Meski tak bisa disebut sebagai produk yang berhasil dipasaran, namun
senapan laras panjang pertama produksi PT Pindad, SP-1, juga tak bisa
disebut produk yang gagal total. Sampai saat ini SP (Senapan Panjang)-1
kaliber 7,62×51 mm NATO masih digunakan oleh lembaga pendidikan di
tingkat Secaba (Sekolah Calon Bintara) dan Secata (Sekolah Calon
Tamtama). Meski debutnya berlangsung singkat, SP-1 yang sejatinya adalah
varian lisensi BM59 dari Berreta, menorehkan jejak sejarah yang tak
terlupakan dalam usaha kemandirian alutsista nasional.
Di masa awal-awal Orde Baru, PT Pindad mencoba mengambil gebrakan
dengan mengambil lisensi dari senjata jenis full battle rifle. Yang
didaulat adalah BM59 produksi Beretta, manufaktur senjata dari Italia.
BM59 sendiri adalah versi M14, senapan legendaris Amerika Serikat yang
turunannya hingga kini masih eksis dalam banyak varian. Jika merujuk ke
sejarahnya, M14 punya prinsip serupa dengan senapan M1 Garand yang
ditambahkan fitur magasin.
SP-1 sendiri hadir sebagai jawaban atas kebutuhan TNI (d/h- ABRI)
akan pasokan senjata dalam jumlah lumayan guna mendukung berbagai
operasi militer. Namun beragam kendala didapati dalam babak-babak awal
Operasi Seroja yang didominasi pertempuran sporadis. Selain menggunakan
senjata organik, seperti AK-47 dan M-16, unit-unit tempur TNI juga
banyak yang mengadopsi senjata buatan Pindad. Namun karena alasan
teknis, Pindad kemudian menarik 69.000 pucuk SP-1 yang telah diserahkan
kepada TNI AD. Dikutip dari situs pindad.com, selanjutnya Pindad (d/h
Kopindad) melalukan transformasi dan modifikasi terhadap beberapa
senjata antara lain SMR (Senapan Mesin Regu) Madsen Setter MK III
Kaliber 30mm long.
Meski merujuk kepada produk lisensi dari manufaktur senjata kampiun,
SP-1 nyatanya juga tak lepas dari masalah. Dalam penggunaan di medan
perang, prajurit pengguna SP-1 sering mendapati selongsong yang tidak
keluar (macet), popor kayu pecah, picu yang copot karena kompensatornya
lepas, yang kesemuanya berdampak bencana bagi prajurit. Alhasil senapan
serbu garis depan kemudian diganti M16A1 atau AK-47. Buruknya kualitas
SP-1 ada yang menyebut karena metode produksi Pindad yang masih
terbatas, ditambah pengerjaannya diuber serba cepat.
Dari spesifikasi, SP-1 merupakan senjata laras panjang yang
beroperasi dengan sistem gas operated, rotating bolt. Kemampuan senjata
ini bisa menjalankan tembakan semi dan full otomatis. Amunisi yang siap
ditembakkan dalam magasin berjumlah 20 butir. Sementara jarak tembak
efektif 500 meter, namun dengan dukungan teleskop dan bipod dapat
menghajar target sejauh 900 meter. Dalam hitungan per menit, teorinya
laras SP-1 dapat memuntahkan 750 proyektil.
Ciri khas SP-1, BM59 dan M14 adalah penggunaan popor yang terbuat
dari bahan kayu (walnut), yang dalam operasi di medan tropis, kerap
mengalami kasus pelapukan. Kasus yang kemudian dijawab solusinya dengan
penggunaan popor sintetis pada M14 generasi akhir.
Berdasarkan catatan, pihak militer Italia mulai menggunakan BM59 pada
tahun 1959. Di masa-masa awal produksi BM59, beberapa komponen penting
seperti re-chambered barrels masih didatangkan dari AS. Secara
resmi, Italia memensiunkan BM59 pada tahun 1990, dan digantikan oleh
senapan serbu buatan Berreta lainnya, yaitu AR70/90 kaliber 5,56×45 mm.
Yang menarik, seperti halnya M14 yang ‘bangkit dari kubur’ dan kini
digunakan secara luas oleh pasukan khusus AS, BM59 juga mengalami fase
reborn. Tepatnya pada tahun 1992 pasukan paramiliter Italia justru
menggunakan BM59 dalam Operasi Vispri Siciliani untuk menumpas habis
mafia dan kaki tangannya dari Pulau Sisilia. Seperti halnya M14, BM59
juga dikeluarkan dari gudang penyimpanan, pasalnya militer Italia lebih
yakin pada efektivitas kaliber 7,62 mm NATO di medan perkotaan daripada
AR70/90 yang telah menjadi senjata standar militer Italia. Akhirnya
sebagian besar aksi mafia dapat ditumpas, dan itu berkat andil dari
BM59.
Sebagai informasi, trend urban warfare yang ditandai pertempuran
sporadis dan banyaknya penembak gelap, dianggap tidak pas untuk
ditangani kaliber 5,56 mm. Pada jarak tembak 400 meter keatas, kaliber
5,56 mm dianggap kurang afdol karena proyektil yang kecil.
Awal Kehadiran SP-1
Sejak tahun 1962, sejatinya TNI AD telah mulai melakukan uji coba pada
BM59. Dan baru kemudian pada tahun 1967 Men/Pangab menetapkan bahwa
standar senapan infanteri adalah BM59 modifikasi. Berdasarkan kontrak 13
Agustus 1967, antara tahun 1968 – 1974, Pindad mendapat order produksi
pistol FN M46 (P1) – 44.000 pucuk, senapan BM59 MK1 (SP-1) – 50.000
pucuk, senapan BM59 MK1 laras Italia (SP-2) – 10.000 pucuk, dan senapan
BM59 MKIV (SP-3) – 9.000 pucuk. (Gilang Perdana)