Minggu, 27 Oktober 2013

Senjata Rahasia Militer Indonesia Buatan Anak Negeri

 
Senjata rahasia militer di pameran Hakteknas 2013 (foto; Aditya/Okezone)

JAKARTA - Desing rotor yang berputar nampak mengerikan ketika suara itu berasal dari senapan mesin berukuran besar, berlaras panjang, bahkan memiliki enam laras sekaligus. Seorang berpakaian tentara yang mengoperasikannya tersebut sedikit panik dengan senapan yang tak bisa dikendalikan.

Maklum, senapan mesin enam laras ini masih prototipe dan masih memerlukan banyak penyempurnaan di sana-sini. Tapi tak soal untuk menjadi barang pameran Litbanghan (Penelitian Pengembangan Pertahanan) dalam acara RITech Expo 2013 di areal parkir Keong Mas, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jumat (30/8/2013).

Warnanya hitam legam, tubuhnya kokoh berbobot seberat 90 kilogram, larasnya sepanjang 962,5 milimeter berjumlah enam buah yang dapat memuntahkan 2 ribu butir peluru sekali tembak dalam satu menit.

Tak lagi meragukan, berdiri tepat di depan moncong senapan ini cukup mengerikan meski hanya pameran dan tanpa peluru di dalamnya. Di medan perang, senapan ini efektif untuk menjatuhkan musuh dalam jarak sasaran 800-1.000 meter. Apalagi berdiri tepat di depan moncongnya.

Seorang Letnan Satu TNI-AD menjelaskan senapan mesin ini asli buatan TNI Angkatan Darat divisi penelitian dan pengembangan. Pabrikan 2012 dan masih perlu berbagai pengembangan untuk menyempurnakan.

Meski begitu, senapan yang belum memiliki nama resmi ini mempunyai kelebihan khusus dibanding senapan mesin yang sudah ada sebelumnya. Rancang bangun prototipe senjata mesin multilaras (SMML) kal 7,62 mm, begitu sebutan sang senapan gahar ini.

"Pelurunya menggunakan kaliber 7,62 mm, dan dapat diaplikasikan untuk angkatan darat, laut dan udara," kata Lettu Suryono menjelaskan.

Karya LainTak hanya senapan mesin, TNI-AD juga menciptakan alat penyulingan air tawar yang bisa diminum secara langsung bertenaga panel surya. Letnan Satu lain lagi bernama Joko menjelaskan alat penyulingan ini mampu mengubah air sungai berwarna coklat sekalipun untuk laik minum.

"Air jadi tak berwarna, tak berbau, dan tak memiliki rasa. Dan kami menggunakan panel surya karena untuk markas di daerah-daerah terpencil belum masuk listrik," ujar Lettu Joko.

Selain panel surya, sumber daya mesin penyulingan air tawar ini bisa menggunakan listrik ataupun aki. Lebih lagi, alat ini bersifat portable, atau disebut man-pack, yang bisa dibawa oleh prajurit. Meski bobotnya yang seberat 55kg masih tak biasa untuk digemblok oleh seorang pemuda sipil biasa.

Namun barang-barang pameran tersebut belumlah digunakan secara masal untuk kepentingan TNI. Hanya berupa rancangan yang memerlukan pengembangan lebih lanjut, dengan harapan dapat digunakan untuk keperluan militer Indonesia di masa datang.

Zaman Soekarno dan Soeharto, Malaysia tak berani sebut 'indon'

Zaman Soekarno dan Soeharto, Malaysia tak berani sebut 'indon'
Konflik Malaysia-Filipina. ©Reuters

