Kamis, 02 Juli 2015

Ini Bukti Kekuatan Militer Era Bung Karno, Sangat Mengerikan

Ini Bukti Kekuatan Militer Era Bung Karno, Sangat Mengerikan
Kapal penjelajah sejenis KRI Irian milik AL Rusia. (VIVA.co.id/Dody Handoko)
Tak banyak yang tahu jika kekuatan militer Indonesia era Bung Karno adalah salah satu yang terbesar dan terkuat di dunia. Bahkan, kekuatan Belanda di eranya, kalah dengan Indonesia.
Kekuatan militer Indonesia besar berkat dukungan jorjoran oleh teknologi anyar besutan Uni Soviet untuk merebut Irian Barat. Dengan armada yang kuat, Amerika Serikat bahkan sempat 'mengerenyitkan dahi' dan mengingatkan agar Belanda tidak meremehkan TNI.
Dalam tulisan Operasi Udara Trikora di majalah Angkasa disebutkan, Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran berupa kekuatan armada laut dan udara militer termaju di dunia dengan nilai US$2,5 miliar.
Saat itu, kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan, menandingi Australia.
Kekuatan utama Indonesia, saat Trikora itu, adalah salah satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Soviet dari kelas Sverdlov. Kapal perang itu memiliki 12 meriam raksasa kaliber enam inci. Setelah tiba di Indonesia, kapal ini berganti nama menjadi KRI Irian.
Kapal dengan bobot raksasa 16.640 ton itu memiliki awak sebanyak 1.270 orang, termasuk 60 perwira. Jika dibandingkan dengan kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang, dari kelas Sigma, hanya berbobot 1.600 ton.
 

Armada pilihan

Tak cuma kapal perang, Indonesia juga mempunyai 12 kapal selam kelas Whiskey yang juga bantuan dari Uni Soviet. Salah satu dari ke-12 kapal selam ini diberi nama Pasopati dan sekarang dijadikan monumen kapal selam (monkasel) di Surabaya. 
Puluhan kapal tempur kelas Corvette juga diberikan kepada pemerintah Indonesia di masa itu. Fungsi Corvette pada masa itu ialah sebagai penjaga atau pengiring dari kapal perang KRI Irian. Jumlah kapal tempur keseluruhan Indonesia saat itu yakni 104 unit.Angkatan Udara Indonesia (AURI) sendiri memiliki lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Armada ini terdiri dari pesawat tempur (Fighter). Di antaranya; 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed, 30 pesawat MiG-15, 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17, dan 10 pesawat supersonic MiG-19.
MiG-19 (kode NATO "Farmer") adalah pesawat tempur jet Uni Soviet. Ini adalah pesawat pertama Uni Soviet yang mampu terbang dengan kecepatan supersonik.
Pesawat ini pertama kali terbang pada tahun 1953. Indonesia pernah memiliki pesawat jenis ini yang pada akhirnya disumbangkan kepada Pakistan untuk selanjutnya digunakan untuk menghadapi India dalam perang India-Pakistan.
Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II, seperti P-51 Mustang.


Indonesia juga mendapat bantuan berupa helikopter. Di antaranya sembilan helikopter terbesar di dunia MI-6, dan 41 unit helikopter MI-4. Mi-4 adalah helikopter yang bertugas di dua peran berbeda, sipil dan militer. Mi-4 dibangun untuk menyaingi H-19 Chihckasaw milik Amerika Serikat pada perang Korea. Mi-4 sangat mirip dengan H-19 Chickasaw, tapi Mi-4 memiliki kapasitas dan mampu mengangkat beban yang lebih besar dibandingkan dengan H-19 Chickasaw.
Mi-6 (kode NATO, Hook) adalah helikopter buatan Rusia yang diproduksi oleh biro Mil yang dipimpin oleh Mikhail L. Mil. Helikopter ini yang terbesar di dunia, dan memecahkan berbagai rekor dunia. Rekor terbesar disandang sampai muncul penggantinya pada awal 1980-an, Mil Mi-26 Halo.
Berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B juga diberikan kepada Indonesia. Untuk kekuatan di darat, Indonesia mendapatkan bantuan berupa senapan serbu terbaik saat itu, AK-47.
Vivanews. 

