Minggu, 24 April 2016

Lockheed Martin AN/TPS-77 (AN/FPS-117) : Mengenal Radar Intai Jarak Jauh Kohanudnas

1400863375395

Meski tak seriuh kompetisi pengadaan jet tempur pengganti F-5 E/F Tiger II, modernisasi alutsista pada sistem radar militer cukup menarik dicermati, mengingat rencana program penambahan 12 unit radar baru untuk memperkuat Kohanudnas (Komando Pertahanan Udana Nasional) yang digadang untuk dipenuhi dalam tiga periode MEF (Minimum Essential Force).

Seperti diketahui, saat ini Kohanudnas memiliki radar militer organik dengan jumlah 20 unit yang tersebar di unit Satrad (Satuan Radar). Sementara dari hasil analisa kebutuhan minimum, seharusnya untuk meng-cover pengawasan ruang udara NKRI dibutuhkan 32 unit radar, di luar radar yang dikelola sipil. Berangkat dari kebutuhan Kohanudnas, dan mengingat harga radar yang sangat mahal, Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI berupaya memenuhi kebutuhan radar dalam tiga tahap rencana strategis (renstra).

maxresdefault

Pada tahap pertama Kemhan akan membeli empat radar, tahap kedua membeli empat radar, dan tahap ketiga juga empat radar.Renstra MEF tahap pertama berlangsung pada 2010 hingga 2014, tahap dua 2015-2019, dan tahap tiga 2020-2024. Beberapa jenis radar surveillance baru di MEF I memang telah hadir di Tanah Air, sebut saja dua unit radar Weibel dari Denmark, radar MSSR 2000-I dari Perancis, dan radar MLAAD-SR dari Cina.

Radar AN/TPS-77 Australia.
Radar AN/TPS-77 Australia.

Radar AN/FPS-117.
Radar AN/FPS-117.

Nah, kelanjutan delapan unit radar intai yang masuk MEF II dan MEF II kini tengah masuk dalam finalisasi, meski palu belum diketok oleh Kemhan, karena ada persyaratan ToT (Transfer of Technology) yang ketat. Namun salah satu pemasok radar yang santer akan memperkuat sistem radar Kohanudnas adalah Lockheed Martin dari Amerika Serikat.

Sejak tahun 2010 Radar Surveillance System Lockheed Martin Corporation telah melakukan beberapa pembicaraan dengan TNI AU, dan telah melalui pengkajian dari KKIP mengenai kemungkinan alih teknologi. Sehingga radar ini nantinya dapat dibangun sendiri di Industri Pertahanan dalam negeri dalam hal ini CMI. Saat ini Lockheed Martin Corporation telah bekerjasama dengan PT CMI Teknologi dalam pembuatan suku cadang untuk dipasarkan ke negara lain. Lockheed Martin Corporation juga telah mendapatkan izin dari Pemerintah AS untuk bekerjasama dalam ToT dengan Indonesia dalam hal membangun serta menjual produk suku cadang itu ke negara lain yang membutuhkan.

Tentang jenis radar yang ditawarkan untuk Kohanudnas adalah tipe AN/TPS-77 (AN/FPS-117), yaitu radar yang punya peran sebagai long range air surveillance. Dari segi desain, AN/TPS-77 dirancang bisa mobile dan portable, termasuk ditempatkan dalam platform truk, mobilitas radar ini juga dapat dipindahkan dengan pesawat angkut sekelas C-130 Hercules. Sementara AN/FPS-117 adalah versi AN/TPS-77 yang dirancang sebagai sebagai fixed radar dan ditempatkan pada satu titik tertentu.

Radar AN/TPS-77 di platform truk.
Radar AN/TPS-77 di platform truk.

Instalasi radar FPS-117 pada radome (kubah) pelindung.
Instalasi radar FPS-117 pada radome (kubah) pelindung.

Operator radar FPS-117.
Operator radar FPS-117.

AN/TPS-77 mengadopsi teknologi AESA (Active Electronic Elevation Scanning Array) dengan frekuensi 1215 – 1400 Mhz. Transmsinya menggunakan jenis solid state dengan power frekuensi radio 19,9 Kw. Antena bekerja dengan dual scan rate, 5/10 atau 6/12 RPM. Bagaimana dengan jangkauan deteksi, radar AN/TPS-77 dengan search elevation -6 sampai 20 derajat dan track elevation -6 sampai 50 derajat, dapat mengendus sasaran pada jarak 300 – 470 Km, dan ketinggian deteksi maksimum 30,5 Km.

