Rabu, 02 Oktober 2013

Kurang sarana, anggota Polri tak minat jadi intel


Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan mengatakan, saat ini, ada masalah khusus yang terjadi di internal Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Mabes Polri.

Masalah tersebut terdapat di sistem rekrutmen anggota intelijen Mabes Polri. "Tidak banyak anggota Polri yang mau menjadi intel, itu juga jadi masalah. Karena saat ini, SDM di bidang intelijen, itu terbatas," kata Edi di Kantor Kompolnas, Jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2013).

Menurut beberapa catatan yang dimiliki oleh Kompolnas, banyak anggota Polri yang telah selesai mengikuti Akademi Kepolisian (Akpol), ketika ditawarkan untuk menjadi intelijen langsung menolak.

"Tentunya ini akan menjadi perhatian juga, kami harus gugah mereka biar ada anggota Polri menjadi anggota intel," tegas Edi.

Selain itu, menurut Edi, alasan banyaknya anggota Polri yang tidak ingin menjadi seorang intel, karena sarana dan prasarana untuk seorang intel tidakl memadai.

"Sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Selain itu, kalau intel tidak kelihatan kerjanya, tidak seperti reserse yang kerjanya kelihatan," ujar Edi.

Saat dikonfirmasi, apakah alasan lain anggota Polri tidak banyak yang ingin menjadi intel karena tidak banyak menghasilkan uang, Edi pun membenarkan. "Mungkin bisa ditafsirkan seperti itu. Tapi memang itulah yang menjadi kendala," papar Edi.

Untuk itu, menurut Edi, Kompolnas akan terus membantu Baintelkam untuk memperkaya SDM Intel Mabes Polri.

70.000 Ton Uranium Indonesia Jadi Incaran Negara Penjajah

Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memperkirakan terdapat cadangan 70 ribu ton Uranium dan 117 ribu Thorium yang tersebar di sejumlah lokasi di Indonesia, yang bisa bermanfaat sebagai energi alternatif di masa depan.

"Untuk Uranium potensinya dari berbagai kategori, ada yang dengan kategori terukur, tereka, teridentifikasi dan kategori hipotesis, sedangkan Thorium baru kategori hipotesis belum sampai terukur," kata Direktur Pusat Pengembangan Geologi Nuklir Batan Agus Sumaryanto di sela peluncuran Peta Radiasi dan Radioaktivitas Lingkungan di Jakarta, Senin (20/5/2013).

Sebagian besar cadangan Uranium kebanyakan berada di Kalimantan Barat, dan sebagian lagi ada di Papua, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat, sedangkan Thorium kebanyakan di Babel dan sebagian di Kalbar.

Kajian terakhir dilakukan di Mamuju, Sulbar, di mana deteksi pendahuluan menyebut kadar Uranium di lokasi tersebut berkisar antara 100-1.500 ppm (part per milion) dan Thorium antara 400-1.800 ppm.

Ia mengatakan, pihaknya telah menyusun Peta Radiasi dan Radioaktivitas Lingkungan sebagai data dasar, sehingga kalau ada kenaikan radiasi yang disebabkan faktor bukan alami misalnya radiasi hasil lepasan industri atau kecelakaan nuklir, bisa diketahui dengan cepat.

Pakar ekonomi dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, Syarkawi Rauf mengatakan, kandungan tambang uranium di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, kini menjadi incaran beberapa negara asing.

"Potensi tambang uranium di Mamuju merupakan yang terbaik di Indonesia. Sehingga pemanfaatannya harus hati-hati dan dikelola untuk kemakmuran rakyat, bukan menguntungkan pihak asing," kata Syarkawi Rauf ketika dihubungi di Makassar, Senin (13/5).

Menurutnya, pemanfaatan uranium bukan hanya untuk menghasilkan tenaga nuklir untuk kepentingan pertahanan, tapi juga untuk dikelola sebagai bagian pengembangan ekonomi.

"Misalnya, sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dalam mendukung ketersediaan listrik di provinsi hasil pemekaran Sulsel ini," katanya.

Dia mengatakan, sadar atau tidak, kandungan uranium di Sulbar telah diketahui banyak negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat (AS), Rusia, China, dan banyak negara besar lainnya. Karenanya, tambah Syarkawi, pemerintah RI tidak boleh gegabah jika memiliki rencana mengelola sumber energi tersebut.

Kalau untuk kepentingan ekonomi domestik dan memenuhi kebutuhan ketersediaan pasokan listrik, kata Syarkawi, maka reaktor nuklir untuk pembangkit listrik bisa didirikan di Sulbar.

"Kalau kita bisa memanfaatkan uraium sebagai sumber energi listrik, daerah ini akan maju dan tidak akan pernah kekurangan listrik. Hanya saja kita belum punya teknologi untuk memanfaatkan uranium," kata Syarkawi.

