Dalam rangkaian kunjungan kerjanya kepada
pasukan TNI yang sedang bertugas dalam Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa
diseluruh belahan dunia, Komandan Pusat Misi Pemelihara Perdamaian (PMPP)
TNI, Brigjen
TNI AM. Putranto, selama beberapa hari berada ditengah-tengah Pasukan Satuan Tugas Kompi
Zeni (Satgas Kizi) TNI Kontingen Garuda (Konga) XXXVII-A/MINUSCA (United Nations Multi-Dimensional Integrated
Stabilization Mission in Central African Republic),
di Bangui, Central African Republic.
Dalam kunjungan kerja tersebut, Komandan
PMPP
TNI berkesempatan meresmikan Camp Garuda bagi Satgas Kizi TNI Konga
XXXVII-A/Minusca, pada Senin pagi (24/11/2014), dengan upacara yang
berlangsung khidmat
ditandai dengan dilakukannya pengibaran perdana Sang Merah Putih,
Bendera PBB (UN
Flag) dan Bendera negara Central African Republic (CAR), diikuti oleh seluruh personil Satgas.
Camp Garuda yang memiliki luas sekitar
2,5 Ha terletak disisi runway Bandara Internasional Mpoko Bangui
tersebut merupakan bagian dari areal Super Camp bagi misi PBB Minusca di
CAR yang direncanakan akan mempunyai luas area sekitar 55 Ha. Satgas Kizi TNI
Konga XXXVII-A/Minusca telah hadir sebagai Pionir sejak sebelum misi PBB
di CAR dibuka pada 15 September 2014 lalu, dengan diawali oleh Pre Advance
Team yang berjumlah 15 orang pada Mei 2014 yang kemudian disusul secara
bertahap sampai Agustus sehingga seluruh personil dan material tiba di Bangui
CAR. Tugas Satuan TNI adalah memberikan bantuan dukungan perencanaan dan
pembangunan bagi seluruh fasilitas misi PBB yang seluruhnya dimulai dari 0
karena misi PBB di CAR ini baru dimulai.
Saat memimpin acara peresmian Camp Garuda, Komandan
PMPP TNI Brigjen TNI
AM. Putranto menyampaikan salam Panglima TNI kepada seluruh prajurit TNI, dan disampaikan pula rasa bangga atas prestasi
yang telah ditunjukkan para prajurit sejak melaksanakan misi Minustah di Haiti
yang dilanjutkan dengan melakukan Inter Misi ke Minusca di CAR dengan
keadaan sehat dan penuh semangat.
Perjalanan panjang dengan menutup dan
membuka misi di dua benua berbeda tentunya menguras tenaga dan pikiran. Akan tetapi semangat untuk berbuat
yang terbaik demi bangsa dan negara telah ditunjukkan oleh para prajurit,
dengan memberikan dukungan penuh terhadap penyiapan dibukanya misi Minusca
sehingga Satgas Kizi mendapat sebutan Enabling Unit, hal ini disampaikan
langsung oleh DMS (Director of Mission Support) UN untuk CAR Michael
Hanrahan saat menerima kunjungan Komandan PMPP TNI di Minusca Head Quarter sehari
sebelumnya.
Selesai acara peresmian Camp, Komandan
PMPP TNI melakukan penanaman pohon kenangan berupa Pohon Mangga yang merupakan
pohon endemik di Central African Republic didampingi Dansatgas Kizi TNI Konga
XXXVII-A/Minusca Letkol Czi Alfius Navirinda Krisdinanto.
|
Selasa, 25 November 2014
Komandan PMPP TNI Resmikan Camp Garuda Konga XXXVII-A di Afrika
Kecepatan Kapal Jadi Dilema di Satuan Kapal Cepat TNI AL
Dengan julukan ‘kapal cepat,’ tak satupun dari pabrikan kapal di
dunia yang punya pegangan standar dalam hal ukuran dan bobot. Ada yang
meluncurkan hanya dalam bobot puluhan ton, ada pula yang beroperasi
sampai ratusan ton. Ukuran dan bobot tampaknya memang bukan masalah
penting. Yang terpenting justru faktor kecepatannya dalam melaju, maklum
namanya juga kapal cepat. Dalam hal kecepatan lah, citra atau pamor
sang kapal cepat ditentukan.
