Selasa, 27 Mei 2014

Peluang Indonesia Peroleh Kapal Selam Litoral Canggih Perancis

Dalam forum bilateral "Indonesian-French Defense SMEs Bilateral Forum (First Edition)," pemerintah Indonesia dan Perancis membahas kemungkinan Indonesia untuk mendapatkan kapal selam berteknologi yang sangat canggih (sophisticated). Hari pertama forum bilateral, Rabu, 21 Mei 2014, diisi dengan seminar tentang peluang kerjasama industri pertahanan Indonesia-Perancis dan pembahasan atau diskusi mengenai kapal selam litoral dalam waktu bersamaan (paralel).
Untuk itulah forum bilateral ini diselenggarakan untuk mengkaji dengan seksama segala kemungkinan teknologi kapal selam litoral ini guna menutup celah pertahanan Indonesia yang berkaitan dengan peta dan kondisi perairan Indonesia. Apakah memang harus menggunakan kapal selam dalam menjaga laut dangkal atau cukup dengan sarana pertahanan yang lain?

Andastra
SSK Andastra, konsep kapal selam litoral baru Perancis.
Mengingat 2/3 wilayah Indonesia adalah perairan, pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pemetaan laut adalah esensial. Bagaimana keadaan hidrografi, tingkat kedalaman, kuat dan arah arus setiap musim dan perubahannya harus dipelajari dengan seksama dalam konteks pertahanan.

Hal ini akan melahirkan operation requirement baik untuk laut dangkal dan laut dalam. Misalnya laut yang dangkal akan menuntut kelincahan atau manuver dari kapal selam untuk menghindari pemantauan atau deteksi dari udara sehingga timbullah kekhususan operasional. Oleh karena itu maka dalam menghitung postur kemampuan perang tidak hanya berdasarkan kekuatan tetapi juga berdasarkan kemampuan dan gelar.

Sementara itu ketua delegasi Perancis Admiral (Navy) Jean Claudelle, dalam kesempatan tersebut menyatakan bahwa Perancis merupakan salah satu negara di Eropa yang sangat mendukung industri pertahanan yang berdasarkan pada sistem pertahanan otonomi dan kedaulatan. Dalam 50 tahun terakhir ini bidang industri dan peralatan pertahanan serta persenjataan Perancis menjadi hal yang sangat penting.

Hal ini memberikan peluang bagi pemerintah Perancis dan industri pertahanannya kemampuan untuk mengembangkan peralatan dan semua spesifikasi operasionalnya seperti untuk angkatan laut, angkatan udara, helikopter, satelit, missile antar negara dan antar benua.

Seperti diketahui kekuatan persenjataan dan pertahanan Perancis saat ini tersebar di Afrika Selatan, Mali, Guinea dan benua Afrika secara otonom dengan mitra atau partner Perancis tanpa melibatkan kekuatan besar atau super power lainnya. Kemampuan ini menjadi suatu hal yang unik di benua Eropa. Diharapkan hal ini dapat menarik Indonesia sebagai partner Perancis yang menganggap kedaulatan wilayah sebagai sesuatu yang penting. 

Seminar yang diselenggarakan Kemhan RI dan The French Defense Procurement Agency (DGA) diikuti oleh berbagai perusahaan yang bergerak di bidang industri pertahanan Perancis seperti Airbus Helicopters, DCNS, EADS, MBDA Missile Systems, Thales dan perusahaan terkemuka Perancis lainnya. Pada hari kedua rangkaian kegiatan, Kamis (22/5), delegasi peserta dari Perancis bertolak ke Bandung untuk mengunjungi PT Pindad dan PT DI. 
 

(TRUE STORY) Secuil Kisah Awak “Hiu Kencana” Jilid 8

 
kapal-selam-kilo-indonesia
Secuil Kisah-kisah Awak “Hiu Kencana” yang tidak terpublikasikan Jilid 8
Kisah ini sengaja saya tulis berdasarkan catatan-catatan tertulis yang saya punya dan juga cerita-cerita dari para “Silent Warrior” pinisepuh saat mereka dulu bertugas mengawaki “Hiu-hiu besi” kita dalam menjaga Kedaulatan NKRI yang mungkin selama ini belum pernah terpublikasikan. Dan tulisan ini saya dedikasikan juga kepada seluruh “Beliau-beliau” tadi berikut juga dengan para “Silent Warrior” muda yang kini masih bertugas mengawal NKRI.
Khusus untuk Jilid ini saya ingin mencoba menuliskan kisah tentang kejadian yang baru saja terjadi tentang sengketa di wilayah Tanjung Datu dan kejadian tahun 1992 dulu tentang sebuah kapal ferry yang mencoba nekad masuk tanpa izin ke dalam wilayah kita. Dan enggak lupa tulisan ini saya buat secara bersambung (soale dibuat disela-sela kesibukan saya alias kalo lagi mood dan ada waktu luang ya nulis, kalo enggak mood ya males nulis soale kerjaan saya bejibun banyaknya). So harap maklum kalau-kalau nanti artikel sambungannya lamaaa banget keluarnya.

