Sabtu, 16 April 2016

KSAD minta Kopassus tingkatkan integritas

KSAD minta Kopassus tingkatkan integritas
KSAD Jenderal TNI Mulyono saat memberikan arahan kepada prajurit Kopassus usai upacara penyematan brevet komando di Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta, Jumat (25/9).(ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jendral TNI Mulyono meminta anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) meningkatkan integritas, loyalitas, moralitas, serta kemampuan mereka pada upacara hari ulang tahun Kopassus di Jakarta, Sabtu.

"Saat ini ancaman di negeri kita semakin kompleks seperti radikalisme dan terorisme, maka prajurit harus meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi hal tersebut," kata Mulyono saat menyampaikan amanat upacara di Markas Kopasus.

Dia juga meminta anggota Kopassus menjaga diri, keluarga dan lingkungannya dari berbagai ancaman.

"Saya minta para anggota menjaga diri, keluarga dan lingkungan dari ancaman narkoba, penyakit sosial, radikalisme serta terorisme, agar dicintai oleh rakyat," kata dia.

Di samping itu dia juga mengatakan bahwa Kopassus siap jika diminta membantu menyelamatkan beberapa warga negara Indonesia yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

"Saat ini masih diupayakan negosiasi, namun jika Kopassus dibutuhkan, kami siap," kata dia.

Upacara ulang tahun Kopassus antara lain dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Tito Karnavian.

Jumat, 15 April 2016

PPRC Stand By Monitor di Tarakan


pprc 2

pprc

Pasukan PPRC TNI terus mengasah kemmapuan mereka dalam berbagai latihan di Tarakan, Kalimantan Utara. Mereka terus berlatih, seiring belum dilepasnya 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Hari ini adalah hari yang ktitis, menunggu upaya pembebasan tersebut. Jika mereka tidak juga membebaskannya, tentu mereka memiliki kewajiban untuk tidak menahan pasukan TNI untuk ikut membebaskan sandera.

Menurut pemerintah Indonesia, negosiasi merupakan hal utama untuk membebaskan sandera, dan dikabarkan perusahaan tempat 10 ABK bersedia membayar uang tebusan. Namun kabar ini, bersifat sepihak. Tidak ada respon dari Abu Sayyaf. Tampaknya upaya negosiasi akan semakin sulit, karena militer Filipina terus menambah jumlah pasukannya, mengenpung kelompok Abu Sayyaf, setelah 18 tentara mereka tewas di tangan kelompok Abu Sayyaf.

By the way, keren juga seragam dan perlengkapan yang digunakan PPRC. Terlihat lebih modern dan profesional.

Foto : pr1v4t33r – defence.pk

Kisah Inspiratif Brigadir Royadin Menilang Sultan HB IX di Tahun 60-an

Kisah Inspiratif Brigadir Royadin Menilang Sultan HB IX di Tahun 60-anFoto: Dok. Keluarga (Angling AP/detikcom)-Ilustrasi oleh Mindra Purnomo