Rabu, 01 Juli 2015

PT Badak NGL Dijaga Peluru Kendali

ilustrasi: Sistem Rudal Pertahanan Udara Nasams
ilustrasi: Sistem Rudal Pertahanan Udara Nasams

PT Badak Natural Gas Liquefaction (PT Badak NGL) yang memproduksi Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair sangat serius dalam menjaga produksi kilang gas. Sekira delapan buah train process atau kilang berdiri di atas lahan seluas 22 hektar tersebut.
Senior Manager Corporate Communication PT Badak NGL, Feri Sulistyo Nugroho mengungkapkan, sangat serius menjaga keamanan di sekitar kilang. Hal itu dibuktikan dengan perseroan telah menyiapkan senjata peluru kendali atau yang akrab disebut dengan rudal.
“Kami dilindungi rudal siap luncur. Untuk mengamankan Badak LNG, emergency kami tidak main-main,” ungkapnya saat berbincang dengan awak media di Komplek Badak NGL, Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (1/7/2015).
Namun, dijelaskan Feri, hingga saat ini belum ada satu pun rudal yang diluncurkan.
“Memang disediakan untuk jaga-jaga ada serangan udara. Kami sudah latihan pakai Sukhoi. Kita benar-benar gunakan support pesawat. Benar-benar melintas di atas kilang,” jelas dia.
Selain rudal, kawasan kilang Badak NGL juga dilengkapi oleh pagar double yang akan mengeluarkan suara alarm, berguna untuk mendeteksi jika ada seseorang atau sesuatu mendekat ke kilang gas.
“Kamera (pagar) akan memotret dan mencari sumber getaran sehingga bisa di zoom,” lanjut Feri.
Dia menambahkan, dikarenakan kawasan kilang gas Badak NGL merupakan laut lepas, maka perseroan juga membuat pengamanan di sekitar kilang dengan patroli laut melalui kerja sama dengan aparat pemerintah seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian guna mengantisipasi teroris yang datang melalui laut.
“Kami ada dua patrol boat yang telah dilengkapi senjata dan sudah dilengkapi TNI. Kapal patrol boat ini sangat penting untuk menjaga zona arus pelayaran agar lancar. Kapal-kapal ini untuk menghindarkan hal-hal seperti teroris melalui laut,” pungkasnya.

Okezone.com

Dugaan Penyebab Jatuhnya Hercules di Medan

KC-130B Tanker Udara TNI AU jatuh di Medan 30/06/2015
KC-130B Tanker Udara TNI AU jatuh di Medan 30/06/2015
Pesawat hercules milik TNI Angkatan Udara jatuh di Jalan Jamin Ginting KM 10, Padang Bulan, Kota Medan, Sumatera Utara pada Selasa siang (30/6). Pesawat tersebut berangkat dari Landasan Udara Suwondo dan berencana menuju dua landasan udara di Pulau Sumatera sebelum menuju Lanud Supadio di Pontianak.
Berdasarkan surat perintah terbang bernomor SPT/1171/VI/2015 yang diterima CNN Indonesia, pesawat bertipe C-130 dan bernomor A-1310 tersebut melakukan perjalanan terbang dari Lanud Suwondo menuju Lanud Tanjung Pinang dan Lanud Ranai yang keduanya terletak di Provinsi Kepulauan Riau. Sayangnya, sebelum tiba di Lanud Tanjung Pinang, pesawat tersebut jatuh.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan terlalu dini untuk mengetahui sebab musabab jatuhnya pesawat TNI AU tersebut yang belakangan diketahui menimbulkan korban jiwa 113. Namun, jika melihat kesaksian dari saksi mata di lokasi kejadian, kemungkinan paling awal menurut Gerry adalah gagalnya mesin berfungsi di salah satu sayap.
“Masih terlalu dini memang. Meledak di udara, itu belum bisa dipastikan. Tapi kemunginan awal salah satu mesin di salah satu sayap tidak berfungsi,” kata Gerry saat berbincang dengan CNN Indonesia, Selasa (30/6).
Lebih jauh, Hercules yang memiliki empat mesin, masing-masing dua di kedua sayapnya kemungkinan dua mesin mati sekaligus di satu sayap, sehingga pesawat kehilangan daya angkat. Kemungkinan itu bisa terjadi jika melihat posisi ekor pesawat yang telah hancur dalam posisi terbalik.
“Jika dua mesin mati di satu sayap, itu hilang daya angkat dan bisa saja terbalik, karena hanya ada dorongan dari salah satu sayap, dan mungkin gagal ditangani.”
jadwal pesawat terbang sudah dimulai kemarin, dan seharusnya berakhir pada awal Juli mendatang. Pada Senin, pesawat berangkat dari Lanud Abdurahman Saleh, Malang, menuju Lanud Adisucipto Semarang sekitar pukul 09.00 WIB, sebelum akhirnya terbang ke Lanud Halim Perdanakusumah.
Hari kedua, hari ini, pesawat berangkat dari Lanud Halim untuk menuju Lanud Roesmin Nurjadin di Pekanbaru, lalu berlanjut ke Lanud Dumai, sebelum tiba di Lanud Suwondo dan mengalami kecelakaan saat menuju Lanud Tanjung Pinang.
Hari ketiga, Rabu (1/7), pesawat hercules tersebut seharusnya kembali menyusuri jalur yang hari sebelumnya mereka lalui tapi bedanya dilakukan mundur dimulai di Lanud Pontianak dan diakhiri di Lanud Halim, sedangkan hari terakhir pesawat seharusnya berangkat dari Halim menuju Adisucipto dan menyelesaikan misi dengan tiba di Abdurahman Saleh.