Syarkawi yang juga anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pusat ini mengatakan kebutuhan akan energi sampai saat ini mengalami peningkatan yang sangat pesat.

"Peningkatan kebutuhan akan energi merupakan sebuah bentuk penyesuaian dengan kemajuan zaman. Satu sumber energi yang posisinya sangat vital bagi masyarakat adalah energi listrik," katanya.

Dia menjelaskan, listrik bisa dihasilkan dengan mendirikan PLTN. Jenis pembangkit listrik seperti itu menggunakan proses pembelahan inti atom uranium yang akan menghasilkan energi nuklir yang sangat besar.

"Itu sebabnya, Iran sangat ngotot mengembangkan dan mengelola sendiri nuklirnya. Karena listrik yang dihasilkan sangat besar dan mampu memenuhi kebutuhan negaranya," kata Syarkawi.

Sikap Iran untuk tidak menyerahkan pengelolaan uraniumnya kepada negara asing, kata dia, patut dijadikan contoh sehingga pemerintah RI harus berhati-hati.

Kedatangan utusan Pemerintah Amerika Serikat (AS) ke Sulbar, ungkap Syarkawi, harus benar-benar dimanfaatkan untuk membangun kerjasama yang saling menguntungkan.

"Mereka boleh bawa bantuan masuk, tapi tidak berarti boleh mengambil apa saja yang mereka mau. Kalau memang ada kerjasama maka harus saling menguntungkan. AS bisa masuk dalam bantuan teknologi dan dana. Kerjasamanya harus berbentuk 'mutual partnership'," ujar Syarkawi.
TGR. 

Bung Karno Orang Sipil, Tapi Paham Bagaimana Visi Besar Dijalankan

 

Strategi Iran berbeda dengan Korea Utara dan Kuba-- sebagai salah satu matarantai "Axis of Evil" dalam sebutan Paman Sam.
Korea Utama mengisolasi rakyatnya sambil memperkuat basis militer, khususnya teknologi nuklir dan rudal antar benua. Inipun dipakai 'bargaining' tarik ulur mendapatkan bantuan logistik dari luar negeri, sekaligus alat gertak negara tetangga. Ilmuwannya bermadzhab Russia atau Tiongkok.

Kuba dibawah Fidel Castro memilih meningkatkan sumberdaya manusia, khususnya dalam melahirkan "dokter rakyat", yang bisa diperbantukan di negara tetangga. Program model puskesmas di pelosok juga digalakkan. Ilmuwan dan dokternya lulusan Eropa. Teknisi militernya belajar ke Russia. Meski jaraknya 'selemparan batu' dari AS, Kuba relatif stabil dan mandiri. Jaringan sesama negara "Kiri" bersama Venezuela, Argentina, Brasil, Uruguay, Cile, Nikaragua, Bolivia, dan Ekuador, di Amerika Selatan juga terjaga.

Bagaimana dengan Iran? Berhenti saja ngomongin Syiah! Sekarang kita ngaji geopolitik sejenak!

Iran ini persis Jerman yang dikerdilkan Sekutu melalui Traktat Versailles pasca Perang Dunia II. Traktat yang membonsai angkatan perang Jerman di laut, udara, dan darat. Toh, pemimpin Jerman, khususnya sejak dipegang Hitler, diam-diam membangun kekuatan militer. Perwira yang disekolahkan di luar negeri diminta pulang, begitu pula para ilmuwan, teknisi dan teknolog. Hasilnya: dengan cepat Jerman bangkit melahirkan alutsista paling yahud di zamannya: Pesawat pemburu Messerschmit Me-109 di udara, tank PanzerKampfwagen (PzKpfw) V Tiger di darat, dan yang paling legendaris armada kapal selam U-Boat yang sempat bikin Winston Churchill frustrasi! Hasilnya bisa dilihat dalam PD II, baik di front Eropa maupun koloni Afrika, dimana Jerman sempat menjadi jagoan tunggal sebelum dikeroyok Sukutu ramai-ramai.

Nah, Iran juga nggak jauh beda. Pasca revolusi dan perang Iran-Irak kemudian dijepit embargo, di era Rafsanjani, Khatami, dan Ahmadinejad, upgrade alutsista dan alih teknologi militer berjalan stabil dan terus meningkat. Khususnya pada pengembangan rudal jelajah, kapal selam, kapal rudal cepat, pesawat nirawak hingga drone! Di antara kuncinya: mau memanfaatkan talenta dan sumberdaya manusianya sekaligus pasokan teknologi dari Pakistan, Russia dan Korea Utara.

