Senin, 31 Agustus 2015

Cargo Hose Crane KRI Teluk Bintuni 520: Sanggup Angkat Beban Hingga 15 Ton

2
Perangkat yang satu ini terbilang familiar di kapal penumpang dan angkut logistik sipil bertonase besar. Tapi toh tugas misi angkut penumpang dan logistik tak melulu di dominasi kepentingan sipil. Armada TNI AL, khususnya pada Satuan Kapal Bantu (Satban) juga banyak mengandalkan peran crane untuk memindahkan paket logistik, rantis hingga ranpur untuk ditempatkan di atas deck. Seperti pada KRI Bintuni 520, kapal yang di dapuk sebagai LST (Landing Ship Tank) terbesar ini turut menggunakan cargo hose crane yang dapat memindahkan muatan seberat 15 ton.
KRI Bintuni 520 dengan bobot 2.300 ton dan panjang 120 meter, dibuat oleh galangan PT Daya Radar Utama (DRU) yang berlokasi di Lampung Selatan. Meski bukan buatan PT PAL, tapi adopsi cargo hose crane yang disematkan pada bagian haluan, adalah buatan PT PAL Surabaya dengan label Pinmarine. Crane ini dirancang untuk mengangkat beban sampai 15 ton dengan panjang 15 meter. Crane dibuat dengan struktur yang terbuat dari konstruksi baja yang kokoh dan bersertifikat sehingga kuat untuk dudukan dan pengelasan pada struktur kapal, bush terbuat dari bronze dengan mengacu kepada standar nasional (BKI) dan standar internasional (IACS member).
1
Crane dapat dioperasikan secara simultan dua atau beberapa gerakan disertai sistem emergency sebagai pengaman, selain itu dapat dioperasikan secara manual (Emergency Hand Pump) untuk melepas rem pada winch dan slewing.
KRI Teluk Bintuni 520 punya lebar 18 meter, serta tinggi 11 meter. KRI Teluk Bintuni dirancang sesuai tugas yang diembannya, yaitu mampu membawa 10 unit main battle tank (MBT) Leopard milik TNI Angkatan Darat yang berbobot mencapai 62,5 ton. Selain KRI Bintuni 520, beberapa kapal TNI AL yang dilengkapi crane dalam ukuran besar seperti di KRI Dewa Kembar 932, KRI Soputan 923, KRI Leuser 924,KRI Tanjung Oisina 972, KRI Tanjung Nusanive 973 dan KRI Tanjung Fatagar 974. Selain itu, crane dalam kapasitas yang lebih kecil hadir di LPD (Landing Platform Dock), FPB-57, korvet SIGMA dan frigat Van Speijk. Khusus di kapal kombatan, peran crane lebih untuk menaikan dan menurunkan perahu boat dengan kualifikasi RHIB (Rigid Hulled Inflatable Boat). (Tyas)

Spesfikasi Pinmarine Cargo Hose Crane:
– Safe Working Load : sampai 15 Tons x 15 M
– Slewing Angle : sampai 300°
– Max. Inclination : 55° – 75°
– Hoisting Speed : 5 – 12 M/min
– Hook Travel :sampai 25 M
– Cargo Winch : Included

Uji Benturan Rantis Komodo Pindad

image
image
image
Kendaraan taktis Komodo 4×4 lakukan uji ketahanan terhadap benturan / barikade. Komodo yang menggunakan sistem penggerak ban 4×4 ini memiliki berat 4 ton. Komodo menggunakan engine diesel turbo intercooler dengan power kendaraan 215 ps @ 2500 rpm sehingga tercapai rasio berat terhadap kendaraan 25 hp/ton. Mesin komodo sendiri memiliki kapasitas 5.193 cc. Transmisi yang digunakan adalah transmisi manual dengan 6 maju 1 mundur dan memiliki diferensi lock sehingga memiliki kemampuan offroad yang baik. Kendaraan perang ini juga telah dilengkapi dengan body dan kaca anti peluru. Pindad mengklaim daya tahannya bisa sampai dengan peluru berukuran 7.62 mm.