CNN Indonesia

Submarine Escape Immersion Equipment MK-10 Suite: Perlengkapan Evakuasi Darurat Untuk Awak Kapal Selam TNI AL

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, secanggih dan kuatnya sosok kapal selam modern, tetap ada potensi mengalami kecelakaan yang berujung pada karam atau kandasnya kapal selam di dasar lautan. Bila hal itu terjadi, tentu dibutuhkan kesigapan dari awak kapal untuk bisa menyelamatkan diri secara aman. Tentu selain terpaan pendidikan dan pelatihan awak kapal selam yang serba ketat, juga perlu ditunjang kehandalan sistem evakuasi yang ada di kapal selam itu sendiri.
Pilihan terbaik dan paling aman untuk evakuasi awak kapal selam yakni lewat wahana Deep Submergence Rescue Vehicle (DSRV). Wahana berbentuk kapal selam mini ini dapat melalukan evakuasi awak dengan jumlah relatif banyak dan bisa menghindari awak dari bahaya dekompresi. Agar wahana DSRV bisa merapat ke kapal selam yang karam, sudah barang tentu dibutuhkan pintu baterai yang dapat klop dengan DSRV. Untuk urusan pintu merujuk pada standar NAVSEA 0994-LP-013-9010.
DSRV-Mystic milik US Navy.
DSRV-Mystic milik US Navy.
Simulasi aksi DSRV.
Simulasi aksi DSRV.
Namun, sayangnya dua kapal selam milik TNI AL saat ini, yakni Type 209 – KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402, belum dilengkapi pintu yang bisa terkoneksi dengan DSRV. Baru pada Changbogo Class yang saat ini sedang digarap di Korea Selatan, kapal selam dirancang dengan pintu baterai sesuai standar NAVSEA 0994-LP-013-9010.
Lalu pertanyaannya, bagaimana prosedur evakuasi awak di kapal selam Type 209 TNI AL? Maka jawabannya merujuk pada pakaian (suite) untuk keselamatan dan perlindungan dari dekompresi, atau populer dengan sebutan Submarine Escape and Immersion Equipment (SEIE). Sebagai perlengkapan darurat, pakaian ini dirancang dengan warna oranye untuk memudahkan pencarian oleh tim SAR. Secara umum, suite yang menutupi keseluruhan tubuh awak ini, dilengkapi dengan kemampuan menahan tekanan air, memberi perlindungan dari penyakit dekompresi, hipotermia, dan perubahan iklim yang ekstrim. Maklum saja, awak kapal selam yang telah berhasil keluar dan mencapai permukaan, bakal menghadapi situasi yang rawan, seperti tinggi gelombang dan temperatur air yang dingin. Selama proses evakuasi, pakaian sudah dilengkapi dengan tabung oksigen dan raft tools kit.
Submarine Escape Immersion Equipment  yang dilengkapi raft tools kit.
Submarine Escape Immersion Equipment yang dilengkapi raft tools kit.
Raft tools ketika mengembang di permukaan.
Raft tools ketika mengembang di permukaan.
Changbogo Class nantinya juga dilengkapi life rafts dengan kapasitas 25 orang.
Changbogo Class nantinya juga dilengkapi life rafts dengan kapasitas 25 orang.
Meski Changbogo Class pesanan TNI AL nantinya dibekali pintu baterai untuk DSRV, namun, setiap kapal Changbogo Class juga dengan paket Submarine Escape and Immersion Equipment. Dengan jumlah awak Changbogo Class yang 40 orang, tiap kapal dilengkapi 48 suite SEIE, lebihnya suite ini mungkin dimaksudkan sebagai cadangan atau untuk tambahan penumpang (bila ada). Di kapal selam Type 209, prosedur evakuasi dapat dilakukan lewat conning tower, tapi juga dimungkinkan lewat tabung peluncur torpedo.
34