Orang Malaysia kerap menyebut Indonesia dengan sebutan 'indon'. Kata-kata ini terasa sebagai pelecehan. Dalam salah satu bahasa, indon bisa diartikan sebagai pelacur. Sebutan indon pun dianggap identik dengan TKI dan pembantu.
Jika orang Indonesia marah, orang Malaysia mengeles. Mereka mengatakan sebutan Indon hanya merupakan singkatan. Indonesia dinilai terlalu panjang, sehingga disingkat Indon.
Dulu mana berani negeri jiran itu lecehkan Indonesia dengan sebutan indon. Masih jelas teriakan Presiden Soekarno mengobarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) untuk berperang di perbatasan Sabah dan Serawak tahun 1963. Sejak itulah semboyan 'ganyang Malaysia' menjadi populer.
"Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu djuga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang adjar!
Kerahkan pasukan ke Kalimantan, kita hadjar tjetjunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat djangan sampai tanah dan udara kita diindjak-indjak oleh Malaysian keparat itu..." teriak Soekarno.
Zaman Presiden Soeharto, Indonesia juga dihormati oleh Malaysia. Bahkan di ASEAN, Indonesia dikenal sebagai 'The Big Brother' atau kakak tertua yang dihormati. Hubungan Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Tun Mahatir bin Mohamad juga baik. Mahatir sangat menghormati Presiden Soeharto.
"Pak Harto adalah seorang presiden dari sebuah negara yang besar, tetapi dirinya tidak pernah lupa bahwa antara dua buah negara adalah serumpun bangsa sehingga tidak ingin bermusuhan. Saya merasa terhormat dapat diterima Pak Harto sebagai sahabat," kenang Mahatir dalam buku 'Pak Harto The Untold Stories' terbitan Gramedia Pustaka Utama.
"Kita tidak boleh membandingkan Indonesia dengan Malaysia. Indonesia adalah negara yang luas dengan banyak pulau, jumlah penduduk yang besar dengan suku-suku yang dimiliki. Sedangkan Malaysia adalah negara kecil sehingga kami lebih mudah mengurus sesuatu. Jadi kejayaan Pak Harto lebih besar dibandingkan kejayaan di Malaysia," kata Mahatir tulus.
Sekarang, masihkan pemimpin Malaysia memuji para pemimpin di Indonesia?

Pindad jajal Panser Anoa Amfibi tahun depan



Pindad jajal Panser Anoa Amfibi tahun depan
panser anoa. blogspot.com

PT Pindad bakal menjajal Panser Anoa Amfibius pada tahun depan. BUMN produsen senjata dan alat tempur itu tengah mengembangkan Anoa dengan berbagai varian.
"Kendaraan tempur Itu Anoa Amfibius, bisa di darat bisa berenang juga. Ada senjatanya juga, ada recovery, ada logistik," kata Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Pindad, Wahyu Utomo, saat ditemui di Monumen Nasional, Jakarta, Jumat (4/10).
Menurut Wahyu, produk baru Pindad itu bakal menguatkan pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Anoa Amfibius tahun depan akan kita coba," katanya.
Marketing Manajer PT Pindad Sena Maulana menambahkan, pihaknya masih terus mengupayakan agar Anoa Amfibius bisa bergerak di laut. "Kita harus bisa menggerakkannya di laut karena gelombangnya beda. Produk ini baru akan di uji coba dulu," sebutnya.
Dalam mengembangkan Anoa ini, Pindad bekerjasama dengan Italia. Kabarnya, panser berbobot 12 ton ini mampu melaju hingga 90 kilometer per jam.
Kabarnya lagi, Anoa sudah dipesan oleh sejumlah negara. Diantaranya, Malaysia, Timor Lestr, Nepal, dan Afrika Selatan.

Mahathir: Krisis ekonomi 1998 dirancang untuk jatuhkan Soeharto

Mahathir: Krisis ekonomi 1998 dirancang untuk jatuhkan Soeharto
Soeharto-Mahathir. ©2013 Merdeka.com/Repro Sekretariat Negara RI

 Mantan Perdana Menteri Malaysia Tun Mahathir Bin Mohamad menyebut bahwa Indonesia saat ini butuh pemimpin seperti Soeharto . Di mata Mahathir, di massa Soeharto Indonesia pernah sangat berjaya.

Mahathir memang salah satu kawan dekat Soeharto. Keduanya pun sering bertemu kala masing-masing masih menjadi pemimpin negara. Bahkan hal pertama yang dilakukan Mahathir setelah dilantik menjadi Perdana Menteri di negeri jiran itu adalah mengunjungi Indonesia dan sowan ke Presiden Soeharto.

