan sesuai kontrak jual beli, pembangunan kapal ini dimulai dari 2013 hingga 2015.Terkait adanya gangguan operasional kapal, peluncuran LCU 1200 baru dapat diluncurkan pada tahun 2016.Rencananya kapal ini akan diserahkan ke pihak TNI AD pada bulan Mei mendatang di Jakarta. Tentang nama ADRI-L, identitas L dalam bahasa romawi berarti 50, karena ini kapal yang ke-50 dipesan Perbekalan Angkatan Darat yang tersebar di Indonesia.

maxresdefault

Sebelumnya pada bulan Februari 2015, Ditbekangad TNI AD juga telah menerima dua unit LCT (Landing Craft Tank). Kapal mini LST ini diberi kode KM ADRI XLVIII dan ADRI XLIX ini akan menggantikan dua kapal pendarat logistik (LCL) dengan nomor lambung yang sama. Kapal ini mampu mengangkut sampai 300 orang pasukan beserta perlengkapannya, 22 unit kendaraan truk seberat masing-masing 5 ton, 12 unit kendaraan tempur roda ban/rantai, atau bekal/materiil seberat 500 ton. (Sam)
 

Lockheed Martin AN/TPS-77 (AN/FPS-117) : Mengenal Radar Intai Jarak Jauh Kohanudnas

1400863375395

Meski tak seriuh kompetisi pengadaan jet tempur pengganti F-5 E/F Tiger II, modernisasi alutsista pada sistem radar militer cukup menarik dicermati, mengingat rencana program penambahan 12 unit radar baru untuk memperkuat Kohanudnas (Komando Pertahanan Udana Nasional) yang digadang untuk dipenuhi dalam tiga periode MEF (Minimum Essential Force).

Seperti diketahui, saat ini Kohanudnas memiliki radar militer organik dengan jumlah 20 unit yang tersebar di unit Satrad (Satuan Radar). Sementara dari hasil analisa kebutuhan minimum, seharusnya untuk meng-cover pengawasan ruang udara NKRI dibutuhkan 32 unit radar, di luar radar yang dikelola sipil. Berangkat dari kebutuhan Kohanudnas, dan mengingat harga radar yang sangat mahal, Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI berupaya memenuhi kebutuhan radar dalam tiga tahap rencana strategis (renstra).

maxresdefault

Pada tahap pertama Kemhan akan membeli empat radar, tahap kedua membeli empat radar, dan tahap ketiga juga empat radar.Renstra MEF tahap pertama berlangsung pada 2010 hingga 2014, tahap dua 2015-2019, dan tahap tiga 2020-2024. Beberapa jenis radar surveillance baru di MEF I memang telah hadir di Tanah Air, sebut saja dua unit radar Weibel dari Denmark, radar MSSR 2000-I dari Perancis, dan radar MLAAD-SR dari Cina.

Radar AN/TPS-77 Australia.
Radar AN/TPS-77 Australia.

Radar AN/FPS-117.
Radar AN/FPS-117.

Nah, kelanjutan delapan unit radar intai yang masuk MEF II dan MEF II kini tengah masuk dalam finalisasi, meski palu belum diketok oleh Kemhan, karena ada persyaratan ToT (Transfer of Technology) yang ketat. Namun salah satu pemasok radar yang santer akan memperkuat sistem radar Kohanudnas adalah Lockheed Martin dari Amerika Serikat.

Sejak tahun 2010 Radar Surveillance System Lockheed Martin Corporation telah melakukan beberapa pembicaraan dengan TNI AU, dan telah melalui pengkajian dari KKIP mengenai kemungkinan alih teknologi. Sehingga radar ini nantinya dapat dibangun sendiri di Industri Pertahanan dalam negeri dalam hal ini CMI. Saat ini Lockheed Martin Corporation telah bekerjasama dengan PT CMI Teknologi dalam pembuatan suku cadang untuk dipasarkan ke negara lain. Lockheed Martin Corporation juga telah mendapatkan izin dari Pemerintah AS untuk bekerjasama dalam ToT dengan Indonesia dalam hal membangun serta menjual produk suku cadang itu ke negara lain yang membutuhkan.