US_Navy_041012-N-0879R-007_US_Navy_041012-N-0879R-001_
Jenis SEIE suite yang dipesan TNI AL untuk melengkapi Changbogo Class adalah jenis MK-10 buatan Inggris. MK-10 suite dapat digunakan untuk evakuasi awak kapal selam dari kedalaman maksimum 182 meter. Selain AL Inggris, MK-10 sejauh ini telah digunakan di kapal selam USS Toledo (SSN-769) dan USS Los Angeles (SSN-688)

Musibah Saat Latihan Evakuasi di KRI Cakra 401
Untuk pertama kalinya, Korps Hiu Kencana TNI AL pada 7 Februari 2012, melaksanakan latihan basah untuk proses evakuasi kapal selam. Sebagai wahana uji dipilih KRI Cakra 401 yang berada di perairan Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur.
penyelamatan-penumpang-kapa
Skenario dari latihan ini adalah karamnya KRI Cakra 401 bersama 6 awaknya, karena mengalami kerusakan mesin. Satu persatu awak akan diselamatkan dari conning tower kapal selam, untuk kemudian naik ke permukaan laut. Keenam personel dibagi ke dalam tiga gelombang dan setiap gelombang dua orang. Dalam simulasi pertama dan kedua, para korban muncul ke permukaan air dalam waktu 15 menit. Namun dalam proses penyelamatan ketiga terjadi masalah.
Tim yang ada di permukaan telah menunggu sekitar 30 menit akan tetapi kedua awak kapal belum muncul juga. Setelah lama ditunggu, Kolonel Laut Jeffry Stanley Sanggel, Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim dan Mayor Laut Eko Indang Prabowo, muncul ke permukaan dengan kondisi yang cedera parah. Hidung dan telinga mereka mengeluarkan darah, serta tidak sadarkan diri, hingga akhirnya nyawa mereka tak dapat diselamatkan.
Latihan calon awak kapal selam TNI AL.
Latihan calon awak kapal selam TNI AL.
Diduga tabung oksigen yang melekat di baju khusus mereka tidak berfungsi/selangnya lepas. Karena tidak ada oksigen, mereka terpaksa naik ke permukaan laut dengan cepat, sehingga mengalami dekompresi.
Dekompresi adalah akumulasi nitrogen yang terlarut saat menyelam dan membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta system syaraf. Udara yang kita hirup adalah oksigen dan nitrogen. Namun gas nitrogen tidak digunakan tubuh. Akibatnya, gas Nitrogen akan terakumulasi didalam tubuh penyelam, proporsional dengan durasi dan kedalaman penyelaman. Masalah terjadi, bila penyelam naik dengan cepat dari kedalaman tertentu, ke permukaan air. Hal ini seperti botol bir yang dikocok lalu kita buka tutupnya. Akumulasi nitrogen di dalam cairan tubuh penyelam dilepas dalam bentuk gelembung udara akibat penurunan tekanan secara drastis. Buih-buih inilah yang menyumbat aliran darah maupun sistem syaraf tubuh manusia dan berakibat fatal. (Haryo Adjie)