Operasi Tanjung Datu
Kisah ini merupakan kisah yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu, seperti ramai diberitakan bahwa Malaysia berusaha membangun mercusuar / rig di titik koordinat 02.05.053 N-109.38.370 E Bujur Timur, atau sekitar 900 meter di depan patok SRTP 1 (patok 01) wilayah Tanjung Datu, Kecamatan Paloh, Kalimantan Barat, yang masih dalam Status Quo karena masih terdapat sengketa lahan yang belum terselesaikan antara Indonesia dengan Malaysia. Selain Camar Bulan di Tanjung Datuk, ada empat titik batas lain yang belum ada kesepakatan, yakni Gunung Raya 1 dan 2, Gunung Jagoi, Batu Aung dan D400 yang pada survei tahun 1987-1988 tidak ditemukan titik jatuh air.
Bahwa batas negara Indonesia dan Malaysia di wilayah Kampung Camar Bulan, Desa Temajok, atau sering juga disebut Tanjung Datu, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, hingga kini masih bermasalah. Dalam peta negara kita, garis batas dengan Malaysia terletak 3.900 meter dari garis pantai. Sementara menurut Malaysia, batas negara mereka dengan negara kita terletak 900 meter dari garis pantai.
Perbedaan persepsi tentang batas negara itu berpotensi memunculkan perselisihan wilayah di Kampung Camar Bulan. Dalam kaitan itu, pemerintah daerah setempat terus mendorong masyarakat untuk beraktivitas di wilayah tersebut, antara lain dengan cara menanami lahan. karena jika masyarakat menduduki wilayah ”sengketa” yang luasnya 405 hektar itu secara masif, peluang Indonesia untuk mendapatkan pengakuan secara internasional akan lebih besar.
Masyarakat Camar Bulan belakangan ini mulai aktif melakukan penanaman di kawasan seluas 405 hektar tersebut. Mereka berani menanami lahan setelah Pemerintah Daerah setempat meyakinkan warga bahwa wilayah tersebut sah (masuk wilayah Indonesia), sesuai peta negara kita. Sebelumnya mereka takut beraktivitas di sana karena sering dikejar tentara Malaysia. Kini masyarakat juga tenang karena TNI telah membuat pos lintas batas dan menempatkan anggotanya di sana.
Sebetulnya jauh sebelum adanya pemberitaan resmi oleh berbagai media, warga kita yang tinggal disekitar TKP dan para nelayan yang biasa mencari ikan diseputaran tersebut telah memberikan laporan resmi kepada koramil setempat dan petugas di Pos AL Temajuk tentang aktivitas beberapa kapal tongkang yang dikawal kapal perang negeri Jiran beraktivitas memuat material bangunan dan aktivitas pemancangan.
Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan mengirim tim kecil dari TNI AL yang menyamar sebagai nelayan ke lokasi TKP yang kemudian mendapati kebenaran atas laporan masyarakat tadi tentang aktivitas negeri Jiran di wilayah sengketa tersebut dan kemudian melaporkannya kepada pusat yang kemudian ditindak lanjuti dengan mengirimkan Korvet KRI dengan terlebih dahulu beberapa hari sebelumnya sejumlah Armada Bawah Air kita sudah diperintahkan menuju ke TKP.
TNI saat itu tidak main-main, berhubung waktunya hampir bersamaan dengan diadakannya latihan gugus pengamanan di Ambalat, maka sejumlah KS kita sudah mengunci basis KS mereka di Sepanggar Bay, Sabah. Sementara di lokasi TKP beberapa kapal tongkang dan sebiji kapal perang pengawalnya tanpa disadari sudah dikepung oleh 4 unit KS kita di mana 2 unit KS lagi berjaga jauh di dalam wilayah laut Malaysia sebagai antisipasi bilamana mereka memang berani ngajak kita duel beneran.
Jangan ditanya nasib satu-satunya kapal perang patroli mereka yang mengawal armada tongkang, kapal patroli itu dilock terus-menerus oleh KS kita, untung saja mereka diselamatkan karena memang perintah “menembakkan torpedo” dari pusat tidak kunjung datang sampai akhirnya mereka membubarkan diri lari terbirit-birit ketika satu KRI kita merapat ke TKP yang kemudian menurunkan beberapa personel Kopaska.
Tindak lanjut dari kejadian ini adalah Mabes TNI mengambil langkah lebih maju. Mabes TNI memastikan akan membangun pangkalan AL (Lanal) di Tanjung Datu, untuk menggantikan Pos AL Temajuk. Lanal itu nanti sekaligus untuk memperkuat pertahanan di kawasan Natuna. TNI kedepannya juga akan membangun air street pangkalan udara aju dan satuan infanteri juga akan masuk di kawasan itu alias penempatan pasukan dalam jumlah besar, karena pangkalan tersebut tidak hanya untuk mempertahankan Tanjung Datu.
Pembangunan Suar oleh Malaysia di Tanjung Datuk, Kalbar
Pembangunan Suar oleh Malaysia di Tanjung Datuk, Kalbar

Saat ini TNI AL telah menyiagakan tiga KRI yang berpatroli di sekitar kawasan tersebut. Kapal-kapal itu adalah Korvet KRI Sutedi Senoputra, KRI Barakuda, dan KRI Madang. Untuk armada bawah airnya TNI AL masih menyiagakan sejumlah KS yang berpatroli rutin dengan Induk pengawasan wilayah tanjung Datu adalah Lanal Pontianak yang membuat pos AL di kawasan Temajuk.

Lusitania Expresso
Lusitania Expresso  berlayar dari Lisabon Portugal menuju Dilli Timtim
Lusitania Expresso berlayar dari Lisabon Portugal menuju Dilli Timtim

Peristiwa 12 November 1991 di Dilli Timor Timur (Timtim) atau peristiwa Santa Cruz adalah kerusuhan yang terjadi antara kelompok anti integrasi dengan aparat keamanan di tempat pemakaman Santa Cruz Dilli Timtim. Kelompok anti integrasi selesai melaksanakan misa di gereja Motael Dilli dilanjutkan demonstrasi yang anarkhis menuntut referendum. Dalam kerusuhan tersebut tidak hanya mengakibatkan korban pihak sipil tetapi juga dari personel TNI.
Peristiwa ini merupakan peluang bagi kelompok anti integrasi di Portugal untuk melakukan provokasi politik yang didukung oleh pemerintah Portugal. Kelompok ini menggunakan sebuah kapal ferry yaitu Lusitania Expresso berbendera Portugal yang berlayar dari Lisabon Portugal menuju Dilli Timtim untuk mencari dukungan dan menarik perhatian dunia Internasional dengan misi mengadakan tabur bunga di tempat pemakaman Santa Cruz Dilli.
Salah satu bentuk respon dari pemerintah Indonesia untuk meredam misi provokasi adalah membentuk Satuan Tugas Aru Jaya (Satgas Aru Jaya) yang mempunyai tugas pokok untuk mencegah dan mengusir ferry Lusitania Expresso yang akan melaksanakan ziarah ke tempat pemakaman Santa Cruz Timor Timur.
lusiana-2
Kapal ferry Lusitania Expresso membawa sekitar 73 aktivis dari 21 negara, 59 wartawan Internasional. Salah satu anggota/ penumpangnya adalah bekas Presiden Portugal Jendral Antonio Romalho Eanes. Eanes yang mengambil alih pemerintahan dengan dukungan komunis tahun 1974-1975. Kala itu, Portugal meninggalkan daerah koloninya Timor-Timur yang mulai dilanda Perang Saudara.
Transit di Darwin Aussie dari Vasco Dagama terus berencana membawa VIP (mantan presiden Portugal). Niatnya berlayar dari Portugal transit ke Darwin dan lanjut ke DILI Timor-Timor (sekarang Timor Leste). Sesampai di TIM-TIM ingin tabur bunga, demikian “misi perdamaian” yang digembar-gemborkan. Kapal Ferry yang dikomandoi Kapten Dos Santos akhirnya gagal masuk ke TIM-TIM karena disambut 3 KRI angkatan laut dan sebuah KS 209 kita.