 
Berawal dari cerita turun menurun di keluarga, ditulis di blog, kemudian berkembang jadi sebuah inspirasi dari generasi ke generasi. Itulah gambaran tentang kisah Brigadir Royadin yang menilang Sultan Hamengkubowono IX pada tahun 1960-an.
Seorang pria bernama Aryadi Nursaid yang pertama kali memposting tulisan tersebut dengan judul 'Sultan HB IX dan Polisi Pekalongan, The Untold Story' pada tahun 2011. Aryadi menyebut Royadin adalah kakak dari ayahnya. Cerita didapat dari keterangan sumber di keluarga dan pengalamannya sendiri.
Cerita itu menggambarkan sosok Royadin, seorang polisi lalu lintas yang sederhana, memakai sepeda onthel saat bekerja, namun berani menilang seorang Sultan HB IX. Pemicunya, Sultan yang saat itu menyetir sendiri, melanggar lalu lintas saat melintas di Pekalongan, Jawa Tengah. Belakangan, setelah diverifikasi, peristiwa ini terjadi di Semarang, Jawa Tengah, bukan Pekalongan.
Saat ditilang, Sultan tak marah atau meminta perlakuan khusus. Sultan menerima surat tilang tersebut lalu memberikan apresiasi pada Royadin dengan menawarinya jabatan di Yogyakarta. Namun Royadin yang rendah hati tak mau menerimanya.
Kisah ini mengajarkan tentang dua sosok yang bersahaja. Pertama, seorang polisi yang berani menindak 'orang penting' tanpa membedakan statusnya. Kedua, sosok pemimpin yang berani mengakui kesalahan dan mengapresiasi kejujuran.
Inspirasi yang ditulis lima tahun lalu tersebut kemudian menyebar di mana-mana. Sampai hari ini, cerita tersebut juga disebar di grup-grup WhatsApp sampai menyebar di sejumlah layanan media sosial.
Apa komentar pihak keluarga soal cerita tersebut? Benarkah kisahnya? detikcom mendatangi rumah keluarga Royadin yang berada di Proyonanggan Tengah, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Supardiyo (62), anak ketiga Royadin pernah mendengar langsung cerita itu dari ayahnya.
Seingat Supardiyo, ayahnya bercerita pernah menilang orang penting di daerah Bangkong, Kota Semarang, bukan Pekalongan. Kala itu traffic light masih dinyalakan dan dimatikan secara manual menggunakan saklar oleh petugas polisi yang berjaga di pos. Ketika bertugas itulah Supardiyo mencegat mobil yang menerabas lampu merah.
"Jadi ada yang melanggar lampu merah disetop, beliau berani karena menjalankan tugas sungguh-sungguh walau yang melanggar ternyata Sri Sultan," kata Supardiyo mengenang cerita ayahnya.
Tindakannya itu ternyata sampai ke telinga atasan Royadin. Ia pun dipanggil ke kantor dan dimarahi habis-habisan. Meski demikian Royadin tidak diberi sanksi karena sebenarnya apa yang dilakukannya benar.
"Dipanggil kepala polisi di sana, tapi tidak diberi sanksi soalnya memang melaksanakan tugas," katanya dalam bahasa Jawa.
Menurut cerita yang beredar, Sri Sultan HB IX mengundang Royadin agar menjadi polisi di Yogyakarta karena kejujuran dan ketegasan yang ditunjukkan. Namun Royadin ternyata tidak menceritakan bagian itu ke anak-anaknya. Setahu Supardiyo, Royadin lebih memilih dekat dengan keluarganya.
"Ceritanya itu cuma sampai habis dipanggil atasan. Yang dipanggil Sultan itu saya malah tidak tahu. Beliau cerita pas saya sudah agak besar ya sekitar tahun 1964, pokoknya sebelum peristiwa PKI," ujarnya.
Dalam kisahnya ke Supardiyo, Royadin juga memberikan nasihat kepada anak-anaknya untuk jangan ragu bertindak yang benar dan harus yakin.
"Welingnya Bapak, 'gondelan waton ojo asal waton', maksudnya berpeganganlah kepada yang benar, jangan bertindak yang tidak baik," ungkapnya. 
 

Radar AN/APQ-159: Teknologi Dibalik Kemampuan “Penciuman” Si Macan F-5 E/F Tiger II TNI AU

F-5-1
Dog fight jet tempur F-16 Fighting Falcon vs F/A-18 Hornet bisa dibilang setanding. Namun, apa yang terjadi bila F/A-18 Hornet ‘duel udara’ dengan F-5 E/F Tiger II, yang ini bisa disebut David vs Goliath. Dan yang menjadi David adalah si Macan F-5 E/F Tiger II. Tapi jangan dikira jika si David pasti kalah lawan Goliath. Meski secara spesifikasi, F-5 Tiger kalah telak dari F-18 Hornet, masih ada kesempatan bagi F-5 Tiger untuk membungkam manuver F/A-18 Hornet.

F-5-2

Analogi diatas bukan isapan jempol, sejatinya memang F-5E/F Tiger II TNI AU pernah dog fight melawan F/A-18 Hornet AU Australia/RAAF (Royal Australian Air Force). Meski beberapa kali hubungan kedua negara pernah memanas, tapi dog fight antara Tiger TNI AU dan Hornet Australia terjadi dalam rangkaian latihan bersama Elang Ausindo I pada tahun 1993. Dalam latihan tersebut, F-5E yang seharusnya dapat ditaklukan dengan mudah, nyatanya dapat bertahan dan survive dari ancamam sistem senjata lawan.

