Senin, 05 Januari 2015

Dalami Keganjilan Air Asia di Juanda Disitu Awal Musibah QZ8501

 qz8501 dan mh370
Kasus lost contact MH370 dan QZ8501 (Foto: HeraldSun)



Kasus yang menyangkut kecelakaan pesawat Air Asia Indonesia jenis Airbus A320-200 Flight Number QZ8501 sejak Minggu pagi (28/12/2014), hingga kini sudah mencapai enam hari, dimana dari total 162 penumpang dan crew yang onboard, pada hari Jumat (2/1/2014) telah ditemukan 30 jenazah. Basarnas merilis sudah ada 30 jenazah yang ditemukan dalam pencarian hari keenam, dengan perinciannya 10 jenazah dikirim dari Pangkalan Bun ke Surabaya, 4 jenazah masih berada di Pangkalan Bun , 7 jenazah masih berada di KRI Bung Tomo, 1 jenazah berada di KD Pahang dan 8 jenazah di Surabaya. Kendala pencarian jenazah terutama buruknya cuaca di kawasan laut di sekitar Pangkalan Bun.

Seperti yang penulis juga pernah sarankan pada saat terjadinya kasus Malaysia Airlines MH370, upaya mencari penyebab atau latar belakang sebuah kasus kelakaan pesawat sebaiknya dilakukan melalui dua pendekatan, disamping prioritas menemukan penumpang adalah yang utama. Pendekatan tehnis penerbangan akan menyangkut soal pesawat itu sendiri, pengaruh cuaca (weather) serta kemungkinan human error. Pendekatan standard dari tehnis penerbangan di fokuskan mencari pesawat untuk menemukan black box yang berisi data VCR (Voice Cockpit Recorder) dan FDR (Flight Data Recorder). Ini merupakan kunci karena akan merupakan bukti A-1 tentang yang terjadi menyangkut penerbangan itu sendiri di samping pembicaraan yang dilakukan crew (pilot) baik internal maupun dengan ATC. Apabila black box dapat ditemukan, biasanya akan dapat menggugurkan beberapa pendapat atau analisa penyebab kecelakaan yang dibuat sebelumnya. Sebagai contoh, black box pesawat Air France AF447 yang jatuh di Samudera Atlantik, membuktikan penyebab kecelakaan adalah karena capt Pilot Dubois tidak on seat saat pada awal pesawat memasuki badai.

Dengan demikian maka upaya mencari black box walau kadang sulit didapatkan akan tetap diusahakan. Sebagai catatan, black box AF447 ditemukan setelah dua tahun, sementara black box MH370 sudah sekitar delapan bulan belum dapat ditemukan. Pendekatan kedua yang penulis sarankan adalah pendekatan dari sudut pandang intelijen, yaitu menarik kebelakang, mencari informasi terkait dengan pesawat yang mengalami kecelakaan. Nah, dalam kaitan ini aparat intelijen sebaiknya melakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan). Dalam kasus QZ8501 dicari dan dikumpulkan informasi dasar Indonesia Air Asia tersebut. Pulbaket dikordinasikan diantara Intelijen, Kemenhub, Mabes Polri. Data-data tersebut diantaranya tentang operasi penerbangan Air Asia, data crew dan penumpang (latar belakang), data barang yang diangkut, pelaksana ground handling serta dukungan terhadap operasi penerbangan, sistem keamanan Bandara Juanda. Pihak keamanan memang selalu berfikir suatu yang terburuk, terlebih apabila mencium adanya keganjilan-keganjilan dalam kasus kecelakaan. Semua data tersebut kemudian diolah oleh analis intelijen untuk disimpulkan dan diserahkan kepada end user.

Fokus Penyelidikan Dari Tehnis Penerbangan 
Fakta yang perlu dicermati adalah pembekuan sementara penerbangan Air Asia dari Juanda ke Singapura oleh Kemenhub. Menurut Kapuskom Publik Kemenhub JA Barata dalam rilisnya disebutkan bahwa salah satu alasannya, Air Asia QZ8501 ternyata melanggar izin terbang yang diberikan. Ijin diberikan (sejak 24 Oktober 2014) untuk menerbangi rute Juanda-Singapura pada hari Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu. Pembekuan dikeluarkan sejak tanggal 2 Januari 2015 sampai selsainya evaluasi dan investigasi. "Namun pada pelaksanaannya penerbangan PT. Indonesia Air Asia rute Surabaya -Singapura pp dilaksanakan di luar izin yang diberikan, yaitu antara lain pada hari Minggu (QZ8501 terbang dan menghilang pada hari Minggu, 28 Desember 2014). Dan pihak Indonesia Air Asia tidak mengajukan permohonan perubahan hari operasi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Hal ini merupakan pelanggaran atas persetujuan rute yang telah diberikan," jelas Barata. AirAsia yang bisa terbang di hari Minggu itu karena ada kesalahan komunikasi di lapangan, menurut Barata karena ada oknum Kemenhub yang teledor.

Fakta lain adalah saat Menhub Ignasius Jonan mengunjungi kantor Air Asia di Cengkareng pada hari Jumat (2/1/2014). Menurut Staf Khusus Menhub Hadi M Djuraid yang ikut dalam sidak tersebut, Jonan sempat marah besar lantaran salah satu Direktur AirAsia menganggap briefing pilot sebelum penerbangan sebagai cara tradisional alias kuno. "Itu yang sudah berlaku secara internasional, mengambil info cuaca secara fisik dari BMKG itu cara tradisional," kata Hadi sembari menirukan kata-kata salah satu Direktur AirAsia. Mendengar jawaban tersebut Jonan memarahi sang direktur tersebut. "Kalau ada aturan Anda harus patuh, jangan coba-coba melawan. Bisa saya cabut izin Anda," katanya seperti disampaikan Hadi. Setelah itu lanjut dia, Jonan langsung menanyakan kepada pilot yang juga berada di tempat tersebut apakah lebih suka di-briefing fisik mengenai cuaca sebelum terbang atau membaca sendiri cuaca dari BMKG. Para pilot pun menjawab lebih senang apabila diberikan briefing langsung oleh Flight Operation Officer (FOO). Jonan pun meminta agar AirAsia melakukan prosedur yang seharusnya. Permintaan menhub itu pun disanggupi oleh pihak AirAsia dan berjanji akan segera menindaklanjuti perintah tersebut.

Dari Fakta tersebut, nampaknya crew Air Asia (selama ini?) tidak memberikan data weather dari perusahaan yang sangat penting serta terteradalam rencana penerbangan (flight plan). Curent Weather Forcast merupakan salah satu dasar pembuatan rencana penerbangan yang dibuat oleh perusahaan penerbangan, biasa dikerjakan oleh FOO. Dasar pembuatan flight plan diantaranya, kondisi pesawat layak terbang, kedua informasi penerbangan, fasilitas di Bandara keberangkatan, informasi sepanjang penerbangan, berapa load, bahan bakar, departure, destination, alternate base. Secara prinsip rencana penerbangan yang baik dan layak akan mendukung keselamatan penerbangan. Flight plan di-briefingkan kepada penerbang satu jam sebelum penerbangan oleh FOO. Dalam sebuah diskusi di CNN dengan narasumber CNN, panelnya pilot Australia, pilot Ammerika, meteorologist ahli, crash investigator dari NTSB (AS), menganalisa kecelakaan QZ8501. Menurut meteorologist nya, terdapat intertropical convergence storm cukup besar dengan radius 10 miles. Dan storm nya itu storm cell by storm cell, radius by radius. The biggest and worst storm cell itu ada diatas laut Jawa juga terdapat saat pesawatnya akan takeoff. Kalau situasi seperti ini di AS, penerbangan pasti di delay. Alasan nya adalah, karena storm cell by storm cell itu, ruang diantara dua storm cells itu yang di radar itu kelihatan tenang, sebenarnya adalah super bahaya. Ini karena pada ruang diantara dua storm cells itu terjadi down draft. Karena down draft, suhu nya super cold dan mendadak turun.

