Selasa, 12 April 2016

Douglas A-4 Skyhawk: Pesawat Tempur Pertama TNI AU dengan Kemampuan Air Refueling

a4skyhawkic9

Di luar Amerika Serikat, Indonesia adalah negara pengguna pertama pesawat tanker KC-130B Hercules pada awal 1960. Namun faktanya baru dua dekade kemudian, KC-130B Hercules TNI AU menemukan ‘jodoh’, yakni saat TNI AU menerima paket jet tempur taktis A-4 Skyhawk. Dan kemudian resmilah A-4 E/H Skyhawk sebagai pesawat TNI AU pertama yang punya kemampuan air refueling. Meski kini statusnya telah menjadi penghuni museum dan monumen, debut Skyhawk tak akan lekang dalam sejarah perkembangan kekuatan udara nasional.

1797560_860651350618506_8496547128886077744_nJet_Fighter_A-4_Skyhawk_Refueling_Close

Hadir di Indonesia lewat Operasi Alpha yang digelar pada bulan Juni 1979, secara teknis armada Skyhawk yang dibeli Indonesia berasal dari AS, meski barangnya berada di Israel. Inilah yang sampai saat ini kontroversinya masih terus bergulir, mengingat Indonesia dan Israel tidak punya hubungan dagang dan diplomatik. Secara kuantitas unit Skyhawk yang didatangkan ke Indonesia cukup besar, sebagai barang bekas pakai AL AS, secara bertahap, sebanyak 31 unit A-4E (single seater) dan dua unit TA-4H (dual seater) dikirim dari Israel ke Indonesia lewat kapal laut.

indoA-4Hb

Di periode yang sama, TNI AU juga mendapat berkah kedatangan jet tempur F-5 E/F Tiger II buatan Northrop. Bedanya F-5 E/F Tiger II adalah barang gress, didatangkan dengan pesawat angkut berat C-5A Galaxy langsung ke Lanud Iswahjudi. Sudah barang tentu pengadaan F-5 E/F Tiger II dilakukan secara terbuka, beda dengan proses kedatangan paket A-4 Skyhawk dari Israel yang dilakukan secara sangat rahasia. Namun, benang merahnya pengadaan A-4 Skyhawk, F-5 Tiger, dan juga periode yang sama ada pembelian jet latih tempur Hawk MK53, dapat berlangsung sebagai imbas manis penjualan minyak dan non migas RI yang saat itu sedang booming. Sementara disisi lain, AS yang masih diselimuti aroma Perang Dingin dengan Uni Soviet, berusa merangkul mitranya di Asia Tenggara dengan paket penjualan alutista berdiskon jor-joran.

A4SkyhawkTT0436ThunderTeam7

Meski yang didatangkan bukan alutsista berdaya getar tinggi, hadirnya A-4 Skyhawk dalam jumlah besar, plus F-5 E/F Tiger II menjadi buah pemacu semangat bagi awak penerbang dan teknisi TNI AU. Pasca revolusi 1965, kekuatan udara TNI AU melorot drastis, dari yang sempat begitu digdaya dengan keberadaan jet tempur MiG-21 Fishbed, kekuatan interceptornya harus pasrah menerima hibah jet F-86 Avon Sabre dari AU Australia.
2mxl51

Di lingkup operasi TNI AU, A-4 Skyhawk masuk ke dalam gugur pesawat Tempur Taktis (TT), jika disamakan dengan kondisi saat ini, status A-4 Skyhawk sama dengan jet Hawk 109/209. Menyandang gelar battle proven di laga Perang Vietnam, Perang Malvinas, dan Perang Timur Tengah, Skyhawk diciptakan untuk membawa sabreg senjata yang letal. Persisnya A-4 Skyhawk dapat meluncurkan rudal AIM-9 Sidewinder, AGM-45 Shrike, AGM-65 Maverick, AGM-62 Walleye glide bomb, dan AGM-12 Bullpup. Sementara bom yang dapat digotong seperti Rockeye Mk.20 Cluster Bomb Unit, Rockeye Mk.7/APAM-59 Cluster Bomb Unit, Mk.81 (250 lb/113 kg) dan Mk.82 (500 lb/227 kg), dan Mk.76 practice bombs. Namun perlu jadi catatan, A-4 Skyhawk TNI AU sayangnya tidak di setting untuk meluncurkan rudal.