Ini negara tertutup tapi terbuka. Dikatakan tertutup karena AS dan sekutunya tetap mengembargo Iran, dibilang terbuka karena memberi ruang kerjasama dengan negara non-Sekutu AS. Lebih terbuka lagi manakala melihat bahwa Presiden Iran yang baru, Hassan Rohani, dan wakilnya yang anggun dan cerdas, Elham Aminzadeh, sama-sama alumni Universitas Glasgow, Skotlandia. Rohani, yang menyertai Khomaini di pengasingan di Perancis itu, bahkan seorang poliglot yang pernah menjadi juru runding nuklir.

Mekanisme memanfaatkan alumni Barat untuk melawan Barat juga dipakai Jepang beberapa saat setelah era Restorasi Meiji. Faktanya, Jepang menghancurkan armada laut Rusia pada 1905. Beberapa tahun berikutnya, anak-anak cerdas dari Jepang dikirim "kulakan ilmu" di Barat. Proses Amati, Tiru, Modifikasi (ATM) ini yang dipakai Jepang membangun teknologi dan armada militernya. Faktanya, beberapa perwira militer Jepang yang terlibat dalam penyerbuan di Pearl Harbor adalah alumni Barat. Bahkan, Laksamana Isoroku Yamamoto, panglima tertinggi militer Jepang, adalah lulusan Amerika!

Di Indonesia, Bung Karno sebenarnya melakukan langkah serupa. Era 1960-an Indonesia merupakan salah satu kekuatan militer yang disegani di Asia Pasifik. Beberapa perwira disekolahkan ke AS, Australia dan Uni Sovyet. Pulang diminta mengabdi.
Bung Karno orang sipil, tapi paham bagaimana visi besar dijalankan. Bung Karno orang teknik, insinyur, tapi paham jika bangsa Indonesia anakcucu pelaut jempolan. Untuk itu, Bung Karno bangga menyebut Indonesia sebagai bangsa maritim, sebagai pelanjut kebesaran armada laut Sriwijaya, Singhasari, Majapahit, dan Demak! Makanya, Bung Karno memanjakan angkatan laut dengan kapal selam tercanggih di eranya, dengan beberapa skuadron pesawat Hercules, Antonov, MiG, dan tank yang juga upgrade di era itu.

Kekuatan militer Indonesia justru amburadul saat dipimpin militer, Jenderal Soeharto. Di buku sekolah, ditanamkan jika bangsa kita adalah bangsa agraris, bukan maritim. Hilanglah kecintaan kita terhadap samudera yang kekayaannya justru dikeruk bangsa asing.
Sebagai bangsa agraris, pertanian Indonesia justru porakporanda akibat revolusi hijau yang dicangkokkan Barat. Benih padi unggulan yang diwariskan turun temurun mulai punah, sistem tanam padi melalui local wisdom tak lagi diingat, pupuk organik yang aman malah diganti pupuk kimia (yang diwajibkan oleh pemerintah melalui KUD). Efeknya, meskipun mencapai swasembada pangan tahun 1985 dan Pak Harto mendapatkan penghargaan dari FAO, tapi kondisi tanah teracuni dan mengakibatkan serbuan hama tiada henti. Belum lagi adanya kartel gabah dan mafia impor beras yang membuat banyak petani meraung sedih.

Kekuatan militer semakin lemah karena sejak awal Orde Baru ada Dwifungsi ABRI (hal ini yang sejatinya ditentang Jenderal Soedirman akhir 1940-an saat melihat campur tangan sipil di militer, begitu pula sebaliknya, sungguhpun saat itu belum ada istilah Dwifungsi yang dicetuskan Jenderal AH Nasution pasca G-30s/PKI).

Di era Pak Harto pula terjadi intrik di tubuh militer antara jenderal tempur dan jenderal salon (hanya duduk manis di balik meja), antara kubu jenderal merah putih dengan jenderal hijau di era 1990-an, dan kecemburuan AL dan AU terhadap AD. Maklum, Pak Harto orang AD. Di internal AD juga ada kecemburuan terhadap Kodam Brawijaya dan Kodam Diponegoro. Kodam Brawijaya dianakemaskan karena membantu Pak Harto menyingkirkan PKI, Kodam Diponegoro istimewa karena Pak Harto lama berkarier di sini. Lazimnya, Pangab/Panglima ABRI di zaman itu diambil dari kodam ini, jarang yang dari Siliwangi, Cenderawasih, atau Bukit Barisan. Lagipula, Kostrad lebih dielus-elus karena Pak Harto juga mantan Pangkostrad!