Saat pesawat mulai masuk satu storm cell, Capt. pilot nya minta belok ke kiri untuk menghindar, tetapi justru daerah di kiri itulah yang ruang antara storm cells yang super berbahaya. Waktu dia masuk daerah ini, super cold air terjadi, terjadi down draft, thinner air, pesawat nya susah di kontrol. Karena kemungkinan besar masuk daerah itu ada hail (es batu) atau moisture, kemungkinan besar radar nya mendadak rusak dan/atau pitot tube nya yang mengukur air speed mendadak beku. Dalam kondisi ini pilot menjadi tidak tahun posisi (in terms of storm) dan karena itu speed nya 105 dibawah normal karena dia sudah tidak mengetahui air speed. Karena speed nya rendah, akhirnya pesawat nya stall dan jatuh. Pada hari Jumat (2/1/2014) pukul 23.00 KRI Bung Tomo berhasil menemukan dua obyek dengan alat sonarnya, menurut Kabasarnas diperkirakan bagian dai pesawat yang dicari. Kedalaman laut sekitar 30 meter, dan lokasi berada tidak jauh dari penemuan jenazah.

Fokus Penyelidikan Intelijen
Perhatian pertama adalah pada detik-detik terjadinya kecelakaan. QZ8501 hilang dari pengamatan radar (Kohanudnas yang terintegrasi dengan Radar Sipil), diketahui pada pukul 06.17 WIB. Pada pukul 06.16 WIB, menurut Pangkohanudnas Marsda TNI Rahadian kepada media, QZ8501 masih terlacak radar dengan transponder bernomor 7001, flight level 320 (32.000 kaki). Mendadak pada 06.17 WIB data pesawat termasuk transponder dan ketinggian menghilang dari radar Kohanudnas. Pesawat menghilang di atas laut, diantara Tanjung Pandang dengan Pangkalan Embun (127 Nm). Menurut ATC Jakarta, pada pukul 06.17 WIB pesawat hanya tampak signal ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast), pesawat sekaligus hilang contact dengan ATC Pukul 06.18 WIB. ATC Jakarta menyebutkan tidak adanya distress call dari pilot. Ini dapat dinilai sebagai sebuah keganjilan, mengingat Capt Pilot Iriyanto adalah penerbang senior dengan total jam terbang diatas 20.000 jam dan mantan penerbang tempur TNI AU (F5E Tiger II) yang terlatih bereaksi cepat dalam menghadapi masalah emergency saat terbang.

Jadual keberangkatan QZ 8501 ternyata maju dari waktu semestinya, rencana semula jadwal pesawat pada pukul 08.00 WIB, namun diajukan pada pukul 05.00 WIB. Hal ini diakui oleh Presdir PT Air Asia Indonesia, Sunu WIdyatmoko. “Perubahan jadwal tidak berhubungan dengan kondisi pesawat. Itu perubahan jadwal biasa setiap 6 bulan sekali, terlebih ini masuk peak season (musim liburan) jadi jadual penerbangan juga padat," kata Sunu saat di Crisis Centre Terminal 2 Bandara Juanda, Minggu (28/12) malam. Dari penilaian beberapa pakar pengamat penerbangan, cuaca buruk adalah fitur umum di Indonesia pada waktu ini, memang terdapat cuaca buruk di beberapa wilayah. Tetapi dikatakan hampir tidak pernah terjadi pada sebuah pesawat komersial modern mengalami kecelakaan disebabkan karena turbulensi di ketinggian. "Ini situasi yang berbeda ketika pesawat terbang rendah, tetapi saat terbang di ketinggian, bahkan apabila pesawat mengalami stall ketinggiannya cukup bagi aircrew untuk memulihkan situasi dan mengembalikan kontrol," kata Pakar Penerbangan Peter Stuart Smith. "Tampaknya tidak mungkin bahwa cuaca buruk yang sederhana bisa menyebabkan pesawat tersebut jatuh," katanya.

John Nance, seorang mantan pilot Angkatan Udara dan konsultan ABC News, mengatakan bahwa bom mungkin telah diledakkan dari dalam pesawat sehingga pesawat mendadak hilang dari layar radar, dan pilot tidak sempat mengirimkan distress signals pada saat sebelum jatuh ke laut. Bom tersebut kecil dan mampu mengganggu sistem hidrolik pesawat. Pesawat i sebagian besar diperkirakan masih utuh karena petugas bisa melihat bayangan pesawat di air yang relatif dangkal. Dari pengumpulan dan penyelidikan data penumpang, Tim Disaster and Victim Identification (DVI) gabungan untuk AirAsia QZ8501 masih kesulitan mengontak pihak keluarga Copilot Remy Emmanuel Plesel. Keluarga Remy dibutuhkan untuk menghimpun data antemortem sebagai keperluan identifikasi. DVI pun meminta bantuan polisi internasional atau Interpol. "Kami kesulitan mengontak keluarga Remy Plesel yang ternyata ada di Karibia. Jadi kami minta bantuan Interpol," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Awi Setiyono dalam jumpa pers, Jumat (2/1/2015). Plesel menjadi satu-satunya korban yang belum memiliki data antemortem. Menurut Awi, alasan transportasi menjadi kendala utama bagi keluarga Plesel datang ke Surabaya untuk menyerahkan langsung data antemortem tersebut. Data antemortem itu berguna untuk melakukan verifikasi.

Investigator Keselamatan Udara dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) A. Toos Sanintioso mengatakan bahwa kotak hitam (black box) yang diharapkan bisa memberikan jawaban terkait penyebab kecelakaan tersebut belum ditemukan hingga hari Jumat (2/1/2015). Sanintioso menduga pinger yang memancarkan sinyal lokasi kotak hitam tak berfungsi. Menurut dia, ada kemungkinan pinger bersama kotak hitam telah rusak akibat hantaman yang sangat keras. KNKT kini sedang berusaha terus menemukan black box, menurut ketua KNKT Marsda TNI (Pur) Tatang Kurniadi (teman penulis satu angkatan di AU), fokusnya mencari suara dan sinyal yang dipancarkan dari black box.

Analisis
Basarnas dibawah pimpinan Marsdya TNI FHB Sulistiyo telah menunjukkan hasil yang sangat baik, mampu mengordinasikan kekuatan yang ada dalam membantu Basarnas untuk menemukan Air Asia QZ8501. Kemampuan Basarnas perlu di apresiasi karena dalam waktu tiga hari mampu menemukan puing, lokasi jatuhnya pesawat serta mengevakuasi beberapa jenazah. Sulistyo kelahiran 1959 itu adalah alumnus AAU 1982 dan pernah menjadi calon Kasau yang akhirnya terpilih Marsdya AgusSupriyatna. Basarnas bertugas mencari dan menemukan pesawat serta penumpang, disisi lain terdapat BIN, BNPT dan Intelijen Polri yang penulis perkirakan akan mendalami latar belakang dari sisi lain kecelakaan ini. Penulis menyusun artikel dengan judul "Hilangnya Air Asia QZ 8501 Dari Sudut Pandang Intelijen", (http://ramalanintelijen.net/?p=9394), yang menyoroti kemungkinan kaitan antara kecelakaan MH370, MH17 dan QZ8501. Ketiganya adalah perusahaan Malaysia, walaupun saham Indonesia Air Asia diberitakan 51 persen dimiliki orang Indonesia (Tidak diberitakan dan tidak dimunculkan oleh media). Yang terlihat sibuk adalah Tony Fernandez, warga negara Malaysia, CEO Air Asia.