0F3F9B8CE1F7A2F6480C3587729A7C29.jpg31587

Hingga akhir masa baktinya, racikan senjata yang diusung A-4 Skyhawk TNI AU memang amat terbatas, seperti enam bom Mk-82 dan tabung peluncur roket LAU-68B berisi roket 2×7 FFAR 2,75 mm, plus kanon internal 2x Colt Mk 12 kaliber 20 mm dengn 100 peluru per kanon, terkesan hanya dipersiapkan untuk penanggulangan konflik berintesitas rendah. Operasi tempur yang melibatkan peran A-4 Skyhawk TNI AU berlangsung saat Operasi Seroja. Dalam suatu misi di tahun 1987, lima unit A-4 menghantam sebanyak 30 sasaran. Jumlah total bom yang dijatuhkan seberat 7,5 ton dan roket yang diluncurkan sebanyak 70 munisi. Selain menggotong ribuan kilogram bom dan roket, A-4 masih membawa dua tangki cadangan yang masing-masing berisi sekitar 1.200 liter Avtur-50. Dalam pertempuran udara, khususnya untuk kepentingan manuver, tangki cadangan atau drop tanki itu bisa dilepas.

A-4E Skyhawk di Museum Dirgantara Mandalla, Yogyakarta.
A-4E Skyhawk di Museum Dirgantara Mandalla, Yogyakarta.

Tampilan dahboard kokpit A-4 E Skyhawk.
Tampilan dahboard kokpit A-4 E Skyhawk.

Hampir tiga dekade TNI AU mengoperasikan A-4 Skyhawk, dalam rentang yang cukup panjang Dislitbangau telah melakukan serangkaian modifikasi pada pesawat tempur ini. Karena basis acuannya adalah Israel, maka modifikasi Skyhawk TNI AU bisa dibilang identik dengan Israel punya, Modifikasi yang dilaksanakan oleh Israel antara lain menambahkan perangkat pembawa born seperti outer wing rack, sistem pengereman double disc break, memanjangkan tail pipe sehingga bisa mengurangi panas buangan bahan bakar dan sulit dilacak oleh rudal pencari panas, mengganti sistem pengereman pesawat dengan parasut yang lebih handal (drug chute), memasang senjata berkemampuan lebih besar DEFA 552 GUN kaliber 30 mm, mengubah sistem air refueling probe, mengubah chaff dan dispenser roket, dan lainnya. Ketika dikirim ke Indonesia, A-4 yang didatangkan langsung dari Israel umumnya memiliki kualifikasi seperti itu.

Tail pipe extension, diadopsoi dari gaya A-4 Skyhawk Israel.
Tail pipe extension, diadopsoi dari gaya A-4 Skyhawk Israel.

TA-4 H Skyhawk TNIAU.
TA-4 H Skyhawk TNIAU.

Singapura termasuk pengguna Skyhawk yang cukup sukses dengan mengembangkan varian A-4SU Super Skyhawk. Dilakukan penggantian mesin, sistem avionik, dan dapat meluncurkan rudal udara ke udara, dan udara ke permukaan.
Singapura termasuk pengguna Skyhawk yang cukup sukses dengan mengembangkan varian A-4SU Super Skyhawk. Dilakukan penggantian mesin, sistem avionik, dapat meluncurkan rudal udara ke udara, dan udara ke permukaan.

Secara khusus, modifikasi Skyhawk yang dilakukan TNI AU mencakup pemasangan kamera pengintai VICON 70 Camera, radio komunikasi yang frekuensinya standar TNI ARC 182 (VHF-UHV-AM-FM, Doppler antena, TANS Computer, sistem pemandu senjata WDNS (Weapon Delivery Navigation Systems, pembidik senjata Ferranti Gun Sight, dan penambahan persenjataan Front Mounting Gun.

Sesuai programnya saat itu, TNI AU sebenarnya tidak hanya ingin memiliki dua skadron Skyhawk (Skadron 11 dan Skadron 12), tapi berencana menambah 16 unit Skyhawk lagi. Tapi keinginan TNI AU untuk menambah tipe dual seater itu gagal karena Israel tak mau melepasnya. Namun pada tahun 1998 TNI AU berhasil menambah dua Skyhawk tipe TA-4J yang merupakan lungsuran dari AL AS. Dalam cerita lain, TNI AU juga pernah menambah unit F-5 E/F Tiger II bekas pakai AU Yordania, tapi sayangnya pembelian ini terganjal kongres AS yang tidak memberikan lampu hijau. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi A-4 E Skyhawk
– Crew: one (two in OA-4F, TA-4F, TA-4J)
– Length: 12,22 m
– Wingspan: 8,38 m
– Height: 4,57 m
– Empty weight: 4.750 kg
– Loaded weight: 8.318 kg
– Max. takeoff weight: 11.136 kg
– Powerplant: 1 × Pratt & Whitney J52-P8A turbojet
– Maximum speed: 1.083 km/h
– Range: 3.220 km
– Combat radius: 1.158 km
– Service ceiling: 12.880 m
– Rate of climb: 43 m/s
– g-limit: +8/-3 g
 

