Rabu, 12 Agustus 2015

KRI Spica 934, Nama Kapal OSV Kedua Untuk Dishidros TNI AL

1551209_20150313093821
Meski belum berlayar menuju Tanah Air, namun pesanan kedua kapal OSV untuk Dishidros TNI AL telah dirampungkan oleh galangan kapal OCEA di Perancis. Bila kapal OSV (Oceanographic Offshore Support Vessel) pertama diberinama KRI Rigel 933, kini kapal kedua dari dua unit yang dipesan, diberinama KRI Spica dengan nomer lambung 934 dan resmi meluncur 3 Agustus 2015 lalu di Les Sables d’Olonne. 
KRI Spica 934 dan KRI Rigel 933, masuk dalam kontrak pengadaan alutsista dengan pihak OCEA pada Oktober 2013 dengan nilai US$100 juta. Kedua kapal yang punya panjang 60 meter ini mengambil home base di fasilitas Kolinlamil (Komando Lintas Laut Militer) yang berada di Tanjung Priok, Jakarta Utara. OSV ini ditenagai dua mesin diesel 8V 4000 M53 untuk dua propeller.
Dalam hal kemampuan, kapal ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum 14 knots. Sementara untuk jarak jelajahnya mencapai 4.400 nautical mile pada kecepatan 12 knots. Kapal ini mampu menghadapi gelombang laut sampai level sea state six. Setiap OSV dapat menampung 30 awak dan 16 personel tambahan. Secara terori, kapal anyar TNI AL ini mampu berlayar terus-menerus selama 20 hari.
Meski asasinya sebagai kapal riset dan survei, OSV juga dapat menjalankan peran sebagai kapal patroli, pasalnya kapal dibekali kanon PSU Rheinmetall kaliber 20 mm pada haluan, serta dua pucuk SMB (senapan mesin berat) M2HB kaliber 12,7 mm di geladak buritan.
Sebagai elemen inti dari fitur kapal ini adalah perlengkapan penunjang misi oseanografi. Seperti KRI Rigel 933 dilengkapi perangkat single beam echo sounder jenis Kongsberg’s EA600 dan multibeam systems EM2040 dan EM302. Lebih canggih lagi, setiap OSV dibekali autonomous underwater vehicle (AUV) tipe Kongsberg Maritime’s Hugin 1000. Perangkat yang kerap disebut ROV (remotely operated vehicle) ini sanggup mengemban misi survei bawah air hingga kedalaman 1.000 meter.
Rencananya KRI Spica 934 akan diserahkan ke TNI AL pada bulan Oktober mendatang. Saat ini KRI Spica 934 masih berada di dermaga OCEA untuk serangkaian test dan uji kelayakan layar sebelum melakukan pelayaran ke Indonesia. (Haryo Adjie)

Selasa, 11 Agustus 2015

Mengelola Persaingan Typhoon dan Su-35

  image
Empat Menteri Pertahanan negara produsen Typhoon menyurati Menhan RI sebagai endorser untuk pembelian Typhoon. Sementara Rusia menyatakan, apalagi yang bisa mereka tawarkan, agar RI beli SU-35
Penawaran Sukhoi dan Typhoon telah memasuki tahap yang jauh dan kompleks. Spektrumnya tidak sebatas jangka pendek berupa pengadaan pesawat, tapi juga jangka panjang, berupa target politik internasional.
Jika dicermati betul, Indonesia terlalu besar untuk sekedar didekati dari sisi “loe jual gue beli”. Keluarnya UU yang mewajibkan TOT sementara begitu semangatnya negara lain menawarkan produk dan penguasaan teknologi menunjukkan negara ini memang terbukti tergolong istimewa. Jika selama ini kita meyakini pentingnya negara ini, makin lama makin kelihatan bahwa secara faktual hal itu bukan sebatas keyakinan sendiri tapi sebuah kenyataan.
Oleh karena itu, pemerintah harus mengerahkan semua kemampuannya agar semua potensi kerjasama itu bisa memberikan manfaat sebesar mungkin. Bagaimana kebutuhan segera atas skuadron yang hebat bisa dipenuhi sementara kebutuhan penguasaan teknologi juga bisa diraih.
Diperlukan kecermatan dan kecerdasan luar biasa untuk mengelola ini termasuk kemampuan diplomasi yang istimewa agar semua hal bisa dicapai semaksimal mungkin.
Demikian juga diperlukan kemampuan khusus mengatur anggaran agar bisa memenuhi semua tuntutan tersebut. Kompleksitas tahapan ini begitu tinggi, yang memerlukan keterlibatan penuh semua pembantu Presiden, termasuk menyamakan visi atas perjalanan bangsa ini ke depan. Mengapa? Teknologi penerbangan/antariksa, militer, selalu merupakan yang terdepan. Jika kita mampu menangani ini dengan bagus, kekuatan teknologi akan menjadi sangat prospektif yang akan berdampak luas bagi keseluruhan kepentingan bangsa.