Bahkan beberapa belas sorti dari tiga puluh sorti latihan yang dilakukan, F-5E mampu melepaskan rudal AIM-9 Sidewinder ke sasaran. Daalam olah manuver di udara, F-5E mampu melakukan taktik dog fight secara maksimal sesuai kemampuan pesawat. Ini yang membuat para pengamat RAAF kagum terhadap penerbang-penerbang F-5E/F. Menurut perhitungan diatas kertas, Hornet bukanlah tandingan F-5E Tiger, sebab pesawat buatan McDonnel Douglas (sekarang – Boeing) tahun 80-an ini punya sifat dan karakteristik jauh lebih baik dibanding F-5E. Dari segi manuver, F/A-Hornet sanggup akrobat hingga level gravitasi 9g force, sementara F-5 hanya 8g force.

F/A-18 Hornet mampu menembak sasaran dari segala posisi, hal ini dimungkinkan berkat sistem radanya yang handal. Radar APG-65 buatan Hughes mampu menjejak sasaran dari kiri/kanan dan bawah sebelum mata elektronik memandu rudal yang diluncurkan ke sasaran, rudal yang digotongnya pun cukup sangar, mulai dari Sidewinder, AIM-7 Sparrow, dan AIM-120 AMRAAM. Sebaliknya F-5E/F Tiger TNI AU tampil low profile, untuk misi dog fight, senjata yang jadi andalan adalah sepasang kanon M39-A3 kaliber 20mm dan dua rudal udara ke udara AIM-9 P2 Sidewinder.

Karena beberapa keterbatasan, momen terbesar bagi F-5 untuk merontokkan F-18 Hornet yakni pada saat lawan berada di depan. Pada posisi lawan di depan, F-5E/F dapat melepaskan kombinasi kanon laras ganda dan rudal Sidewinder.

Perangkat sistem radar AN/APQ-159
Perangkat sistem radar AN/APQ-159

Tampilan dashboard kokpit F-5E Tiger II.
Tampilan dashboard kokpit F-5E Tiger II.

Nah, dalam pertempuran udara, selain racikan senjata berupa kanon dan rudal, pilot F-5E/F juga terbantu dengan keberadaan radar AN/APQ-159. Jenis radar AN/APQ-159 memang canggih pasa masanya, namun karena sudah tua, teknologi dan spesifikasinya dirasa sudah mulai tertinggal. Hanya saja, radar buatan Emerson Electric ini masih lumayan awet digunakan pada beberapa armada F-5 E/F yang sudah di retrofif sekalipun, termasuk F-5 TNI AU masih menggunakan radar AN/APQ-159.

Dari jenisnya, AN/APQ-159 adalah radar yang beroperasi di frekuensi I dan J band. Radar ini dihadirkan sebagai pengganti jenis radar AN/APQ-153 yang juga digunakan pada jet F-5 A/B Freedom Fighters. Dibanding AN/APQ-153, radar AN/APQ-159 punya jangkauan dua kali lipat lebih besar dan sudut pelacakan yang ditingkatkan.

f0205060_5385d78e24ef3

AN/APG-159 adalah sistem radar yang digadang khusus untuk misi udara-ke-udara. Radar memiliki empat mode utama dari operasi, dua mode pencarian dengan rentang yang berbeda menggunakan layar B-Scope sederhana, C-Scope display pandangan ke depan kanon dan kunci-on otomatis untuk mode pertempuran udara, dan modus yang akan digunakan dalam pengoperasian rudal AIM-9 Sidewinder. AN/APQ-159 sayangnya tak dilengkapi mode udara ke darat, ini kemudian menjawab pertanyaan, mengapa selama ini F-5 E/F Tiger II TNI AU tidak pernah menggotong rudal udara ke permukaan seperti AGM-65 Maverick.