Di lingkungan TNI AL, kumpulan kapal-kapal cepat masuk dalam wadah
Satuan Kapal Cepat (Satkat), yakni Satkat Komando Armada Barat dan
Satkat Komando Armada Timur. Kapal-kapal Satkat punya tugas pokok
sebagai kapal pemukul (striking force) untuk menghancurkan atau
melumpuhkan kapal permukaan lawan. Selain itu, juga memiliki fungsi
sebagai pertahanan anti serangan udara, pengintaian dan pencarian
sasaran operasi serta melaksanakan peperangan elektronika. Oleh
karenanya, kapal ini didesain mempunyai karakteristik sebagai kapal
cepat dengan tingkat kemampuan respon dan manuver tinggi.
Khusus Satkat Koarmabar, dengan sebagian wilayah operasinya berupa perairan dangkal (shallow water),
semi tertutup dan terdiri dari banyak pulau-pulau serta selat-selat
kecil, memungkinkan untuk menerapkan strategi tempur laut dengan
menggunakan kemampuan daya pukul yang dengan cepat dapat menghindar
serta bersembunyi (hit and run). Itu sekilas gambaran eksistensi armada kapal cepat di lingkungan TNI AL saat ini.
Dilema di Performa Kecepatan
Sebagai kapal cepat yang mengemban misi memburu lawan, idealnya kapal cepat dapat melesat sampai 40 knot (sekitar 72 km per jam), atau paling tidak mampu diajak ngebut diatas 30 knot. Namun demikian, pada kenyataan, armada kapal cepat sangat jarang dipacu maksimal kecuali dalam keadaan khusus. Demi efisiensi bahan bakar dan mesin, kapal-kapal ini biasanya dioperasikan dengan kecepatan jelajah sekitar 12-20 knot. Singkat kata, kecepatan untuk laju kapal identik dengan konsumsi bahan bakar yang ‘boros.’ Sebagain informasi, 1 knot sama dengan 1,85 km per jam.
Sebagai kapal cepat yang mengemban misi memburu lawan, idealnya kapal cepat dapat melesat sampai 40 knot (sekitar 72 km per jam), atau paling tidak mampu diajak ngebut diatas 30 knot. Namun demikian, pada kenyataan, armada kapal cepat sangat jarang dipacu maksimal kecuali dalam keadaan khusus. Demi efisiensi bahan bakar dan mesin, kapal-kapal ini biasanya dioperasikan dengan kecepatan jelajah sekitar 12-20 knot. Singkat kata, kecepatan untuk laju kapal identik dengan konsumsi bahan bakar yang ‘boros.’ Sebagain informasi, 1 knot sama dengan 1,85 km per jam.
Dengan performa kecepatan hingga 40 knot, banyak AL di dunia,
termasuk TNI AL, sudah merasa sreg untuk menempatkannya sebagai kekuatan
pemukul taktis. Dengan kecepatan antara 30 – 40 knot, si kapal cepat
sudah mampu mengejar korvet/frigat,
apalagi kapal-kapal penangkap ikan illegal, penyelundup dan perompak.
Selain bicara soal kecepatan, bekal senjata yang dibawa seperti meriam Bofors 57mm, Bofors 40mm, kanon PSU 20mm, torpedo,
dan rudal anti kapal, menjadikan sosok kapal cepat tak hanya unggul
dalam hal kegesitan, tapi juga efektif sebagai pemukul taktis yang
mematikan.
Dengan mengacu pada standar performa kapal cepat yang mampu melesat
diatas 30 knot, nyatanya menjadi dilema tersendiri di lingkup Satkat.