Jenderal Gatot Nurmantyo Janji Tolak Alutsista Hibah

Jenderal Gatot Nurmantyo Janji Tolak Alutsista Hibah
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jendral TNI Gatot Nurmantyo memberikan pemaparan saat bincang-bincang dengan aparatur negara di Gedung Lemhanas, Jakarta (VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar) 
Calon Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Panglima TNI. Jenderal Gatot mengaku akan menfokuskan pembahasan pada persoalan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) TNI. Masalah alutsista TNI ini kembali menjadi sorotan, setelah insiden jatuhnya Pesawat Hercules TNI AU yang jatuh di Medan, Sumatera Utara, Selasa kemarin, 30 Juni 2015.
Kendati demikian, Jenderal Gatot belum bersedia memberikan pernyataan terkait jatuhnya pesawat TNI AU tersebut. Sebab, sampai saat ini, kapasitasnya adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

Namun Gatot berjanji akan menjawab soal itu, bila dalam uji kepatutan nanti ada anggota Komisi I yang mempertanyakannya.

Secara umum terkait alutsista, Jenderal Gatot mengatakan sudah seharusnya TNI tidak lagi menerima alutsista hibah dari negara lain.

"Kita inginkan baru," kata Gatot, di gedung DPR, Jakarta, Rabu 1 Juli 2015.

Pandangan ini, kata Jenderal Gatot, sejalan dengan perintah Presiden Joko Widodo yang meminta agar alutsista TNI tidak boleh lagi dari hibah. Tapi harus alat yang baru.

"Kalau sudah menjadi keputusan Presiden maka tidak bisa ditawar lagi," kata Gatot.

Selain itu, juga Gatot akan tetap melanjutkan Minimum Essential Force (MEF), yang menjadi program khusus. "Kemudian pemerintah akan meningkatkan," katanya.

Vivanews. 