Dikutip dari Wikipedia.com, radar AN/APQ-159 juga belum dilengkapi mode BVR (Beyond Visual Range), itu juga akhirnya menjelaskan mengapa F-5 yang masih memakai radar ini tak pernah membawa rudal seperti AIM-7 Sparrow atau AIM-120 AMRAAM. Bila pada faktanya F-5S Tiger milik AU Singapura mampu melepaskan rudal AGM-65 Maverick dan rudal AIM-120 AMRAAM, jelas karena radanya juga telah diganti ke tipe FIAR Grifo-F X-band.

f0205060_5385d78cd474e

Jika dibandingkan radar AN/APG-66 punya F/A-18 Hornet yang jangkauan deteksinya bisa sampai radius 72 – 150 Km, maka radar AN/APQ-159 punya jangkauan deteksi hanya 37 Km. Pihak Emerson Electric tak berpangku tangam melihat kelemahan yang ada, sempat juga ditwarkan varian upgrade radar ini menjadi AN/APQ-159-1/2 yang menawarkan mode operasi televisi, ini digunakan untuk menyokong misi air to ground dari rudal AGM-65 Maverick.

Di tahun 2010, Dislitbangau (Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Udara) telah melakukan proses reverse engineering pada komponen radar AN/APQ-159 F-5 E/F Tiger II TNI AU. Melihat kondisi kesiapan radar APQ 159 yang berada di pesawat F-5 E/F sangat menurun karena obselette dan sulitnya mencari suku cadang, Dislitbangau dan mitra PT CMI berusaha mencari solusi untuk mengoptimalkan kembali kemampuan Radar APQ 159. Proses reserve engineering radar APQ-159 mengandalkan pembuatan (kloning) modul TRx radar pada Receiver Modul, UCO Modul (Voltage Control Oscillator), AFC Modul, STC Controller Modul dan modifikasi beberapa modul di High Voltage. Dengan reverse engineering, selanjutnya “indra penciuman” sasaran pada si Macan kembali mampu beroperasi optimal sesuai spesifikasinya. (Haryo Adjie)
 

Kamis, 14 April 2016

Satgultor 81: Pasukan Siluman Kopassus

Mengapa pasukan anti-teror satgultor 81 Kopassus belum tampak di lokasi dalam Operasi Tinombala, mengejar kelompok teroris Santoso di Poso? Kenali peran Kopassus lebih jauh dalam ulasan Aris Santoso berikut ini.



Dalam mengatasi teror bom di Sarinah Thamrin (Jakarta Pusat), pertengahan Januari lalu, publik bertanya-tanya, mengapa pasukan anti-teror Kopassus tidak tampak di lokasi? Pertanyaan yang sama juga muncul dalam pelaksanaan Operasi Tinombala, sebuah operasi pengejaran kelompok teroris pimpinan Santoso di Poso (Sulawesi Tengah).

Pertanyaan publik ini justru menjadi pertanda bahwa satuan anti-teror Kopassus demikian populer di mata masyarakat, dengan begitu sangat diharapkan kehadirannya, di tengah ancaman teror yang seolah tiada henti ini.

Perlu ada klarifikasi soal peran dan fungsi satuan anti-teror Kopassus ini, yang nama resminya Satuan Penanggulangan Teror 81 (Satgultor 81) Kopassus. Kata kunci Satgultor 81 adalah strategis terpilih, artinya yang menjadi sasaran penindakan Satgultor 81 adalah obyek atau kasus yang masuk kategori strategis terpilih. Peristiwa teror bom di Thamrin dan pengejaran kelompok Santoso, belum lagi masuk kategori strategis terpilih.

Apa yang dimaksud sebagai strategis terpilih, bisa dijelaskan dengan merujuk pada operasi atau simulasi yang pernah dilakukan Satgultor, seperti pembajakan pesawat terbang (ingat Operasi Woyla), pembebasan sandera pada obyek vital (kedutaan besar misalnya), pembajakan di gedung tinggi, dan seterusnya.



Special Army Forces Indonesien Kopassus Jakarta

Kualifikasi tinggi, unit kecil, durasi singkat

Kualifikasi personel Satgultor 81 secara umum lebih tinggi dari satuan sejenis (primus inter pares), dan paling lama didirikan (tahun 1981). Oleh karenanya personel Satgultor baru diturunkan, bila ancaman itu bersifat kompleks dengan skala kesulitan terbilang tinggi.