pr1v4t33r – Defence.pk

KIA KM420 Utility Vehicle: Jip “Lapis Baja” Infanteri Marinir TNI AL

Marinir
Setiap Kotama (Komando Utama) TNI punya beragam ciri khas, mulai ke khasan dari urusan senjata, seragam, hingga rantis (kendaraan taktis). Nah, bicara rantis TNI seolah tak ada habisnya. Di lingkup Korps Baret Ungu, sejak awal dekade 2000-an, telah dikenal rantis jip KIA KM420 Utility Vehicle besutan Negeri Ginseng. Rantis ini masuk kelas ¼ ton dan sosoknya terbilang familier dalam kedinasaan anggota Marinir TNI AL.
Punya bentuk unik, tampilan depan racikan gaya jip CJ7 namun punya ground clearance yang tak terlalu tinggi. Dan, faktanya KIA KM420 di Indonesia hanya digunakan Korps Marinir TNI AL. Meski masuk kelas rantis, jip ini tidak punya kemampuan lapis baja. Namun, karena kebutuhan operasi dalam mendukung operasi militer di NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) saat melawan separatis GAM di periode 2003 – 2004, jip ini pun diterjunkan di medan laga.
1
kia_km4208962507877_e3aaba513f_b
3
Menyadari GAM yang menggelar operasi secara gerilya, maka TNI harus menyiapkan strategi untuk mengamankan pergerakan pasukan selama operasi berlangsung. Idealnya yang digelar adalah rantis berlapis baja, namun faktanya kuantitas rantis lapis baja TNI sangat terbatas, sementara deployment pasukan harus ditangani secara serius. Hasilnya, beberapa rantis non lapis baja TNI ‘berhasil’ disulap jadi berlapis plat baja, contohnya pada truk REO M35. Dengen begitu, risiko personel TNI/Polri yang gugur dapat ditekan.
23
Dengan populasi sekitar 140 unit (merujuk informasi dari Jane’s Magazine 2003), KIA KM420 pun terjun langsung di Aceh. Untuk itu diperlukan persiapan khusus, Komandan Batalyon 7 Brigade Infanteri 3 Marinir TNI AL Letkol Mar. Bambang Suswantono memodifikais ji taktis ini. Bambang mempercayakan pemolesan pada modifikator Bodhi Sudarso. Kendaraan yang semula standar, disulap menjadi lapis baja. Proses penggarapan berlangsung kilat, satu bulan dari semestinya dua bulan. Langkah modifikasi ini sontak menambah bobot kendaraan sekitar 300 kg.
Adopsi plat lapis baja tentu bukan sekedar iseng, ini tak lain jip memang digunakan untuk berlaga dalam operasi militer di NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) saat melawan separatis GAM. Untuk tugas taktis di lapangan, pada atap bagian belakang dibuat berlapiskan terpal. Maksudnya untuk memberi tempat kepada penembak senapan mesin FN MAG GPMG (General Puspose Machine Gun) 7,62 mm. Selain itu, kabin belakang bisa dimuati empat personel berpakaian tempur lengkap.
KIA KM420 standar dan varian modifikasi lapis baja. (Foto: Edisi Koleksi Angkasa)
KIA KM420 standar dan varian modifikasi lapis baja. (Foto: Edisi Koleksi Angkasa)
Melaju di kecepatan tinggi.
Melaju di kecepatan tinggi
Dalam parade mengusung rudal MANPADS Strela
Dalam parade mengusung rudal MANPADS Strela

Kadar lapis baja (armor plate) pada KIA full metal ini mampu meredam terjangan proyektil kaliber 308. dari jarak 100 meter, proyektil kaliber 5,56 mm dari jarak 100 meter, sementara proyektil kaliber 7,62 mm dari jarak 150 meter akan menembus plat baja, namun tidak sampai melukai.
Untuk self defence, pada dinding kendaraan disediakan empat lubang bagi penembak untuk membidik sasaran di luar. Begitu pun untuk mengantisipasi serangan frontal, plat baja juga dipasang untuk menutupi kaca depan, seperti halnya di panser VAB dan Pindad Anoa 6×6, plat baja dapat dinaik turunkan. Karena plat baja dihadirkan untuk kebutuhan taktis, maka plat baja tidak dipantek mati. Saat misi di Aceh tuntas, rantis ini bisa disulap dalam sekejap kembali ke versi standarnya. Teknik bongkar pasang (knock down) yang diterapkan sangat sederhana, cukup dengan melepas baut-baut yang mengikat baja ke bodi.