Pasalnya, dari beberapa tipe KCR (Kapal Cepat Rudal) dan KCT (Kapal
Cepat Torpedo), yang benar-benar punya kemampuan mesin dalam klasifikasi
kapal cepat hanya Mandau
Class. Ini merupakan KCR PSK (Patrol Ship Killer) atau dikenal
identitas PSSM (Patrol Ship Multi Mission). Sub varian yang diserahkan
ke Indonesia adalah PSSM Mark 5. Dalam penyebutan lainnya, KCR asal
Negeri Ginseng ini juga dikenal dengan sebutan Dagger Class. Mandau
Class terdiri dari KRI Mandau 621, KRI Rencong 622, KRI Badik 623, dan
KRI Keris 624.
Dengan komposisi material lambung kapal yang terbuat dari bahan
alumunium, KCR Mandau Class sanggup ngebut hingga kecepatan maksimum 41
knot. Kecepatan yang terbilang super ini dapat dilalui berkat adopsi
kombinasi mesin turbin dan diesel. Mesin diesel digunakan saat kapal
melaju dengan kecepatan rendah, aktivasi mesin diesel turut mengehamat
konsumsi bahan bakar. Sementara mesin turbin diaktifkan saat kapal ingin
mencapai kecepatan maksimal, tentu dengan konsekuensi konsumsi bahan
bakar lebih boros. Mesin gas turbin memang lebih boros. Saat kapal
dengan dua propeller ini melaju pada kecepatan 20 knot maka bahan bakar
yang dibutuhkan adalah tiga ton per jam. Bila kecepatan ditingkatkan ke
angka 30 knot maka kebutuhan bahan bakar melonjak jadi empat ton per
jam. Saat mencapai kecepatan maksimal tercatat kapal butuh pasokan lima
ton bahan bakar per jam. Sementara dengan menggunakan mesin diesel, pada
kecepatan normal 12 knot, kapal cukup membutuhkan bahan bakar sebanyak
sembilan ton untuk kebutuhan berlayar selama sehari penuh.
Tapi sayangnya, usia Mandau Class yang di datangkan pada awal tahun
80-an sudah kian menua. Meski punya keunggulan dalam hal mesin, tapi
kemampuan sensor dan persenjataannya sudah ketinggalan jaman. Sebut saja
keberadaan meriam Bofors 57 mm MK1 dan rudal anti kapal MM38 Exocet.
Selain Mandau Class, susunan tipe kapal di armada Satkat TNI AL kini cukup beragam, mulai dari FPB-57 Nav I – Nav V, KCR40 Clurit Class, hingga KCR60 Sampari Class.
Sebagai kapal-kapal keluaran baru, bekal senjata dan sensor yang
ditanamkan jauh lebih sangar ketimbang Mandau Class. Seperti di FPB-57
Nav V ada meriam Bofors 57 MK2, torpedo SUT, dan rudal anti kapal C-802. Kemudian di Clurit Class dipasangi kanon CIWS AK-630 dan rudal anti kapal C-705.
Sementara di Sampiri Class, meski upgrade meriam-nya belum tuntas,
kapal ini mampu menggotong empat rudal anti kapal C-705. Baik Clurit
Class dan Sampiri Class mengadopsi desain anjungan streamline khas korvet SIGMA.
Meski unggul dalam banyak hal, FPB-57 Nav I – Nav V, KCR40 Clurit
Class, dan KCR60 Sampiri Class hanya mampu memacu kecepatan maksimum
antara 28 – 30 knot saja, lantaran kapal-kapal tersebut memang hanya
mengandalkan mesin diesel. Dengan kecepatan dibawah 30 knot, seharusnya
kapal-kapal tadi masuk di kelas kapal patroli (Satrol). Tapi karena
bekal senjatanya yang lethal, statusnya menjadi kapal cepat.
Sebenarnya ada kapal cepat yang bermesin diesel dan mampu ngebut diatas 30 knot, yakni KRI Badau 841 dan KRI Salawaku 842.
Kedua kapal hibah dari Brunei ini sejatinya masuk dalam kelas KCR
Satkat, namun karena bekal rudal anti kapalnya sudah diangkat, statusnya
diturunkan sebagai kapal patroli. Dilihat dari spesifikasi mesin, KRI
Badau dan KRI Salawaku cukup perkasa, ditengai dua mesin diesel MTU 20V
538 TB91b 9000 bhp. Kecepatan maksimumnya yakni 32 knots (59 km/jam),
sementara kecepatan jelajahnya 14 knots dengan kapasitas bahan bakar
yang dapat dibawa adalah 16 ton.