Nah, dari beberapa fakta diatas, terlihat bahwa ada sesuatu yang memang harus didalami dari Bandara Juanda terkait Air Asia. Apabila ditinjau dari fakta-fakta tehnis operasi penerbangan, ada pengabaian dari Air Asia terhadap laporan cuaca dari BKMG yang seharusnya juga tertera dalam flight plan kepada pilot sebelum terbang. Tidak diberikannya kondisi cuaca akhirnya menyebabkan pilot hanya mengandalkan radar cuaca, tanpa mengetahui peta cuaca secara utuh. Entah apakah data lainnya juga diberikan kepada pilot? Apakah flight lengkap atau tidak? Ini sebuah pertanyaan. Menarik yang disampaikan panel diskusi CNN, dimana Iriyanto akhirnya harus menghadapi intertropical convergence storm ganas yang dihadapkan dengan keterbatasan kemampuan pesawat. Ini salah satu titik kerawanan dari manajemen Air Asia, dimana kerawanan menurut teori pengamanan intelijen adalah titik lemah apabila kemudian alam menjadi jauh lebih tidak bersahabat, makin ganas akan menyebabkan kelumpuhan, bahkan kelumpuhan permanen (pesawat jatuh). Perlu diteliti sejak kapan pilot tidak mendapat briefing tentang cuaca, kalau cuaca menjadi penyebab seperti yang diperkirakan? Atau mungkin bukan hanya Air Asia saja.

Kedua, Air Asia melakukan pelanggaran prinsip, melakukan penerbangan di hari yang bukan jadualnya. Sebuah pertanyaan bagi lid intelijen, mengapa dia tidak mengajukan ijin dan mengapa melakukan pelanggaran? Apakah alasan peak season cukup menjadi alasan bagi Air Asia yang nekat melanggar ketentuan, kini hanya dibekukan sementara. Kita lihat bagaimana reaksi Menhub Jonan atas pelanggaran yang sangat prinsip ini. Penulis membacanya ada sesuatu dibalik ke-"nekatan"-an ini. Masalah lain yang juga perlu menjadi perhatian, mengapa pesawat mendadak lenyap dari radar? Hanya berselang dua menit mendadak hilang. Mengenai menghilangnya dari radar, masih menjadi pertanyaan apakah pesawat dalam kondisi stall? Dalam kondisi ini Capt Iriyanto penulis perkirakan akan mengirimkan distres signal. Menurut Pangkohanudnas Marsda Hadian, Iriyanto pernah, saat latihan dog fight dengannya pernah mengalami kondisi emergency dan mampu mengatasinya. Adanya perkiraan bom yang meledak di dalam pesawat jelas jangan dinafikkan, karena penulis termasuk yang masih mencermati adanya ancaman aksi teror terhadap Malaysia berupa serangan terhadap MAS (dua kali) dan mungkin AA (satu kali). Pembuktian bom ini bisa pada saatnya dibuktikan dari hasil penyelidikan KNKT terhadap kondisi bangkai pesawat. Pada MH17 terbukti adanya partikel-partikel logam yang menghantam badan pesawat dan mengarah kebagian dalam. Apabila terdapat bom di QZ8501 maka akan ditemukan bekas ledakan (robekan kearah luar).

Pihak Polri hingga kini belum menemukan keluarga copilot Remy Emmanuel Plesel (WN Perancis) yang tinggal di Perancis, tetapi keluarganya berada di Karibia. Interpol sedang diminta membantu menemukan mereka. Mungkin data ini perlu diperdalam. Hambatan yang mungkin akan ditemui adalah bagaimana menemukan black box sebagai kotak jimat sangat penting, yang menurut investigator KNKT belum berhasil ditemukan. Dari kasus Air France AF447, black box baru ditemukan setelah dicari selama dua tahun. Mudah-mudahan black box QZ8501 dapat segera ditemukan. Dari beberapa fakta dan pembahasan diatas, penulis menyimpulkan, sesuai teori intelijen, agar dilakukan pemeriksaan sekuriti dimulai dari Bandara Juanda karena disitulah awal atau sumber masalah. Penulis agak tergelitik, sebenarnya Indonesia Air Asia ini milik siapa? Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla ini milik Indonesia karena ada bendera merah putih, tetapi pertanyaannya mengapa yang sibuk muncul hanya Tony Fernandez yang warga Malaysia. Semestinya kalau itu pesawat milik Indonesia, maka pemiliknya muncul untuk memberikan perhatian dan menunjukkan empatinya.

Mari kita doakan kepada para korban yang tewas, dan keluarga yang ditinggalkan semoga tetap tabah. Kesalahan operator dalam mengelola sebuah perusahaan penerbangan akan beresiko berat, konsekwensinya secara psikologis maupun ganti rugi. Air France dan Airbus sudah dipusingkan menghadapi tuntutan pembunuhan dalam kasus AF447 dari pengadilan Perancis. Karena itu Pemilik Air Asia harus siap-siap menghadapi tuntutan, kasus terberatnya apabila QZ8501 mengalami kecelakaan karena keteledoran manajemen. Mereka bisa dituntut dalam delik pembunuhan seperti AF447. "Manusia kodratnya berada di tanah, tidak bisa terbang, hanya karena akalnya maka dia terbang dengan pesawat. Karena itu manusia harus patuh kepada aturan, prosedur, ketentuan pabrik, dan airmanship. Sekali saja dia melanggar, tidak patuh, menyepelekan, maka dia akan bertemu dengan kodratnya," (Pray Ramelan).

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net

Hilangnya Air Asia QZ 8501 Dari Sudut Pandang Intelijen


 airasia-sharklet-a320 (1)

Air Asia Indonesia Airbus 320-200 dengan Logo Bendera Merah Putih (tribunnews.com)

Dalam beberapa hari terakhir dunia kembali digemparkan dengan hilangnya sebuah pesawat Airbus 320-200, Air Asia Indonesia, Flight Number QZ-8501 dalam penerbangan dari Bandara Juanda Surabaya ke Changi Airport Singapura. Pesawat dengan registrasi PK-AXC tersebut hilang kontak saat berada di airways M635, antara waypoint TAVIP dan RAFIS, atau di antara Tanjung Pandan (Belitung Timur) dan Pontianak. Dari data yang dirilis oleh Flightradar24, QZ8501 hilang kontak pada pukul 23:12 UTC atau pukul 06.12 WIB.
Pesawat dengan nomor registrasi PK-AXC tersebut berangkat (ATD) Surabaya pukul 05.26 WIB, ETA Singapura seharusnya pukul 08.30 waktu setempat atau pukul 07.30 WIB. Pada penerbangan, pilot in command adalah Captain Iriyanto (mantan Perwira TNI AU/IDP-1), Co Pilot Emanuel Plessel (WN Perancis), disamping lima crew lainnya on board. Pihak AirAsia Indonesia merilis data jam terbang pilot Air asia QZ8501 pada Minggu (28/12/2014) siang. Captain Pilot Iriyanto memiliki total 20.537 jam terbang. Iriyanto juga telah terbang bersama AirAsia Indonesia selama 6.053 jam. Sementara first officer Remi Emmanuel Plesel memiliki jam terbang 2.247 jam. Khusus penumpang diluar crew berjumlah 155 orang (138 dewasa, 16 anak-anak, satu bayi). Menurut Staf Khusus Kementerian Perhubungan Hadi Mustofa, selain WNI terdapat beberapa warga negara asing dalam pesawat tersebut. “Warga negara Singapura 1 orang, Inggris 1 orang, Malaysia 1 orang, dan Korea Selatan 3 orang termasuk 1 bayi,” katanya.
Plt Direktur Jenderal Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo secara resmi menyatakan di Jakarta, Minggu (28/12/2014), pesawat take off dari Surabaya, Pkl. 05.36 WIB menuju Singapura, terbang dengan ketinggian 32.000 kaki (Flight Level 320). Pesawat mengikuti jalur penerbangan: M-635. Pesawat Contact ATC Jakarta pada pukul 06.12 WIB pada FL 320 (frekuensi 125.7 MHz). Pada saat contact, ATC Radar Jakarta mampu mengidentifikasi pesawat pada layar radar. Saat contact, pesawat (pilot) menyatakan menghindari awan ke arah kiri dari M-635 dan meminta naik ke ketinggian 38.000 ft (FL380). Earth Networks, sebuah perusahaan yang melacak kondisi cuaca di seluruh dunia, mengatakan telah mencatat sejumlah sambaran petir di dekat rute Flight 8501 pada hari Minggu pagi antara pukul 06:09-06:20.
Pukul 06.16 WIB pesawat masih terlihat di layar radar, pukul 06.17 WIB pesawat hanya tampak signal ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast), pesawat sekaligus hilang contact dengan ATC Pukul 06.18 WIB, target hilang dari radar, hanya tampak flight plan track saja. ATC membuat pernyataan resmi QZ8501 hilang pada pukul 07.55 WIB. ADS-B adalah system yang di design untuk menggantikan fungsi radar dalam pengelolaan ruang udara bagi transportasi sipil. Dengan teknologi ini pesawat yang terus menerus mengirim data ke 'receiver' di bandara secara 'broadcast.' Sementara cara kerja radar bandara yang mendeteksi pesawat. Indonesia memiliki 30 stasiun bumi yang siap dioperasikan.
Pemerhati penerbangan, Yayan Mulyana, Minggu (28/12) petang menyatakan kepada Kompas.com, pada waktu yang berdekatan ketika pesawat QZ8501 hilang kontak, ada lebih dari satu penerbangan yang melintas di jalur penuh awan tersebut. Posisi AirAsia QZ8501 berada pada posisi terendah di ketinggian jelajah, dibandingkan pesawat lain.ada setidaknya empat pesawat lain yang berdekatan dengan QZ8501 pada saat itu, yakni Garuda Indonesia (GIA602, 35.000 ft), pesawat Lion Air (LNI763, 38.000 ft), AirAsia (QZ502, 38.000 ft), dan Emirates (UAE409, 35.000 ft).
Flightradar 24 mengklaim tidak menangkap sinyal emergency dari A320-200 QZ8501. Menurut SOP (Standar Operasi Prosedur), jika dalam kondisi emergency, pesawat akan mengaktifkan kode Squawk 7700 di transponder mereka. Beberapa negara menawarkan bantuan untuk mencari keberadaan QZ8501 diantaranya dari Singapura, Malaysia, Australia, Korea Selatan dan Amerika Serikat.