Tentang jenis radar yang ditawarkan untuk Kohanudnas adalah tipe AN/TPS-77 (AN/FPS-117), yaitu radar yang punya peran sebagai long range air surveillance. Dari segi desain, AN/TPS-77 dirancang bisa mobile dan portable, termasuk ditempatkan dalam platform truk, mobilitas radar ini juga dapat dipindahkan dengan pesawat angkut sekelas C-130 Hercules. Sementara AN/FPS-117 adalah versi AN/TPS-77 yang dirancang sebagai sebagai fixed radar dan ditempatkan pada satu titik tertentu.

Radar AN/TPS-77 di platform truk.
Radar AN/TPS-77 di platform truk.

Instalasi radar FPS-117 pada radome (kubah) pelindung.
Instalasi radar FPS-117 pada radome (kubah) pelindung.

Operator radar FPS-117.
Operator radar FPS-117.

AN/TPS-77 mengadopsi teknologi AESA (Active Electronic Elevation Scanning Array) dengan frekuensi 1215 – 1400 Mhz. Transmsinya menggunakan jenis solid state dengan power frekuensi radio 19,9 Kw. Antena bekerja dengan dual scan rate, 5/10 atau 6/12 RPM. Bagaimana dengan jangkauan deteksi, radar AN/TPS-77 dengan search elevation -6 sampai 20 derajat dan track elevation -6 sampai 50 derajat, dapat mengendus sasaran pada jarak 300 – 470 Km, dan ketinggian deteksi maksimum 30,5 Km.

Dari sisi performa, radar ini dapat beroperasi secara maksimal dengan akurasi 99,5%, sementara masa penggunaan radar ini hingga 2.000 jam. Untuk proses penggantian dan perbaikan komponen yang aus, pihak Lockheed Martin dalam rilis menyebut hanya dibutuhkan waktu kurang dari 45 menit.

anfps-117-1

Selain digunakan di Indonesia, sistem radar ini juga sudah diadopsi oleh Australia, Belgia, Brazil, Kroasia, Denmark, Estonia, Jerman, Hungaria, Islandia, Irak, Italia, Yordania, Kuwait, Latvia, Pakistan, Romania, Saudi Arabia, Singapore, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Yunani dan Inggris. Radar ini pertama kali diluncurkan pada tahun 1980, dikutip dari Wikipedia.com, Australia sudah mengoperasikan AN/TPS-77 sejak tahun 2007. (Gilang Perdana)
 

General Dynamics URC-200 (V2): Radio Taktis Pengendali Tempur Andalan Paskhas TNI AU

P_20160416_110725

Dalam fakta di lapangan, bukan perkara mudah bagi pilot tempur untuk melaksanakan misi ground attack, terlebih bila sasaran tembakan berada di area hutan dan perbukitan yang rapat. Bila arah tembakan kurang presisi, yang jadi korban bisa jadi malah kawan sendiri (friendly fire). Guna mengatasi problem diatas, dalam misi BTU (Bantuan Tembakan Udara) kerap dikenal istilah ground FAC (forward air control).

URC200v2_300dpi

Fungsi FAC dilaksanakan oleh unit pasukan infanteri di garis depan pertempuran untuk memandu tembakan dari pesawat tempur. Kondisi ini bisa dilakukan untuk penghancuran sasaran yang dianggap strategis, atau kerap kali permintaan BTU atau close air support disebabkan posisi pasukan kawan yang tengah terjepit. Artinya disini pasukan infanteri dapat berkomunikasi langsung dengan pilot untuk memastikan koordinat tanpa butuh perangkat relay.

Penunjang komunikasi antara unit di ground dan pilot tempur mengandalkan tactical radio (radio taktis). Di lingkungan TNI, jenis radio ini sudah digunakan cukup lama dan bisa dipastikan unit infanteri TNI AD, Korps Marinir TNI AL, dan Paskhas TNI AU sangat akrab dengan radio taktis ini. Dalam model manpack yang dibawa dengan ransel, radio taktis ini biasanya menjadi kelengkapan komunikasi di tingkat peleton. Debut fenomenal radio taktis dalam BTU TNI AU berlangung dramatis dalam Operasi Seroja di Timor Timur. Fretilin yang saat itu menggunakan radio dari jenis yang sama (PRC-77), menjadikan komunikasi antar satuan TNI kerap disadap lawan.