Kejayaan Kapal Cepat di Era Soekarno
Menyabut persiapan operasi Trikora, di tahun 60-an TNI AL telah mengoperasikan kapal cepat. Yang paling fenomenal adalah KCT MTB (Motor Torpedo Boat) Jaguar Class buatan Jerman. Seperti dalam misi penyusupan yang dilakukan KRI Matjan Kumbang 606, KRI Harimau 607, dan KRI Matjan Tutul 602. Selain dibekali meriam Bofors 40mm/L70, MTB besutan Jerman ini juga mampu melontarkan empat torpedo. Nah, KCT MTB dengan dapur pacu 4 Mercedes-Benz MB 518 B diesel engines, mampu melesatkan kapal hingga 42 knot (78 km per jam).
Menyabut persiapan operasi Trikora, di tahun 60-an TNI AL telah mengoperasikan kapal cepat. Yang paling fenomenal adalah KCT MTB (Motor Torpedo Boat) Jaguar Class buatan Jerman. Seperti dalam misi penyusupan yang dilakukan KRI Matjan Kumbang 606, KRI Harimau 607, dan KRI Matjan Tutul 602. Selain dibekali meriam Bofors 40mm/L70, MTB besutan Jerman ini juga mampu melontarkan empat torpedo. Nah, KCT MTB dengan dapur pacu 4 Mercedes-Benz MB 518 B diesel engines, mampu melesatkan kapal hingga 42 knot (78 km per jam).
Ada lagi Komar
Class buatan Uni Soviet, dengan 4 shaft M-50F diesels mampu mendorong
kapal hingga kecepatan 44 knot. Di masa lalu, TNI AL sempat memiliki 12
unit Komar Class. Kapal cepat ini pada masanya amat ditakuti di
kawasan Asia Tenggara, lantaran kapal ini mampu meluncurkan rudal anti
kapal Styx. Boleh dibilang, Komar Class TNI AL adalah KCR generasi pertama di Asia Tenggara. (Haryo Adjie)
TNI AU Ingin Perkuat Pengawasan Wilayah Udara
Kepala Dinas Penerangan TNI Angakatan Udara
mengatakan instansinya ingin memperkuat pengamanan wilayah udara
Republik Indonesia. Ini terutama dari ancaman pesawat atau pihak asing
yang masuk wilayah udara Indonesia tanpa izin.
“Seperti yang sudah kami lakukan akhir-akhir ini tegas memaksa turun
pesawat asing tak berijin,” kata Hadi saat dihubungi Tempo, Sabtu, 21
November 2014.
Penguatan kedaulatan dirgantara ini merupakan salah satu bagian dari
rencana pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla yang berkiblat pada poros
maritim.
Hadi meyakini kemampuan TNI AU bakal semakin kuat berkat program
modernisasi alat utama sistem persenjataan yang dilakukan pemerintah.
Sebagai contoh dalam waktu dekat TNI AU akan mendapatkan empat unit
radar yang masing-masing ditempatkan di Jayapura (papua Barat),
Tambolaka (Nusa Tenggara Timur), Singkawang (Kalimantan Barat), dan
Ploso (Jawa Timur).
“Berdasarkan rencana strategis modernisasi alutsista, kami masih akan
mendapat delapan radar baru lagi,” kata Hadi. Dengan penambahan ini,
mata Angkatan Udara semakin bertambah dan berjangkau luas. Walhasil
mampu memantau seluruh wilayah udara Indonesia.
Selain radar, Hadi melanjutkan, TNI AU juga membutuhkan tambahan
pesawat tempur untuk senjata utama menjaga kedaulatan dirgantara.
Dalam program modernisasi alutsista tahap pertama, TNI AU bakal
mendapatkan tambahan kekuatan berupa 24 unit pesawat F-16 setara blok 52
hibah dari Amerika Serikat.