Analisis Dari Tehnis Penerbangan
Dalam waktu dua hari setelah pesawat tersebut dinyatakan hilang, semua instansi yang terlibat melakukan langkah cepat mencoba menemukan pesawat beserta penumpangnya. Dari standar pencarian pesawat yang umum dilakukan adalah dengan mengumpulkan fakta-fakta (informasi) baik yang menyangkut masalah tehnis, weather (cuaca) maupun kemungkinan human error. KNKT masih mengumpulkan data-data dan akan bergerak penuh apabila pesawat sudah ditemukan, sementara kini yang memimpin operasi pencarian adalah Basarnas.
Pengamat penerbangan serta pejabat Kemenhub serta Basarnas menyatakan (data yang dirilis otoritas penerbangan ataupun penanganan bencana), menunjukkan bahwa pesawat tidak meninggalkan jalur penerbangan, sekalipun sempat berpindah. Kementerian perhubungan menyatakan bahwa posisi pesawat ini terakhir tetap berada di koridor M635. Posisi pesawat pada saat lost contact ada di sekitar Pulau Belitung pada titik koordinat 03°22'15" LS - 109°41'28"BT.
Beberapa pihak menyatakan bahwa QZ8501 sempat terjebak dalam kungkungan awan CB. Dari beberapa informasi (BMKG) dilaporkan bahwa rute yang ditempuh pesawat dipenuhi dengan awan dan di lokasi kejadian terdapat CB yang luasnya mencapai 10 km dengan ketinggian mencapai 48.000 ft. Terdapat ancaman badai dimana terkonsentrasi es, butir air serta petir. Para penerbang umumnya sangat faham bahaya CB, tetapi jarang sambaran petir menyebabkan kerusakan struktural yang serius yang dapat mengancam keselamatan pesawat terbang, bahaya CB dapat mengganggu sistem navigasi, seperti kompas magnetik.
Dari kacamata tehnis penerbangan, Airbus 320-200 adalah pesawat modern canggih yang terbang normal dari Surabaya ke Singapura dan di kontrol oleh dua ATC modern Jakarta Control dan Singapore Radar. Proses lenyapnya pesawat terjadi hanya dalam waktu yang singkat, dari pukul 06.16 s/d 06.18 WIB, tanpa memberikan peringatan baik radio maupun transponder code. Pukul 06.17 WIB pesawat hanya tampak signal ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast).
Secara tehnis Yayan menyatakan, posisi yang terpantau di Flightradar24 adalah posisi saat terakhir komunikasi pesawat, tetapi masih ada luncuran, sampai ke posisi terakhir yang sebenarnya. "Kalau pesawat meledak, posisinya akan sama dengan posisi komunikasi terakhir. Kejadiannya kemungkinan besar memang sangat mendadak karena sejauh ini penerbangan terlihat masih on track," katanya.

Analisis Sudut Pandang Intelijen
Dalam terjadinya sebuah kecelakaan hilangnya pesawat terbang, selain dilakukan upaya pertama menemukan pesawat serta penumpang, yang juga dilakukan adalah upaya sesegera mungkin menemukan black box yang merekam penerbangan serta pembicaraan di pesawat. Data transkrip setengah jam terakhir bakal "mengungkap banyak" soal kecelakaan yang terjadi. Data tersbut akan dapat menggugurkan pendapat atau analisis yang dibuat sebelumnya. Selain secara tehnis penerbangan, penulis selalu mencoba memberikan analisis dari sudut pandang intelijen, yang menyoroti dari fungsi intelijen yaitu penyelidikan, pengamanan serta penggalangan.
Banyak kemudian yang berpendapat bahwa analisis awal sebuah serangan teror terhadap kecelakaan pesawat dipandang terlalu cepat dan tidak mungkin. Pada saat kejadian yang menimpa pesawat Malaysia Airlines MH370 yang masih raib hingga kini serta MH17 yang hencur berkeping-keping akbibat ditembak misile di wilayah konflik di Ukraina, penulis melihatnya sebagai dua kasus yang terindikasi sebagai sebuah serangan. Serangan teror dua kasus tersebut bisa ditujukan kepada operator (MAS atau Malaysia sebagai sebuah negara) atau bisa juga terhadap pabrik Boeing serta AS sebagai negara asal. Pada awal penulis mengulas kemungkinan ancaman Al-Qaeda dengan dasar fatwa Al-Zawahiri untuk menyerang AS.
MH370 hingga ini belum ditemukan, dari beberapa analisis yang penulis buat, dan bahkan sejak awal kejadian, terjadi tindakan penguasaan pesawat dengan tujuan menghilangkan MH370 ke suatu tempat di Samudera Hindia. Intinya pelaku (kemungkinan besar captain Pilotnya sendiri) bisa melakukannya sebagai 'lone wolf' atau merupakan agent action yang dibina sebuah jaringan intelijen untuk aksi teror. Saat itu penulis menyimpulkan bahwa itu bisa merupakan sebuah serangan awal.
Empat bulan berselang, terjadi misteri ditembaknya dengan misil terhadap pesawat serupa, Boeing777-200ER Malaysia Airlines di wilayah Ukraina. Makin kental bau aksi serangan teror berupa tekanan psikologis terhadap MAS sebagai operator. Tidak ada analisis bahwa dua kasus tersebut mempengaruhi pabrik Boeing, yang terbaca dalam analisis intelijen adalah Malaysia sebagai target utama terpilih (Penulis menulis analisis beberapa kasus terkait serangan yang terjadi, periksa artikel terkait).
Kini terjadi kasus hilangnya kembali pesawat Air Asia Indonesia QZ8501 dalam penerbangan Juanda-Changi. Apakah kasus ini terkait dengan dua peristiwa MH370 dan MH17? Jarak kecelakaan kasus MH370 dengan MH17 empat bulan, dan jarak kasus MH17 dengan QZ8501 sekitar lima bulan. Mari kita bahas kemungkinan-kemungkinannya.
Kasus QZ8501 apabila dicermati, crusial point-nya terjadi hanya dalam dua menit, antara pukul 06.16 s/d 06.18 WIB. Saat pesawat menghilang dari radar, kejadiannya sangat pendek dan mendadak. Apakah pesawat secanggih Air Bus 320-200 yang relatif muda dan baru, diterbangkan oleh Captain Pilot Iriyanto (pilot senior dengan total jam terbang 20.357 jam) akan langsung menyerah dan runtuh menghadapi bad weather, CB sekalipun. Iriyanto menurut penulis jelas tidak akan mengambil resiko sekecilpun dalam menghadapi CB yang selalu disebut sebagai penyebab bencana, dia pasti faham bagaimana harus bertindak dan memutuskan.
Sebelum terbang dalam membuat flight plan, jelas pilot telah mendapat briefing weather on route, jadi dia faham kondisi yang dihadapi. Oleh karena itu penulis menyarankan dilakukan penelusuran dari sisi tehnis baik yang menyangkut khususnya serangan teror. Memang sesuai aturan sebuah kecelakaan harus dilihat dari masalah tehnis, cuaca dan human error.