Di era Gus Dur, dimulailah pemisahan TNI/Polri. TNI bagian pertahanan, Polri di bagian keamaanan. Gus Dur orang sipil yang ingin mengembalikan TNI ke barak. Selain itu di zaman GD mulai ada rotasi Panglima TNI secara bergilir dari tiga angkatan. GD juga membentuk kementerian kelautan setelah membubarkan Kementerian Penerangan. Menteri kelautan ini menjadi salah satu aspek perhatian GD agar kita, bangsa Indonesia mencintai samudera, sebagaimana Nuswantara zaman lampau.

Aaaah, kejayaan bangsa ini di era lampau dan ketidakberdayaan kita di dalam berbagai bidang, saat ini, sedikit mengingatkan kita pada tangis pilu Pramoedya Ananta Toer dalam novel karyanya: "Arus Balik!"
TGR. 

Rusia Tawarkan Rudal S-300 Tuk Rontokkan Pesawat Australia


Rusia Tawarkan Rudal S 300Mungkin kita sudah mendengar bagaimana F-18 US dengan seenaknya melintasi wilayah udara Indonesia. Begitu pula dengan pesawat negara lain, seperti Australia dan Malaysia.

Bahkan 2 jet tempur F-16 RI yang datang menghalau, justru di-”lock” oleh F-18 US di perairan Bawean dan disuruh menjauh.
f 18 super hornet gHAHj 691 300x199 Rusia Tawarkan Rudal S 300
TNI-AU telah menjalankan tugasnya dengan mengirim F-16 dan mengidentifikasi pesawat asing yang dianggap menerobos.
Tapi bagaimana dengan peran Arhanud ?.
Tentu Arhanud tidak bisa berbuat apa-apa karena sistem pertahanan mereka tidak bisa menjangkau F-18 US. Kalau demikian, satuan mana yang bertanggung jawab menjaga wilayah udara Bawean ?. Padahal tugas Arhanud adalah pertahanan udara medan operasi serta pertahanan udara nasional.
zur 23mm 300x190 Rusia Tawarkan Rudal S 300
Dari kasus tersebut, terlihat jelas ada “black hole” dalam sistem pertahanan udara Indonesia.
Kondisi ini membuat kewibawaan Indonesia berkurang, khususnya terhadap negara-negara tetangga. Mereka mengetahui Arhanud Indonesia hanya bisa bertahan total sambil menunggu diserang.
Itu baru ancaman penyusupan (intruder). Bagaimana pula dengan peran Arhanud untuk melindungi gerakan satuan lain seperti, Batalyon Tank Leopard 2A6,Heli Serbu MI-35, MLRS, Skuadron UAV dan lain sebagainya.
Teknologi senjata pesawat telah berkembang dengan pesat. Musuh tidak perlu lagi menghampiri sasaran untuk melakukan penghancuran. Apakah kondisi ini harus dihadapi satuan darat Indonesia, dengan mencoba melindungi diri sendiri mengandalkan rudal panggul jarak pendek/manpads ?.
Radar-radar Rusia Tawarkan Rudal S 300
Diskursus dan pengkajian mendalam tentang pertahanan udara nasional telah dilakukan secara mendalam. Arhanud juga telah mengusulkan dilengkapinya peralatan mereka dengan rudal anti-udara jarak menengah.
Apakah kekosongan pertahanan udara itu akan tetap dibiarkan ?. Akankah pesawat pesawat asing dengan seenaknya melintasi wilayah RI ?.
Beberapa tahun terakhir, Indonesia terus membeli peralatan tempur yang canggih dan tentunya mahal. Antara lain: Jet tempur Sukhoi, Helicopter Serbu MI-35, Korvet Sigma, Meriam 155mm Caesar, UAV Heron, Tank tempur Utama Leopard 2A6, dan sebagainya.
Armada perang yang canggih dan mahal itu membutuhkan “Umbrella”, agar bisa berfungsi dengan maksimal.
Pengadaan rudal jarak menengah tampaknya harus menjadi keniscayaan bagi modernisasi alutsista TNI. Namun, apakah rudal tersebut akan dibeli ?
Jika tidak salah rudal jarak menengah telah masuk ke dalam daftar belanja alut sista TNI tahun 2011. Namun rudal yang dipilih, belum jelas.
Rudal Anti-Udara S 300 Rusia
Kandidatnya bisa saja S-300P (SA-10 Grumble). Saat ini Rusia benar-benar mengandalkan rudal S-300P untuk melindungi ibukota negara mereka, Moscow. bahkan ada sekitar 80 baterai S-300 di sekitar Moscow, untuk melindungi penduduk dan aset-aset berharga di kota itu.
Teater S-300 yang digelar Rusia, membuat banyak negara yang juga menggunakan rudal ini, termasuk: China, Vietnam, Korea Utara, Suriah, Iran, serta negara-negara Amerika Latin dan Eks-Uni Soviet.
Negara terakhir yang tertarik dengan S-300 adalah Turki yang nota-bene anggota NATO.
S 300 surface to air missile Rusia Tawarkan Rudal S 300
Uji Tembak S-300 Iran
S-300P mempunyai jarak tembak di atas 150 km dengan kecepatan 4 Mach. Rudal pintar ini mampu menyergap benda yang terbang rendah maupun tinggi (25M- 25KM). Rudal anti serangan udara ini mampu mendeteksi, menyergap dan menghancurkan: Pesawat, Helikopter, Drone, Roket Balistik, serta Peluru Kendali. Varian yang populer saat ini adalah: S-300PMU-1, S-300PMU-2 Favorit (SA-20).
China yang menggunakan SAM S-300 sejak tahun 1990-an, berhasil mengeluarkan varian nyadengan nama HQ-12 atau FT-2000. Namun HQ-12 lebih didisain untuk menghancurkan Intelligence Surveillance dan Reconnaissance seperti: E-3 AWACS, E-8 JSTARS dan E-2C Hawkeye. China mengkombinasikan S-300P dan HQ-12, untuk pertahanan udara mereka.
Jika tidak berhasil mendapatkan S-300P Rusia, tampaknya Indonesia akan melirik HQ-16 atau KY-80. Aparat TNI dari Kosek Hanudnas Tiga Medan, telah melihat uji tembak HQ-16 di Gurun Gobi China, akhir tahun 2011.
Radar HQ-16 mampu menjejak sasaran sejauh 150 km dan melakukan pencegatan hingga 50 km. Rudal ini diklaim China bisa menembak pesawat tempur, rudal terbang tinggi dan rendah, hingga Drone/UAV. HQ-16 China Rusia Tawarkan Rudal S 300
HQ-16 China
Untuk urusan kehandalan rudal, mungkin China bisa membusungkan dada. jangankan pesawat atau misil, Satelit yang berada di ruang angkasa saja, pernah ditembak jatuh oleh China, untuk menunjukkan kemampuan rudal mereka. So…mau pilih yang mana ?
TGR. 