Pergerakan Kapal Lusitania Expresso:
1) 23 Januari 1992 berangkat dari Lisabon Portugal
2) 24 Februari 1992 berangkat dari Colombo Srilanka.
3) 8 Maret 1992 tiba di Darwin Australia.
4) 9 Maret 1992 berangkat dari Darwin menuju Dilli.
5) 11 Maret 1992 jam 0600 WITA, meninggalkan perairan Indonesia.
Pergerakan TNI AL:
17 Februari 1992
Armada Timur (Armatim) mengerahkan beberapa kapal perang untuk menghalau gerakan Lusitania Expresso, termasuk juga sebuah KS type 209.
6 Maret 1992
Jam 14.28 WITA Pesud Nomad P – 802 mendeteksi Lusitania Expresso pada posisi 11º 52’ S – 122º 07’ T dengan haluan 110 menuju arah Darwin/Australia dan kecepatan 10 knot.
10 Maret 1992
jam 14.10 WITA Pesud P – 802 mendeteksi Lusitania Expresso pada posisi 10º 25’ S – 128º 29’ T atau sekitar 127 Nm Tenggara Pulau Yako. Pada pukul 21.30 WITA KRI Kihajar Dewantara – 364 (KRI KDA – 364) menemukan Lusitania Expresso.
11 Maret 1992
jam 03.00 WITA KRI Yos Soedarso – 353 (KRI YOS – 353) bergabung dengan KRI KDA – 364 yang sedang membayangi Lusitania Expresso. Sementara KS kita juga bergabung dan ikut membayangi dari jarak yang agak jauh
KRI KDA – 364
KRI Ki Hajar Dewantara (364) / KRI KDA – 364

Jam 05.00 WITA ferry tersebut sudah berada pada posisi 23 Nm dari ujung Timor Timur.
05.58 WITA, KRI YOS – 353 menaikkan isyarat K-9 (tanda Internasional sebagai isyarat untuk membuka jalur komunikasi FM – 16).
Jam 06.03 WITA, Dansatgas Aru Jaya memerintahkan KRI YOS – 353 untuk mengusir Lusitania Expreso yang telah memasuki laut territorial Indonesia. KRI YOS – 353 melaksanakan komunikasi, namun sampai dengan jam 06.06 WITA fery tersebut belum mematuhi perintah KRI YOS – 353 untuk merubah haluan keluar dari perairan Indonesia.
Jam 06.15 WITA, setelah mendapat peringatan keras secara lisan dari KRI YOS – 353, Lusitania Expresso berbalik arah 180 derajat menuju haluan 150º yang merupakan arah ke Darwin.
KRI Yos Sudarso 353
KRI Yos Sudarso 353

Jam 07.31 WITA, Lusitania Expreso menaikan tanda isyarat 2 bola hitam pada posisi 4,5 Nm dari batas laut territorial (masih berada di dalam laut territorial), sebagai tanda kapal terbatas olah geraknya. Kemudian, KRI YOS – 353 menaikan bendera RJ – 2 dan RJ – 3, karena ferry tersebut belum bergerak dan masih mengapung di laut territorial, namun diindikasikan hanya mengulur waktu dan mengadakan tawar menawar dengan KRI YOS – 353.
Jam 08.55 WITA, KRI YOS – 353 kembali menaikan isyarat bendera RJ yang artinya peringatan bahwa seharusnya kerusakan mesin sudah dapat diatasi.
Jam 09.22 WITA, nahkoda Lusitania Expresso menginformasikan kepada KRI YOS – 353 bahwa kerusakan dapat diatasi dan bergerak ke haluan 157º menuju Darwin. KRI KDA – 364 membayangi sampai dengan batas ZEE Indonesia – Australia dan meyakinkan bahwa ferry tersebut tetap menuju Darwin dengan dibayangi oleh KS kita.  Bersambung…

“Wira Ananta Rudhiro”

“Jalesveva Jayamahe”

“NKRI harga mati!”

By. Pocong Syereem


Anda Percaya, Kami Pasti Bisa ! (jilid II)

Ini adalah cerita lanjutan dari artikel pertama di link ini…
Anda Percaya, Kami Pasti Bisa ! 

“Ketika user atau pemerintah percaya, kami pasti bisa semangat pun akan membara untuk membuktikan bahwa kami bisa memberikan terbaik untuk bangsa dan masyarakat kita,”.
Level Pengembangan
Saat ini ada 5 isu strategis nasional, yaitu Ancaman Konvensional dan Non-Konvensional, Kondisi Geografis Indonesia, Gangguan Kemanan maish cukup besar, Permasalahan Perbatasan dan Kemandirian Masih Terbatas. Berhubungan dengan judul artikel maka kita akan membahas tentang  :

KEMANDIRIAN MASIH TERBATAS.
Untuk mengejar kemandirian dan penguasaan teknologi, pemerintah membuat 7 program kemandirian industri pertahanan, yaitu Pembangunan Industri Propelan Nasional, Pengembangan Kapal Selam, Pengembangan Pesawat Tempur (IFX), Pengembangan Roket dan Rudal Nasional, Pengembangan Kapal PKR atau Frigate Nasional, Pengembangan Radar Nasional, dan Pengembangan Tank Nasinal (medium).  
Energetic Material Center (PT. Dahana)

Pembangunan Industri Propelan Nasional
Sudah 20 tahun lamanya, PT Dahana menunggu momen ini. SDM dan lahan pun sudah disiapkan agar kemandirian pabrik propelan dalam negeri bisa tercapai. Akhirnya dalam beberapa tahun kedepan Indonesia bakal mempunyai Pabrik Propelan yg dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selama ini kebutuhan kita sebesar 400-500 ton pertahun, dan 100% bahan baku propelan ini didatangkan dari PB Clermont, Belgia. Melalui perjanjian kerjasama dengan yg ditandatangani sejak tahun 2011 antara Pemerintah Indonesia dan Perancis, akhirnya pada tahun ini dilakukan MoU b to b antara PT Dahana dengan Eurenco dan Roxel Perancis.
Proyek pembangunan pabrik propelan ini akan dibangun di Subang, Jawa Barat di lahan seluas 50 ha. Pembangunan akan memakan waktu kurang lebih empat tahun. Kerjasama ini akan dilaksanakan sebelum HUT TNI tanggal 5 Oktober tahun ini dan direncanakan selesai dan mulai produksi pada tahun 2018.  Untuk porsi pembagiannya PT Dahana sebesar 51% dan konsorsium Roxel serta Eurenco sebesar 49%.
pembuatan booster
Pembuatan Booster

Pabrik propelan ini diharapkan mampu memproduksi, nitrogliserin sebanyak 200 ton/thn, propelan double base Munisi Kaliber Kecil, khusus dan besar sebanyak 400 ton/thn, propelan double base roket sebanyak 80 ton/thn dan propelan komposit sebanyak 200 ton/thn.
Selama ini, untuk bahan peledak pertahanan PT Dahana baru mencakup Bulk & Catridge Emulsion, ANFO, Detonator, Shape Charged / TRL-7, dll. Diharapkan kedepan produksi bahan baku peledak ini dapat memenuhi kapasitas sekitar 1.700-an ton agar bisa diekspor ke negara lain, karena pabrik ini masih jarang di dunia Internasional.