Contoh Human Error terkait Bad Weather
Kasus human error dalam menghadapi bad weather (Intertropical Convergence Zone) pernah terjadi dalam penerbangan Air France Flight AF-447 yang jatuh di Samudera Atlantik pada bulan Juli 2009 dalam penerbangan dari Rio de Janeiro ke Paris menyebabkan 228 penumpang meninggal dunia. Lima hari setelah kecelakaan, tim Rescue menemukan debris baik mayat manusia maupun pecahan pesawat. Dari rekaman black box yang ditemukan dua tahun kemudian, terungkap penyebab utama kecelakaan.
BEA (Biro d'Enquêtes et d'Analisis), atau otoritas keselamatan penerbangan Perancis, telah merilis sebuah laporan setebal 365-halaman penyelidikan yudisial bahwa 'kapten telah gagal dalam tugasnya dan tidak mampu mengarahkan co pilot dalam bertindak tepat'. Hakim Prancis kemudian memulai penyelidikan kriminal Air France dan Airbus untuk dugaan pembunuhan. Pesawat saat menghadapi badai, menurut data black box diterbangkan oleh Co-pilot Pierre-Cedric Bonin (2.900 jam terbang) dan David Robert (6.500 jam terbang), sementara captain pilot Marc Dubois (58 th) ini (11.000 jam terbang) sebelumnya menyatakan mengantuk dan kemudian tidur.
Menjelang terjadinya kecelakaan, Captain Dubois dibangunkan, tetapi Copilot Bonin dan Robert yang panik tidak mampu menjelaskan masalah. Sebuah analisis rinci dari dua perekam di black box pesawat, menjelaskan bahwa sensor kecepatan udara tidak berfungsi mungkin karena membeku. Dubois yang kemudian mencoba mengendalikan pesawat tidak mampu mengatasi kondisi emergency pesawat yang stall menukik ke laut dan akhirnya hancur setelah menghantam laut. Resiko yang harus dipikul oleh Air France jelas akan sangat besar dalam membayar kompensasi tersebut, terlebih apabila pengadilan memutuskan kasus sebagai sebuah pembunuhan.