Dari sisi performa, radar ini dapat beroperasi secara maksimal dengan akurasi 99,5%, sementara masa penggunaan radar ini hingga 2.000 jam. Untuk proses penggantian dan perbaikan komponen yang aus, pihak Lockheed Martin dalam rilis menyebut hanya dibutuhkan waktu kurang dari 45 menit.

anfps-117-1

Selain digunakan di Indonesia, sistem radar ini juga sudah diadopsi oleh Australia, Belgia, Brazil, Kroasia, Denmark, Estonia, Jerman, Hungaria, Islandia, Irak, Italia, Yordania, Kuwait, Latvia, Pakistan, Romania, Saudi Arabia, Singapore, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Yunani dan Inggris. Radar ini pertama kali diluncurkan pada tahun 1980, dikutip dari Wikipedia.com, Australia sudah mengoperasikan AN/TPS-77 sejak tahun 2007. (Gilang Perdana)
 

General Dynamics URC-200 (V2): Radio Taktis Pengendali Tempur Andalan Paskhas TNI AU

P_20160416_110725

Dalam fakta di lapangan, bukan perkara mudah bagi pilot tempur untuk melaksanakan misi ground attack, terlebih bila sasaran tembakan berada di area hutan dan perbukitan yang rapat. Bila arah tembakan kurang presisi, yang jadi korban bisa jadi malah kawan sendiri (friendly fire). Guna mengatasi problem diatas, dalam misi BTU (Bantuan Tembakan Udara) kerap dikenal istilah ground FAC (forward air control).

URC200v2_300dpi

Fungsi FAC dilaksanakan oleh unit pasukan infanteri di garis depan pertempuran untuk memandu tembakan dari pesawat tempur. Kondisi ini bisa dilakukan untuk penghancuran sasaran yang dianggap strategis, atau kerap kali permintaan BTU atau close air support disebabkan posisi pasukan kawan yang tengah terjepit. Artinya disini pasukan infanteri dapat berkomunikasi langsung dengan pilot untuk memastikan koordinat tanpa butuh perangkat relay.

Penunjang komunikasi antara unit di ground dan pilot tempur mengandalkan tactical radio (radio taktis). Di lingkungan TNI, jenis radio ini sudah digunakan cukup lama dan bisa dipastikan unit infanteri TNI AD, Korps Marinir TNI AL, dan Paskhas TNI AU sangat akrab dengan radio taktis ini. Dalam model manpack yang dibawa dengan ransel, radio taktis ini biasanya menjadi kelengkapan komunikasi di tingkat peleton. Debut fenomenal radio taktis dalam BTU TNI AU berlangung dramatis dalam Operasi Seroja di Timor Timur. Fretilin yang saat itu menggunakan radio dari jenis yang sama (PRC-77), menjadikan komunikasi antar satuan TNI kerap disadap lawan.

26_4_2012_1

Dalam standar NATO, komunikasi antara radio taktis manpack dan pesawat tempur dilakukan lewat frekuensi VHF (very high frequency). Indomiliter di artikel terdahulu telah membahas tentang sosok radio PRC-77, radio TR2400 dan radio VDR10-MP buatan BUMN PT Len. Lebih detailnya silahkan klik tautan dibawah ini.

URC-200 (V2) di dalam panser VAB.
URC-200 (V2) di dalam panser VAB.

Disamping ketiga model radio taktis diatas, TNI masih menggunakan beberapa merek, salah satunya adalah radio URC-200 (V2), jenis transceiver VHF/UHF buatan pabrik General Dynamics Mission Systems, Amerika Serikat. Radio taktis ini menjadi alat komunikasi andalam oleh tim Dallan (Pengendali Pangkalan), Dalpur (Pengendali Tempur) Korps Paskhas TNI AU. Bagi tim Dallan, perangkat URC-200 banyak berperan dalam urusan ATC (Air Traffic Control).

Dikutip dari situs gdmissionsystems.com, URC-200 (V2) beroperasi dalam pola pancaran frekuensi LoS (Line of Sight), langsung antara terminal radio dan pesawat tempur. Selain dapat dibawa manpack, radio ini dapat pula di setting untuk rackmount (untuk base station), vehicular di kendaraan, dan interkom. URC-200 dapat meng-cover 30 sampai 420 rentang frekuensi dengan optional frequency enhancements. Dengan interface RS-232 memungkinkan dilakukannya akses remote control untuk operasi jarak jauh tunggal dan multiple. Dengan frequency agile co-site filter maka gangguan kendali komunikasi lalu lintas udara di ATC dapat dikurangi. Menggunakan teknologi digital, pengaturan frekuensi dan control tools dapat dilakukan user friendly dari front panel.