Prototipe Short Range Cruise Missile

Pabrik propelan ini diharapkan dapat mendukung kemandirian Roket dan Rudal Nasional. Karena seperti diketahui, Roxel Perancis adalah perusahaan yg memiliki keahlian khusus seperti misil taktis, cruise weapons, roket, guided airbone bombs, ramjet dan teknologi sensitif mesiu. Sedangkan Eurenco perusahaan yg mengembangkan, menyediakan, memproduksi aneka ragam bahan energetick untuk pertahanan dan pasar komersial.

Punya Pabrik Bahan Baku Peledak, RI Bisa Hemat Rp. 1 Trilliun
Anoa Versi Roket
Prototipe Anoa Versi Roket

Rencana pembangunan pabrik bahan baku peledak atau propelan di Subang, Jawa Barat oleh PT Dahana (Persero) dan dua perusahaan asing, Roxel France dan Eurenco akan menghemat anggaran triliunan rupiah per tahun. Pasalnya selama ini, Indonesia rutin mengimpor bahan baku peledak dari Belgia setiap tahun.
Demikian disampaikan Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Pertahanan, Silmy Karim dalam konferensi pers di kantornya.
“Saat ini, kita impor propelan dari Belgia saja. Makanya diharapkan kita bisa mandiri dalam memproduksi alat pertahanan dan keamanan dalam negeri,” ucapnya, Senin (26/5/2014).
Jika Indonesia dapat memproduksi propelan dan spherical powder di pabrik tersebut, kata Silmy, negara ini akan menghemat Rp 1 triliun per tahun.
“Ini merupakan hal yang istimewa karena kebutuhan bahan baku peledak setiap tahun meningkat, sehingga kalau bisa buat sendiri di dalam negeri maka penghematan Rp 1 triliun itu sangat signifikan,” tuturnya.
Sementara Direktur Utama Dahana, F Harry Sampurno mengatakan, bahan baku yang dihasilkan dari pabrik propelan itu nantinya akan diserahkan ke PT Pindad (Persero), BUMN manufaktur yang memproduksi alutsista atau perlengkapan perang.
“Tadinya kan impor 100% bahan baku peledak untuk buat peluru, dan kalau ini sudah ada (isiannya), ini akan diserahkan ke Pindad untuk jadi peluru. Karena Pindad sudah sebagian besar memproduksi peluru,” jelasnya.
Kebutuhan propelan, tambah Harry, terpaksa diimpor karena Indonesia tak mempunyai bahan baku tersebut. Bahkan di seluruh dunia, bahan baku peledak sangat jarang ditemui.
“Cuma ada di Belgia dan beberapa tempat, tapi makin lama makin sulit transportasinya. Kebutuhan setiap tahun 400-500 ton, dan makin nambah dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.
Dia berharap, dengan pembangunan pabrik propelan senilai 400 juta euro tahap pertama ini dapat mendongkrak kapasitas produksi bahan baku peledak sekitar 1.500-1.700 ton per tahun.
“Kalau ada lebihnya bisa kita ekspor ke seluruh negara yang buat peluru, seperti Prancis, Malaysia dan lainnya. Mereka kan nggak buat,” tandas Harry. (Fik/Ndw)
(Nurseffi Dwi Wahyuni)
Sumber : Liputan6.com

 Produksi Bahan Baku Roket, BUMN Pembuat Bom Ini Gandeng Perusahaan Prancis
(Detik.com)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pembuat bahan peledak, PT Dahana (Persero) menggandeng perusahaan produsen propelan asal Prancis, yaitu Eurenco dan Roxel. Propelan merupakan bahan baku untuk pembuatan peluru, roket, peluru kendali hingga untuk amunisi.

PT Dahana telah ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan sebagai satu-satunya perusahaan di Indonesia yang akan memproduksi propelan.

Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Badan Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Silmy Karim menerangkan selama ini, Indonesia tergantung produk propelan impor. 

Selama ini, Indonesia mengimpor 100% bahan baku amunisi hingga roket tersebut dari Belgia setiap tahun. Target pendirian pabrik propelan ini, agar Indonesia bisa menjadi negara mandiri di bidang pertahanan.

“Itu bagian program nasional yang diputuskan jadi prioritas wajib dimiliki Indonesia dalam waktu dekat. Pabrik di Subang, itu milik fasilitas Dahana. Ada 3 jenis propelan akan diproduksi tahap awal yakni amunisi kaliber kecil, roket, dan peluru kendali,” kata Silmy pada acara press conference di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).

Pabrik propelan ini akan dibangun pada area pabrik Energetic Material Center (EMC) milik Dahana di Subang Jawa Barat. Alokasi lahan untuk pabrik propelan sebanyak 50 hektar.

Pembangunan pabrik propelan dibagi menjadi 2 tahap, tahap I akan dibangun bertepatan HUT TNI tanggal 5 Oktober 2014. Masa pembangunan hingga produksi membutuhkan waktu 40-50 bulan.
Dahana dan konsorsium perusahaan Prancis mengeluarkan anggaran 400 juta euro untuk pabrik tahap I. Targetnya produksi perdana propelan bisa dilakukan mulai 2018.

“Butuh 400 juta euro untuk fasilitas pabrik tahap pertama. Itu anggaran BUMN dan pinjaman perbankan. Nanti ada 7 total propelan yang diproduksi. Tahap awal 3 dulu,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Dahana Harry Sampurno menyebut untuk mendukung produksi propelan, pihaknya mulai membangun industri hulu dari propelan. Dahana sedang membangun fasilitas pembuatan Asam Nitrat Pekat dan Asam Sulfat Pekat (NAC/SAC) di Subang.

“Ini sangat strategis karena menjadi hulu dari industri propelan yang sudah dicanangkan sejak akhir 2010,” kata Harry.

Targetnya ketika Indonesia sudah mampu memproduksi bahan baku roket, misil hingga amunisi, maka akan diperuntukan untuk menyasar pasar ekspor. 