Saat ini baru lima unit pesawat yang sudah diterima TNI AU. Sesuai
rencana pesawat F-16 tersebut akan ditempatkan di Skuadron 16 di Riau.
Tujuannya untuk meningkatkan pengawasan udara bagian Barat Indonesia. Selain itu TNI AU juga akan membangun Skuadron 33 yang berisi pesawat angkut C-130 Hercules hibah dari Australia di Makassar.
Tujuannya untuk meningkatkan pengawasan udara bagian Barat Indonesia. Selain itu TNI AU juga akan membangun Skuadron 33 yang berisi pesawat angkut C-130 Hercules hibah dari Australia di Makassar.
“Jadi radar dan pesawat tempur semakin kuat untuk memperkuat
pengawasan udara, salah satunya mendeteksi dan menindak masuknya pesawat
asing,” kata Hadi. (www.tempo.co)
TNI AU Ingin Kewenangan Menyidik Pelanggaran Udara
Jakarta:
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Hadi
Tjahjanto mengatakan instansinya menginginkan penambahan kewenangan.
Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan untuk menyidik para pelaku pelanggar wilayah udara.
Menurut Hadi, selama ini Angkatan Udara hanya punya wewenang untuk
memantau pelanggaran wilayah udara, mengusir dan mendaratkan paksa
pesawat asing.
Lantas proses hukum selanjutnya terhadap pilot pesawat asing
diserahkan kepada penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Perhubungan.
“Jika diperbolehkan kami ingin mendapatkan wewenang menyidik, biar
menjadi satu kesatuan yakni memantau, menindak, dan menyidik,” kata
Hadi. “Namun ini perlu persetujuan DPR dan prosesnya masih panjang.”
Selama sebulan terakhir, TNI AU telah mendaratkan paksa tiga pesawat
tidak berizin, yang melintasi wilayah udara di sekitar Sulawesi.
Ini dilakukan dengan menggunakan pesawat F-16 dan Sukhoi Su-27.
Terakhir sebuah pesawat jet penumpang dari Saudi Arabia ikut dicegat
karena berusaha lewat tanpa memiliki ijin. (www.tempo.co)
Proxy War, Ancaman Indonesia di Masa Depan
Beberapa kalangan telah melihat adanya jenis perang di masa depan
yang akan mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perang
Proxy atau perang yang diwakilkan berlangsung tanpa disadari oleh warga
negara Indonesia. Secara terminologi, Proxy War dilakukan tanpa
bertemunya dua pasukan di medan laga. Dia dilakukan dari jarak jauh, dan
melibatkan pihak ketiga.
Belum lama ini, Pangdam Jaya Mayjen TNI Agus Sutomo telah
memperingatkan agar Indonesia mewaspadai proxy war. Dia mengemukakan hal
tersebut dalam kuliah umum di hadapan Civitas Akademika Universitas
Bung Karno, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, salah satu alasan Indonesia menghadapi ancaman perang
proxy ini, karena sumber daya alam di negara kita melimpah.
Negara-negara asing yang memiliki super power rebutan untuk
menguasainya.
Dikutip dari rakyat merdeka online, Agus pun membeberkan
kekecewaannya soal PT Freeport di Papua yang 90 persen dikuasai asing,
bahkan mau diperpanjang sampai tahun 2040. Tak hanya itu, di Bumi
Cenderawasih juga banyak ditemukan bandara perintis yang dikuasai pihak
asing.
“Kita sering menyamar ke sana menjadi Babinsa malah diusir, seperti
orang asing di negeri sendiri. Biasanya bandara perintis itu buat para
misionaris, ini tak boleh dibiarkan,”,” katanya.
Dia menambahkan, proxy war sudah melucuti satu persatu pulau terluar
Indonesia. Menurut Agus, seharusnya kasus Timor Timur, dan
Sipadan-Ligitian dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah agar tidak
terulang di kemudian hari.
“Sipadan dan Ligitan itu sekarang jadi pulau wisata termahal di
dunia. Kalau mau ke sana harus booking enam bulan sebelumnya,” jelas
Agus.