KIA Marinir ini sejatinya tidak full modifikasi, untuk urusan kaki-kaki dan mesin solar 2.300 cc turbo, semuanya masih standar. Bisa dikatakan, KIA tidak dirancang untuk beroperasi di medan berat, sebab berpotensi mengancam keselamatan awaknya. KIA KM series dirancang ke dalam beberapa varian, seperti KM420 Utility Vehicle, KM422 TOW Missile Launcher Carrier, KM423 TOW Missile Carrier, KM424 106 mm Recoilless Rifle Carrier, dan KM426 40 mm Grenade Launcher Carrier.
KIA KM424 dengan Recoilless Rifle
KIA KM424 dengan Recoilless Rifle
KIA KM422 dengan peluncur rudal TOW
KIA KM422 dengan peluncur rudal TOW
KIA KM426 dengan peluncur granat otomatis
KIA KM426 dengan peluncur granat otomatis 40mm
Selain digunakan Indonesia dan Korea Selatan, pada Februari 2015 militer Ukraina telah memutuskan menggunakan KIA KM420. Secara komersial, jip ini mulai digunakan sejak 1997. (Gilang Perdana)

Spesifikasi KIA KM420 Utility Vehicle:
– Penggerak: 4×4
– Panjang: 4 meter
– Lebar: 1,75 meter
– Tinggi: 1,9 meter
– Berat kosong: 1.570 kg
– Payload: 540 kg (on road)/ 350 kg (off road)
– Mesin: RF-TCI diesel Turbo Charge Intercooler 2.300 cc
– Kapasitas bahan bakar: 53 liter
– Engine power: 91 hp
– Kecepatan maksimum: 115 km per jam
– Jarak jelajah: 550 km
– Ground clearance: 220 mm
– Radius putar: 5,14 meter
– Fording depth: 510 mm
– Konfigurasi kursi: 1+5