Roy
7 Agustus 2015

Oerlikon Skyshield TNI AU Lumpuhkan SU-27

ilustrasi
ilustrasi
Kecanggihan senjata Oerlicon Skyshield TNI AU sebagai alutsista pertahanan udara (Hanud) titik tidak terbantahkan. Dalam latihan Pernika & Cyber Defence, senjata andalan Detasemen Hanud Korpaskhas buatan Swiss ini mampu melumpuhkan pesawat tempur jenis Sukhoi Su-27/30 milik negara “Sonora”.
Pesawat Sukhoi Su-27/30 “Sonora” yang sedang melakukan penerbangan provokasi di atas Alur Laut kepulauan Indonesia (ALKI) II, selat Makasar Sulawesi Selatan, awalnya tertangkap oleh Radar Kosekhanudnas II Makassar.
Dengan kecanggihannya, ternyata pesawatSukhoi Su-27/30 Sonora mampu menerobos masuk wilayah Indonesia hingga mendekati obyek vital (Obvit) Lanud Sultan Hasanudin, Makassar.
Prajurit Paskhasau menyiapkan senjata penangkis udara Oerlikon Skyshield. (Foto : Dispenau)Foto Dispenau
Prajurit Paskhasau menyiapkan senjata penangkis udara Oerlikon Skyshield. (Foto : Dispenau)Foto Dispenau
Karena membahayakan keamanan obvit tersebut, Detasemen Hanud 472 Paskhas Lanud Sultan Hasanudin, Makassar, yang berperan sebagai Hanud titik segera menyiagakan alutsista andalannya Oerlikon Skyshield untuk menghadapi ancaman pesawat Sukhoi Su-27/30 milik“Sonora”.
Aksi saling serang dalam sebuah adegan perang elektronika pun tidak bisa dihindari.
Dengan berbagai cara, Sukhoi Su-27/30 “Sonora” melakukan aksi manuver membahayakan. Aksi tersebut tertangkap sensor unit yang berfungsi sebagai radar (electronic optic radar) yang terpasang pada firing unit Oerlikon Skyshield.
Sejak terbang pada jarak 20 Km dan ketinggian 1500 m, Oerlikon Skyshield mampu mendeteksi keberadaan pesawat Sukhoi Su-27/30, bahkan akhirnya mampu menguncinya (lock on). Meskipun pesawat Sukhoi “Sonora” berusaha mengelabuhi sistem Radar Oerlikon Skyshield dengan melepas Chafft, tetapi keberadaan pesawat Sukhoi Su-27/30 Sonora tetap terkunci.
Hingga pada akhirnya setelah pesawat Sukhoi Su-27/30 “Sonora” memasuki jarak tembak efektif (4000 m dan ketinggian 1000 m), meriam Oerlikon Skyshoield tanpa ampun memuntahkan peluru-pelurunya ke arah pesawat Sonora.
Semburan ribuan mortir caliber 35 mm akhirnya merontokkan pesawat Sukhoi Su-27/30 milik Sonora.
Situasi visualisasi tracking pesawat musuh oleh sensor radar unit Oerlikon Skyshield yang ada di Ground Controll System (GCS), dimana keberadaan pesawat Sukhoi Su-27/30 milik “Sonora”, telah terkunci (garis putih putus-putus) dan dalam posisi siap ditembak meriam Skyshield Orliecon. (Foto : Dispenau)
Situasi visualisasi tracking pesawat musuh oleh sensor radar unit Oerlikon Skyshield yang ada di Ground Controll System (GCS), dimana keberadaan pesawat Sukhoi Su-27/30 milik “Sonora”, telah terkunci (garis putih putus-putus) dan dalam posisi siap ditembak meriam Skyshield Orliecon. (Foto : Dispenau)
Adegan menegangkan ini dapat disaksikan dalam tampilan layar yang ada di ruang Komando Latihan (Kolat) Mabesau, Cilangkap, Jakatrta maupun Lanud Sultan Hasanudin Makassar, melalui fasilitas video conference (Vicon).
Dengan “tertembaknya” pesawat Sukhoi Su-27/30 “Sonora” oleh Oerlikon Skyshield Denhanud 472 Paskhas, maka aksi penerbangan provokasi “Sonora” di wilayah selat Makassar dapat dinetralisir oleh TNI AU.