26_4_2012_1

Dalam standar NATO, komunikasi antara radio taktis manpack dan pesawat tempur dilakukan lewat frekuensi VHF (very high frequency). Indomiliter di artikel terdahulu telah membahas tentang sosok radio PRC-77, radio TR2400 dan radio VDR10-MP buatan BUMN PT Len. Lebih detailnya silahkan klik tautan dibawah ini.

URC-200 (V2) di dalam panser VAB.
URC-200 (V2) di dalam panser VAB.

Disamping ketiga model radio taktis diatas, TNI masih menggunakan beberapa merek, salah satunya adalah radio URC-200 (V2), jenis transceiver VHF/UHF buatan pabrik General Dynamics Mission Systems, Amerika Serikat. Radio taktis ini menjadi alat komunikasi andalam oleh tim Dallan (Pengendali Pangkalan), Dalpur (Pengendali Tempur) Korps Paskhas TNI AU. Bagi tim Dallan, perangkat URC-200 banyak berperan dalam urusan ATC (Air Traffic Control).

Dikutip dari situs gdmissionsystems.com, URC-200 (V2) beroperasi dalam pola pancaran frekuensi LoS (Line of Sight), langsung antara terminal radio dan pesawat tempur. Selain dapat dibawa manpack, radio ini dapat pula di setting untuk rackmount (untuk base station), vehicular di kendaraan, dan interkom. URC-200 dapat meng-cover 30 sampai 420 rentang frekuensi dengan optional frequency enhancements. Dengan interface RS-232 memungkinkan dilakukannya akses remote control untuk operasi jarak jauh tunggal dan multiple. Dengan frequency agile co-site filter maka gangguan kendali komunikasi lalu lintas udara di ATC dapat dikurangi. Menggunakan teknologi digital, pengaturan frekuensi dan control tools dapat dilakukan user friendly dari front panel.

$_1

Sebagai radio taktis yang mengedepankan pada misi FAC, URC-200 (V2) tak hanya dilengkapi frekuensi VHF dan UHF, melainkan ada jalur komunikasi radio penerbangan non komersial, dan frekuensi AM/FM dari 30 Mhz ke 420 Mhz. Keunggulan lain radio ini adalah sifatnya yang multi band dan multi mode yang memberikan fleksibilitas dalam pengoperasian frekuensi AM/FM dan spektrum VHF/UHF secara bersamaan. Bahkan radio ini sanggup mentransmisikan data dengan kecepatan 16 Kb per detik.

Menurut seorang anggota Paskhas, saat ini juga terdapat perangkat genggam (handheld) yang juga mampu mengemban misi FAC, hanya saja untuk urusan power, radio taktis lebih unggul. Besarnya power pada radio tentu berimbas pada jangkauan frekuensi yang dapat dicapai.

Mengutip dari situs resminya, setelah diproduksi hampur dua dekade, URC-200 (V2) ditawarkan dengan program upgrade software sebagai penyempurnaan. Populasi radio taktis ini diperkirakan sudah lebih dari 11 ribu unit dan telah digunalan di 40 negara. (Gilang Perdana)

Spesifikasi URC-200 (V2)
– Dimensi: 388 x 274,32 x 78,74 mm
– Berat: 4,08 kg
– Temperature: ƒ -20˚C to +55˚C (operating) dan -50˚C to +70˚C (non operating)
– Baterai: rechargeable dan non-rechargeable
– Frequency range: ƒ VHF: 115 MHz to 149.9950 MHz (AM), VHF: 115 MHz to 173.9950 MHz (FM) ƒ UHF: 225 MHz to 399.9950 MHz
– Tuning increments: ƒ 25 kHz, 12.5 kHz, 5 kHz and 8.33 kHz (opt.)
– Frequency stability: ƒ ± 1 PPM
– Channel Spacing ƒ 25 kHz, 8.33 kHz (optional)

Indomil. 

