Rabu, 06 Januari 2016

S-8 Kom: Roket Penggempur Sasaran Darat Sukhoi Su-27/Su-30 dan Heli Tempur Mi-35P

SU-30Front

Duo Sukhoi Su-27/Su-30 Skadron Udara 11 kini bisa disebut sebagai varian jet tempur TNI AU yang paling lengkap ornamen persenjataannya. Meski pengadaan beragam rudalnya tertunda hingga tujuh tahun, namun Sukhoi Su-27/Su-30 TNI AU relatif mumpuni dengan bekal rudal udara ke udara jarak pendek dan menengah, plus sederet nama rudal udara ke permukaan, dan yang paling gress rudal anti kapal Kh-59ME.

Meski tampil sangar dan jadi jet tempur dengan efek deteren tertinggi untuk TNI AU, duo Sukhoi TNI AU tak bisa dilepaskan dari perannya sebagai CAS (Close Air Support), karena basis Sukhoi Su-27/Su-30 adalah multirole fighter. Nah, mendukung elemen BTU (Bantuan Tembakan Udara) bisa banyak racikan senjata yang bisa ditawarkan ke sasaran. Untuk sasaran yang sifatnya low hingga medium priority, maka kombinasi tembakan dari kanon, roket, dan bom konvensional (dumb bomb) bisa jadi pilihan yang efektif dan efisien dari segi ongkos operasi.

Peluncur roket S-8 pada Sukhoi Su-30MK2 TNI AU. Foto: Formil.kaskus
Peluncur roket S-8 pada Sukhoi Su-30MK2 TNI AU. Foto: Formil.kaskus

Lebih detai, untuk kanon Su-27/Su-30 menggunakan tipe GSh-30-1 kaliber 30 mm, dan bom yang dipilih TNI AU adalah jenis P-100L, bom buatan produksi dalam negeri. Kedua elemen senjata diatas telah dikupas tuntas Indomiliter pada artikel terdahulu.

ws_s-8komS-8_KOM_80_mm_rocketS-8 roket

Dan kini yang menarik bahasan adalah sosok roket S-8 buata Rusia. Roket ini belum lama telah diuji tembak dalam Operasi Serangan Udara Strategis (OSUS) di kawasan Air Weapon Range (AWR) Pandanwangi, Lumajang, Jawa Timur. Pada hari “H” dilaksanakan OSUS (4/12/2015), diawali dengan serangan udara oleh satu flight Sukhoi Su-27/Su-30 menggunakan roket S-8 Kom mm. Sebanyak 160 roket ditembakkan, serangan ini bertujuan untuk melemahkan sistem pertahanan udara musuh.

Roket S-80 3,1 inchi kaliber 80 mm prinsip kerjanya serupa dengan roket FFAR (Folding Fin Aerial Rocket) 2,75 inchi kaliber 70 mm yang masif digunakan TNI AD dan TNI AU. Jenis roket ini memang dirancang awal untuk dilepaskan dari wahana udara, dan punya rancangan berupa sirip lipat yang akan mengembang saat ditembakkan. Tentang roket FFAR 2,75 inchi lebih detail telah kami kupas di artikel terdahulu.

B-8 Launcher pod.
B-8 Launcher pod.

Berisi 20 roket.
Berisi 20 roket.

Roket S-80 dirancang sejak era Uni Soviet, khususnya untuk memenuhi kebutuhan angkatan udara. Pengembangan awal dilakukan pada tahun 1970. Seperti halnya roket FFAR, di udara S-80 juga dirancang untuk dapat dilepaskan dari pesawat tempur dan helikopter. S-8 resmi mulai memasuki masa produksi pada tahun 1984 dengan berbagai tipe hulu ledak. Diantara hulu ledak yang ditawarkan mencakup jenis HEAT anti armor,high-explosive fragmentation, smoke, dan incendiary (pembakar). Bahkan S-8 juga dikembangkan hingga tipe hulu ledak penghancur landasan (S-8BM) dan hulu ledak thermobaric (S-8DM). Yang terakhir disebut menjadi momok menakutkan dalam Perang Afghanistan, pasalnya thermobaric akan semakin berkobar efek ledaknya saat terkena udara bebas.