tni-au.mil.id

Jelang Peluncuran UAV Josaphat – Bimasena

  UAV Josaphat
Prestasi orang Indonesia di Jepang memang luar biasa. Salah satu bukti adalah Prof Dr Josaphat Tetuko Sri Sumantyo lulusan Universitas Chiba yang saat ini sebagai Full Profesor di sana dan memiliki sendiri laboratorium dengan nama Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL) di universitas tersebut. Kali ini kerja sama dengan PT Bimasena dengan dana 24 juta yen.
“Kita membuat pesawat tanpa awak (unmanned arial vehicle) atau UAV dengan Bimasena diperkirakan tahun ini bisa diluncurkan karena prototipnya selesai. UAV ini bisa untuk pemetaan bencana, hutan, monitoring wilayah dan sebagainya, bahkan bisa mengetahui adalanya illegal fishing,” katanya khusus kepada Tribunnews.com, Selasa(4/8/2015).
Dengan menggabungkan antara Synthetic Apperture Radar (SAR) dan sistem traking otomatis Automatic Identification System (AIS) maka siapa pun bisa melihat adanya sebuah kapal itu benar atau tidak. Kalau kapal tak kelihatan AIS nya maka itu kapal ilegal. Atau kapal yang kode AIS nya beda tentu itu juga kapal ilegal.
uav-Josaphat -2
Teknologi radar, UAV tersebut dibuatnya sendiri, sehingga tahun 1995 Josaphat telah berhasil membuat radar bawah tanah ciptaannya sendiri dan meluncurkan pesawat tanpa awak, yang kini disebut (populer) dengan nama Drone.
“UAV ini saya buat sendiri. Tentu diajarkan pula penggunanya nanti segala hal mengenai safetynya bagaimana mengoperasikan mengolah citra radar dan aplikasinya. Kalau jatuh ya repot juga. Satu unit UAV 20 juta yen untuk pengembangan, kalau kini 10 juta yen untuk cetak ulangnya,” jelasnya lagi.
Pesawat tanpa awak Josaphat ini bisa mengarungi wilayah sejauh 700 kilometer atau antara Jakarta-Surabaya dengan ketinggian sekitar 7 kilometer sehingga bisa mengabadikan foto dunia yang bulat.
“Kalau UAV saat ini butuh lepas landas sekitar satu kilometer. Nantinya, masih dikembangkan dengan dana Bimasena pula, bisa lepas landas vertikal,” tambahnya.
uav-Josaphat -3
Teknologi yang ditemukan dan digunakannya sendiri juga dimanfaatkan oleh TNI Angkatan Darat dan Angkatan Udara Indonesia.
Selain itu jaringan Josaphat yang menggunakan teknologinya juga Nihon Musen yang akan melakukan test flight di Indonesia dalam bulan Agustus ini. Lalu juga JAXA badan antariksa luar angkasa Jepang juga menggunakan teknologinya, Wheaternews Inc.
untuk cuaca dengan biaya pengembangan 3 tahun lalu 100 juta yen, Universitas Hokkaido, serta Universitas Kyushu juga menggunakan teknologi anak bangsa ini yang berdomisili di Chiba Jepang dan Bandung Indonesia dan kini memiliki 10 staf serta murid-murid didiknya di Universitas Chiba.