Reklamasi pantai Indonesia oleh negara tetangga, penolakan nama kapal
Usman-Harun, penyadapan telepon pejabat oleh intelijen Australia adalah
deretan panjang proxy war yang sedang dihadapi Indonesia.
“Negara-negara di sekitar khatulistiwa seperti Indonesia sekarang
jadi rebutan. Tak hanya dari sumber daya alam, tapi dari bidang budaya,
sosial, dan politik mau dikuasai,” katanya.
“Sekarang sudah lampu kuning, kita bisa tertawa bahagia sekarang,
tapi nanti punya kita tidak ada lagi. Ini salah satu tantangan generasi
muda yang makin berat,” demikian Agus.
4 KRI Bersenjata Lengkap ke Perbatasan Malaysia
TNI Angkatan Laut menyiagakan empat
Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) untuk melakukan patroli pengamanan
perairan laut di wilayah utara Indonesia.
“Keempat kapal perang itu adalah KRI Kakap 811, KRI Pulau Rengat 711,
KRI Birang 831, dan KRI Suluh Pari 809 saat ini siaga di perairan laut
Balikpapan, Kalimantan Timur,” kata Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal)
Balikpapan Kolonel (P) Ariantyo Condrowibowo di Balikpapan, Sabtu
(22/11).
Dia mengatakan empat KRI itu akan melaksanakan tugas patroli dan
penjagaan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II, yaitu Selat Makassar,
Laut Sulu, Laut Sulawesi, di perbatasan Indonesia dengan Malaysia dan
Filipina di wilayah utara.
“Saat ini yang menjadi perhatian utama kami adalah melindungi nelayan
kita dan pencegahan nelayan asing yang mencuri ikan di perairan kita,”
katanya.
Keempat KRI itu, menurut Kolonel Arianttyo, bersenjata lengkap. KRI
Suluh Pari misalnya yang merupakan kapal asli buatan Indonesia yang
memang dirancang untuk patroli cepat dan sigap dalam pengejaran.
“Kecepatannya KRI tersebut mencapai 20 knot dan todongan meriam
Oerlikon 20 mm langsung bisa membuat kapal pencuri ikan tidak berkutik,”
katanya.
Menurut Kolonel Arianttyo nelayan asing yang masuk perairan Indonesia
ke ALKI II, atau turut memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Indonesia berasal dari berbagai negara di utara Indonesia.
Dia mengakui pada siang hari, saat sedang dalam pemantauan
kapal-kapal patroli Indonesia, kapal-kapal nelayan asing itu berada di
luar wilayah perairan Indonesia.
“Namun ketika malam mereka masuk perairan kita dan mulai menangkap ikan. Modusnya antara lain begitu,” kata Danlanal Balikpapan.
Kapal-kapal asing yang umumnya berukuran besar ada yang menggunakan
lampu ribuan watt untuk menarik ikan datang dan berkumpul. Ini
mengakibatkan nelayan-nelayan Indonesia yang tidak memiliki fasilitas
serupa tidak kebagian ikan.
Para nelayan asing itu, kata dia, juga biasa menggunakan alat tangkap
yang dilarang di perarian Indonesia, seperti pukat harimau.
Karena itu, katanya, TNI Angkatan Laut memahami kegeraman Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menyatakan akan membakar
dan menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan yang tertangkap masuk
perairan Indonesia.
Hasil Sementara AARM 2014 Hanoi
Hasil sementara ASEAN Armies Rifle Meet (AARM-24) di Hanoi,
menunjukkan Indonesia memimpin dengan perolehan 16 Emas. Peringkat kedua
ditempati Philipina dengan 2 Emas. Sementara tempat ketiga diisi oleh
Thailand dengan perolehan 1 emas.
Acara tahun ini melibatkan partisipasi 543 tentara dari sepuluh
negara ASEAN termasuk Brunei, Kamboja, Laos, Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, Thailand, Myanmar dan Vietnam.
Mereka bersaing di 22 lomba penembakan yang dibagi menjadi lima
kategori, yaitu senapan, karabin, senapan mesin, pistol pria dan pistol
perempuan. Vietnam sendiri mengirimkan 37 penembak, untuk mengikuti
kompetisi yang akan berlangsung hingga 28 November.