Pengetahuan Umum Terkait Teroris Masih Remang-Remang

 
Berbeda dengan pada saat menghadapi sisa-sisa G 30 S/PKI setelah PKI dibubarkan pada tahun 1966, dimana jelas ditingkat Pusat dikejar semua tokoh yang tergolong anggota Polit Biro CCPKI, aggota CC PKI, CDB PKI, CS dan unsur-unsurnya dibawah yang bekerja atas dasar Strategi Desentralisasi Mutlak dan Centralisasi Insidentil, yang intinya secara otonom semua unsur PKI dimanapun harus melakukan perlawanan sendiri-sendiri tanpa menunggu komando dari Pusat, kini dalam menghadapi aksi-aksi teror pengetahuan umum kita agak remang-remang. 

Demikian dikemukakan Soedibyo seraya menambahkan, saat ini masyarakat banyak mempertanyakan siapakah sebenarnya pelaku terorisme dewasa ini, bagaimana strategi mereka dan nota bene bagaimana situasi mereka dewasa ini. 
“Kita secara tiba-tiba berulang kali dikagetkan oleh terjadinya penggerebegan dan penangkapan atas mereka yang disangka unsur teroris, namun gambaran tentang struktur organisasi, kekuatan dan penyebaran mereka tidak jelas,” tambah mantan Kepala Bakin ini.
Menurut purnawirawan Jenderal berbintang tiga ini, memang terdapat dilema, pada satu sisi dengan alasan kerahasiaan operasional berbagai informasi tentang aktivitas terorisme dewasa ini tidak mungkin di ekspose.
“Tetapi untuk mempolisikan masyarakat, atau menjadikan masyarakat ikut aktif membantu Polisi dalam berbagai tugas keamanan termasuk menghadapi ancaman teroris, maka dengan pengetahuan yang nihil, jelas mustahil  program mempolisikan masyarakat dapat berjalan,” urainya.
Oleh sebab itu, saran Soedibyo, BNPT sebagai Kopkamtib mini, ada baiknya memikirkan  cara bagaimana tanpa mengeksopose berbagai  rahasia dari kegiatan operasional yang sedang dilakukan, ada informasi terbatas siapa sebenarnya pelaku terorisme di Indonesia dewasa ini, bagaimana struktur organisasi, kekuatan,  strategi, tujuan dan kegiatannya.
“BNPT dan Densus 88 kemungkinan selain kemampuan operasionalnya di lapangan juga perlu didukung tim penyelidik dan tim analis yang kuat, sehingga kekuatan kelompok teroris dapat dipantau kekuatan, kemampuan, pimpinan, lokasi,  dislokasi dan gerakannya,”jelasnya.
Soedibyo memperkirakan oknum-oknum terduga teroris seperti Imam Syafei semacam ini diperkirakan sulit dimanfaatkan pengembangan perkaranya, selama tidak diketahui  peta dasar situasi organisasi, lokasi penyebaran dan tokoh-tokohnya,” urainya.
TGR. 