Selasa, 30 Juni 2015

MK46 dan A244-S: Torpedo SUT Andalan Frigat/Korvet TNI AL

mk46mod5
Seperti telah disinggung pada artikel sebelumnya, bahwa mulai tahun 70-an, tepatnya sejak 1974, TNI AL mulai mengoperasikan alutista baru, yaitu torpedo SUT (surface and underwater target). Kedatangan torpedo SUT pada tahun tersebut merupakan bagian dari kelengkapan armada perusak kawal (destroyer escort) kelas Claud Jones (Samadikun Class). Torpedo yang dimaksud dari jenis MK (Mark) 46 yang dirancang oleh Naval Ordnance Test Station Pasadena, dan diproduksi Alliant Techsystems.
Seiring modernisasi persenjataan kapal perang yang berkiblat pada standar NATO, populasi torpedo MK46 kian bertambah pada dekade 80-an. Hal ini ditandai dengan hadirnya frigat kelas Fatahillah (KRI Fatahillah 361, KRI Malahayati 362, dan KRI Nala 363) buatan galangan kapal Wilton-Fijenoord, Schiedam, Belanda. Ketiga kapal perang yang dibeli gress ini dibekali torpedo MK46 dan torpedo A244. Kemudian masih dalam dekase yang sama, TNI AL kedatangan 6 frigat kelas Van Speijk yang juga buatan Belanda. Frigat bekas pakai AL Belanda ini (KRI Ahmad Yani 351, KRI Slamet Riyadi 352, KRI Yos Sudarso 353, KRI Oswal Siahaan 354, KRI Abdul Halim Perdanakusumah 355, dan KRI Karel Satsuit Tubun 356) juga dipersenjatai torpedo MK46 untuk misi ASW (anti submarine warfare).
Torpedo MK46 umumnya dilepaskan dari tabung peluncur Mark 32 (MK32) yang di setting dalam platform peluncur tiga tabung torpedo (triple tube) yang dapat diputar posisinya secara manual untuk diarahkan pada sasaran.
Struktur torpedo MK46
Struktur torpedo MK46
Jamaran
Memasuki millennium baru, TNI AL kedatangan tiga korvet kelas SIGMA buatan Belanda. Untuk urusan torpedo SUT, korvet canggih yang bolak balik disertakan dalam misi PBB ke Lebanon ini, mengusung jenis torpedo A244-S mod 3 buatan Italian/French EuroTorp consortium. Sebagai sista standar NATO, antara torpedo MK46 dan A244 punya dimensi yang serupa, yakni 324 mm. Namun, ada perbedaan dari tipe sistem peluncur, torpedo A244 menggunakan peluncur B515 (ILAS-3) yang juga buatan EuroTorp.
Di lini torpedo SUT yang dilepaskan dari kapal atas permukaan, masih ada lagi tipe torpedo AEG SUT. Torpedo ini punya ukuran yang jauh lebih bongsor ketimbang MK46 dan A244, lantaran kalibernya 533 mm. Torpedo ini punya panjang 6.620 mm dengan bobot mencapai 1.413 kg. Dengan pengendalian berupa kabel dan perangkat pasif aktif, maka penembakkan tak selalu harus mengarah ke target. Pada kecepatan 23 knot, torpedo ini mampu menghantam target pada jarak 28 km. Khusus untuk tipe torpedo AEG, sudah diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia pada divisi Sistem Senjata sejak 1986. Lisensinya diperoleh dari AEG Telefunken, Jerman. Khusus untuk torpedo AEG SUT, digunakan oleh kapal selam Type 209 dan armada KCT (Kapal Cepat Torpedo) FPB-57 TNI AL. Untuk armada KCT, tiap kapal dapat membawa dua torpedo, tanpa isi ulang.
Torpedo SUT AEG, berkaliber 533 mm, untuk kapal selam dan armada KCT TNI AL
Torpedo SUT AEG, berkaliber 533 mm, untuk kapal selam dan armada KCT TNI AL
Peluncur Mark 32, sebagai wahana peluncur torpedo MK46
Peluncur Mark 32, sebagai wahana peluncur torpedo MK46
Dalam artikel ini, penulis menganggap torpedo MK46 dan A244 punya keunikan tersendiri, pasalnya kedua torpedo punya kaliber yang serupa, 324 mm (12.75 inchi), tergolong torpedo ringan, berpeluncur triple tube,menjadi andalan di kelas frigat/korvet TNI AL, dan dapat dilepaskan dari wahana kapal permukaan dan helikopter yang berkemampuan AKS (anti kapal selam). Sedikit menyinggung soal heli AKS, sampai tulisan ini dibuat TNI AL belum punya lagi helikopter yang punya kemampuan melepaskan torpedo. Sebelum dipensiunkan, beberapa tahun lalu Penerbal TNI AL masih mengoperasikan Westland Wasp, heli buatan Inggris ini dapat membawa 1 torpedo MK46.