Pada produksi tahap awal, Dahana mampu memproduksi nitrogliserin sebanyak 200 ton/tahun, spherical powder sebanyak 400 ton/tahun, propelan double base roket sebanyak 80 ton/tahun dan propelan komposit sebanyak 200 ton/tahun.

“Amunisi kaliber kecil untuk Polisi hingga TNI. Kedua untuk meriam TNI (MKB), kemudian roket macem untuk pertahanan dan cuaca. Setelah itu kemungkinan ekspor,” katanya.
Sumber : Detik.com

By : Jalo dan berbagai sumber

JKGR. 

Lanal di Tanjung Datu, Perkuat Pertahanan Natuna



Usai kecolongan pembangunan mercusuar oleh Malaysia di Tanjung Datu, Sambas, Kalbar, Mabes TNI mengambil langkah lebih maju. Mabes TNI memastikan bakal membangun pangkalan AL (Lanal) di Tanjung Datu, untuk menggantikan pos AL Temajuk. Lanal itu nanti sekaligus untuk memperkuat pertahanan di kawasan Natuna.
Saat ini, TNI AL baru sebatas menyetop pembangunan mercusuar dan menyiagakan tiga kapal korvet yang berpatroli di sekitar kawasan tersebut. Kapal-kapal itu adalah KRI Senadi Senaputra, KRI Barakuda, dan KRI Madang. Induk pengawasan wilayah tanjung Datu adalah Lanal Pontianak yang membuat pos AL di kawasan Temajuk.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan,pihaknya sejak awal memang ingin membangun pangkalan AL di Tanjung Datu. Mengingat, kawasan tersebut merupakan grey area atau status quo yang rawan sengketa. Dengan adanya insiden Tanjung Datu, maka pembangunan lanal akan segera direalisasikan.

“Kami juga akan membangun air street, pangkalan udara. Satuan infanteri juga akan masuk di kawasan itu,” terang Moeldoko usai menginspeksi pasukan di Kolinlamil Jakarta kemarin. Rencananya, Rabu (28/5) mendatang pihaknya mengundang Gubernur Kalbar dan Bupati Sambas untuk mematangkan rencana pembangunan pangkalan militer.
Dalam pertemuan tersebut akan dirumuskan kebutuhan pertahanan di kawasan Tanjung Datu. Juga, kebutuhan personel maupun alutsista pendukung. Moeldoko menginginkan penempatan pasukan dalam jumlah besar, karena pangkalan tersebut tidak hanya untuk mempertahankan Tanjung Datu.
Moeldoko menuturkan, sengketa di Laut Tiongkok Selatan yang makin panas berpotensi besar berdampak ke Indonesia. Terutama, bagi kawasan Natuna. “Baik Natuna maupun Tanjung Datu itu nanti yang paling cepat kena impact situasi tersebut,” lanjut Doktor Ilmu Administrasi Universitas Indonesia itu.
Selain pembangunan Lanal, rencananya hari ini (26/05) Pihak Indonesia dan Malaysia akan bertemu di Jakarta untuk membahas persoalan Tanjung Datu. Moeldoko menuturkan, pihak Indonesia menghadirkan TNI dan Kementerian Pertahanan dalam pertemuan tersebut dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sebagai tuan rumah sekaligus fasilitator.
Pokok bahasan dalam pertemuan itu adalah kesepakatan terkait posisi Indonesia dan Malaysia di Tanjung Datu. “Kalau itu dinyatakan grey area, jangan macam-macam, jangan berbuat aneh-aneh,” ucapnya. Perjanjian terkait kawasan tersebut sudah dibuat pada 1969. “Perjanjian sudah ada, hanya sekarang masalahnya komitmen yang tidak ada,” tambah Moeldoko.

Ketegangan di Tanjung Datu bermula saat Malaysia mulai membangun mercusuar di kawsan tersebut. Lokasi pembangunannya di perairan Indonesia, tepatnya pada titik koordinat 02.05.053 Lintang Utara-109.38.370 Bujur Timur. Lokasi tersebut berjarak sekitar 900 meter di depan patok SRTP 1 (patok 01) di Tanjung Datu.
Kawasan Tanjung Datu sendiri berada di ujung barat laut pulau Kalimantan. Jika dilihat di peta,bentuk Tanjung Datu menyerupai buntut yang mungil. Karena wilayahnya yang sempit, hingga saat ini kawasan tersbeut masih menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait pertemuan kedua negara hari ini, pihak Kemenlu irit bicara. Direktur Informasi Media Kemenlu Siti Sofiah hanya menuturkan bahwa hingga Minggu malam, pihaknya masih belum mendapat konfirmasi tentang pertemuan yang dimaksutkan oleh Moeldoko. “Belum ada konfirmasi. Besok (hari ini) saya infokan kalau ada ya,” ungkap Sofi melalui pesan singkatnya kemarin.

Sebelumnya, pihak Kemenlu memang berjanji untuk memfasilitasi Tim Teknis Delimitasi Batas Maritim Indonesia dan Malaysia untuk membahas masalah ini di Jakarta. Kemenlu juga telah menyampaikan protes yang disampaikan oleh TNI AL atas pembangunan mercusuar di Tanjung Datu tersebut pada Malaysia.
“Atas permintaan pihak Pemerintah RI, menurut laporan, Malaysia telah menghentikan kegiatan pembangunan tiang pancang rambu suar tersebut,” ujar Sofi pada Rabu (21/05) lalu. (jpnn.com)

Kerling Tanjung Datuk: SUAR ATAU TO WAR?

Pembangunan Suar oleh Malaysia di Tanjung Datuk, Kalbar
Pembangunan Suar oleh Malaysia di Tanjung Datuk, Kalbar