Tantangan Perang Asimetris

 
Dalam ekonomi dikenal asimetri informasi yang terjadi jika salah satu pihak dalam transaksi memiliki informasi lebih baik atau banyak dibandingkan pihak lain. Dibanding pembeli, penjual lazim memiliki informasi lebih banyak atas produk meski kondisi sebaliknya mungkin terjadi. Kondisi ini pertama kali dijelaskan oleh Kenneth J. Arrow dalam artikel 1963 berjudul "Uncertainty and the Welfare Economics of Medical Care" di jurnal American Economic Review. George Akerlof kemudian menggunakan istilah informasi asimetris dalam The Market for Lemons - Pasar Barang Kacangan (1970). Yang menyebutkan nilai rata-rata komoditi dalam pasar asimetris cenderung turun, bahkan untuk barang berkualitas bagus. Penjual yang tidak berniat baik bisa menipu pembeli dengan mengesankan seolah barang yang dijualnya bagus. Sehingga banyak pembeli yang menghindari penipuan, lalu menolak bertransaksi atau enggan mengeluarkan uang besar. Akibatnya, penjual yang benar-benar menjual barang bagus tidak laku karena hanya dinilai murah oleh pembeli, Alhasil pasar akan dipenuhi barang bermutu buruk

Konsep asimetri informasi ini kemudian berkembang dan dimanfaatkan di ranah militer. Sehingga strategi perang kemudian berevolusi dari yang semula konvensional menjadi non-konvensional (asimetris). Seperti perang Psy War dengan menebar isu yang bersifat mengganggu stabilitas negara sasaran. Strategi ini murah meriah karena perang Asimetris tidak menggunakan banyak alutsista. Cukup melempar isu provokatif maka stabilitas negara sasaran akan goyah. Tapi ini bukan berarti kekuatan perang konvensional berupa Alutsista canggih tidak akan dipergunakan lagi. Justru untuk mengantisipasi kegagalan strategi Asimetris, kekuatan konvensional mesin perang modern tetap disiagakan guna alat eksekusi berikut. Inilah yang dimaksud dengan Hard Power dimana sebuah Negara yang memiliki militer kuat cenderung menggunakan kekuatan militer sebagai penekan untuk mendukung diplomasinya agar sasaran tunduk dan patuh

Jadi cukup dengan strategi Asimetris saja yang berbiaya murah dan sederhana AS sudah mampu menggoncangkan pemerintah indonesia lewat isu, informasi, kebebasan, budaya, ekonomi, narkoba, korupsi dan lain sebagainya…

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Samsoedin bahwa dunia strategi dan pertahanan sedang memasuki babak baru, perang asimetris. ”Kita harus menanggalkan cara berpikir perang konvensional. Banyak hal yang terjadi tanpa disadari adalah dampak perang asimetri. Media digunakan sedemikian rupa mengumbar sensasi. Perang asimetri itu bukan menghadapkan senjata dengan senjata atau tentara melawan tentara,” ujarnya.

Wamenhan mengingatkan, negara yang secara ekonomi dan kesenjataan lemah adalah sasaran utama perang asimetris. Sebagai contoh, media internet atau media massa tanpa sadar dipakai untuk memengaruhi cara berpikir atau melemahkan bangsa. Pemberitaan dua media Australia mengenai kebijakan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan situasi politik di indonesia beberapa waktu lalu juga termasuk upaya pemerintah Australia melancarkan strategi Asimetris dengan tujuan menggoyah stabilitas pemerintah indonesia lewat jaringan informasi.

Apa sih yang susah dilakukan di era teknologi dan informasi sekarang ini yang segala sesuatunya dapat dengan mudah dan murah di akses lewat media jaringan seperti Youtube, Tweeter, Facebook, Media Cetak maupun Elektronik. Tapi yang membuat saya heran, ternyata bangsa lain tidak perlu dengan susah payah untuk melemahkan Indonesia, cukup lewat tangan rakyatnya sendiri yang sudah berhasil di otak-atik mereka sudah berhasil mengacak-acak stabilitas Negara Indonesia dengan sendirinya…
 

Ancaman TRIAD, Jaringan Cina Perantauan dan Intelijen Cina

Selama ini banyak kalangan terlalu fokus terhadap sepak terjang intelijen Amerika Serikat, CIA, yang memang sudah malang melintang di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. CIA terlibat dalam berbagai peristiwa politik, dan bahkan perubahan politik di berbagai negara termasuk Indonesia.