$_1

Sebagai radio taktis yang mengedepankan pada misi FAC, URC-200 (V2) tak hanya dilengkapi frekuensi VHF dan UHF, melainkan ada jalur komunikasi radio penerbangan non komersial, dan frekuensi AM/FM dari 30 Mhz ke 420 Mhz. Keunggulan lain radio ini adalah sifatnya yang multi band dan multi mode yang memberikan fleksibilitas dalam pengoperasian frekuensi AM/FM dan spektrum VHF/UHF secara bersamaan. Bahkan radio ini sanggup mentransmisikan data dengan kecepatan 16 Kb per detik.

Menurut seorang anggota Paskhas, saat ini juga terdapat perangkat genggam (handheld) yang juga mampu mengemban misi FAC, hanya saja untuk urusan power, radio taktis lebih unggul. Besarnya power pada radio tentu berimbas pada jangkauan frekuensi yang dapat dicapai.

Mengutip dari situs resminya, setelah diproduksi hampur dua dekade, URC-200 (V2) ditawarkan dengan program upgrade software sebagai penyempurnaan. Populasi radio taktis ini diperkirakan sudah lebih dari 11 ribu unit dan telah digunalan di 40 negara. (Gilang Perdana)

Spesifikasi URC-200 (V2)
– Dimensi: 388 x 274,32 x 78,74 mm
– Berat: 4,08 kg
– Temperature: ƒ -20˚C to +55˚C (operating) dan -50˚C to +70˚C (non operating)
– Baterai: rechargeable dan non-rechargeable
– Frequency range: ƒ VHF: 115 MHz to 149.9950 MHz (AM), VHF: 115 MHz to 173.9950 MHz (FM) ƒ UHF: 225 MHz to 399.9950 MHz
– Tuning increments: ƒ 25 kHz, 12.5 kHz, 5 kHz and 8.33 kHz (opt.)
– Frequency stability: ƒ ± 1 PPM
– Channel Spacing ƒ 25 kHz, 8.33 kHz (optional)

Indomil. 

Upgrade Alutsista, TNI AL Pilih Kanon Type 730 Untuk KRI Sampari 628 dan KRI Tombak 629

image242

Meski hubungan RI – RRC sempat panas gara-gara insiden di Perairan Natuna pada 19 Maret lalu, namun kejadian tersebut sepertinya tak membawa pengaruh pada urusan pembelian alutsista. Justru kabar terbaru, alutsista TNI AL kembali akan diperkuat sistem senjata kanon CIWS (Close In Weapon System) Type 730 untuk dipasang pada dua unit KCR (Kapal Cepat Rudal) 60 Sampari Class.

tombak-1

Pilihan untuk mengadopsi kanon reaksi cepat tujuh laras buatan Norinco, Cina, didapat dari kutipan berita di situs Janes.com (18/4/2016). Pemilihan kanon Type 730 oleh TNI AL berlangsung pada ajang DSA (Defence Service Asia) 2016 yang berlangsung 18 – 21 April di Kuala Lumpur, Malaysia. Dua KCR 60 yang bakal dicangkok kanon Type 730 adalah KRI Sampari 628 dan KRI Tombak 629. Sebagai informasi, selain dua kapal perang tersebut, TNI AL sudah mengoperasikan KCR 60 lain, yaitu KRI Halasan 630. Dan kini PT PAL sedang dalam proses penggarapan empat unit KCR 60 lainnya.

tombak-2

Sedari awal KCR 60 memang dibangun dengan asupan teknologi dari Negeri Tirai Bambu, sebut saja dalam penggunaan rudal anti kapal C-705. Bahkan untuk empat unit KCR 60 yang sedang dalam proses pembangunan, akan didapuk menggunakan CMS (Combat Management System) dari Cina. Dengan pola CMS dan sistem senjata rudal yang juga buatan Cina, maka bisa ditebak untuk senjata utama di haluan juga akan mengerucut pada produk buatan Cina.

Sejak diluncurkan, tiga unit KCR 60 yang kini beroperasi masih memakai kanon ‘sementara’ jenis Bofors 40 mm yang dilengkapi kubah. Dalam rancangan awal, KCR 60 dipersiapkan untuk dipasangi meriam kaliber 57 mm. Dengan keputusan penggunaan Type 730 pada KCR 60, maka ini menjadi generasi kapal cepat TNI AL yang sudah dipangi kanon CIWS. Sebelumnya KCR 40 Clurit Class sudah dipasangi CIWS AK-630, kanon enam laras dengan kaliber 30 mm.