Tidak ada rotan, akar pun berguna. Sebagai sesama bangsa Melayu, mungkin peribahasa inilah yang dipakai Malaysia saat menyatakan niatnya untuk membangun menara suar di perairan Tanjung Datuk, kecamatan Paloh, Kalimantan Barat. Pertumbuhan ekonomi yang kian seret, telah mendorong Malaysia untuk bersikap lebih kreatif, dan tentu saja harus lebih selektif dalam membuat berbagai perencanaan pembangunan yang akan diselenggarakannya. Segala kebutuhan harus terlebih dahulu melalui perhitungan yang matang dan mematuhi rambu-rambu skala prioritas. Zaman serba mudah, sepertinya sudah mulai menjauh dari atmosfer pembangunan Malaysia..!
Pemikiran ini pulalah yang mendasari dibangunnya project menara suar Tanjung Datuk, yang kemudian kita ketahui bahwa project tersebut berhasil dihentikan oleh TNI AL. Pertanyaannya, benarkah apa yang sedang di bangun oleh Malaysia itu adalah sebuah menara suar?
Berikut kesimpulan dari sebuah obrolan siang tadi dengan seorang sahabat berkebangsaan Philipine. Sebut saja dia, Ben..!
Lelaki kekar asal Mindanao ini, sudah lama malang melintang dalam dunia engeneering. Pengalamannya yang luas telah membawanya melanglang buana ke berbagai pelosok dunia. Tak terhitung berapa perusahaan perminyakan lepas pantai yang ia singgahi sebagai tempat bergantung hidup. Sudah puluhan, atau bahkan mungkin ratusan platform rig yang ia bangun di seluruh perairan dunia. Dia juga terlibat pembangunan sebuah platform jacket terbesar di dunia yang dirancang dan dibangun oleh sebuah perusahaan engeneering USA, yang berkedudukan di Batu Ampar, Batam.
Produk yang dihasilkan perusahaannya itu, kemudian dikirim ke perairan Australia. Ada satu hal yang unik di sini. Selama puluhan tahun berpengalaman membangun rig, dia tidak pernah tahu untuk perusahaan mana pekerjaan itu dibuat. Dia hanya berpikir bahwa project yang dikerjakannya adalah untuk perusahaan yang menggajinya. Ciri seorang profesional sejati..! Tidak heran, karena itu pulalah, jika sedang ada project, dalam sebulan dia bisa mengantongi pendapatan bersih hingga puluhan ribu dollar..! Luar biasa bukan..?
Seperti pagi itu, beberapa bulan yang lalu. Dia baru saja kembali dari Philipine, setelah sekian lama tinggal di sana untuk menjenguk saudara-saudaranya yang tertimpa bencana badai topan haiyan. Uang dalam rekeningnya sudah ludes, untuk membiayai pembangunan kembali rumah-rumah saudaranya. Praktis dia hanya bergantung hidup pada penghasilan adiknya yang bekerja sebagai seorang chef pada sebuah restaurant Italia di kawasan wisata dan perbelanjaan terkemuka, Bukit Bintang, Kuala Lumpur. Bosan dengan hidup sebagai pengangguran, akhirnya dia pun menerima tawaran untuk bekerja di sebuah perusahaan shipyard yang ada di Lumut, negara bagian Perak.
Hal yang membuatnya terkejut adalah ternyata project yang akan dia hadapi bukanlah pengerjaan sebuah konstruksi kapal. Ini adalah sebuah bangunan untuk pengeboran minyak lepas pantai. Namun ketika dia melihat detail arsitekturnya, keningnya mengernyit, karena ada bagian-bagian vital yang tidak tergambar di situ. Dia heran dan bingung, tidak mengerti dari mana minyak akan diambil, dan dimana minyak akan diolah dan disimpan, di sebelah mana kapal pengangkut akan mengambil minyak, dan lain-lain. Bangunan itu tidak seperti bangunan rig sebagaimana biasanya dia buat, tapi lebih mirip dengan sepotong kapal yang terpancang di tengah lautan. Naluri liarnya mulai ngelayap. Dia pun iseng bertanya. Apakah ini pesanan Petronas? Jawaban yang dia dapatkan adalah, ya milik Petronas, untuk MinDef..!
rig-laut
Mendengar jawaban itu, sontak dia terkejut bukan kepalang. Sejak kapan MinDef punya bisnis perminyakan lepas pantai? Namun dia kembali fokus mengamati detail gambar tersebut. Akhirnya dia pun mengerti mengapa bangunan ini dibuat. Hahaha..! Seketika kami tertawa..!
Ada kegundahan yang amat dalam dirasakan oleh para petinggi militer Malaysia, manakala Indonesia, Philipine dan negara ASEAN lainnya tengah sibuk memperkuat armada lautnya. Apalagi China semakin berani dan terang-terangan menyulut api amarah di ruang Laut China Selatan. Keinginan untuk mengakuisi armada tempur matra laut sebanyak-banyaknya, belakangan terasa begitu berat mengingat beban ekonomi yang semakin menghantui. Akhirnya, karena kapal tidak terbeli, apalagi mau beli kapal induk, masih jauuuuh..! Atau mungkin bisa dibilang, mimpi kali ye..? Para petinggi di lingkungan TLDM mengajukan sebuah rancangan pertahanan yang didasarkan pada konsep platform rig jacket seperti mana digunakan dalam industri minyak dan gas lepas pantai. Jangan main-main, ini project serius.
TLDM telah memesan beberapa kapal pendukung untuk setiap rig pertahanan yang dibangun. Selain itu, dalam perhelatan DSA2014 yang baru lalu, pemerintah Malaysia juga memesan beberapa system rudal dari Rusia dan system radar dari Perancis. Lagi-lagi ternyata semua pesanan itu akan di-install pada setiap rig pertahanan yang mereka bangun. Kelas rig pertahanan pun akan dibuat dengan level yang berjenjang. Ada yang sekelas corvet, fregate, atau bahkan ada yang sekelas destroyer. Untuk kelas yang terakhir, bahkan akan dilengkapi dengan pelabuhan submarines terapung dan fasilitas perbaikan kapal. Luar biasa..! Darimanakah semua biaya pendanaan project tersebut..?
Selalu saja ada ranting yang jatuh bilamana ada angin yang berhembus kencang. Seperti angin di siang tadi, ranting yang dijatuhkannya membawa sebuah kabar yang tertinggal oleh merpati yang mungkin tadi hinggap. Indonesia telah menerima bantuan militer yang jumlahnya super besar dari Russia dan China untuk tetap kukuh dengan posisinya sebagai negara yang netral.
Hahaha..! Mungkin ini juga sebuah jawaban atas pernyataan sahabat saya dari Korea yang menyebut Indonesia sebagai otak dagang, dan take it all and run..! Melihat gelagat ini, Malaysia memainkan kartu trufnya. Obama diundang, perjanjian Hishamudin dengan Pentagon direalisasikan, dan bantuan pun cair. Inilah hasilnya, dan tidak lama lagi konon akan menyusul beberapa helicopter tempur untuk menambah kekuatan ketiga matra dalam tubuh ATM, penawaran pespur baru dan atau up grade hornet TUDM. Wallahualam..! Merpati itu tak terlihat lagi, bahkan sangat sulit dibedakan mana kotoran merpati dan mana kotoran gagak. Soalnya di Kuala Lumpur, populasi gagaknya jauh lebih besar daripada merpatinya. Salam hangat bung..! Selamat merenung..! (by: yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 25 May 2014).