Tetapi, sekarang bukan hanya CIA yang terlibat dalam perubahan politik di Indonesia, tetapi intelijen Cina (CHIS) sangat aktif di Indonesia, terus melakukan rekayasa politik, dan terlibat perubahan lebih luas. Tujuannya agar Indonesia menjadi bagian kepentingan Cina. Indonesia akan menjadi satelit, dan lebih jauh menjadi tanah "jajahan" bagi Cina perantauan yang sekarang ini sudah menguasai ekonomi Indonesia.

Melalui langkah-langkah yang sangat sistematis, dan sangat teliti, kekuatan Cina perantauan di Indonesia telah menguasai ekonomi Indonesia. Sekarang, tahapan berikuktnya, yang dilakukan adalah masuk ke pusat-pusat kekuasaan.

Kemenangan Ahok, dan Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, dan usaha-usaha yang sangat sistematis, yang dilakukan oleh Hary Tanoe, yang sudah menguasai jaringan bisnis milik anak-anak Soeharto, sekarang berusaha keras memapankan posisinya di bidang politik menuju kekuasaan. Melalui Nasdem, meskipun gagal, dan sekarang terus berusaha masuk ke partai politik lainnnya.

Kalangan Cina perantauan sudah sangat lama, melakukan penyusupan ke pusat kekuasaan di zamannya Soeharto. Kemudian, kelompok Cina perantauan yang dimotori Liem Soei Liong, berhasil menggunakan kekuasaan Soeharto, dan melakukan kapitalisasi secara sistematis, dan kemudian menguasai seluruh jaringan ekonomi, dan masuk ke kekuasaan, kemudian seperti Bob Hasan yang dikenal sebagai "raja hutan", yang diangkat menjadi menteri oleh Soeharto.

Di era SBY, mereka berhasil melakukan penyusupan, dan pada pusat kekuasaan, seperti Maria Elka Pangestu, seorang tokoh yang pernah menjadi Direktur CSIS, yang bekerjasama dengan Jenderal Ali Moertopo, berhasil memarjinalkan umat Islam secara drastis.

Maka, sejatinya Indonesia sebaiknya jangan hanya disibukkan dengan sepak-terjang badan intelijen Amerika CIA maupun INR (Intelijen Departemen Luar Negeri Amerika Serikat). Cina, sebagai negara adidaya baru di kawasan Asia Pasifik pun sepak-terjang badan intelijennnya kiranya harus mendapat pengawasan ekstra ketat dari Badan Intelijen Negara (BIN) maupun Departemen Luar Negeri RI.

Badan Intelijen Cina yang perlu mendapat perhatian khusus adalah Chinese Intelligence Service (CHIS). Daya jangkau jaringan intelijen CHIS ini ternyata sudah mampu membuat repot CIA dan beberapa lembaga strategis pertahanan Amerika Serikat khususnya yang berkaitan dengan teknologi strategis. Kabarnya, banyak juga rahasia pengembangan teknologi strategis terbaru Amerika yang berhasil bocor ke tangan Cina. Dan ini, berkat keberhasilan operasi intelijen CHIS.

Selain itu, CHIS dalam berbagai kesempatan berhasil melancarkan operasi intelijen dengan tujuan memperkuat jaringan bisnis Cina di luar negeri, termasuk Amerika Serikat dan Kanada. Nah ini dia. Kalau Amerika dan Kanada saja yang jaringan intelijennya cukup ampuh bisa ditembus, apalagi Indonesia yang notabene jaringan pebisnis Cina di Indonesia cukup banyak, dan sudah menyatu dengan masyarakat mayoritas Indonesia pada umumnya.

Inilah salah satu sisi rawan dari gerakan ekspansi Cina ke ASEAN, termasuk Indonesia. Maka tak heran jika kunjungan Presiden Amerika Barrack Obama ke Singapore menjadi salah satu prioritas terpenting pemerintahan Amerika. Karena berkunjung ke Singapore, berarti melakukan komunikasi langsung dengan jaringan pebisnis Cina lintas negara. Baik yang ada di ASEAN, Jepang, Australia, Taiwan, dan tentu saja Hongkong yang sekarang sepenuhnya berada di dalam kekuasaan Cina.

Maka dari fakta tersebut, bisa kita simpulkan bahwa jaringan pebisnis Cina lintas negara tersebut pada perkembangan bisa dipastikan telah menjalin suatu koordinasi dengan pemerintah Cina dan badan intelijen CHIS.