Kemungkinan Kaitan QZ8501 dengan Kasus MH370 dan MH17
Memang hingga kini belum ada yang mampu menyimpulkan penyebab hilangnya QZ8501 tersebut. Pada umumnya mayoritas sementara berpendapat bahwa pesawat mengalami kecelakaan (jatuh) karena disebabkan memasuki awan CB. Data pendukung beberapa pihak memang mendukung, karena pilot menyatakan melakukan berbelok kekiri dan request naik dari FL320 ke 380 karena menghadapi CB.
Mari kita lihat data intelijen 'the past', dimana beberapa fakta pendukung penulis analisis sebagai sebuah serangan psikologis (aksi teror). Dalam terminologi intelijen, teror adalah sebuah sarana pengalangan (penciptaan kondisi) untuk merubah kondisi target, agar mau berpikir, berbuat dan memutuskan seprti apa yang diinginkan si perencana. MH370 menurut penulis dibajak, penumpang dibunuh (ada teori diberhentikannya suply oxygen dan teori red out, pesawat sengaja di stall-kan dengan cara high speed stall).
MH370 kemudian diterbangkan ke Samudera Hindia Selatan dengan ketinggian hanya 5.500 ft untuk menghindari military radar Indonesia (meeting investigator di Australia, Oktober 2014). Dari teori intelijen pesawat dilenyapkan pembajak agar black box tidak ditemukan, dengan tujuan menutupi motif. Hingga kini memang pesawat belum ditemukan, walau sudah coba dicari dengan teknologi canggih sekalipun. Perencana teror mampu melumpuhkan teknologi dengan memanfaatkan alam sebagai sarana terornya. Inilah kehebatan perencanaan aksi teror yang tetap merupakan sebuah misteri.
Dalam kasus MH17, pesawat mendadak ditembak di wilayah konflik Ukraina. Hingga kini tidak jelas mengapa hanya pesawat Malaysia Airline tersebut yang ditembak jatuh, sementara terdapat beberapa penerbangan di dekat titik kejadian. Black Box yang ditemukan tidak dapat berbicara banyak, karena semua penerbangan berlangsung normal. Mendadak pesawat hancur ditembak. Setelah kejadian, pihak Barat (AS) menyalahkan bahwa penembak MH17 adalah pemberontak terhadap pemerintah Ukraina yang mendapat dukungan Rusia dalam penembakan. Hingga kini tidak dapat dibuktikan siapa penembaknya. Kasus kemudian meleleh tanpa kejelasan. Hanya pihak Malaysia yang faham ada apa di belakangnya.
Dari dua kasus tadi, penulis berpendapat, bahwa nampaknya Malaysia Airlines menjadi target yang diserang. Jelas sebagai flag carrier, citra MAS sangat terkait dengan Malaysia. Penulis dalam beberapa artikel saat terjadinya kasus MH17 berharap semoga Garuda tidak dijadikan target serupa.
Kini kasus hilangnya pesawat Airbus 320-200 Flight QZ8501 memunculkan misteri. Apakah terkait dengan penyebab serangan berupa "pesan" teror? Pada umumnya masyarakat hanya mengetahui bahwa Air Asia adalah perusahaan penerbangan low-cost carrier milik warga negara Malaysia (Tonny Fernandez). Air Asia Indonesia bisa disebut sebagai sister company (afiliasi ke Air Asia Malaysia). Di bagian hidung tertulis Indonesia dengan bendera merah putih. Tetapi tetap saja dengan nama Air Asia, akan diterjemahkan dengan brand milik Malaysia. Khusus untuk Air Asia Indonesia, menurut konon kabar sahamnya dimiliki oleh salah seorang konglomerat muda Indonesia, tetapi membeli sahamnya dengan beberapa perusahaan di luar negeri.
Nah, melihat kasus QZ8501, ada yang penulis cermati (sebagai hasil diskusi dengan rekan-rekan purnawirawan di PPAU), pertama, terhentinya ADS-B detect utamanya karena transponder pesawat mati. Menjadi pertanyaan mengapa transponder mati? Apakah sengaja dimatkan atau ada sebab lain . Kedua apabila dikaitkan dengan ELT yang tidak aktif, juga menarik dipelajari lebih lanjut. ELT (Emergency Locator Transmitter) dimonitor oleh satelit merupakan no go item yang pada kasus ini tidak berfungsi sebenarnya mengapa?
ELT pada Airbus 320-200 ini sama dengan ELT pada Boeing 737-900 , akan mulai on saat engine running dan off saat engine shut down, ELT akan mengirimkan auto signal (bekerja) apabila ada impact gravitasi 3,5 G atau masuk ke air. Signal ELT bisa ditangkap pada secondary frequency di 121,5 Mhz.
Dari pendeknya waktu krusial, nampaknya terjadi suatu yang mendadak pada QZ8501, hingga Iriyanto tidak sempat mengirimkan distress call, 'may day' misalnya. Bukan tidak mungkin ada faktor eksternal sebagai penyebabnya. Bukan tidak mungkin ada faktor eksternal sebagai penyebabnya. Terdapat kemungkinan secara mendadak pesawat meledak di udara karena sebab eksternal, pertanyaannya dalam dua hari pencarian debris sama sekali tidak ditemukan. Apakah terjadi hijacking, transponder dimatikan dan pesawat seperti MH370 dibawa terbang ke lokasi lain? Pencarian di lokasi yang diperkirakan sia-sia? Tanpa transponder maka identitas pesawat akan lenyap dari radar.
Apabila dikaji dari sebuah serangan conditioning terkait antara ketiga pesawat dengan brand Malaysia tersebut, nampaknya kemungkinan bisa terjadi. Dalam kasus ketiga terkait dengan perusahaan Malaysia, pesawat yang menjadi sasaran adalah Air Bus buatan negara Eropa, sementara dua kasus MH terdahulu adalah pesawat buatan AS. Jadi penulis semakin mengerucutkan bahwa Malaysia yang menjadi target utamanya. Mengapa dipilih Air Asia Indonesia? Penyerang akan memilih dan menentukan keberhasilan 100 persen dalam aksinya. Apakah ada yang lolos dari pengamatan di Juanda?
Interval antara MH370 dengan MH17 adalah empat bulan, sementara kasus MH17 dengan QZ8501 adalah lima bulan. Serangan pesan masih valid dalam sebuah perencanaan aksi teror. Serangan bom di Indonesia sejak bom Bali-1, JW Marriott, Bom Kedubes Australia, Bom Bali-2 dan kembali Bom Marriott/Ritz Carlton berjarak sekitar 13 bulan. Pesan pengeboman jelas yaitu teroris menyerang kepentingan AS dan sekutunya di luar negaranya (yang dipilih Indonesia sebagai palagan tempur). Karena itu kembali penulis mengingatkan agar otoritas pengamanan di Bandara lebih mewaspadai kemungkinan adanya serangan lanjutan.
Aksi teror dengan tuntutan sesuatu adalah gaya lama, kini aksi teror yang dirancang dengan teliti akan lebih menakutkan, karena manusia umumnya akan takut terhadap sesuatu yang tidak jelas. Kita jangan menafikkan kemungkinan teror sebagai penyebab sebuah kecelakaan pesawat. Kalaupun ini sebuah pesan, maka yang dapat membaca adalah pemerintah Malaysia, mereka menghadapi lawan berat yang akan melakukan teror.
Teror terkait pesawat terbang sangat menarik media untuk terus menerus diberitakan, kita lihat breaking news menguasai pemberitaan dua televisi Indonesia. Intelijen Indonesia sebaiknya juga ikut membaca pesan si teroris pintar itu, agar bisa melakukan langkah-langkah antisipasi selanjutnya dan kita tidak menjadi korban. Nampaknya ini akan terus berlanjut, mungkin hingga Malaysia tunduk atau tingkat kerusakan citranya dinilai sudah sangat parah.
Sebaiknya intelijen segera melakukan penyelidikan kebelakang, dilakukan cek ulang semua penumpang QZ8501, cek ulang semua berita terkait Air Asia. Juga lakukan pemeriksaan sekuriti di Juanda dan bandara lainnya. Mungkin terlalu dini bila penulis mengatakan apakah ini juga terkait dengan ancaman ISIS akhir-akhir ini? Atau ini aksi satuan khusus Al-Qaeda (Khorasan). Indikasi terlibatnya kedua kelompok teroris ini belum mencapai tataran serangan ke pesawat, mereka kini lebih fokus ke target manusia di darat.
Semua ini menjadi pekerjaan rumah aparat keamanan. Yang jelas dunia sedang menghadapi aksi teror, dimana diakui atau tidak kini Malaysia yang menjadi target utamanya. Indonesia kini kalau memang benar hanya menjadi bagian dari korban sampingan, karena pesawat diberi logo merah putih dan nama Indonesia. Para penumpang yang menjadi korban mayoritas WN Indonesia, dan Indonesia kini mau tidak mau disibukan menyelesaikan kasus yang tidak ringan ini.
Mari kita sadari, bahwa ada ancaman yang jelas tetapi tidak jelas terkait dengan keselamatan penerbangan yang kini menjadi moda transportasi yang popular sangat disukai. Sebagai penutup, penulis menyampaikan, sudut pandang intelijen selalu berusaha melihat dan memperkirakan sebuah ancaman dari sisi worst condition, atau kondisi terburuk. Maksudnya apabila memang itu terjadi kita tidak akan terkena unsur pendadakan. Jadi kita takut terbang dengan pesawat Malaysia? Itu terserah kepada penilaian dan keputusan masing-masing.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net

Evakuasi Air Asia QZ8501: Saatnya Unjuk Kemampuan Sonar Kapal Perang TNI AL

Secara tak langsung, momen evakuasi korban dan pencarian badan pesawat Air Asia QZ8501 menjadi ajang unjuk kemampuan alutsista bawah air, khususnya pada kinerja perangkat hull mounted sonar (sound navigation and ranging) yang ada di beberapa kapal perang TNI AL. Tak tanggung-tanggung, misi pencarian yang terkendala gelombang tinggi ini melibatkan beberapa kapal perang TNI AL, sebut saja KRI Bung Tomo 357 dan KRI Sultan Hasanuddin 366 SIGMA Class. Kedua korvet ini mewakili alutsista terbaru dan tercanggih TNI AL saat ini.
Tak hanya kedua korvet anyar yang digelar TNI AL di kawasan Selat Karimata, masih ada jawara TNI AL lain yang diikutkan, yakni KRI Yos Sudarso 353 dari frigat Van Speijk Class. Sebagai kapal-kapal perang utama dari Satuan Eskorta Komando Armada Timur, baik korvet dan frigat dilengkapi hull mounted sonar untuk misi AKS (anti kapal selam). Perangkat ini ditempatkan di bawah lambung, bisa di tengah atau bisa juga di lambung depan. Seperti KRI Bung Tomo 357 dilengkapi hull mounted sonar besutan Thales Underwater Systems TMS 4130C1. Sementara SIGMA Class KRI Hasanuddin 366 dibekali Thales Kingklip medium frequency active/passive. Kemudian KRI Yos Sudarso 353 dibekali sonar Thales PHS-32.
KRI Bung Tomo 357
KRI Bung Tomo 357
KRI-Sultan-Hasanudin 366
KRI-Sultan-Hasanudin 366
KRI Yos Sudarso 353
KRI Yos Sudarso 353