Senin, 04 April 2016

Ini Dia! Target Drone Canggih Milik TNI AD dan TNI AU

QW-3_2
Target Drone S-70 TNI AU

Peristiwa ditemukannya target drone Meggit BTT-3 Banshee yang hanyut di Selat Philips, Riau pada 31 Maret lalu ibarat membuka mata kita, bahwa dunia drone/UAV (Unmmaned Aerial Vehicle) punya kecabangan dalam pengembangannya, dan target drone bukan sesuatu yang asing di lingkungan TNI. Sejak Arhanud (Artileri Pertahanan Udara) TNI mengenal penggunaan rudal dan kanon SHORAD (Short Range Air Defence), maka adopsi target drone dipastikan menjadi bagian yang melekat dalam silabus latihan tembak secara real and live.

Meski target drone Banshee tak dimiliki TNI, namun gelaran berbagai macam target drone telah hadir dalam beberapa varian. Ada target drone yang masih menyandang status prototipe, ada juga yang sudah real digunakan dalam operasi latihan. Seperti halnya pembagian segmen UAV, target drone dibagi ke dalam light/small target drone dan medium target drone. Sementara dirunut dari cara peluncurannya ke udara, target drone ada yang diterbangkan dari landasan, artinya target drone dilengkapi roda. Tapi tak sedikit target drone yang hadir tanpa roda, khusus yang tanpa roda, maka target drone diluncurkan lewat media peluncur (catapult).

Meski digadang untuk bisa dihancurkan, atau minimal terkenak tembakkan dari sista Arhanud, target drone dilengkapi skema recovery. Jika target drone berhasil lolos dari sergapan rudal atau kanon, selanjutnya target drone masih dapat digunakan lagi. Umumnya skema recovery dilakukan dengan cara pengembangan parasut saat mesin drone mati. Alhasil target drone dapat ‘jatuh’ dengan soft ke permukaan. Selanjut tim pencari di darat/laut tinggal mencari target drone yang telah jatuh tadi, pasalnya target drone sudah dilengkapi pemancar koordinat posisi dan GPS (Global Positiong System).

Dan berikut kami sarikan beberapa target drone yang cukup lekat di lingkup TNI, khususnya di Arhanud TNI AD dan Korps Paskhas TNI AU. Eksistensi target drone di matra masing-masing juga tak lepas dari peran Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang). (Haryo Adjie)

NRIST S-70
Untuk mengukur kinerja rudal MANPADS (Man Portable Air Defence Systems) QW-3, Korps Paskhas TNI AU punya cara jitu, yakni menggunakan target drone jenis S-70. Target drone ini buatan Cina dan diproduksi NRIST (Nanjing Research Institute of Simulation Technology). Dengan kendali remote control, S-70 dapat terbang hingga jangkauan maksimum 30 Km. Berlaku sebagai target drone untuk rudal hanud, S-70 punya kecepatan 300 km per jam.

DSC_2403tni-au-luncurkan-rudal-pengendali-ledakkan-pesawat-drone

S-70 diluncurkan dengan menggunakan daya dorong catapult yang berada pada bagian bawah fuselage. Drone juga dilengkapi dengan GPS sehingga setiap manuver pesawat dapat termonitor pada layar komputer di GCS (Ground Control Station). S-70 baru-baru ini digunakan pada Latihan Jalak Sakti TNI AU 2015 Lapangan AWR Budding, Belitung. Dalam sesi uji tembak rudal QW-3, S-70 terbang di ketinggian 5.000 kaki dan berhasil dihancurkan dengan sekali tembakkan oleh awak QW-3 TNI AU. Namun, sebelum rudal mencapai sasaran target, pesawat drone yang memiliki mesin 350 cc harus tertangkap oleh radar untuk mengkoneksikan agar bidikan rudal tepat sasaran.

Spesifikasi S-70
– Length: 2,55 meter
– Wingspan: 2,7 meter
– Max Take off weight: 60 kg
– Speed: 300 km/hour
– Ceiling: 3.000 meter
– Endurance: 60 menit
– Range: 30 km (remote control)
– Launch: rocket assisted
– Recovery: parachute

Target Drone Dislitbangau
Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Udara (Dislitbangau) bekerja sama dengan PT Aviator mengembangkan prototipe target drone. Kecepatan maksimal target drone 200 km pe jam, sementara kecepatan jelajah 120 jam, dan maksimal endurance 2 jam. Berat kosong drone 60 kg, sementara maksimal berat lepas landas 90 kg (20 kg berat beban dan 10 kg atau 15 liter berat bahan bakar).

dronephoto

Target drone yang masih berstatus experimental ini dilengkapi dengan roda. Artinya target drone diterbangkan lewat landasan, layaknya pesawat konvensional. Meski begitu metode recovery tetap menggunakan parasut.