Minggu, 30 Agustus 2015

OS-Wifanusa: Prototipe Drone Pesawat Amfibi Untuk Misi Intai Maritim

image314-e1432088155846
Sebagai kekuatan laut terbesar di Asia Tenggara, TNI AL tergolong ‘komplit’ untuk deployment beragam tipe alutsista, namun ada satu yang kurang, yakni ketiadaan pesawat amfibi untuk menunjang tugas intai dan patroli maritim. Begitu pun dengan TNI AU, setelah berakhirnya pengabdian UF-2 Albatross Skadron Udara 5, praktis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tak lagi memiliki pesawat amfibi.
Keberadaan pesawat amfibi untuk negara sekaliber Indonesia sebenarnya sangat dibutuhkan, tak hanya bicara untuk tugas intai maritime dan gelar pasukan, pesawat amfibi juga bisa diberdayakan untuk misi-misi kemanusiaan. Usaha untuk punya pesawat amfibi bukan tak ada, pabrikan yang mengetahui ada peluang untuk berjualan sudah hilir mudik menawarkan tipe pesawat amfibinya. Sebut saja ada Bombardier CL-414, ShinMaywa US-2, dan Beriev Be-200 dari Rusia yang sempat naik daun saat misi SAR AirAsia QZ8501. Bahkan dalam platform WiSE (Wings In Surface Effect), TNI pun sempat melirik, dibutikan dengan kehadiran Aron Flying Ship dari Korea Selatan yang sempat unjuk demo di Tanjung Priok. Malahan dari dalam negeri, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) sudah berhasil membuat prototipe WiSE yang diberi label Belibis.
3695805_201507290745582205847
Tapi sayangnya, hingga saat ini belum ada juga kontrak dari pemerintah Indonesia untuk pengadaan untuk wahana yang bisa terbang dan melaju di air tersebut. Beratnya mendapatkan kontrak pengadaan rupanya tak menyurutkan kreativitas anak bangsa. Lewat terobosan teknologi drone yang tengah populer, Indonesia Maritime Institute (IMI) bekerja sama dengan PT Trimitra Wisesa Abadi, pada bulan Juni lalu berhasil melakukan uji coba prototipe drone pesawat amfibi OS-Wifanusa. Tak sekedar uji coba, mengambil lokasi di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, OS-Wifanusa berhasil mendapatkan sertifikasi oleh Dislitbang TNI AL.
CLAN0-aUEAAO6SE121902_842742_os_wifanusa_terbang
Hadirnya OS-Wifanusa meramaikan bursa drone di Tanah Air, setelah proyek Wulung UAV yang kini sukses melengkapi keberadaan Skadron Udara 51 di Lanud Supadio, Pontianak, drone dalam wujud burung flapping wing, drone quadcopter yang dipersenjatai, hingga drone kapal laut dihadirkan para kreator muda Indonesia. OS-Wifanusa dari segi spesifikasi, masuk dalam segmen UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau pesawat nirawak.
Dari segi rancangan dan sistem kendali, OS-Wifanusa pun tak beda dengan Wulung. Hanya saja, karena OS-Wifanusa digadang sebagai pesawat amfibi yang kodratnya lebih banyak beroperasi di atas perairan, maka unit GCS (Ground Control Station) akan dikembangkan di atas platform kapal laut (speed boat), selain keberadaan GCS di darat yang mengandalkan platform mini truk.
Menurut Direktur Eksekutif IMI Dr Y Paonganan yang juga perancang drone pesawat amfibi ini, pengembangan OS-Wifanusa membutuhkan waktu 1,5 tahun. IMI melakukan riset pembutan flying boat ini dan telah membuat prototipe skala 1:3 yang bergasil terbang sempurna, dan sekarang memasuki proses pembuatan skala 1:1 yang nantinya bisa diawaki 4 orang.
Bicara soal kemampuan, OS-Wifanusa dapat dikendalikan dari jarak jauh (100 km) dan menerima real time video untuk keperluan penelitian. Pesawat ini dilengkapi kamera multispektral untuk remote sensing. Endurance OS-Wifanusa bisa mencapai 6-7 jam terbang nonstop, untuk mesin sudah menggunakan fuel injection, jadi lebih efisien apalagi jika terbang di ketinggian di atas 1.000 meter lebih aman daripada mesin yang masih gunakan karburator biasa.


OS-Wifanusa bisa terbang sampai ketinggian 5.000 meter dengan jarak tempuh sampai 500-600 km dengan kecepatan 100 km per jam. Dalam uji coba di Waduk Jatiluhur, OS-Wifanusa dapat melakukan take off dengan jarak pacu 50 meter. Sementara dalam uji coba di darat, yakni di Lanud Sulaiman, Bandung, drone ini dapat take off dari landasan 30 meter.

Dikutip dari JPNN.com (29/7/2015), Kadis Litbangal Laksma TNI Ir Fedhy E Wiyana beserta tim uji dari Mabes TNI AL dan Mabes TNI, menilai ujo coba OS-Wifanusa berlangsung sukses. “Kita patut berbangga atas karya anak bangsa ini, pesawat jenis ini sangat cocok dengan kondisi wilayah NKRI yang di dominasi lautan, semoga ke depan bisa dikembangkan untuk digunakan dalam menunjang berbagai aktivitas maritim, baik sipil maupun militer,” kata Fedhy. Dalam uji tersebut, OS-Wifanusa berhasil menunjukkan performa terbaik, baik dari kestabilan terbang maupun ketepatan system dalam menjalankan misi seperti yang diprogramkan. (Bayu Pamungkas)