Torpedo Honeywell MK46
Bisa dibilang inilah jenis torpedo yang paling laris dipasaran, lebih dari 30 angkatan laut di seluruh dunia menggunakan jenis torpedo ini pada beragam kapal perangnya. Secara umum, torpedo asal Negeri Paman Sam ini punya kecepatan luncur 40 knots (setara 74 km/jam). Jangkauan luncur menuju target yakni 11 km dengan kedalaman 365 meter. Karena tergolong torpedo ringan, bobotnya hanya 231 kg dengan panjang 2,59 meter. Untuk hulu ledaknya 44 kg menggunakan PBXN-103 high explosive. Sumber tenaga MK46 berasal dari mono-propellant (Otto Fule II) dengan dua tingkat kecepatan. Untuk pemandunya mengusung homing akustif aktif dan pasif, yakni memancarkan gelombang untuk mencari pantulan dari logam di kapal target.
KRI Martadinata 342, generasi awal pengusung torpedo SUT MK46 TNI AL
KRI Martadinata 342, generasi awal pengusung torpedo SUT MK46 TNI AL
Torpedo MK46 hadir dalam beberapa versi, mulai dari mod 1, mod 5, dan mod 5A. Uniknya, Cina pun memproduksi torpedo tiruan MK46 yang diberi label Yu-7. Ceritanya, pada tahun 1978, sebuah kapal nelayan Cina ‘mendapatkan’ sebuah torpedo MK46 mod 1 di Laut Cina Selatan. Torpedo itu kemudian dikirim ke Institu 705 untuk dipelajari dan dikembangkan lebih lanjut dalam proyek 109. Prototipe MK46 jiplakan Cina pertama kali meluncur pada 1984, dan hingga kini sudah 68 kali dilakukan uji tembak. Secara resmi, Yu-7 mulai digunakan AL Cina pada tahun 90-an, dan hingga kini masih terus diandalkan.
Torpedo A244-S
Torpedo buatan Eropa (Italia/Perancis) ini punya teknologi pemandu yang relative serupa dengan MK46. Hanya saja ada tambahan pada akustik suara baling-baling atau material magnetic yang dipancarkan oleh badan kapal target. A244 punya bobot maksimum 244 kg dengan panjang 2,8 meter. Kecepatan luncurnya 39 knots dengan kedalaman maksimum 600 meter. Untuk urusan jangkauan beda-beda, Untuk A244-S mod 1 hanya sampai 6 km saja, sementara A244-S mod 3 jarak jangkaunya mencapai 13,5 km. Dan, kabar baiknya korvet SIGMA TNI AL sudah menggunakan versi mod 3.
2-a244
Peluncur B515, wahan peluncur torpedo A244-S pada korvet SIGMA TNI AL
Peluncur B515, wahan peluncur torpedo A244-S pada korvet SIGMA TNI AL
torpedo1
Mesin Pada Torpedo
Mesin torpedo menggunakan bahan bakar khusus, dimana tidak seperti pada umumnya mesin mobil atau jet yang mengambil udara disekitarnya untuk oksidizer yang dibakar bersama bahan bakarnya. Torpedo tidak bisa melakukan hal itu, sehingga torpedo memerlukan bahan bakar tanpa oksigen sebagai oxidizernya, atau mereka dirancang untuk membawa oxidizer sendiri di dalamnya. Bahan bakar ini sering disebut sebagai “otto fuel” yang mana bahan bakar ini memiliki campuran oxidizer sendiri. Hidrogen peroksida adalah salah satunya, dia tidak memerlukan oxidizer. Bahan bakar seperti ini jarang dipakai dalam kehidupan sehari-hari dikarenakan bahan bakar yang mengandung oxidizer seperti ini mudah meledak dan memiliki berat lebih dari bahan bakar umumnya. (Bayu Pamungkas)

Black Shark: Akankah Jadi Torpedo Andalan di Kapal Selam Changbogo Class TNI AL?