Target Drone LTD-Elang
Mensiasati mahalnya harga target drone, maka seluruh satuan Arhanud TNI AD telah menggunakan target drone buatan Dalam Negeri. Kelebihan target drone hasil Dislitbangad (Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat) yang diberi label LTD (Light Target Drone) ini ialah mampu dilontarkan tanpa roda alias tidak memerlukan landasan pacu.

Target Drone-Elangtarget-drone-2target-drone-1

Spesifikasi LTD-Elang
– Panjang: 2,5 meter
– Rentang sayap: 2,75 meter
– Berat: 10 Kg
– Kapasitas bahan bakar: 1 liter
– Endurance: 45 menit
– Kecepatan maksium: 120 km/jam
– Kecepatan stall: 35 km/jam
 

Minggu, 03 April 2016

Meggit BTT-3 Banshee: Target Drone “Misterius” yang Hanyut ke Perairan Riau

Banshee-recovery-02

Untuk menjajal kemampuan sistem senjata pertahanan udara, keberadaan target drone mutlak diperlukan dalam simulasi latihan tempur unit arhanud. Dan masih diselimuti atmosfir hangatnya gesekan di Laut Cina Selatan, pada Kamis siang lalu (31/3/2016), warga Batam, Kepulauan Riau digemparkan dengan kabar ditemukannya drone bersayap delta yang jatuh di Selat Philps, kawasan perbatasan RI – Singapura.

Drone-Target-Banshee-Milik-Asing-Jatuh-di-Kepulauan-Riau-2-e145945069151614drone-banshee-1

Meski sempat menjadi polemik dan muncul dugaan sedang ada upaya mata-mata negara tetangga, namun setelah ditelaah, bisa dipastikan yang ditemukan di perairan Selat Philips adalah drone jenis Meggit BTT-3 Banshee. Drone besutan Inggris yang kini diproduksi Meggitt Defence Systems, memang dirancang sebagai target drone (drone sasaran tembak) untuk menguji kesiapan rudal hanud (pertahanan udara) dan kanon/meriam PSU (penangkis serangan udara).

banshee-drones
Drone Banshee dengan parasut yang masih melekat.

Bilah propeller.
Bilah propeller.

Meski digadang sebagai sasaran tembak, namun jangan anggap sepele Banshee, layaknya drone yang operasional di unit intai, Meggit BTT-3 Banshee dapat dikendalikan manuvernya dari GCS (Ground Control Station). Tak itu saja, Banshee juga dibekali payload avionic command and control digital, jika diperkukan payload juga dapat dipasangi perangkat kamera ala drone surveillance. Tak heran jika berdasarkan pengakuan warga yang menemukan, drone ini dikabarkan juga dilengkapi kamera.

Dengan kelengkapan fitur diatas, maka operator rudal hanud akan mendapat tantangan keras untuk menghancurkan Banshee yang dikendalikan dari darat. Dikutip dari situs resminya, Meggit BTT-3 Banshee disebut bisa menjalankan moda full autonomous dengan waypoint GPS dan navigasi semi otomatis. Lantas mengapa ditemukan parasut pada sosok drone bersayap warna kuning ini? Meggit BTT-3 Banshee tidak dilengkapi roda pendarat seperti halnya drone UAV Wulung, maka jika misi telah tuntas dan drone bisa selamat dari incaran tembakan PSU, selanjutnya mesin drone dapat ‘dimatikan’ di udara dan parasut akan mengembang agar drone bisa jatuh dengan aman ke permukaan.

Tidak dilengkapi roda, Target drone ini diluncurkan lewat catapult (pelontar).
Tidak dilengkapi roda, Target drone ini diluncurkan lewat catapult (pelontar).

Banshee milik Brunei Darussalam.
Banshee milik Brunei Darussalam.

Drone ini juga dirancang aman saat jatuh di air, materialnya yang kedap dan ringan, menjadikan Banshee dapat mengambang saat mendarat air. Dan inilah yang terjadi dengan drone Banshee yang ditemukan pada Kamis lalu.

Dirunut dari sejarahnya, Meggit BTT-3 Banshee telah dikenal sebagai target drone sejak awal dekade 80-an. Sebelum diproduksi Meggitt Defence Systems, drone ini digarap oleh Target Technology Ltd, perusahaan asal Inggris ini berangkat sebagai pengembang mesin ringan untuk drone. Kemudian pada tahun 1983, perusahaan ini baru resmi mempunyai desain drone sendiri.