Dan satu lagi yang harus diingat, palagan yang disediakan bagi Satgultor ada pada ruang yang terbatas (seperti pesawat terbang dan gedung), dan biasanya di perkotaan, bukan pertempuran konvensional di dataran luas atau rimba raya. Itu sebabnya model operasi penindakan dari Satgultor 81 (juga satuan anti-teror lainnya), memiliki istilah teknis Pertempuran Jarak Dekat (PJD, Close Quarters Battle)

Apa yang kita lihat dalam Operasi Tinombala, itu sudah lebih dari sekedar operasi anti-teror, sehingga kurang tepat pula bila personel Satgultor diturunkan. Operasi di Poso lebih tepat disebut sebagai operasi lawan gerilya (counter insurgency), dilihat dari segi jumlah personel yang diturunkan dan lamanya waktu operasi.

Satgultor dilatih untuk bergerak dalam unit kecil, dengan durasi sangat cepat, bukan lagi dalam hitungan jam, tapi menit. Sementara operasi di Poso, jumlah personelnya yang diturunkan mencapai ribuan, palagannya luas dan berbulan-bulan di lokasi.

Satuan seperti Densus 88 atau Brimob Polri masih bisa melaksanakan operasi lawan gerilya, karena jumlah personelnya relatif besar, di mana setiap Polda memiliki satuan Densus 88. Terlebih Brimob, yang salah satu tugas pokoknya memang operasi lawan gerilya. Sementara “karakter” Satgultor bukan untuk operasi semacam itu.

Bila Kopassus pada akhirnya mendapat tugas operasi lawan gerilya, bukan Satgultor yang dikirimkan, namun satuan lainnya seperti Grup 1 dan Grup 2 (kualifikasi para komando), atau Grup 3 (Sandi Yudha, operasi senyap).

Mutlak diperlukan sinergi

Bagi negeri kita, begitu krusialnya ancaman teroris atau teror itu, satuan anti-teror juga dikembangkan di angkatan lain. Seperti Detasemen Jala Mangkara (Denjaka Korps Marinir), Komando Pasukan Katak TNI-AL, Detasemen Bravo 90 Paskhas TNI-AU, Satuan Gegana (Brimob Polri), dan Densus 88 (Polri).

Beberapa perwira yang pernah bertugas lama di satuan anti-teror sependapat, dalam mengukur tingkat keandalan sebuah satuan anti teror, jangan dilihat satuan itu berada di bawah marinir, polisi atau tentara. Namun dilihat bagaimana intensitas pelatihannya, perencanaan, peralatan, rasa percaya diri, dan responsif saat eksekusi di lapangan. Oleh karenanya mutlak adanya sinergi antar satuan anti-teror, baik di bawah TNI atau Polri.

Arti penting sinergi dan koordinasi antar satuan kini semakin terasa, mengingat adanya “metamorfosa” dalam aksi teror: dari teroris (sekelompok manusia) menjadi ledakan bom (benda).

Menganal Sebagaimana diketahui unit anti-teror di negeri kita, umumnya dilatih untuk menghadapi aksi teror sekelompok orang, seperti pembajakan pesawat terbang atau penyanderaan di gedung bertingkat. Bila yang dihadapi adalah bom (termasuk bom bunuh diri), perlu ada metode dan kurikulum pelatihan tersendiri.
 

TNI Gagalkan Penyelundupan Sabu 2 Kg


Sintang, Personel TNI yang tergabung dalam Satgas Pengaman Perbatasan RI-Malaysia kembali menggagalkan upaya penyelundupan Narkoba jenis Sabu seberat 2 Kg di daerah Panga Bintawa, Entikong.  Penangkapan pelaku dilakukan oleh personel Satgas Pam Perbatasan RI Malaysia Yonif 144/JY yang berada dibawah Kolakops Rem 121/Abw, Kodam XII/Tpr.

Saat dikonfirmasi Dankolakops Rem 121/ABW Brigjen TNI Widodo Iryansyah membenarkan adanya penangkapan tersebut, Rabu, (13/04) malam.

Keterangan dari Danyon 144/JY Letkol Inf Gambuh Sri Karyanto bahwa penangkapan bermula atas laporan masyarakat Kp. Panga pada 13 April 2016 Pukul  15.30 Wib ke Pos Panga bahwa terdapat 2 orang tidak dikenal menggunakan 1 unit SPM Merk Revo tanpa plat nomor (STNK KB 4862 VQ) dengan gerak gerik mencurigakan memasuki kampung Panga. Saat ditanya, alasan mereka baru selesai memancing.