blackshark2
Mendengar namanya sudah terdengar garang, inilah Black Shark, torpedo heavy weight buatan Whitehead Sistemi Subacquei (WASS), Finmeccanica Company, Italia. Tak hanya garang dari nama yang disematkan, tapi Black Shark atau yang akrab diberi label IF21, juga wujud dari torpedo tercanggih di kelas kaliber 533 mm. Sejak aktif digunakan pada tahun 2004, Black Shark di dapuk sebagai sosok senjata monster bawah laut yang mampu menjangkau target long range dan multi purpose.
Dan berkaca dari rencana kedatangan kapal selam Changbogo Class pesanan TNI AL dari Korea Selatan, ditambah kutipan dari Majalah Cakrawala Dispenal TNI AL Edisi 425 Tahun 2015, maka adopsi Black Shark sangat mungkin untuk melengkapi daya deteren Changbogo Class yang akan mulai dioperasikan TNI AL tahun 2017. Black Shark sendiri bukan senjata yang asing di dengar, pasalnya AL Malaysia dan AL Singapura sudah lebih dulu menggunakan Black Shark. Malaysia memasang Black Shark untuk kapal selam Scorpene Class. Sementara Singapura memasang torpedo ini untuk kapal selam Archer Class. Selain Malaysia dan Singapura, hingga kini 100 unit lebih Black Shark telah diproduksi untuk AL Chile, Ekuador, Italia, dan Portugal.
IDEF-2009-Defense-Show741328564_-_main
original_Black_Shark_gBLACKSHARK_02wf
Lalu apa yang menjadikan Black Shark terasa special? Pertama adalah kemampuannya yang dual purpose, Black Shark asasinya untuk mengahajar kapal selam dan kapal permukaan, torpedo ini juga mampu manjalankan misi antiship torpedo. Dari segi operasional, Black Shark ideal untuk digunakan di perairan dalam dan perairan dangkal. Agar sukses menghantar maut ke sasaran yang dituju, Black Shark punya kemampuan full stealth, dalam artian tingkat emisi suara yang dipancarkan nyaris tidak terdeteksi. Sebagai alutsista berstandar NATO, Black Shark mengusung STANAG 4405, dengan interface yang punya kompabilitas dengan semuan CMS (Combat Management Systems) modern.
4-1024x496
Sebagai ujung tombak penginderaan pada sasaran, Black Shark mengusung teknologi advanced acoustic homing, jenis ASTRA (Advanced Sonar Transmitting and Receiving Architecture) besutan terbaru dari WASS. Perangkat sonar bekerja pada homing menggunakan akustif aktif dan pasif yang mendukung kapabilitas multi target secara simultan. Agar misi penghancuran sukses, Black Shark juga telah adaptif dengan kebutuhan melawan perang elektronik.
Dibekali dual propeller.
Dibekali dual propeller.
Beragam tipe torpedo di kaliber 533 mm.
Beragam tipe torpedo di kaliber 533 mm.

Bagaimana dengan daya jangkau? Black Shark punya kemampuan long range dengan jarak luncur ideal hingga 50 km dengan kecepatan maksimum 50 knots. Namun, sesuai kebutuhan operasi dan jenis sasaran yang ingin dihantam, Black Shark dapat di setting meluncur hingga kecepatan 52 knots untuk jarak luncur 22 km. Sementara bila dibutuhkan, jarak luncur bisa di setting sampai 90 km, namun kecepatan melorot jadi 12 knots. Black Shark dibekali dua bilah propeller yang masing-masing bergerak secara berlawanan, pola gerakan propeller ini menghasilkan tingkat kesenyapan yang tinggi, selain laju kecepatan tinggi pada torpedo.
original_BLACK_SHARK_HEAVYW
Sumber pasokan tenaga Black Shark berasal dari desain baru advanced lithium polymer rechargeable battery. Sistem propulsi listrik, didasarkan pada baterai oksida perak dan aluminium. Baterai ini punya kepadatan energi yang tinggi dan konduktivitas elektrolit tinggi menawarkan keamanan maksimum dan penyimpanan energi hingga 12 tahun. Dengan sistem pasokan energi yang berlaku, maka wajar bila Black Shark dapat menghemat biaya maintenance.
Untuk urusan hulu ledak dibekali powerful explosive charge, meski pihak pabrikan merahasiakan berat hulu ledaknya. Pada prinsipnya, hulu ledak dapat diaktifkan oleh pengaruh dari gelombang akustik dan efek tabrakan. Amunisi yang diusung bersifat sensitif dengan standar STANAG 4439 dan MURAT-2.
Agar laris manis di pasaran, torpedo dirancang untuk dapat digunakan di beragam tipe kapal selam. Dalam rilis, disebutkan Black Shark kompatibel dengan jenis kapal selam U209 (Type 209), U214, U212, dan Scorpene Class. Tidak ada batasan kedalaman untuk meluncurkan torpedo ini, dan guna memudahkan adopsi ke beragam kapal selam, WASS menyediakan TBI (Torpedo Board Interface) yang menjadi jembatan antara platform kapal selam dan CMS. (Gilang Perdana)

Spesifikasi Black Shark Torpedo
– Produksi : WASS, Italia
– Diameter : 533 mm (21 inchi)
– Panjang : 6,3 meter
– Berat : 1.483 Kg
– Kecepatan luncur max : 50 knots
– Jarak luncur max : 50 Km
– Mesin : contra-rotating direct-drive brushless motor
– Propellant : advanced lithium polymer rechargeable battery (Al-AgO battery)