Dirancang sebagai target drone yang mumpuni, Banshee dibangun dari material komposit, gabungan dari Kevlar dan glass-reinforced plastic. Struktur rancangan bodinya dilengkapi sirip ekor dan sayap model delta. Tentang dapur pacu, drone Banshee ditenagai mesin propeller 342 cc Normalair-Garrett two-cylinder two-stroke dengan tenaga 26 HP. Soal performa, drone target ini dapat melesatr maksimum hingga 200 km per jam. Sementara endurance di udara ada di rentang 1 jam 15 menit sampai 3 jam, tergantung setting misi. Ketinggian terbang maksimum sampai 7.010 meter.

47IMG-20160331-WA0013

Drone dengan balutan cat warna oranye ini juga dapat ditambahkan perangkat radar, flare/chaff disepense, dan pengecoh sasaran lainnya. Guna benar-benar menciptakan kondiri real pertempuran dalam berbagai medan, Banshee (Banshee 300) dapat di setting untuk bertindak sebagai rudal anti kapal, ini artinya drone dapat mengudara dalam moda sea skimming, terbang rendah daiatas permukaan laut guna mengindari radar. Lebih hebat lagi, Banshee (Banshee 400) juga dapat di setting sebagai drone pengintai, lengkap dengan kamera.

Dalam penugasaan, Banshee sudah banyak melayani uji coba penembakkan dari berbagai senjata. Mulai masuk kedinasan AD Inggris pada pertengahan tahun 1980, Banshee pernah digadang sebagai sasaran rudal Blowpipe dan Javelin. Rudal-rudal lainnya yang pernah memanfaatkan jasa Banshee diantaranya Chaparral, Crotale, Rapier, dan kanon CIWS (Close in Weapon System) Phalanx. Dikutip dari Wikipedia.com, Banshee sampai saat ini telah diproduksi 5.000 unit dan sudah digunakan oleh 40 negara.

euduyklvcixvvh9aqqra

Di lingkup ASEAN, Malaysia dan Brunei Darussalam adalah pengguna Banshee. Brunei misalnya, negara kaya minyak ini sudah menggunakan Banshee sejak 1987 dan menambahnya pada 2010 dengan memesan Banshee 600. Sedangkan Malaysia sendiri sudah menandatangi kontrak senilai 0.6 juta dengan Meggitt Defence Systems pada September 2012, untuk pengadaa Banshee Aerial Target Systems selama lima tahun, lengkap dengan pelatihannya.

Berdasarkan dugaan yang rasional, drone ini mungkin sedang digunakan oleh Malaysia atau Brunei dalam uji tembak rudal, namun drone jatuh ke laut dan hanyut hingga terbawa arus ke perairan Indonesia. Namun Indonesia harus tetap waspada, karena Meggitt ternyata mengembangkan Banshee dengan kemampuan tambahan jika diperlukan, ya termasuk untuk misi intai terbatas. (Gilang Perdana)

Spesifikasi
– Length: 2,84 m
– Wingspan: 2,49 m
– Height: 0,86 m
– Empty weight: 39 kg
– Gross weight: 73 kg
– Powerplant: 1 × Norton P73 Wankel rotary engine
– Maximum speed: 200 km/h
– Endurance: 1 hour 15 minutes
– Service ceiling: 7,010 m
 

MATC 8100 Tower: Menara ATC Mobile Untuk Dukungan Operasi Taktis TNI AU

MATC 8100

Dalam situasi peperangan, pangkalan udara (lanud) dipastikan jadi target utama serangan lawan, dan boleh jadi TNI AU saat itu membutuhkan gelar pangkalan udara taktis temporer. Dalam kondisi yang menuntut aksi serba cepat, komponen untuk menyiapkan sebuah lanud tetap harus dipikirkan secara matang, termasuk elemen vital dalam menunjang kendali dan keselamatan penerbangan, yakni menara ATC (Air Traffic Control).

Mengingat situasi yang menuntut kecepatan respon, pastinya sulit untuk ‘mendapatkan’ menara ATC yang ideal layaknya di Bandar udara. Dalam simulasi, bisa jadi di lanud ‘dadakan’ tidak tersedia menara ATC, atau lebih ekstrim lagi TNI AU harus membangun lanud dari basis jalan raya (jalan toll), tentu perangkat yang berkaitan dalam misi taktis dapat mengambil peran penting. Dan disinilah hadir MATC 8100, jenis menara ATC mobile yang dapat digelar dimana saja, dan dapat dipindahkan dengan mudah lewat jalur darat, laut, dan udara.