TNI AL sendiri sudah cukup mengenal kanon Type 730, pertama kali jenis senjata ini dipasang pada korvet Parchim Class KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376. Sayangnya belum ada informasi lanjutan, apakah Type 730 akan dipasang pada Perchim Class TNI AL lainnya, mengingat kanon yang kini terpasang AK-230 sudah sangat usang.

KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 saat masih menggunakan kanon AK-230
KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 saat masih menggunakan kanon AK-230

KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 setelah rampung dipasangi kanon Type 730
KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 setelah rampung dipasangi kanon Type 730

Dengan kendali radar, Type 730 tampil sebagai kanon yang sadis. Dengan kendali elektrik dan hydraulic driven, Type 730 maksimum bisa mengumbar 5.800 proyektil dalam satu menit. Jelas urusan daya hancur dan kemampuan mengentikan laju rudal anti kapal pun meningkat drastis. Jarak tembak efektif kanon ini mencapai 3.500 meter. Jenis amunisi yang digunakan mulai dari armour-piercing discarding sabot (APDS), high explosive incendiary (HEI) dan target practice (TP) untuk latihan. Menurut rilis, sasaran yang melesat hingga kecepatan Mach 2 masih dapat ditangkal Type 730. Jumlah stok amunisi yang siap digunakan adalah 1.000 peluru. (Gilang Perdana)

Indomil. 

Submarine Command Team Trainer TNI AL

Submarine Command Team Trainer
Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur Laksamana Muda TNI Darwanto, menerima Submarine Command Team Trainer (SCTT) Tahap I dari Asisten Logistik KASAL Laksda TNI Mulyadi, di Komando Latihan Armada RI Kawasan Timur, Surabaya (22/04/2016).

SCCT merupakan salah satu bagian dari Submarine Training Center (STC) yang telah dimiliki Koarmatim dari tahun 2015 yang diresmikan Kasal Laksamana TNI Ade Supandi.


Aslog Kasal mengatakan pembangunan pusat latihan kapal selam, merupakan bagian dari rencana strategis pembangunan kekuatan TNI AL menuju terwujudnya kekuatan pokok Minimum Essensial Force (MEF). Dengan adanya STC diharapkan dapat membentuk personel kapal selam yang handal dan profesional, sejalan dengan sasaran MEF yang salah satunya adalah terwujudnya profesionalisme prajurit.

Photo : tnial.mil.id
Photo : tnial.mil.id

Dengan diserahterimakan SCTT tahap I, merupakan implementasi dari kontrak antara TNI AL dengan PT. Pustaka Strategik, sebagai representasi dari pabrik pembuat Rheinnmetall Defence Electronic GMBH, Jerman. Dengan peralatan yang telah berfungsi dengan baik melalui setting to work dan berbagai pengujian, diharapkan personel kapal selam dapat mengoperasikannya untuk menunjang latihan, sambil menunggu diselesaikannya SCTT tahap berikutnya.

Sumber : Tnial.mil.id

Fitur Helikopter Apache AH-64E Guardian TNI yang Datang Tahun Ini

Perangkat  elektronik canggih yang berada di bagian luar-depan Helikopter Apache AH-64E-Guardian, memungkinkan pilot untuk mendeteksi ancaman lebih awal (photo: US Army)

Indonesia memesan delapan helikopter serang Apache AH 64E Guardian ke pabrikan Boeing, Amerika Serikat (AS). Helikopter tersebut ditargetkan datang bertahap mulai tahun ini hingga 2018.

Pembelian dengan nilai $ 1,4 miliar ini, termasuk penjualan empat Kontrol radar Longbow APG-78, dan paket persenjataan termasuk 120 rudal udara ke darat Hellfire Lockheed martin AGM-114, ditambah paket pelatihan awak dan support.