Secara umum, hull mounted sonar dirancang untuk mendeteksi keberadaan kapal selam lawan, dan menteksi ancaman yang berasal dari torpedo dan ranjau laut. Karena ditempatkan di bawah lambung, kemampuan deteksi hull mounted mencapai 360 derajat. Mengenai kemampuan dan spesifikasi teknis antar jenis hull mounted sonar tentu ada perbedaan. Sebagao contoh sonar Thales PHS-32 yang ada di KRI Yos Sudarso 353, dapat melalkukan automatic tracking hingga empat sasaran sekaligus. Thales PHS-32 juga ditanam pada frigat KRI Fatahillah 361 dan KRI Ki Hajar Dewantara 364. Kemampuan hull mounted sonar juga mampu mendeteksi keberadaan logam yang ada di dasar laut.
Soal kemampuan deteksi bergantung pada kemampuan frekuensi dan bandwidth yang digunakan. Untuk sonar Thales PHS-32 dapat mendekteksi hingga kedalaman ribuan meter. KRI Fatahillah 361 berhasil mendeteksi keberadaan logam pesawat Adam Air yang jatuh di perairan Majene, Sulawesi Barat. Saat itu kedalaman logam yang berhasil di deteksi berada di kedalaman 1.600 meter.
Bagian dalam hull mounted sonar pada bagian bawah lambung kapal.
Bagian dalam hull mounted sonar pada bagian bawah lambung kapal.
Hull mounted sonar_2Hull mounted sonar
Selain hull mounted sonar yang ada di korvet dan frigat TNI AL, armada TNI AL juga mengerahkan side scan sonar. Sonar jenis ini berupa konsol yang diturunkan ke dalam laut, yang pengoperasiannya dengan cara ditarik lewat kabel dari kapal pengendali. Side scan sonar menjadi kelengkapan pada kapal pemburu ranjau Tripartite Class. Ada dua kapal buru ranjau di Tripartite Class, yakni KRI Pulau Rengat 711 dan KRI Pulau Rupat 712. Lambung kapal ini dibangun dari material khusus yang tidak menimbulkan jejak magnetik, yakni mengadopsi jenis plastik yang diperkuat dengan kaca (glass-reinforced plastic atau GRP). Untuk perangkat buru ranjaunya menggunakan sistem sensor dan processing 1 unit Sonar DUBM, 1 Thales underwater system TSM, side scan sonar, Sonar TSM 2022, 1 SAAB Bofors Double Eagle Mk III Self Propelled Variable Depth Sonar, dan 1 Consilium Selesmar Type T-250/10CM003 Radar. Selain kemampuan sonar KRI Pulau rengat juga memiliki PAV (Poisson Auto Propulsion), sejenis kapal selam selam tanpa awak yang sanggup mendeteksi keberadaan pesawat di laut dalam. kapal selam ini mempunyai jangkauan satu kilometer dengan kemampuan penetrasi hingga kedalaman 500 meter.
Mengingat medan pencarian yang cukup luas, informasi terkini juga menyebut kehadiran kapal KM Baruna Jaya IV milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kapal buatan PT PAL ini dibekali alat sensor sonar yang dapat mendeteksi bentuk atau objek di permukaan laut sedalam 2.500 meter. BPPT juga akan membawa alat sensor sonar portabel yang mendeteksi di kedalaman 250 meter.
Multibeam sonar
Multi beam sonar
KRI Pulau Rengat tengah menurunkan Side Scan Sonar
KRI Pulau Rengat tengah menurunkan Side Scan Sonar
Visual bangkai kapal Titanic yang diperoleh dari side scan sonar.
Visual bangkai kapal Titanic yang diperoleh dari side scan sonar.
sonar2
Dalam operasinya, sonar dapat menjalankan mode multi beam untuk penyebaran sinyal sonar. Artinya, sinyal sonar yang dikirim dapat menjangkau permukaan atau objek di sekitar jalur kapal. Ini berbeda dengan single-beam yang sinyal sonarnya hanya dapat menjangkau garis rute yang dilewati kapal, sehingga objek atau permukaan di sekitarnya tidak terdeteksi.
Ketika dipakai untuk mencari benda di dalam air, Sonar akan menggunakan gelombang suara bawah air yang dipancarkan dan dipantulkan untuk mendeteksi serta menetapkan lokasi objek bawah laut. Data suara akan dipancarkan ulang ke operator melalui speaker untuk kemudian ditampilkan ke monitor dalan wujud visual. Data-data itu berasal dari hasil pantulan gelombang suara yang dikirim ke bawah permukaan laut. Selama ini Sonar telah dipergunakan untuk mendeteksi kapal selam, ranjau, mendeteksi kedalaman, menangkap ikan secara komersil, keselamatan dan berkomunikasi di laut. (Gilang Perdana)

Rabu, 31 Desember 2014

TNI AU Tertarik dengan Rudal dan Radar Ukraina

Rudal  Jarak medium udara ke udara R-27 produksi Ukraina
Rudal Jarak medium udara ke udara R-27 produksi Ukroboronprom, Ukraina

Delegasi Staf Umum dan Angkatan Udara Republik Indonesia mengunjungi perusahaan Ukroboronprom yang akrab dengan produk Aviation, roket dan radar artileri serta sektor industri pertahanan Ukraina.
Ya, orang Indonesia mengunjungi SJSHC “Art”, perisahaan yang mengkhususkan diri dalam memproduksi rudal udara, peralatan pesawat dan peralatan khusus. Perhatian mereka terfokus pada rudal “udara ke udara”, yang dapat diterapkan ke angkatan udara Indonesia.
Mitra potensial Indonesia ini, tertarik dengan pengenalan atas teknologi militer Ukraina, dan ingin membangun fasilitas produksi bersama dalam sebuah perusahaan khusus.
Radar “Kolchuga” dan sistem lain dari jenis radar ini ditunjukkan kepada mereka yang berkunjung ke Perusahaan Ikra. Perusahaan ini merupakan perusahaan milik negara yang fokus pada “Penelitian dan Kompleks Produksi” “di Kiev.
image
The vehicle-mounted passive electronic long range monitoring radar system KOLCHUGA
Indonesia juga mengunjungi “Zaporozhye State Aircraft Repair Plant” MiGremont yang memodernisasi dan perbaikan MiG-25, Su-27, Su-17, Su-25, Su-17 dan semua modifikasinya, komponen dan sistemnya.
“Ukroboronprom” menegaskan kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam tender penyediaan peralatan, termasuk radar untuk Angkatan Udara kebutuhan Indonesia.
Selama ini “Ukroboronprom” telah bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Perusahaan ini telah menyelesaikan beberapa kontrak – ke negara-negara Asia untuk memasok peralatan lapis baja dan penerbangan, dan layanan untuk memperbaiki dan meng-upgrade senjata. 

(Ukroboronprom.com.ua).

Robot Burung Flapping Wing Untuk Misi Pengintaian Tersamar

IMG_20141215_134054
Burung besar.

Ada banyak cara untuk melakukan misi pengintaian secara remote dari udara, mulai dari pemanfaatan drone (UAV) hingga quadcopter yang teknologinya secara terbatas telah dikuasai di dalam negeri. Tapi di luar drone ala Wulung UAV dan quadcopter yang dikembangkan Dislitbang TNI AD, ada lagi wahana pengintaian yang jauh lebih unik, pasalnya wahana jenis ini dirancang persis menyerupai burung. Bukan hanya mirip pada desain, cara kerjanya juga mengandalkan kepakan sayap untuk terbang, inilah yang disebut Robot Terbang Flapping Wing (RTFW).
Adopsi robot burung sudah beberapa waktu lalu menjadi program prototipe yang dirancang Dittopad (Direktorat Topografi Angkatan Darat) dengan Universitas Surya. Dengan wujud burung elang, wahana intai ini dapat terbang sembari menyamarkan identitas aslinya. Meski masih berupa prototipe, robot burung ini telah dihadirkan dalam beberapa varian. Seperti diperlihatkan dalam Pameran Alutsista TNI AD 2014, terdapat jenis burung sedang, burung besar, burung mini, dan kumbang. Dimensi dan besarnya burung tentu berpengaruh pada fleksibilitas, jarak jangkau, dan sensor yang dibawanya. (Gilang Perdana)

Burung Sedang
  • Rentang Sayap : 130 cm
  • Panjang torso : 72 cm
  • Bahan frame : carbon fiber
  • Baterai : 2S 1.500 mAh Lithium Polymer
  • Motor : 30 Ampere ESC dengan fasilitas hard break 2X9 gram servo untuk gerakan roll dan pitch ekor.
  • Komunikasi : radio control 2.4 Ghz
  • Kamera : FPV mini DV camera 30 fps (frame per second) – 720×480 pixels.
  • Lama terbang : 10 menit
Burung sedang
Burung sedang
Dilengkapi dengan kamera intai.
Dilengkapi dengan kamera intai.