"Dan kunjungan itu terjadi setelah saya dilantik jadi Perdana Menteri Malaysia menggantikan Datuk Hussein Onn pada tahun 1981. Kunjungan itu sangat berkesan," ujar Mahathir dalam buku Pak Harto Untold Stories halaman 27 yang dikutip merdeka.com, Sabtu (11/5).

Dari kaca mata Mahathir, Soeharto sengaja dijatuhkan pada tahun 1998. Dia mengaku tahu hal itu karena krisis yang sama juga melanda Malaysia.

"Tekanan Pak Harto amat berat pada saat terjadi krisis mata uang di tahun 1998. Pak Harto mengatakan dirinya tidak dapat tidur," ujar Mahathir lagi.

Saat itu, krisis ekonomi memang melanda Asia Tenggara. Mata uang Malaysia juga jatuh dari RM 2,5 per dolar menjadi RM 5, sedangkan rupiah dari Rp 2500 per dolar menjadi Rp 16 ribu. Hal itu yang membuat Indonesia sangat miskin saat itu.

Saat itu semua orang menyalahkan Soeharto, padahal semua negara mengalami krisis yang sama. "Saya berkesimpulan bahwa badai perekonomian yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1998 itu memang dirancang untuk menjatuhkan pemerintahan Pak Harto," tulis Mahathir lagi di halaman 30.

Politisi senior Malaysia ini pun menyayangkan banyak tokoh yang menyalahkan Soeharto soal krisis 1998. Menurutnya, Soeharto justru memiliki peran penting di ASEAN.

"Para pemimpin negara ASEAN mendudukkan PAk Harto sebagai orang tua. Kejatuhan Pak Harto merupakan kerugian besar di Asia Tenggara karena beliau sangat dihormati oleh para pemimpin ASEAN lainnya," imbuhnya.

Adakah konspirasi asing di balik kejatuhan Soeharto?

Adakah konspirasi asing di balik kejatuhan Soeharto?
Soeharto. ©repro Sekretariat Negara RI

Di zaman dia berkuasa banyak orang mengelu-elukkan. Dia dianggap pembawa orde baru menggiring Indonesia lebih modern. Dia juga dinilai pesat membangun negara ini dengan rencana pembangunan lima tahun.

Presiden kedua Indonesia itu juga banyak membuka hubungan persahabatan dengan pelbagai bangsa. Salah satunya Malaysia. Jika Soekarno dikenal sikap tegasnya pada Negeri Jiran itu, Soeharto malah merangkul dan menjadikan negara itu sahabat dengan membuat gambaran tetangga yang baik. Setidaknya ini dikenang lekat oleh mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.

Keduanya sangat akrab bahkan sering berkunjung secara pribadi. Mereka juga kerap melakukan hobi bareng lantaran punya minat sama mulai dari menembak, berkuda, dan lain-lain. Kenangan akan Soeharto pun tersimpan baik di memori Mahathir. "Dia seseorang yang memberi kepemimpinan kuat," ujarnya saat ditemui oleh Faisal Assegaf dari merdeka.com (10/5), menjelang pemilihan umum di Malaysia.

Mahathir juga mengenang, saking pentingnya sosok Soeharto buat dia, setelah dilantik jadi perdana menteri dia langsung mengunjungi lelaki dengan julukan bapak pembangunan itu.

Dia juga tidak mengaku terkejut jika Soeharto jatuh lantaran sudah melihat skenario naskah untuk menjatuhkan pemimpin Indonesia itu. Menurut Mahathir, Soeharto sengaja dilengserkan pada 1998.

Tahun itu badai krisis menghantam Asia Tenggara. Bahkan di Malaysia mata uang Ringgit menjadi sangat jatuh berhadapan dengan dolar Amerika Serikat. Namun penurunan itu tidak sebanding jika melihat Negeri Khatulistiwa tertampar lebih keras. "Itu membuat Indonesia jadi sangat miskin padahal negara-negara lain juga krisis terjadi, namun Indonesia lebih berat," ujarnya.