Helikopter AH-64E Guardian memang telah ditingkatkan kemampuannya, termasuk : improved digital connectivity, Joint Tactical Information Distribution System, mesin T700-GE-701D yang lebih powerfull with upgraded face gear transmission to accommodate more power.
 
apache Baling baling komposite yang baru meningkatkan kecepatan jelajah, climb rate, dan kemampuan membawa beban. AH-64E dilengkapi new self-diagnostic abilities dan Link-16 data-links. Radar Longbow yang telah diupdate membuatnya bisa digunakan untuk naval strikes. Helikopter ini juga bisa mengusung radar AESA. Helikopter AH-64 E cocok untuk maritime operations.
Helikopter ini memiliki extended-range fuel tanks yang menyebabkan meningkatnya jarak tempuh dan endurance. AH-64E mmeiliki L-3 Communications MUM-TX datalink yang berkomunikasi melalui frekuensi C, D, L, dan Ku band, untuk transmit dan menerima data atau video dari semua UAV yang diterbangkan.
 

Yunani Tawarkan Kerjasama Pembangunan Kapal Selam

yunani

Pemerintah Indonesia bersama Yunani berkeinginan menjajaki kerjasama di bidang pertahanan, khususnya kerjasama antara Angkatan Laut kedua negara. Penjajakan kerjasama dibahas dalam pertemuan antara Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu dengan Duta Besar Yunani untuk Indonesia Georgios Dogoritis, (22/4/2016) di Kantor Kemhan, Jakarta.

Dubes Yunani mengatakan sebagai negara kepulauan yang memiliki hampir 2000 pulau dan hal yang sama dengan Indonesia, Pemerintah Yunani berkeinginan melaksanakan kerjasama di bidang maritim dan kerjasama Angkatan Laut kedua negara. Kerjasama Angkatan Laut ini merupakan modalitas untuk melakukan kerjasama pertahanan antara Indonesia dengan Yunani.

Menurut Dubes Georgios Dogoritis, keadaan alamiah Yunani sebagai negara yang kuat di potensi lautnya, terdapat satu pulau yang dijadikan tempat latihan Angkatan Laut milik Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization (NATO). Di pulau ini, bukan hanya prajurit NATO yang berlatih, melainkan prajurit Angkatan Laut dari berbagai negara di seluruh dunia.

Selain memiliki kekuatan Angkatan Laut yang besar, Georgios Dogoritis juga mengungkapkan Yunani juga memiliki perusahaan atau galangan kapal yang salah satunya berkemampuan membangun kapal selam dan tank kapal.

Untuk membicarakan lebih lanjut sektor-sektor yang menjadi potensi kerjasama, Dubes Yunani mengundang Menhan RI berkunjung ke Yunani.


“Saya yakin Indonesia dengan Yunani memiliki beberapa kepentingan yang sama sebagai dasar untuk melaksanakan penjajakan kemungkinan kerjasama di sektor Pertahanan, baik kerjasama Angkatan Laut ataupun kerjasama lainnya seperti pertukaran perwira dan latihan bersama.” ujar Dubes Georgios Dogoritis.

Kapal Selam buatan Hellenic Shipyards Co, Yunani
Kapal Selam buatan Hellenic Shipyards Co, Yunani
Menhan Ryamizard Ryacudu mengatakan pada prinsipnya Indonesia akan menjalin persahabatan dengan negara mana pun. Berdasarkan Undang-Undang Indonesia harus ikut berpartisipasi untuk menjaga perdamaian dunia. Hingga saat ini Indonesia memiliki persahabatan dengan banyak negara di dunia.

Meski demikian di Indonesia masih terdapat beberapa ancaman yang menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia yaitu potensi aksi terorisme, bencana alam dan Narkoba.

Indonesia akan terus menjalin persahabatan dan mengadakan kerjasama dengan negara lain yang mengarah kepada menghilangkan potensi ancaman-ancaman tersebut. Ditambahkan Menhan, Indonesia sebagai negara maritim merasa perlu untuk mengamankan laut dari ancaman-ancaman perompakan dan pemberontakan. Menurut Ryamizard Ryacudu untuk menjaga kedaulatan Indonesia yang luas dengan laut, Angkatan Laut juga harus kuat dan besar.

Sehubungan dengan penjajakan kerjasama pertahanan dengan pemerintah Yunani, Ryamizard merespon baik. Menhan RI mengharapkan Dubes Yunani bisa juga berkunjung ke beberapa Industri pertahanan yang ada di Indonesia dan mencari potensi di beberapa sektor yang dijadikan modal untuk kerjasama pertahanan bagi kedua negara.

Sumber : Kemhan.go.id

Sukhoi 35: 4 Pesawat Bisa Hancurkan Kota Sebesar Jakarta

Sukhoi-SU-35-

Demi memperkuat pertahanan dalam negeri, TNI telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) tahap kedua. Program ini disusun agar TNI bisa mendapatkan kekuatan pokok minimum atau dikenal dengan sebutan Minimum Essential Force (MEF).