Tribunnews.com

Turret untuk Tank Medium Pindad

  Turret Cockerill CT-CV 105 CMI Defence, Belgia
Turret Cockerill CT-CV 105 CMI Defence, Belgia

Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pagi ini di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. Menurut JK, keduanya sempat membahas peningkatan kerjasama industri pertahanan dan akan segera merealisasikan join industri antara Indonesia dengan Turki.
“Kemarin sudah dibicarakan dengan Pak Jokowi tentang hal itu (alutsista), tentu bagaimana dan komisi perdagangan kita sudah bicarakan. Nanti kita akan realisasi join industri,” kata JK usai bertemu Presiden Recep Tayyip Erdogan di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Sabtu (1/8).
JK mengatakan, dalam realisasi join industri tersebut, Indonesia akan menggandeng PT Pindad (Persero), BUMN produsen alat-alat militer dan komersial. Kendati demikian, ia masih belum mengetahui perusahaan alat militer Turki yang akan terlibat dalam rencana kerjasama ini.
Sebelumnya, menurut Direktur Utama Pindad Silmy Karim, PT Pindad menggandeng sejumlah negara untuk pengembangan produksi alat utama sistem persenjataan (alutsista). Kerja sama ini dilakukan dengan sejumlah negara seperti Jerman, Turki dan Belgia.
Turret 90mm CMI Defence
Turret 90mm CMI Defence
Dengan perusahaan Jerman, Pindad akan bekerja sama dengan Rheinmetall untuk memproduksi amunisi tank. Sedangkan, dengan FNSS Turki mengembangkan pembuatan tank kelas sedang, dan dengan Belgia bekerja sama dengan Cockerell Maintenance & Ingeniere SA Defence (CMI) memproduksi sistem senjata atau turret untuk kaliber 90 mm dan 105 mm.
Diharapkan kerjasama ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan alutsista dalam negeri, namun juga dapat dilakukan transfer teknologi.

Republika.co.id

Bisik-bisik Takut Intel Saat Bicara Jelek Soal Soeharto

Mantan Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto
Mantan Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto

Presiden Jokowi berniat menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden. Rencana ini menuai pro dan kontra. Sebagian pihak menilai Jokowi membawa kembali Indonesia ke zaman Orde Baru dimana pemerintah antikritik. Sedikit-sedikit dianggap menghina presiden langsung diseret pidana.
Jokowi sendiri telah menegaskan kritik beda dengan menghina. Menurutnya presiden sebagai simbol negara tak pantas dihina.
Dulu di zaman Orde Baru, membicarakan hal buruk soal Presiden Soeharto dan keluarganya selalu harus bisik-bisik. Jika ada yang bicara terlalu keras, biasanya ada yang menegur. Menyuruh agar bisik-bisik saja.
“Entahlah, kalau dulu itu katanya banyak intel. Takut bicara jelek soal Presiden. Kalau ada yang keras-keras biasanya dibilangin. Huuuss, jangan keras-keras nanti terdengar petugas. Biasanya orang tua yang mengingatkan. Kalau sekarang sepertinya bebas mau omong apa saja soal presiden,” kata Saiful (60), seorang pensiunan PNS.
Saiful menambahkan dulu tabu bicara jelek soal presiden. Walau kebenaran intel yang berkeliaran itu belum tentu benar.
“Yang hidup tahun 80an pasti merasakan juga. Bisik-bisik saja jika bicara buruk soal Pak Harto,” katanya.
Di era Presiden Soeharto, munculah Petisi 50. Mereka berisikan tokoh-tokoh yang merasa Soeharto terlalu otoriter. Anggota Petisi 50 di antaranya Jenderal Hoegeng, Letjen Ali Sadikin, Letjen Kemal Idris, Mohamad Natsir, Jenderal AH Nasution dan Burhanudin Harahap.
Soeharto selalu menganggap kritik terhadap dirinya sebagai serangan terhadap Pancasila. Tak setuju dengan Soeharto berarti anti-Pancasila. Inilah yang coba dikritisi oleh Petisi 50. Soeharto bukanlah manifesto Pancasila. Mengkritik Soeharto bukan berarti tak setuju asas tunggal Pancasila saat itu. Petisi 50 bersuara lantang melawan penguasa Orde Baru itu.
Soeharto mengambil langkah keras terhadap para tokoh Petisi 50. Usaha mereka dihambat, tak boleh bicara di media atau di tempat umum. Dicekal ke luar negeri. Jenderal Hoegeng sampai dilarang menghadiri HUT Bhayangkara. Langkah mereka benar-benar dimatikan.
Kini sejumlah pihak takut hal seperti ini terjadi kembali. Walau Jokowi sudah meminta tak perlu terlalu jadi polemik.
“Kemarin kan sudah saya jelaskan, sampaikan, justru dengan pasal-pasal yang lebih jelas seperti itu, kalau kamu mengkritisi, kalau kamu berikan koreksi terhadap pemerintah malah jelas. Kalau tidak ada pasal itu malah bisa dibawa ke pasal-pasal karet,” terang Jokowi. (Merdeka)

Latihan Militer CARAT 2015

Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) 2015, Situbondo, Jawa Timur
Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) 2015, Situbondo, Jawa Timur
Situbundo – Korps Marinir TNI AL dengan United States Marine Corps (USMC) untuk kesekian kalinya melaksanakan Latihan Bersama (Latma) di Pusat Latihan Tempur Korps Marinir Baluran, Karangtekok, Situbondo, Jawa Timur.
Latihan Bersama Amphibious Exercise yang merupakan bagian dari latihan Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) 2015, digelar pada Senin 3 Agustus 2015. Diawali dengan kedatangan prajurit Marinir Amerika (USMC) yang mendarat di Pantai Banongan menggunakan 14 unit Assault Amphibious Vehicle (AAV), 2 unit Landing Craft Air Cushion (LCAC) dan 5 unit perahu karet.
Setelah semua prajurit mendarat di Pantai Banongan, dilanjutkan dengan pergeseran menuju Pusat Latihan Pertempuran (Puslatpur) Korps Marinir Baluran.
“Latihan Bersama Marinir Indonesia-Amerika itu merupakan bagian dari Latihan Bersama CARAT 2015, dalam rangka meningkatkan kerjasama internasional antar satuan Marinir dan profesionalisme prajurit dihadapkan pada tuntutan tugas ke depan,” kata Komandan Satgas Amphibious Exercise 2015 Letkol Marinir Freddy Ardianzah dalam keterangan tertulis, Selasa (4/8/2015).
Adapun materi kegiatan yang akan dilatihkan, lanjutnya, meliputi menembak senapan, menembak malam hari, menembak Mortir 60 mm, GPMG, Sniper, operasi darat (GMUK dan Serangan), lorong reaksi, long Malap, jungle survival dan patroli tempur yang dilaksanakan di Puslatpur Korps Marinir Baluran.
Sedangkan untuk materi raid amfibi, observasi gelombang dan pengintaian pantai akan dilaksanakan di pantai Banongan, Situbondo.
“Selain berlatih, juga akan dilaksanakan kegiatan kesenian, olahraga bersama dan fun game, dengan tujuan untuk mempererat hubungan Marines brotherhood,” pungkas Letkol Marinir Freddy Ardianzah.

Liputan6.com