2014-03-12-15_59_39

BSS-Holland_TMT-8100

Tidak diketahui persis kapan TNI AU mendatangkan ATC mobile ini, namun penampakan perdana MATC 8100 diperlihatkan ke publik saat parade HUT TNI Ke-69 di Dermaga Ujung, Surabaya, Jawa Timur. Bentuknya yang asing disela-sela alutsista TNI lainnya, menjadikan publik banyak dibuat penasaran dengan MATC 8100 yang dalam mobilitasnya dirangkai dalam platform trailer dan ditarik truk Iveco.

MATC 8100 diproduksi oleh BSS Defence and Security Solutuions, perusahaan yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Dalam situsnya, selain dapat dengan mudah dipindahkan lewat jalur darat, MATC 8100 juga dapat digotong lewat udara dengan pesawat angkut sekelas C-130 Hercules. Atau bisa juga dengan helikopter sekelas CH-47 Chinook lewat sling cargo. Sedangkan lewat jalur laut, minimal dibutuhkan kapal angkut dengan ukuran deck cargo 40 feet.

2014-03-12-18.39.43

maxresdefault

Untuk menggelar MATC 8100 hingga siap pakai, cukup dibutuhkan dua personel selama waktu kurang dari dua jam. Tentu bila MATC 8100 akann diintegrasikan dengan radar diperlukan tambahan personel lagi untuk instalasi. Seperti halnya ATC konvensional, MATC 8100 juga sarat perangkat dukungan komunikasi dan navigasi penerbangan, sebut saja ada radio VHF, UHF, V/UHF, HF transceiver, timing system GPS, dan sistem perekaman hingga 100 ribu jam menggunakan piringan cakram atau digital tape. MATC 8100 juga dilengkapi perangkat meteorologi AWOS yang menampilkan data arah angin, kecepatan, tekanan, suhu, kelembaban, dan titik embun.

Sebagai perlengkapan tambahan, mobile ATC ini dapat pulan diintegrasikan dengan radar ADS-B, Tactical VHF (30/88 Mhz), Satcom, dan emergency landing lighting beacon system. Yang terakhir disebut sangat berperan dalam membantu pendaratan pesawat dalam kondisi cuaca buruk dan minim visual.
Secara keseluruhan, dimensi unit MATC 8100 punya panjang 10,4 meter, lebar 2,5 meter, tinggi 2,5 meter, dan berat 12,5 ton. Dan yang pasti sudut pandang 360 derajat. Untuk ketinggian menara dapat disesuaikan, maksimal 8,75 meter.

IMG-1273

IMG-1315-(1)

Dalam ruang kabinnya, dapat dimuati sampai tujuh personel, termasuk operator pemantau radar. Namun bila tanpa petugas radar, kru MATC umumnya tiga orang saja. Untuk menunjang kenyamanan, ruang kabin telah dilengkapi dengan pendingan udara (AC).

Meski belum dilibatkan dalam operasi tempur, MATC 8100 TNI AU sudah digelar dalam menunjang hajatan yang melibatkan demo aerobatik dan flying pass pesawat udara. Sebut saja pada momen HUT TNI Ke-70 di Cilegon, Banten, tahun 2015 silam, kemudian MATC 8100 juga pernah ditempatkan di area lapangan Monas, kala itu ATC ini diperlukan sebagai pemandu flypass jet tempur TNI saat HUT RI ke-70 diatas Istana Negara.

MATC 8100 saat digelar di area Monas, Jakarta.
MATC 8100 saat digelar di area Monas, Jakarta.

Guna menunjang keselamatan dalam pertujunkan udara, model ATC Mobile kerap jadi solusi.
Guna menunjang keselamatan dalam pertujunkan udara, model ATC Mobile kerap jadi solusi.

Saat ini TNI AU baru memiliki satu unit MATC 8100, idealnya minimal TNI mempunya dua unit MATC 8100, yang masing-masing ditempatkan di Komando Operasi Udara (Koopsau) I dan II, sehingga jika terjadi sesuau yang urgent, mobile ATC dapat cepat digelar disisi Indonesia Barat dan Indonesia Timur.

MATC 8100 Singapura Beraksi di Aceh
1426660005437DSC02241

Masih ingat musibah gempa yang diikuti tsunami di NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) pada 26 Desember 2004? Sebagai dampak dari gempa dahsyat ikut merusak beberapa fasilitas di bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. Selain landasan, salah satu yang rusak berat adalah fasilitas menara ATC. Padahal ATC sangat diperlukan guna memandu lalu lintas udara untuk dukungan logistik pasca bencana. Sebagai wujud solidaritas ASEAN, kala itu AU Singapura (RSAF) berhasil menggelar MATC 8100 di Banda Aceh. MATC AU Singapura dibawa dengan pesawat C-130 Hercules. (Bayu Pamungkas)