Dari apa yang terjadi di dalam negeri, digabungkan dengan peristiwa seputar Asia Tenggara soal krisis ekonomi 1998, Mahathir bahkan berani berkesimpulan Soeharto tengah menjadi korban konspirasi. Dia menganggap ada kekuatan besar untuk menjatuhkan suami dari Ibu Tien itu.

Rancangan menjatuhkan Soeharto memang sempurna malah Mahathir sendiri belum punya cukup waktu untuk mencari bukti bahwa presiden Indonesia ini memang dijatuhkan. Mahathir juga menyayangkan banyak politisi lain menuding Soeharto biang kerok krisis dan bukannya membantu.

Padahal bapak pembangunan itu punya peran penting di Persatuan Negara Asia Tenggara (ASEAN). Kejatuhan Soeharto jelas mempengaruhi kredibilitas Indonesia di ASEAN lantaran Soeharto menjadi sosok sepuh, dituakan, dan dilihat nasihatnya. 

Ini standar pengamanan Soekarno oleh Tjakrabirawa

Ini standar pengamanan Soekarno oleh Tjakrabirawa
Tjakrabirawa. ©2013 Merdeka.com

Resimen Tjakrabirawa bertugas mengawal Presiden Soekarno . Sesuai standar pengamanan kepala negara, ada beberapa lapis pengamanan.

Di ring satu, menempel pada presiden adalah Detasemen Kawal Pribadi (DKP). Anggota DKP ini adalah polisi istimewa pimpinan AKBP Mangil Martowidjojo. Para anggota DKP ini telah mengawal Soekarno sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Anggota DKP menjaga hingga radius 15 meter.

"Setelah itu di ring dua ada Detasemen Kawal Chusus (DKC) yang menjaga hingga radius 50 meter. Untuk pengamanan di ring luar dan istana seperti Istana Negara, Istana Cipanas, Istana Bogor dan lainnya, ada Detasemen Kawal Kehormatan (DKK)," kata mantan Wakil Komandan Tjakrabirawa Kolonel (Purn) Maulwi Saelan saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (27/9).

Untuk iring-iringan mobil kepresidenan pun tak terdiri dari banyak rombongan. Menurut Saelan, rombongan yang ringkas bisa bergerak lebih cepat.

"Biasanya ada motor sebagai vorijder, lalu jip kepresidenan, baru mobil Bung Karno . Di belakangnya ada dua jip, dari DKP dan DKC. Tak lebih dari enam mobil. Kadang jika dibutuhkan ada panser yang siap melakukan evakuasi pada presiden," kata Saelan.

Untuk di sisi jalan, pengamanan dilakukan oleh satuan teritorial setempat dari Kodam. Karena itu tak butuh terlalu banyak pasukan untuk mengawal iring-iringan rombongan Soekarno .

Jika situasi membahayakan, pengamanan tambahan pun sudah disiapkan guna mengevakuasi sang pemimpin besar revolusi. Jika di darat, Soekarno akan dimasukkan dalam panser yang siap melaju kencang. Di pelabuhan Tanjung Priok tersedia sebuah kapal cepat yang siap membawa Bung Karno ke mana saja. Demikian juga untuk evakuasi lewat udara, sebuah pesawat jetstar kepresidenan selalu siaga di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

"Yang sulit itu menahan rakyat yang ingin bersalaman dengan Bung Karno ," kenang Saelan sambil tersenyum. 

'Anak muda mungkin bilang Pak Harto lebay di film G 30 S/PKI'

'Anak muda mungkin bilang Pak Harto lebay di film G 30 S/PKI'
Soeharto. rosodaras.wordpress.com

Pengajar Prodi Kajian Budaya dan Media Pascasarjana UGM Yogyakarta Budiawan PhD menilai film "Pengkhianatan G-30-S/PKI" (1984) yang disutradarai Arifin C Noer memang terlalu berlebihan dalam menonjolkan peran Soeharto (almarhum mantan presiden yang akrab disapa Pak Harto).