Upgrade Alutsista, TNI AL Pilih Kanon Type 730 Untuk KRI Sampari 628 dan KRI Tombak 629

image242

Meski hubungan RI – RRC sempat panas gara-gara insiden di Perairan Natuna pada 19 Maret lalu, namun kejadian tersebut sepertinya tak membawa pengaruh pada urusan pembelian alutsista. Justru kabar terbaru, alutsista TNI AL kembali akan diperkuat sistem senjata kanon CIWS (Close In Weapon System) Type 730 untuk dipasang pada dua unit KCR (Kapal Cepat Rudal) 60 Sampari Class.

tombak-1

Pilihan untuk mengadopsi kanon reaksi cepat tujuh laras buatan Norinco, Cina, didapat dari kutipan berita di situs Janes.com (18/4/2016). Pemilihan kanon Type 730 oleh TNI AL berlangsung pada ajang DSA (Defence Service Asia) 2016 yang berlangsung 18 – 21 April di Kuala Lumpur, Malaysia. Dua KCR 60 yang bakal dicangkok kanon Type 730 adalah KRI Sampari 628 dan KRI Tombak 629. Sebagai informasi, selain dua kapal perang tersebut, TNI AL sudah mengoperasikan KCR 60 lain, yaitu KRI Halasan 630. Dan kini PT PAL sedang dalam proses penggarapan empat unit KCR 60 lainnya.

tombak-2

Sedari awal KCR 60 memang dibangun dengan asupan teknologi dari Negeri Tirai Bambu, sebut saja dalam penggunaan rudal anti kapal C-705. Bahkan untuk empat unit KCR 60 yang sedang dalam proses pembangunan, akan didapuk menggunakan CMS (Combat Management System) dari Cina. Dengan pola CMS dan sistem senjata rudal yang juga buatan Cina, maka bisa ditebak untuk senjata utama di haluan juga akan mengerucut pada produk buatan Cina.

Sejak diluncurkan, tiga unit KCR 60 yang kini beroperasi masih memakai kanon ‘sementara’ jenis Bofors 40 mm yang dilengkapi kubah. Dalam rancangan awal, KCR 60 dipersiapkan untuk dipasangi meriam kaliber 57 mm. Dengan keputusan penggunaan Type 730 pada KCR 60, maka ini menjadi generasi kapal cepat TNI AL yang sudah dipangi kanon CIWS. Sebelumnya KCR 40 Clurit Class sudah dipasangi CIWS AK-630, kanon enam laras dengan kaliber 30 mm.

TNI AL sendiri sudah cukup mengenal kanon Type 730, pertama kali jenis senjata ini dipasang pada korvet Parchim Class KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376. Sayangnya belum ada informasi lanjutan, apakah Type 730 akan dipasang pada Perchim Class TNI AL lainnya, mengingat kanon yang kini terpasang AK-230 sudah sangat usang.

KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 saat masih menggunakan kanon AK-230
KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 saat masih menggunakan kanon AK-230

KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 setelah rampung dipasangi kanon Type 730
KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 setelah rampung dipasangi kanon Type 730

Dengan kendali radar, Type 730 tampil sebagai kanon yang sadis. Dengan kendali elektrik dan hydraulic driven, Type 730 maksimum bisa mengumbar 5.800 proyektil dalam satu menit. Jelas urusan daya hancur dan kemampuan mengentikan laju rudal anti kapal pun meningkat drastis. Jarak tembak efektif kanon ini mencapai 3.500 meter. Jenis amunisi yang digunakan mulai dari armour-piercing discarding sabot (APDS), high explosive incendiary (HEI) dan target practice (TP) untuk latihan. Menurut rilis, sasaran yang melesat hingga kecepatan Mach 2 masih dapat ditangkal Type 730. Jumlah stok amunisi yang siap digunakan adalah 1.000 peluru. (Gilang Perdana)

Indomil.