Untuk memenuhi program tersebut, modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) terus digenjot, utamanya menggantikan mesin-mesin perang yang telah uzur dimakan usia, sehingga Indonesia bisa kembali disegani tak hanya di Asia Tenggara, tapi juga di dunia.

Sebagai salah satu alat pertahanan, TNI Angkatan Udara juga ambil bagian dalam program ini. TNI AU berniat mengganti jet tempur F-5 Tiger II yang sudah menjaga langit Indonesia sejak 1980-an, dan sempat dinonaktifkan sebelum akhirnya difungsikan kembali.

Niat TNI AU mengganti F-5 Tiger itu membuat pabrikan jet tempur dunia berlomba-lomba agar TNI AU melirik produk-produk mereka. Mulai dari Saab JAS 39 Gripen, Dasault Rafale, Eurofighter, F-16 Viper maupun Su-35. Setelah tarik ulur, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan tertarik untuk membeli Su-35 buatan Sukhoi, Rusia.

su-35 indonesia
Su-35

Kenapa Su-35, bukan F-16 Viper atau produk lainnya?

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna mengungkap alasan memilih Sukhoi Su-35 dibanding F-16. Meski, kecanggihan dan keampuhan F-16 selama mengudara telah sangat teruji, dan disukai banyak negara, termasuk Indonesia.

Lewat buku otobiografinya berjudul “Dingo: Menembus Limit Angkasa”, karya Bambang Setiawan dan Budiawan Sidik Arifianto yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas, tahun 2016, Marsekal Agus membeberkan alasan-alasan menjatuhkan pilihan terhadap pesawat Sukhoi.

Sebagai salah satu penerbang Indonesia, Marsekal Agus mengaku sudah paham betul dengan karakteristik setiap pesawat yang sudah diterbangkannya. Mulai dari pesawat latih, A-4 Skyhawk, F-5 Tiger hingga F-16. Dia juga telah merasakan ketangguhan Sukhoi sebelum menjatuhkan pilihannya.

Marsekal Agus mengungkapkan, baik F-16 Viper hingga Su-35 merupakan pesawat generasi keempat, kemampuannya tidak jauh berbeda. Salah satu perbedaan mendasar adalah dari segi kenyamanan bagi pilot yang menerbangkannya.


“Kalau yang paling nyaman untuk duduk, F-16 buatan Amerika. Kalau buatan Rusia, untuk duduk enggak enak,” ungkap Marsekal Agus.

Namun, untuk ketangguhan, Sukhoi dinilai lebih bandel dibanding kompetitor terdekat, F-16. Apalagi, jet tempur Rusia ini memang dibuat khusus untuk bertempur.

“F-16 kalau terbang di bawah 150 knot harus hati-hati, salah handle sedikit dia bisa masuk inefisien. Kalau Sukhoi kuat, hebat, tapi duduknya enggak nyaman. Rusia memang membuat pesawat ya untuk perang,” ujarnya.

Satu hal yang membuat Marsekal Agus merasa jatuh hati dengan Sukhoi adalah kemampuannya mengunci sejumlah target di darat maupun udara secara bersamaan. Bahkan, Marsekal Agus sampai memberi contoh, Jakarta bisa diluluhlantakkan dengan hanya menerbangkan empat Sukhoi untuk melepaskan 18 bom.

Ketika menjadi Pangkoopsau II, KSAU juga melihat secara langsung kemampuan Sukhoi dalam bermanuver di udara. Setelah melakukan loop-loop berbahaya, jet tempur ini bisa tetap melesat tanpa khawatir mesin mati hingga terjatuh.

“Loop-loopnya bisa begitu lho, patah-patah, hebat benar,” puji KSAU.

Su-35 juga diyakini bisa menandingi F-35 buatan AS yang masih dalam pengembangan. Pesawat F-35 yang merupakan generasi keempat buatan Lockheed Martin memiliki teknologi canggih dan tak terdeteksi radar. Kemampuan itu membuat harganya melambung tinggi.

“Tapi untuk manuver enggak lincah,” ucapnya singkat.

Selain unsur kemampuan pesawat. Aspek geopolitik juga menjadi pertimbangan sebelum menjatuhkan pilihannya. Apalagi pengalaman saat Indonesia diembargo, membuat banyak jet tempur terpaksa dikanibalisasi hingga tidak lagi mampu terbang karena minimnya suku cadang.

Sumber : Merdeka.com