JKGR. 

Minggu, 25 Mei 2014

GSh-30-1 30mm: Kanon Sukhoi TNI AU – Minim Amunisi Tapi Punya Presisi Tinggi

NbjNBynhLAFcx6fTVkObTY8p
Tidak sah rasanya bila jet fighter dengan kualifikasi multirole dan air superiority hadir tanpa senjata internal. Meski konsep peperangan di udara masa kini dan di masa mendatang mengedepankan pada keunggulan rudal lintas cakrawala alias BVRAAM (beyond visual air to air missile), namun paduan sista untuk menghadapi duel jarak dekat (dog fight) tak bisa dihapuskan, ini dibuktikan dengan masih larisnya segmen rudal udara ke udara jarak pendek dan menengah.
Menemani peran rudal udara ke udara (AAM/air to air missile) jarak pendek, sudah mahfum pula keberadaan dari kanon sebagai senjata internal di pesawat tempur. Bicara tentang jet Sukhoi Su-27/Su-30 yang dimiliki TNI AU, kanon internal inilah yang menjadi satu-satunya senjata dari Sukhoi Indonesia yang mampu menggetarkan dalam patroli udara. Hal tersebut harus dipahami, sebab setelah 10 tahun dibeli, armada Sukhoi Skadron 11 TNI AU baru dibekali rudal mulai tahun 2012, yakni AAM jenis R-73, R-77, dan rudal udara ke permukaan (ASM/air to surface missile) jenis Kh-31P dan Kh-29TE.
Selama periode 2003 hingga 2012, praktis Sukhoi TNI AU hanya mengandalkan kanon internal dan bom P-100 buatan Dalam Negeri. Nah, bicara tentang kanon yang melekat di Sky Demon ini, tak lain adalah GSh-30-1 kaliber 30 mm. Merujuk ke sejarahnya, kanon laras tunggal ini dirancang oleh A. Gryazev dan A. Shipunov pada tahun 1977 dan diproduksi oleh Izhmash JSC, Rusia. Sebagai peninggalan era Uni Soviet, kanon ini mulai resmi diadopsi oleh jet tempur Soviet sejak 1980 hingga kini.
GSh-30-1 pada Sukhoi Su-27. Terletak disisi kanan body.
GSh-30-1 pada Sukhoi Su-27. Terletak disisi kanan body.
Tampilan laras GSh-30-1.
Tampilan laras GSh-30-1.

Cara kerja kanon ini masih terbilang konvensional, yakni menggunakan pola hentakan (recoil). Bobot kanon, belum termasuk amunisinya, yaitu 46 kg. Dari sisi kinerja, GSh-30-1 secara teori dapat memuntahkan hingga 1.800 proyektil dalam satu menit. Namun, dalam pelaksanaannya, kecepatan tembak (rate of fire) diturunkan untuk mengurangi efek panas berlebih pada laras, menjadi 1.500 proyetil per menitnya. Meski bisa memuntahkan ribuan proyektil per menit, faktanya logam pada laras dapat mengalami tekanan tinggi akibat panas berlebih bila dilakukan penembakan secara terus menerus antara 100 – 150 peluru. Pihak pabrikan pun memang menggariskan waktu singkat untuk usia laras, setiap melampaui 2.000 tembakan, laras harus diganti untuk menjaga keamanan dan presisi. Laras sejatinya dapat cepat dingin seiring derasnya aliran angin di body pesawat, tapi GSh-30-1 juga dibekali pendingin air berupa silinder yang ditempatkan pada pangkal laras.
Amunisi kaliber 30 mm GSh-30-1
Amunisi kaliber 30 mm GSh-30-1
gsh-301
MiG-29 milik AU Iran tampak sedang menembakan kanon GSh-30-1.
MiG-29 milik AU Iran tampak sedang menembakan kanon GSh-30-1.

Bicara soal penggantian laras, kanon PSU (penangkis serangan udara) Type 80 Giant Bow 20 mm Arhanud TNI AD, lebih cepat lagi. Secara prosedur, setiap 200 tembakan laras harus diganti. Kebetulan memang laras dirancang untuk bisan diganti secara cepat. Kabarnya, setiap kali latihan minimal harus disiapkan empat laras pengganti. karena kecepatan tembak yang tinggi, membuat laras cepat panas, ) Type 80 Giant Bow bisa memuntahkan 1.500 – 2.000 proyektil dalam satu menit.
Kembali ke kanon Sukhoi GSh-30-1, kecepatan luncur proyektil mencapai 860 meter per detik. Sementara yang jadi ‘tantangan’ justru dari bekal amunisi yang dibawa, terbilang sedikit, yaitu 150 peluru dalam satu drum magasin. Minimnya amunisi yang dibawa bukan hanya terjadi pada Sukhoi Su-27/Su-30, melainkan juga pada MiG-29 Fulcrum yang turut memakai GSh-30-1. Rusia pun menyadari akan ‘kelemahan’ pada minimnya jumlah peluru, untuk itu disiasati dengan hadirnya perangkat penjejak optik berbasis thermal OEPS-27.
Perangkat penjejak OEPS-27
Perangkat penjejak OEPS-27
Tampilan kokpit Su-27.
Tampilan kokpit Su-27.
Stick kemudi pada Su-27, dari sinilah pilot melakukan aksi penembakan kanon.
Stick kemudi pada Su-27, dari sinilah pilot melakukan aksi penembakan kanon.
Simulasi HUD (head up display) pada Sukhoi Su-27.
Simulasi HUD (head up display) pada Sukhoi Su-27.

OEPS-27 mudah dikenali pada jet tempur Sukhoi Su-27/Su-30. Letak perangkat ini berada di bagian hidung, namun agak mendekat kokpit, dan bentuknya cukup unik dengan desain bola kaca. Perangkat ini terdiri dari dua bagian. Pertama disebut sebagai pengukur jarak bersistem laser (laser range finder) dengan kemampuan pengenalan target hingga delapan kilometer. Kemudian masih dalam bola kaca juga ada IRST (infra red search and track system), dimana sistem ini dapat menjangkau jarak hingga 50 kilometer. Soal cakupan (coverage), untuk sudut azimuth mulai dari -60 sampai +60 derajat, sementara sudut ketinggian mulai dari -60 sampai 15 derajat. Dengan dukungan OEPS-27 inilah, pihak pabrikan Sukhoi merasa percaya diri menjajakan jet tempur ini, apalagi dengan kombinasi sensor infra merah dan laser, menjadikan Sukhoi mumpuni dalam membidik, alias presisi tembakan sangat tinggi. Bagaimana tentang jarak tembak? Untuk menghajar target di udara, jarak tembak efektinya antara 200 – 800 meter. Sementara untuk misi melibas target di permukaan, jarak tembaknya bisa mencapai 1.200 – 1.800 meter.