JKGR
Minggu, 23 November 2014
KRI Tarakan 905: Kapal Tanker Produksi Lokal dengan Kemampuan RAS System
Setelah serial LPD (Landing Platform Dock) yang dibuat PT PAL dan LST (Landing Ship Tank) KRI Teluk Bintuni 520
buatan PT Daya Radar Utama, TNI AL diperkuat kembali dengan kapal
perang bertonase besar buatan Dalam Negeri. Yang dimaksud adalah KRI
Tarakan 905, jenis kapal tanker/BCM (Bantu Cair Minyak) buatan PT Dok
dan Perkapalan Kodja Bahari (DKB). Kapal dengan bobot kosong 2.400 ton
ini seolah menjadi angin segar bagi lini armada kapal tanker TNI AL yang
sudah lama mendambakan penambahan kapal untuk tugas dukungan operasi
tempur jarak jauh.
Sebagai kapal tanker, KRI Tarakan 905 masuk ke dalam Satuan Tugas
Kapal Bantu (Satban) Komando Armada Timur (Koarmatim). Kehadiran KRI
Tarakan 905, menambah list keluarga kapal tanker TNI AL yang kini
terdiri dari KRI Balikpapan 901, KRI Sambu 902, KRI Arun 903, KRI Sungai Gerong 906, dan KRI Sorong 911. Dari segi tonase, jawara kapal tanker TNI AL masih disabet oleh KRI Arun 903 yang punya bobot 11.520 ton.
KRI Tarakan 905 punya kapasitas angkut 5.500 M3 BBM. Guna mendukung
misi operasi, kapal dengan panjang 122 meter ini dilengkapi dengan
geladak untuk di darati helikopter ukuran sedang, namun sayangnya tidak
ada fasilitas hangar. Seperti halnya KRI Arun 903 dan KRI Sorong 911, KRI Tarakan 905 juga punya kemampuan RAS (Replenishment At Sea)
system, yakni mampu mengadakan proses isi ulang bahan bakar ke kapal
lain sembari terus berlayar. KRI Tarakan 905 yang punya peran strategis
dan taktis, misi yang diemban tak sebatas penyaluran bahan bakar dan
pembekalan logistik cair di laut (fleet underway replenishment at sea), melainkan ideal sebagai kapal komando, mendukung misi SAR, dan beragam operasi militer bukan perang.
KRI Tarakan 905 diawaki oleh 108 personel, dengan komanda berpangkat
Letnan Kolonel. Meski perannya untuk tugas bantuan, tapi identitas KRI
Tarakan 905 tetap sebagai kapal perang, untuk itu ada bekal persenjataan
untuk pertahanan terbatas, diantaranya 2 pucuk kanon kaliber 20 mm dan 2 pucuk SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm. Dalam misi tempur, sudah barang tentu kapal tanker membutuhkan pengawalan dari KCR (Kapal Cepat Rudal) maupun korvet atau frigat.
Menurut rencana, selepas kehadiran KRI Tarakan 905, masih akan tiba
KRI Dumai yang sedang dibuat oleh galangan yang sama. Penamaan Tarakan
mengambil latar sejarah bahwa kota tersebut dikenal sebagai salah satu
daerah penghasil minyak bumi di Indonesia mempunyai andil yang besar
untuk memenuhi kebutuhan BBM di tanah air. (Gilang Perdana)
Spesifikasi KRI Tarakan 905
- Panjang keseluruhan : 122,40 meter
- Panjang garis tegak : 113,90 meter
- Lebar : 16,50 meter
- Tinggi : 9 meter
- Berat baja : 2.400 ton
- Kecepatan max : 18 knot
- Jarak jelajah : 7.680 Nautical Mile (14.224 Km)
- Kapasitas muatan cair : 5.500 matrik
- Tenaga penggerak : 2 buah daya 6.114 PS dengan sistem propulsi twin screw dan fixed pitch propeller
Langganan:
Postingan (Atom)