Laut Cina Selatan Memanas, TNI AU Gelar Garnisun Udara dari Natuna

25laut-china-selatan

Insiden kapal patroli Penjaga Pantai Cina yang menerobos wilayah Perairan Natuna pada 19 Maret lalu menjadi pertanda bahwa Indonesia dapat terseret ke pusaran konflik Laut Cina Selatan. Saat itu kapal Penjaga Pantai Cina nekad merangsek masuk teritori RI untuk mencegah upaya penangkapan KM Kway Fey yang melakukan illegal fishing oleh pihak Satgas KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan TNI AL. Dan sangat diyakini bila meletus peperangan di kawasan yang disengketakan enam negara tersebut, maka Indonesia akan terimbas langsung.

Menjawab potensi ancaman serius, terutama yang dihadapi adalah kekuatan ekspansi militer raksasa Negeri Tirai Bambu, sejak awal era Orde Baru TNI telah menaruh perhatian serius kepada Natuna. Kepulauan Natuna merupakan daerah terdepan karena terletak paling utara di wilayah NKRI (pulau Sekatung) dan wilayah yang sangat strategis, karena satu-satunya pulau yang berada pada lintasan jalur perhubungan di Asia baik jalur perhubungan laut (sea lines of communication/SLOC) dan jalur perhubungan udara (air lines of communications/ALOC) dari wilayah Asia Tenggara, Asia Selatan, Arab dan Afrika ke wilayah Asia Tengah, Asia Timur, Pasifik dan Amerika atau sebaliknya.

Dengan latar belakang diatas, maka wajar jika TNI mengkonsentasikan kekuatan matra udara dan laut di Natuna. Dalam wujud penggelaran pangkalan militer dengan ribuan prajurit. Dan dipicu dengan insiden 19 Maret lalu, gugus tempur laut di Natuna langsung mendapat penguatan. Sementara dari unsur udara, keberadaan Lanud Ranai di Natuna juga menjadi elemen vital, baik perannya sebagai jalur penerima logistik dan basis operasi pertahanan udara.

p1070589sejarah-ranai

Screenshot_2016-03-27-14-51-05

Melihat potensi konflik besar yang bersinggungan dengan kekuatan negara agresor, sebelum gesekan dengan militer Cina, pada bulan Januari 2016 Lanud Ranai telah dinaikkan kelasnya, dari Lanud kelas C ke Lanud kelas C, dan saat ini dipimpin komandan berpangkat kolonel. Meningkatnya status lanud tentu diikuti dengan penambahan fasiltas dan prasarana, termasuk mendukung gelar operasi pesawat tempur.

Tetap Jadi Pangkalan Aju
Meski peran Lanud Ranai terbilang strategis, namun belum ada rencana untuk menjadikan Lanud Ranai sebagai home base dari skadron tempur. Mengutip pernyataan Panglima Komando Operasi Angkatan Udara (Pangkoopsau) I Marsma TNI, Yuyu Sutisna di Keprinet.com (13/1/2016), belum perlu di bangun skadron udara khusus di markas Lanud Ranai. Menurut dia, untuk menempatkan skadron harus terlebih dahulu melihat efisiensi serta biaya yang akan dikeluarkan. Karena setelah dibangun, skadron harus di dukung dengan sarana dan dan fasilitas perbaikan pesawat seperti penyiapan suku cadang dan lainnya.

Screenshot_2016-03-27-14-48-16Screenshot_2016-03-27-14-49-24

Screenshot_2016-03-27-14-49-5620140826180741-menelusuri-kepulauan-natuna-yang-sempat-jadi-sengketa-ri-china-011-nfi

“Natuna masih belum memadai dalam hal ini, makanya masih kita datangkan pesawat tempur dari skadron terdekat untuk melalukan patroli pengawasan dan pengamanan dari udara,” ujar Yuyu Sutisna. Selain itu, dalam rencana strategi (renstra) kedepan, skadron udara di Natuna memang tidak termasuk dalam pembentukan. Keterbatasan anggaran juga menjadi pertimbangan pimpinan TNI AU belum membangun skuadron pesawat tempur secara permanen di Ranai.

Dengan konsep mendatangkan pesawat tempur secara bergiliran dari skadron tempur terdekat, maka model operasinya menjadi garnisun patroli udara. Mirip dengan yang berlaku di Lanud Halim Perdanakusuma, meski menyandang Lanud kelas A, di Lanuma (Pangkalan Udara Utama) Halim Perdanakusuma tidak terdapat home base skadron tempur. Namun guna melindungi obyek vital di Ibukota Jakarta, secara bergiliran jet-jet tempur dari luar Halim melakukan misi CAP (Combat Air Patrol) ditempatkan di Lanud Halim.