Sekadar ilustrasi, beberapa investor Cina Hongkong dan Cina daratan ternyata memiliki jalinan hubungan dekat dengan para pejabat pemeritah Cina. Kedua, beberapa pengusaha Cina telah mendirikan atau membeli beberapa perusahaan di Kanada melalui anggota keluarga dan kerabat yang telah mendapat kewarganegaraan Cina di Kanada.

Bayangkan. Siapa bilang orang Cina itu setia kepada negara dia bermukim. Dari kasus ini terungkap bahwa betapapun lamanya dia bermukim di suatu negara, tetap saja kesetiaannya pada negara leluhurnya di Republik Rakyat Cina. Apalagi didukung oleh CHIS sebagai perangkat jaringan intelijen untuk menggalang kesetiaan komunitas Cina tersebut untuk penguatan jaringan bisnis Cina di luar negeri.

Beberapa Modus Operandi CHIS

Menurut berbagai riset Global Future Institute, ada tiga kelompok yang patut mendapat perhatian khusus berkaitan dengan operasi intelijen CHIS. Pertama, Geng Kriminal Cina (TRIAD). Kedua, jaringan pebisnis Cina, biasanya dari Hongkong dan Taiwan, serta warga Cina yang memiliki akses langsung kepada para pejabat tinggi Cina. Biasanya dengan memanfaatkan warga Cina di perantauan yang memiliki hubungan kekerabatan dengan beberapa petinggi pemerintahan di Beijing.

Geng kriminal seperti TRIAD ini kerap digunakan oleh beberapa perusahaan Cina untuk menjalankan beberapa operasi tertentu. Maka tak heran dalam kasus di Kanada, para agen CHIS telah merekrut beberapa warga Kanada etnis Cina sebagai mata rantai dari operasi intelijen CHIS memperkuat dominasi jaringan pebisnis Cina di luar negeri. Tentu saja hal ini sepenuhnya atas sepersetujuan atau bahkan atas perintah dari pemerintahan Cina di Beijing.

Dengan kata lain, CHIS dalam berbagai kasus di luar negeri, dalam operasinya telah berhasil menggalang para pebisnis Cina perantauan untuk membangun konglomerasi bisnis atau bahkan kartel yang dikuasai kepemilikannya oleh para pebisnis Cina.

Beberapa riset kami mengungkap bahwa tokoh sentral operasi penguatan etnis Cina di Amerika Serikat adalah Li Ka Shing, milyader Amerika asal etnis Cina. Jaringan bisnisnya bahkan sudah meluas sampai Kanada. Vancouver, bahkan sepertiganya berhasil dikuasai jaringan bisnis Li Ka Shing dan anak laki-lakinya.

Dan yang lebih menarik lagi, Li Ka Shing ternyata mempunyai jalinan hubungan yang cukup erat dengan para petinggi pemerintahan Cina. Bahkan, beberapa perusahaan Li Ka Shing dijadikan sebagai perusahaan terdepan (The Front Company) yang dikendalikan pemerintahan Beijing.

Caranya, beberapa sumber keuangan Cina melakukan investasi US 400 juta ke beberapa perusahaan Li Ka Shing. Tak heran jika beberapa kalangan di pemerintahan dan otoritas keamanan Amerika menuduh kiprah dan kegiatan bisnis Cina di Amerika sebagai kedok dari kegiatan spionase (mata-mata) ekonomi, politik dan militer untuk Cina. Dan pelaku utama dari operasi ini adalah: Triad (Geng Kriminal), jaringan pengusaha Cina perantauan, dan para agen intelijen CHIS itu sendiri.

Bisa dimengerti jika pada perkembangannya, aktivitas Li Ka Shing dipandang oleh pihak berwenang di Amerika tidak sekadar ancaman dari segi bisnis, melainkan juga sebagai sumber ancaman keamanan nasional.  Karenanya, Li ka Shing dan perusahaan induknya Hatchison Whampoa, saat ini berada dalam pengawasan ketat pihak keamanan Amerika.

Indonesia, selain disibukkan oleh gerakan jaringan intelijen Amerika dan Uni Eropa, ada baiknya mulai secara serius memantau operasi intelijen Cina di Jakarta. Mungkinkah Anggodo Wijoyo bagian dari mata rantai jaringan intelijen dan kepentingan strategis pebisnis Cina perantauan di Indonesia dan Singapore? Beberapa waktu yang lalu, Anggodo Wijoyo sudah membuat kekacauan di Indonesia, akibat ulahnya, terutama terkait dengan sejumlah pejabat dibidang hukum.

Sungguh sangat mengerikan langkah-langkah yang dilakukan oleh jaringan kekuatan Cina perantauan yang sekarang sudah masuk ke pusat kekuasaan, dan akan menghancurkan secara sistematis kaum pribami, dan pribumi yang Muslim hanya akan menjadi budak Cina.

The Global Review.