Jumat, 28 Agustus 2015

Tripartite Class, Andalan TNI AL dalam Latma Buru Ranjau 6th WP MCMEX 2015

25aug15_nr3
Indonesia dan Singapura kali ini menjadi tuan rumah dalam latma (latihan bersama) tingkat multilateral WP MCMEX (Western Pacific Mine Counter Measure Exercise) 2015. Latihan perang dengan fokus penyapuan ranjau ini mengambil lokasi di Selat Singapura dan perairan Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Latma yang berlangsung mulai 25 hingga 31 Agustus 2015 ini, melibatkan 13 kapal perang, 5 under vehicle team, serta 800 personel yang berasal dari 16 negara.
WP MCMEX 2015 yang dibuka Wakil KSAL Laksamana Madya TNI Widodo dan di dampingi Singapore’s Chief of Navy, Rear-Admiral Lai Chung Han, menyoroti pentingnya kerjasama multilateral dalam menjaga kebebasan navigasi di jalur komunikasi laut, serta kebutuhan untuk tetap waspada dan siap untuk menanggapi ancaman. Dari ketiga belas kapal perang yang bersandar di Lanal Changi, yang jadi andalan TNI AL adalah KRI Pulau Rengat 711, salah satu dari dua kapal buru ranjau dari Tripartite Class. KRI Pulau Rengat 711 juga di dampingi pemburu ranjau lain, yakni KRI Pulang Rangsang 727, kapal ini berasal dari Kondor Class buatan Jerman Timur. Sementara untuk dukungan logistik, disertakan LST (Landing Ship Tank) KRI Teluk Cirebon, salah satu dari LST Frosch Class.
OLYMPUS DIGITAL CAMERA
KRI Pulau Rengat tengah menurunkan Side Scan Sonar
KRI Pulau Rengat tengah menurunkan Side Scan Sonar
Tripartite Class dibangun oleh galangan GNM (Van der Gessen de Noord Marinebouw BV ) di Albasserdam, Belanda. Tripartite class TNI AL adalah barang baru, alias bukan alutsista second dan resmi memperkuat armada Satran (Satuan Kapal Penyapu Ranjau) TNI AL pada bulan Maret 1988. Sedangkan Kondor Class dibangun oleh galangan VEB Peenewerft, Wolgast di Jerman Timur pada tahun 1971. Ada sembilan unit Kondor Class yang dibeli second pada periode tahun 1992 – 1993. Karena kesulitan suku cadang dan usia yang sudah tua, beberapa Kondor Class dialihfungsikan sebagai kapal patroli. Untuk KRI Pulau Rangsang 727 telah mengalami repowering pada tahun 2012.
KRI-727-Pulau-Rangsang
KRI Pulau Rangsang 727
Operasi buru ranjau atau juga disebut TPR (Tindak Perlawanan Ranjau) dilaksanakan setiap tahun oleh 21 negara yang tergabung dalam Western Pacific Naval Symposium (WPNS). Adapun Latihan Multilateral ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kerjasama dalam TPR oleh unsur-unsur Mine Hunter (MH) dan Mine Sweeper (MS). Tahun sebelumnya, WP MCMEX 2014 diadakan di Qingdao, China dihadiri seluruh Kepala Staf Angkatan Laut negara peserta WPNS, saat itu LPD (Landing Platform Dock) KRI Banjarmasin-592 turut terlibat menjadi duta Indonesia dalam latihan tersebut.
Selain Indonesia dan Singapura, negara- negara yang ikut mengirimkan kapal buru ranjau di WP MCMEX 2015 yakni Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Canada, Chile, Jepang, Malaysia, New Zealand, Peru, Philippines, Republic of Korea, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam. Sebagai tuan rumah, AL Singapura saat ini mengoperasikan empat unit kapal penyapu ranjau Bedok Class. Sementara AL Malaysia juga mengoperasikan empat unit kapal penyapu ranjau Mahamiru Class. (Gilang Perdana)