Adu Lawan Vulcan M61
Dari hasil polling Indomiliter.com pada tanggal 3 – 13 Oktober 2013, dapat disimpulkan bahwa lawan terberat Sukhoi Su-27/Su-30 TNI AU adalah F-15SG Strike Eagle milik RSAF (AU Singapura). Lawan tanding kedua terberat, kemudian ditempati oleh F/A-18 Super Hornet RAAF (AU Australia). Boleh jadi, dimasa mendatang, kedua jet inilah yang akan menjadi kawan ‘dog fight’ Sukhoi TNI AU. Dan, bila itu benar adanya, maka GSh-30-1 akan berjumpa dengan kanon internal F-15SG dan F/A-18, yaitu Vulcan M61 kaliber 20 mm.
Perbandingan tampilan pada kanon yang populer pada pesawat tempur, nampak Vulcan M61 dan GSh-30-1.
Perbandingan tampilan pada kanon yang populer pada pesawat tempur, nampak Vulcan M61 dan GSh-30-1.



Meski kalibernya lebih kecil dari GSh-30-1, tapi jangan anggap enteng kanon yang juga terpasang di F-16 Fighting Falcon ini. Vulcan M61 mengadopsi model gatling dengan enam laras putar. Selain unggul dalam mengurai panas pada laras, Vulcan M61A1 dapat memuntahkan 4.000 hingga 6.000 proyektil dalam satu menit. Kecepatan luncur proyektilnya 1.050 meter per detik, sementara untuk jarang tembak efektifnya antara 1.500 – 2.000 meter. Untuk urusan amunisi, dengan model magasin drum, dapat dibawa hingga 511 peluru. Karena punya enam laras, beratnya pun mencapai 112 kg, belum termasuk feed system-nya.
Meski dalam banyak parameter Vulcan M61 lebih unggul, tapi GSh-30-1 tampil dengan beragam tipe amunisi, seperti Armour Piercing Tracer (AP-T), Armour Piercing Incendiary Tracer (API-T), Armour Piercing Tracer, Tungsten Alloy Penetrator (APT-T), Inert Armour Piercing (AP Inert), High Explosive Tracer (HE-T), Short Range High Explosive Tracer (HE-T-SR), Inert High Explosive Tracer (HE-T Inert), High Explosive Incendiary (HEI), High Explosive Incendiary Tracer (HEI-T), Target Practice (RTP), dan Target Practice Tracer (RTP-T). (Gilang Perdana)

Spesifikasi GSh-30-1
Manufaktur : Izhmash JSC
Kaliber : 30 mm
Berat : 46 kg
Cartridge : 30×165 mm
Jumlah laras : 1
Kecepatan tembak : 1.500 – 1.800 proyektil/menit
Kecepatan proyektil : 860 meter/detik
Jarak Tembak : 1.800 meter

Indomil. 

Panglima TNI Apel Kesiapan Pasukan, Senjata Dipamerkan

Apel kesiapan prajurit di Tanjung Priok, Jakarta, 25 Mei 2014.
Apel kesiapan prajurit di Tanjung Priok, Jakarta, 25 Mei 2014. (VIVAnews/Erick Tanjung)
Panglima TNI Jenderal Moeldoko didampingi Kepala Staf Angkatan memimpin apel kesiapan prajurit dalam Latihan Gabungan TNI di Lapangan Komando Lintas Laut Militer Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu 25 Mei 2014. Dalam apel ini, sejumlah alat utama sistem persenjataan dipamerkan.

“Apel kesiapan ini untuk mengecek kesiapan seluruh personel dan alutsista yang terlibat dalam Latgab. Puncak Latgab ini akan disaksikan langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada 3-4 Juni di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur,” kata Koordinator Penerangan Latgab TNI Kolonel Infantri Bernardus Robert, di Tanjung Priok.

Robert menjelaskan, prajurit yang mengikuti apel ini sebanyak 2.488 personel, antara lain Divisi Infantri-1/Kostrad, yaitu Resimen Armed-2/1/Kostrad, Batalyon Infantri Linud 305/17/1/Kostrad Karawang, Yonif-321/13/1/Kostrad Tasikmalaya, Yon Armed 10/02/1/Kostrad Ciluar Bogor, Yon Armed 13/2/1/Kostrad Sukabumi, Baterai Arhanudri-1/1/Kostrad Serpong, Kompi Kavaleri Pengintai-1/1/Kostrad Cijantung, Ki Yonif 203/Mek, Kodam Jaya Tangerang, Ki Yonzipur-9/1/Kostrad Ujung Berung, Ki Yonbekang-1/1/Kostrad Cibinong, Ki Yonkes-1/1/Kostrad Cibinong, Ki Hub-1/1/Kostrad Ciluar Bogor, Ki Denpom-1/Kostrad Ciluar Bogor, Ki Denpal-1/Kostrad Cilodong, dan Denma Divif-1/Kostrad Cilodong.

“Alutsista dari Divisi Infantri-1/Kostrad dalam Latgab ini adalah 9 tank Scorpion, 4 tank Stormer AP, 1 tank Stormer Comando, 1 tank Stormer AVLB, meriam 76 MM, dan meriam 155 MM ,” ujar Robert.

Menurut Robert, jadwal peninjauan kesiapan prajurit dan alutsista selanjutnya akan dilakukan pada 27 Mei di Lanud A Yani, Semarang. Di sana akan dipamerkan alutsista helikopter Mi-17, Mi-35, BO 105, dan Bell 205.

Di tanggal yang sama juga akan dilakukan apel kesiapan prajurit di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, dengan mengeluarkan skuadron-32 Hercules, Skuadron-4 Cassa-212, Skuadron-21 Tucano, Skuadron-3 F-16, Denmatra-2 Paskhas, Madivif-2/Kostrad, Brigif Linid-18/2/Kostrad, dan Yonif Linud-502/18/2/Kostrad.

Berikutnya pada 28 Mei, akan dilakukan pengecekan kesiapan personel dan alutsista di Koarmatim Ujung Surabaya, Jawa Timur, yang melibatkan beberapa Kapal Perang RI (KRI), pasukan pendarat dari Yonif-3 Mar, Yonif-5 Mar, Yon Armed (Menarmed-1 Mar), Denkav (Menkav-1 Mar), serta meriam How 105, RM-70 GRAD, BMP-3 F, BTR-50 P, dan KAPA-61.