Setelah menerima laporan, Dan Pos Panga, Sertu Edy Saputra memerintahkan 3 anggotanya yang dipimpin  Kopda Milyan untuk segera melakukan pengejaran. Pada Pukul 15.45 Wib, kedua orang yang mencurigakan tersebut dapat ditangkap di daerah Panga Bintawa, dan dibawa menuju Pos Panga untuk dilakukan pemeriksaan, terangnya.

Setelah dilaksanakan pemeriksaan terhadap  tas ransel yg dibawa kedua orang tersebut ditemukan bungkus susu kemasan merk Frisian Flag. Karena mencurigakan maka kemasan dibongkar dan ditemukan 2 Kg serbuk kristal putih yang diduga sabu-sabu, jelas Danrem.

sabu3

Dari pemeriksaan, identitas masing masing berinisial  Ed (26) warga  Merau Entabang dan Fe (41) warga Tripin Entikong, dalam pengakuannya barang diambil dari  Tebedu Malaysia. Saat ini tersangka beserta barang bukti berupa sabu-sabu  seberat 2 kg dibawa ke Kotis Entikong utk pemeriksaan selanjutnya, pungkas Danrem 121/Abw Brigjen TNI Widodo Iryansyah.
 

Penangkapan Santoso butuh dukungan masyarakat

Penangkapan Santoso butuh dukungan masyarakat
Dokumentasi sejumlah personel TNI berjaga di gerbang masuk dan keluar Desa Sedoa, Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (5/4). Penjagaan dan pemeriksaan setiap kendaraan yang keluar dan masuk itu adalah rangkaian dari taktik mempersempit ruang gerak kelompok teroris Santoso yang kini kian terdesak di hutan Poso. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

Komandan Korem 132/Tadulako, Kolonel Infantri Muhammad Saleh Mustafa, mengemukakan, untuk menangkap gembong teroris di Poso, Santoso bersama para pengikutnya membutuhkan dukungan dari masyarakat.

"Perlu ikhtiar, kerja keras, kerja sama dan sinergitas antara TNI dan Kepolisian Indonesia dengan masyarakat agar tujuan Operasi Tinombala menangkap Santoso dan pengikutnya bisa segera terwujud," kata Mustafa, kepada wartawan di sela penyambutan dia sebagai pejabat baru di Markas Korem 132/Tadulako, Palu, Kamis.

Sebelumnya, Panglima Kodam VII/Wirabuana, Mayor Jenderal TNI Agus Surya Bakti, melantik Kol Inf Mustafa menggantikan pejabat lama Kolonel Infantri Syaiful Anwar, yang gugur bersama 12 prajurit TNI lainnya dalam musibah kecelakaan helikopter TNI di Poso beberapa waktu lalu.

Mustafa berkualifikasi komando dan lama berkarir di Komando Pasukan Khusus TNI AD.

Santoso dan kawanannya sejak lama menjalankan taktik dan strategi gerilya. Dia keluar-masuk kampung-kampung dan hutan, dan tidak mau menyerah pada pemegang otoritas keamanan setempat. 

Tidak kurang dari tiga batalion gabungan TNI dan polisi diterjunkan untuk membawa Santoso dan kawanannya ke depan hukum. Sampai kini upaya itu belum membuahkan hasil dari Operasi Tinombala itu. 

"Saya akan segera menemui kepala Polda Sulawesi Tengah selaku pemimpin Operasi Tinombala untuk berkoordinasi terkait tugas ke depan agar operasi ini cepat selesai dan sukses," katanya.

Secara khusus, Bakti berpesan pada Mustafa agar berkoordinasi dengan Kepala Polda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Rudy Sufahriadi, untuk mengejar kelompok sipil bersenjata pimpinan Santoso alias Abu Wardah di Poso, dalam Operasi Tinombala. 

Mustafa otomatis menjadi wakil komandan Operasi Tinombala yang dipimpin Sufahriadi itu.

"Saya berharap agar ke depan nanti, tidak ada lagi kecelakaan dalam perburuan Santoso," kata Bakti.