Boeing Akhirnya Berikan Offset Untuk Pengadaan Empat Unit CH-47 Chinook

Boeing-CH-47-Chinook-Wallpa
Tarik ulur pemberian ToT (transfer of technology) dalam proses pembelian alutsista umumnya terkait dengan beberapa prinsip, mulai dari urusan politik dan pastinya nilai total pembelian tersebut. Ada yang menarik dari rencana pengadaan helikopter angkut berat CH-47 Chinook buatan Boeing. Pasalnya Indonesia hanya membeli empat unit dan tetap mensyaratkan ToT dalam skema offset.
Seperti mengutip pernyataan dari mantan Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Janes.com (15/6/2015), disebutkan pengadaan CH-47 Chinook akan menggunakan anggaran tahun 2016, dengan anggaran pengadaan per unit helikopter mencapai US$30 juta. Lewat beberapa kali pembahasan dan negosiasi antara pihak Boeing dan Kemenhan RI, akhirnya pada Selasa lalu (25/8/2015), Regional Director South East Asia Boeing, Young Tae Pak menyampaikan kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bahwa Boeing siap memberikan dan memenuhi persyaratan skema offset yang diinginkan Indonesia.
f882d6de744ac1c0225038eaf70
Defence offset dalam teorinya dibagi menjadi dua pilihan, yakni direct offset dan indirect offset. Direct offset yaitu kompensasi yang langsung berhubungan dengan traksaksi pembelian. Indirect offset sering juga disebut offset komersial bentuknya biasanya buyback, bantuan pemasaran/pembelian alutsista yang sudah diproduksi oleh negara berkembang tersebut, produksi lisensi, transfer teknologi, sampai pertukaran offset bahkan imbal beli.
Mengutip sumber dari Kemhan.go.id (27/8/2015), sebagai tindak lanjut, pihak Regional Boeing Asia Tenggara telah mengirimkan tim ke PT Dirgantara Indonesia untuk pembicaraan teknis lebih lanjut. Sebagaimana diketahui, Kemhan berencana membeli empat Helikopter Chinook untuk memperkuat Alutsista di jajaran TNI AD. Pembelian ini disesuaikan dengan ancaman nyata yang dihadapi Indonesia, terutama masalah penanganan bencana alam.
Selain Indonesia, di Asia Tenggara Chinook sudah lama dimiliki Singapura. Negeri Jiran ini merangkum armada CH-47 Chinook di dalam Skadron 127. AU Singapura tercatat punya enam unit CH-47D dan dua belas unit CH-47SD Chinook. Selain itu, AD Thailand juga ikut menggunakan CH-47 Chinook. Saat berkecamuknya Perang Vietnam, Chinook juga menjadi etalease kelengakapan udara di pihak Vietnam Selatan.
Meski Chinook yang dibeli Indonesia jumlahnya minim, namun secara keseluruhan kontrak Boeing untuk pengadaan alutsista TNI cukup menggiurkan. Selain memasok empat unit CH-47 Chinook, Boeing juga telah mendapat kontrak pengadaan delapan unit helikopter serbu AH-64 Apache dengan nilai sekitar US$295 juta.
Helikopter Chinook merupakan salah satu jenis helikopter yang memiliki keunggulan multifungsi. Selain dapat mengangkut personil militer dalam jumlah banyak, helikopter ini juga mampu mengangkut logistik dalam jumlah banyak. Selain itu, helikopter ini didesain untuk bisa mengangkut (sling) pesawat tempur, kapal tempur, kendaraan tempur (Ranpur), hingga tank tempur kelas ringan. Tidak hanya itu, dengan kemampuan daya angkut yang besar, helikopter ini banyak diturunkan untuk mendukung kebutuhan nasional, seperti evakuasi bencana alam dan kegiatan Search and Rescue. (Tyas)