"Kalau anak muda sekarang mungkin bilang Pak Harto terlalu 'lebay' dalam film itu, karena film yang berdurasi 4 jam 31 menit itu berdimensi tunggal dengan sajian kalah dan menang, sehingga Mbak Nani (Nani Sutojo) menyebut sebagai kenangan tak terucap. Dalam psikologi, kenangan tak terucap itu merupakan trauma," tukas Budiawan dalam bedah memoar bertajuk "Kenangan Tak Terucap: Saya, Ayah, dan Tragedi 1965" karya putri almarhum Mayjen Anumerta Sutojo yang terbunuh dalam Tragedi 1965, Dr Nani Nurrachman Sutojo.

Menurut sejarawan itu, penguasa sering mewujudkan sejarah dalam bentuk monumen, museum, film, buku teks, upacara peringatan, dan bentuk-bentuk yang tidak memberi tempat kepada pengalaman dari korban dan pelaku yang sebenarnya.

"Saya sepakat perlunya rekonsiliasi, tapi rekonsilisasi itu memerlukan upaya mendengar dan mengakomodasi pengakuan dari korban dan pelaku yang sebenarnya, sehingga sejarah tidak dibaca secara politis, melainkan membaca sejarah secara humanis," katanya dikutip antara.

Pandangan yang sama juga dikemukakan pengajar Fakultas Psikologi Ubaya Dr Elly Yuliandari Psi. "Saya kira buku ini wajib dibaca oleh pelajar, mahasiswa, dan bangsa ini, karena Bu Nani menyikapi trauma dengan dua cara yakni memaafkan tanpa melupakan dan menyosialisasikan perlunya rekonsiliasi. Itu luar biasa," paparnya.

Sementara itu, Nani Nurrachman Sutojo menegaskan bahwa tragedi penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan enam jenderal yang dipimpin Komandan Batalyon Cakrabhirawa merupakan fakta sejarah yang bersifat sepihak.

"Kita perlu dan butuh untuk menyajikan kembali masa lalu sebagaimana sejatinya dialami oleh para korban dan pelaku, dan bukan berdasarkan persepsi dan evaluasi sepihak, siapapun pihak tersebut," katanya dalam bedah buku karyanya di Gedung Serbaguna Fakultas Hukum (FH) Universitas Surabaya (Ubaya), Jumat.

Dalam bedah memoar bertajuk "Kenangan Tak Terucap: Saya, Ayah, dan Tragedi 1965" yang juga menampilkan Budiawan PhD (sejarawan, pengajar Prodi Kajian Budaya dan Media Pascasarjana UGM Yogyakarta) dan Dr Elly Yuliandari Psi (pengajar Fakultas Psikologi Ubaya), ia mengatakan penyajian masalah lalu perlu narasi secara intelektual.

"Narasi ulang sejarah sejak Tragedi 1965 hingga kini yang ditulis tidak dengan emosional itu harus merupakan jawaban atas pertanyaan yang hingga kini masih menggema dalam pikiran saya, yakni dalam bentuk apa masa lampau akan kita serahterimakan kepada masa depan?" tuturnya.

Penulis memoar yang juga pengajar Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta itu menunjuk kemampuan pemimpin bangsa ini yang mampu menjadi mediator dalam memfasilitasi penyelesaian konflik yang terjadi pada bangsa lain, bahkan dapat berdamai dengan "tetangga" Timor Leste, tetapi tak kunjung selesai dengan Tragedi 1965.

"Setiap usaha untuk mengkonstruksi kebenaran tunggal mengenai sejarah akan menyebabkan kita terjerembab dalam permainan klaim kekuasaan yang memosisikan sebagai 'pemenang' dan pihak lain sebagai pihak yang 'kalah'. Dikotomi yang justru mengaburkan sejarah itu sendiri," ujarnya.

Dalam bukunya itu, Nani Sutojo bukan hanya menyinggung tentang sejarah masa lalu yang perlu "diluruskan" dengan narasi baru, tetapi juga menawarkan penyembuhan bagi luka dan trauma dalam sejarah bangsa ini dengan "memaafkan tanpa melupakan" sebagai upaya rekonsiliasi, karena manusia tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lain.