Burung Besar
  • Rentang Sayap : 188 cm
  • Panjang torso : 80 cm
  • Berat : 650 gram
  • Frekuensi kepakan : 3 – 5 Mhz
  • Bahan frame : carbon fiber dan duralium
  • Sensor : akselerometer, giroskop, dan magnetometer
  • Baterai : 2S 2.200 mAh Lithium Polymer
  • Motor : 30 Ampere ESC dengan fasilitas hard break 2X9 gram servo untuk gerakan roll dan pitch ekor.
  • Komunikasi : radio control 2.4 Ghz
  • Kamera : FPV mini DV camera 30 fps (frame per second) – 720×480 pixels.
  • Lama terbang : 10 menit
    Jarak jelajah : 2 km
Remote control
Remote control
Burung Mini
  • Rentang sayap : 42 cm
  • Panjang torso : 82 cm
  • Frekuensi kepakan : 30 Hz
  • Berat : 23 gram
  • Bahan frame : plastik dan steroform
  • Baterai : lithium polymer 1 cell
Kumbang
  • Dimensi : 13,5 x 5 x 3 cm
  • Berat : 13 gram
    Frekuensi kepakan : 30 Hz

Indomil.

Senin, 29 Desember 2014

Battle of the Amphibs (bag.2)

Dari segi kemampuan, harus diakui bahwa ShinMaywa US-2 adalah rajanya operasi amfibi dengan kemampuan STOL (Short Take Off and Landing) yang mengagumkan, terutama ke dan dari permukaan air. Dengan kemampuan STOL tersebut, ShinMaywa menjadi sangat versatile, dapat memanfaatkan alur dan badan air yang sempit seperti sungai dan danau yang lebih pendek dibandingkan dengan Be-200. Kemampuan angkut airnya untuk operasi pemadaman api juga lebih tinggi, 15 ton air dan retardant, yang artinya dibutuhkan sorti yang lebih sedikit atau kualitas utilitas yang lebih tinggi yang berujung pada efisiensi biaya operasional.


Kemampuan ShinMaywa US-2 untuk beroperasi dari kondisi laut yang diamuk gelombang tinggi menjadi titik kritis, mengingat tipikal lautan di Indonesia Timur yang cenderung bergelombang tinggi pada bulan-bulan tertentu. Ini tentu saja akan menjadi kelemahan bagi Be-200 yang hanya sanggup mendarat pada perairan dengan tinggi gelombang maksimal 1,2 meter, yang tentu berpotensi mengaramkan ide mimpi penggunaan pesawat amfibi untuk penegakan hukum di lautan.

Di sisi lain, walaupun sepintas ShinMaywa US-2 masih menggunakan mesin turboprop, ternyata untuk kecepatan jelajah masih bisa mengimbangi Be-200, dengan selisih hanya 70-80 km/ jam. Itupun dibayar lunas dengan jarak operasi ShinMaywa US-2 yang dapat mencapai 2x lipat dari jarak jelajah yang dapat dicapai oleh Be-200. Terbang lebih jauh, lebih lama, dan endurance tinggi, bukankah ini yang dicari apabila pesawat amfibi hendak dijadikan sebagai pesawat patroli maritim?

Stall speed US-2 yang sangat rendah, hanya 90 km/ jam, sehingga handling dan stabilitas US-2 juga lebih baik. US-2 yang menggunakan empat mesin juga memiliki margin of safety yang lebih baik untuk operasi di lautan, dimana kerusakan satu mesin masih dapat dibackup oleh tiga mesin lainnya dan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan operasinya. Bandingkan dengan Be-200 yang hanya memiliki dua mesin. Kehilangan satu mesin berarti hilangnya 50% power, yang berakibat fatal apabila tidak ada pangkalan terdekat untuk recovery.

Jika Be-200 bisa memukul balik, itu ada pada faktor daya angkut yang lebih tinggi, karena US-2 membutuhkan space besar untuk memasang sistem waterjet untuk spray supressor yang mencegah air terhisap oleh mesin. Be-200 dapat membawa komplemen pasukan setara satu kompi, cocok jika TNI AU bercita-cita membawa Paskhas bersenjata lengkap untuk menangkapi kapal penangkap ikan ilegal, walaupun secara teknis Paskhas tidak menguasai ilmu VBSS (Visit Board Search Seizure) yang merupakan keahlian asasi pasukan khusus dari TNI AL seperti Kopaska.

Be-200 juga memiliki banderol harga yang murah. Dalam sistem pengadaan alutsista yang mengutamakan harga yang murah, murah, dan murah sebagai prioritas, Be-200 dapat memenangkan persaingan walaupun secara performa mayoritas lebih inferior dari US-2. Namun patut juga diingat, belajar dari India yang mengakuisisi US-2, Jepang rela membagi kontrak offset nyaris 50% dari nilai kontrak senilai 1,65 miliar USD, plus ditambah seluruh pesawat akan dirakit dalam lini perakitan di India. Ini berarti merupakan transfer of technology yang sangat berarti, bukan yang sekedar memenuhi persyaratan UU Indhan. Apalagi Jepang sebagai negara donor selama ini dikenal kooperatif dan dapat diajak bicara mengenai proyek-proyek yang sifatnya strategis. Bukan tak mungkin tawarannya jauh lebih baik daripada India yang baru-baru ini saja mesra dengan Jepang.

Sementara bercermin dari pengadaan alutsista udara Rusia sebelumnya, kita sebagai negara mendapatkan apa sebagai imbal baliknya? Adakah transfer teknologi ke industri dirgantara dalam negeri yang berarti?


 
ShinMaywa sang Penakluk Samudera

Pembuktian kemampuan ShinMaywa US-2 yang melampaui spesifikasi pabriknya terjadi pada 21 Juni 2013, saat JMSDF (Japan Maritime Self Defense Force) menerima relay sinyal SOS dari yacht Eorasu Issue. Dua penumpangnya yaitu Jiro Shinbo (57) dan Kapten Mitsuhiro Iwamoto (46) menghadapi kondisi darurat ketika yachtnya menabrak karang dan terbalik. Keduanya mencoba menaklukkan rekor perjalanan lintas pasifik, dimana Iwamoto yang tuna netra ingin mencatatkan sebagai penyandang disabilitas yang memecahkan rekor lintas pasifik.

Jiro Shinbo yang bekerja sebagai pembawa berita dan Kapten Iwamoto berhasil mengeluarkan sekoci, namun dengan segera terombang-ambing ombak ganas akibat badai taifun yang mendekat. JMSDF yang menerima relay dari JCG (Japan Coast Guard) segera mengirimkan P-3C Orion ke posisi terakhir yang dilaporkan. Setelah P-3C menemukan sekoci tersebut, barulah ShinMaywa US-2 dikirim dari Atsugi.

Sorti pertama gagal karena kondisi ombak yang sangat ganas. Sorti kedua yang mendekati lokasi juga melaporkan hal yang sama, ombak setinggi empat meter, dengan angin bertiup kencang mencapai 40 knot. Kapal milik JCG bahkan tidak dapat mendekat saking tingginya ombak. Situasinya genting, dimana taifun yang mendekat berpotensi membawa celaka bagi kedua korban di dalam sekoci tersebut.

Kondisi semakin buruk saat hari menjelang sore. Dengan matahari mulai tenggelam di ufuk Barat, angin akan semakin menghebat. Pilot dan awak ShinMaywa US-2 dengan cermat menghitung segala kemungkinan dan peluang yang mereka miliki. Dengan ketelitian dan keberanian menjurus nekat, pesawat disejajarkan dengan sangat hati-hati ke arah gelombang dan didaratkan di tengah amukan gelombang. Badan pesawat bak meloncat ketika lambung pesawat menyentuh permukaan air. Sistem Boundary Layer Control pada US-2 dipaksa bekerja ekstrim pada kecepatan angin yang menggila, merusakkan satu mesinnya. Tak sempat memikirkan mesin yang rusak, awak US-2 dengan segera mengevakuasi sekoci, yang selesai pada pukul 18.15. Di tengah angin kencang, ShinMaywa US-2 berhasil lepas landas dengan kondisi kerusakan pada satu mesin (OEI- One Engine Inoperative) dan mendarat di Atsugi pada pukul 22.30.

ARC.