Elang Recon Vehicle 4×4: Rantis Intai Merek Dalam Negeri Citarasa Perancis

sam0261saa
Bila PT DI (Dirgantara Indonesia) menjadikan Airbus sebagai mitra strategis bagi pengembangan produk pesawat dan helikopter. Maka PT Pindad juga punya mitra strategis untuk bisnisnya, yakni dengan Renault Trucks Defense, sebagai penyuplai berbagai perangkat keras dan dukungan alih teknologi bagi rantis 4×4 dan panser Anoa 6×6. Meski panser Anoa adalah produksi dalam negeri, namun elemen powerpacks yang terdiri dari mesin, transmisi, sistem pendingin, dan drop box masih mencomot teknologi VAB 320 dari Renault.
Elang Recon Vehicle
Elang Recon Vehicle
Renault Sherpa Light Scout
Renault Sherpa Light Scout
Serupa dan nyaris sama, hanya beda pada logo merek.
Sherpa Scout, serupa dan nyaris sama dengan Elang, hanya beda pada logo merek.
Dapat dipasangi senapan mesin dengan RCWS.
Dapat dipasangi senapan mesin dengan RCWS.
Sherpa pernah ditampilkan dalam ajang Indo Defence 2008
Sherpa pernah ditampilkan dalam ajang Indo Defence 2008
Dalam skema ToT (transfer of technology), selain penggarapan Anoa, Renault Trucks juga berpartisipasi dalam pengembangan rantis 4×4 yang dipoduksi Pindad, yaitu Komodo Intai 4×4 yang dibangun menggunakan rolling chassis Renault Sherpa. Kemudian ada lagi Elang Recon Vehicle 4×4. Kedua rantis lapis baja ini sama-sama digunakan pada Yonif Mekanis TNI AD, Komodo Intai 4×4 saat ini melengkapi Yonif Mekanis 203/AK, maka Elang Recon juga sudah dioperasikan oleh Yonif Mekanis 201 dan 202.
Beda antara Komodo dan Elang pun nyatanya tak jauh, bila Komodo mengusung rancangan bodi asli dari Pindad, sementara Elang asli mengambil dari desain Sherpa Light Scout 4×4 yang dirakit oleh PT Pindad. Sherpa Light juga bukan nama yang asing bagi turunan rantis TNI AD, tercatat Sherpa Light dalam varian Station Wagon digunakan oleh Arhanud TNI AD sebagai platform peluncur rudal Mistral. Secara teknis, tak ada perbedaan signifikan antara varian Sherpa Light Scout dan Light Station Wagon, hanya saja pada varian Scout pada bagian belakang mengusung model hard top cargo. Payload untuk cargo sanggup dimuati kapasitas hingga satu ton.
Sherpa-Scout-mer4_productSlmy5stqab
Sherpa_Kompas
Untuk kapasitas penumpang, berikut juru mudi, adalah 5 orang. Keluarga Sherpa Light juga dirancang full mobility untuk diangkut menggunakan pesawat angkut berat sekelas C-130 Hercules dan Airbus A400M Atlas. Rantis ini dibangun dengan bodi monokok, serta punya berat kosong 9 ton dan berat tempur 10 ton. Untuk dapur pacu, Sherpa Scout disokong mesin diesel 4 silinder 215 HP Turbo Charger dengan pendingin air. Bicara transmisi, menganut model automatic 6 forward/1 reverse. Punya kapasitas bahan bakarnya mencapai 190 liter yang dapat menjelajah hingga maksimum 850 km. Mengenai kecepatan, Elang bisa dikebut hingga 90 km per jam, sementara Sherpa Scout dalam websitenya disebut mampu melaju sampai 110 km per jam.
Untuk perlindungan, sekujur bodi Elang dapat menahan terjangan proyektil 7,62 mm (STANAG III). Bahkan lapisan baja dapat diperkuat dengan sistem add on keramik lapis baja. Sementara untuk lapisan kaca, punya ketebalan 38 mm, dibuat standar dengan mampu menahan proyektil 7,62 mm.
Sebagai kelengkapan standar, Komodo Intai dilengkapi winch dengan kemampuan tarik sampai 6 ton. Lainnya ada pioneer set, alat pemadam kebakaran, penyejuk udara, tookit , sampai jaring kamuflase. Sebagai fitur tambahan, ada perangkat komunikasi AM, FM Radio dan Intercom Set; 2x12V-100 Amp baterai) , GPS, dan NVG. Untuk persenjataan, bila pilihannya senapan mesin GPMG kaliber 7,62 mm, maka dapat disokong teknologi RCWS (Remote Control Weapon System). (Gilang Perdana)

Spesifikasi Elang Recon Vehicle 4×4:
– Konfigurasi: 4×4
– Dimensi: 5,5 x 2,25 x 2,5 meter
– Wheelbase: 3.450 mm
– Berat kosong: 9.500 kg
– Berat penuh: 10.000 kg
– Ground clearance: 330 mm
– Mesin: Diesel Sherpa MD-5 Euro 3 dengan empat silinder Turbo Charge Inter Cooler
– Transmisi: Allison S2500 automatic – 5 forward/1 reserve
– Pendingin mesin: Hydraulic Drive Cooling Fan
– Jenis ban: Runflat R 22.5
– Brake system: Hyrdopneumatic Control Disk Brake
– Kecepatan maks: 90 km per jam
– Radius putar: 10 meter
– Kapasitas bahan bakar: 190 liter
– Jarak jelajah maks: 850 km