EMB-314 Super Tucano saat standby di Lanud Ranai.
EMB-314 Super Tucano saat standby di Lanud Ranai.

Hawk 209 melintas diatas Lanud Ranai.
Hawk 209 melintas diatas Lanud Ranai.

Untuk kasus di Lanud Ranai, bisa disebut masih akan menjadi pangkalan aju. Tidak seperti Lanud Halim Perdanakusuma, di Lanud Ranai tak semua pesawat tempur TNI AU bisa mendarat. Sampai saat ini pesawat tempur yang bisa mendarat di Ranai adalah jenis Hawk 109/209 dan EMB-314 Super Tucano. Sedangkan pesawat tempur yang punya daya deteren tinggi, seperti Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker dan F-16 Fighting Falcon belum bisa melakukan pendaratan di Lanud Ranai. Mengapa belum bisa?

Jawabannya terletak dari kondisi landas pacu yang belum memadai, atau semisal dipaksakan dapat membayakan keselamatan penerbang dan pesawatnya. Dengan landasan pacu yang dilapisi aspal hotmix, panjang landasan pacu Lanud Ranai 2.550 meter dan lebar 30 meter. Konon pesawat sekelas C-130 Hercules untuk melakukan pendaratan harus ekstra ngerem. Ini artinya bila ada kondisi darurat, Hawk 109/209 dari Skadron Udara 1 Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat yang terpakir di aprom akan beraksi lebih dulu.

Meski tak melakukan pendaaratan di Ranai, Sukhoi Su-27/Su-30 Skadron Udara 11 yang mengambil posisi di Lanud Hang Nadim, Batam dapat menjangkau Natuna dalam tempo tidak terlalu lama. Masih ada bala bantuan lain, F-16 C/D dari Skadron Udara 16 dan Hawk 109/209 dari Skadron Udara 12 Lanud Lanud Roesmin Nurjadin dipercaya dapat memberi andil dalam operasi udara di Natuna. Terkait potensi agresi di batas teritori laut, harus diakui duo Sukhoi Su-27/Su-30 yang paling letal jika menghadapi eskalasi peperangan di lautan, pasalnya TNI AU telah memiliki rudal anti kapal Kh-59ME.

Terkait dengan peningkatan status Lanud Ranai dipercaya membawa pengaruh pada jenis pesawat tempur yang bisa mendarat. Pada bulan September tahun 2015, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pernah menyebut landas pacu Lanud Ranai akan ditingkatkan kemampuannya agar bisa didarati Sukhoi Su-27/Su-30.

Kedepan Lanud Ranai memang bakal ramai, tak hanya karena keberadaan shelter jet tempur, tapi Lanud Ranai juga akan dijadikan basis pangkalan drone/UAV (Unmanned Aerial Vehicle).

F-16 Lebih Repot
F-16 C/D Fighting Falcon yang ber-home base di Lanud Roesmin Nurjadin akan kesulitan untuk mendarat di Ranai, sebab F-16 C/D yang dibeli secara refurbish dari AS ini tak dilengkapi dengan rem parasut, beda dengan F-16 A/B Skadron Udara 3 yang home base di Lanud Iswahjudi. Karena tak dilengkapi dengan drag chute, maka F-16 C/D bila nantinya digelar di Lanud Ranai harus menyertakan arresting cable, kabel baja penahan laju pesawat saat mendarat. Saat ini perangkat arresting cable F-16 berada di Lanud Iswahjudi dan Lanud Roesmin Nurjadin.

Kelebihan lain dari Lanud Ranai, adanya dukungan Satuan Radar 212 yang mengoperasikan Radar Thomson TRS 2215. Radar buatan Perancis ini punya jangkauan deteksi hingga 510 km dan ketinggian deteksi 30.500 meter dengan data renewal rate per 10 detik. Lebih jauh tentang radar ini telah kami kupas di link dibawah ini.

Satrad-212satrad--212

Radar Thomson TRS 2215.
Radar Thomson TRS 2215.

Anda mau berkunjung ke Lanud Ranai? Bisa saja pasalnya Lanud Ranai juga menyandang label Bandara Ranai, artinya juga digunakan untuk melayani penerbangan sipil. Mengutip dari Wikipedia.com, saat ini maskapai Sriwijaya Air, Wings Air dan Nusantara Air Charter telah melayani penerbangan domestik dari dan ke Ranai.

Pangkalan TNI AU (Lanud) Ranai terletak di Pulau Natuna yang termasuk gugusan kepulauan Natuna Utara tepatnya di Kelurahan Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna, memiliki areal seluas 450,5 hektar. Pangkalan ini mulai digunakan sejak tahun 1955. (Haryo Adjie)