Dimensi S-8 bergantung pada penggunaan jenis hulu ledak dan pemicunya. Panjangnya ada di pilihan 1,5 meter dan 1,7 meter, sementara bobotnya ada di pilihan 11,3 kg dan 15,2 kg. Bagaimana dengan jangkauan tembaknya? S-8 disebut-sebut mampu melesat sejauh 2 – 4 km. Sebagai perbandingan roket FFAR buatan PT Dirgantara Indonesia punya daya tembak sejauh 6 km. Salah satu yang digunakan TNI AU dan TNI AD adalah jenis S-80 Kom. Roket ini punya kecepatan luncur 610 meter per detik. Tak ingin kalah jangkauan tembak dari FFAR, terakhir Rusia mengembangkan varian S-8OFP, punya panjang 1,4 meter da berat kurang dari 17 kg, serta punya jangkauan tembak hingga 6 km.

Peluncur roket B8V20-A di helikopter Mi-35P TNI AD.
Peluncur roket B8V20-A di helikopter Mi-35P TNI AD.

Dalam aplikasinya, roket S-8 dipasang pada pod peluncur jenis B-8 untuk jet tempur Sukhoi. Sementara untuk dipasang pada helikopter menggunakan pod peluncur jenis B8V20-A, seperti yang dipasang pada helikopter tempur M-35P Puspenerbad TNI AD. Kedua jenis peluncur sama-sama dapat dimuati hingga 20 roket, perbedaannya lebih kepada desain, dimana B-8 untuk jet tempur dirancang streamline. (Gilang Perdana)
 

Panglima TNI : Jangan Pakai Lagi Tank Saracen dan Ferret

  panglima tni
Kunjungan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke Ambon

Sebelum bertolak dari Kota Ambon menuju Pulau Saumlaki, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meninjau tiga satuan prajurit dalam rangka mendengarkan secara langsung kehidupan serta kebutuhan prajurit TNI di Ambon.

Satuan yang dikunjungi Panglima TNI adalah :

Detasemen Kavaleri 5/Birgus Latro Cakti

Detasemen Kavaleri 5/Birgus Latro Cakti (Denkav 5/BLC) yang berada satu kompleks dengan Cagar Budaya Benteng Victoria. Denkav 5/BLC sebagai satuan setingkat Detasemen, dengan luas sekitar 6 hektar, didirikan pada tahun 2005, kemudian pada tahun 2011 mulai dilengkapi dengan sarana prasarananya. Saat ini Denkav 5/BLC memiliki 4 unit Anoa, 12 unit Saracen dan 6 unit Ferret, kendaraan ini menjadi kekuatan utama dari Denkav 5/BLC.

Saracen
Saracen

“Denkav 5/BLC ini memang sebagai embrio yang nantinya dikembangkan menjadi Batalyon Kavaleri (Yonkav). Nantinya akan ada Kompi BS (Berdiri Sendiri) yang ada di Ternate. Pengembangan menjadi Yonkav juga akan dipertimbangkan pemindahan tempat yang lebih luas. Dan atas kepindahan tersebut, lokasi Denkav 5/BLC ini tetap dipertahankan sebagai cagar budaya,” ujar Panglima TNI.

“Kepindahan nanti dengan catatan, apabila tempat ini dijadikan mall atau tempat usaha atau perkantoran maka kita akan kembali ke sini. Tapi karena di sini sebagai tempat umum dan Cagar Budaya maka akan kita bantu,” kata Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Panglima TNI juga menyarankan untuk tidak lagi mengoperasikan kendaraan Ferret dan Saracen. Menurutnya, kedua kendaraan tersebut cukup dipanasi secara rutin, sebab sudah tidak tersedia lagi sparepartnya.

Ferret
Ferret (photo : Kopraldjono)

“Jadi sudah pas kalian tinggal di lokasi Cagar Budaya, karena kalian juga memelihara Kendaraan Tempur Cagar Budaya. Kepada para prajurit juga akan direncanakan pembangunan Rusunawa. Tercatat sebanyak 44 prajurit masih tinggal mengontrak di luar Markas,” ujar Panglima TNI.

panglima tni-3


Denzipur 5/CMG

Kunjungan kedua yang dilakukan oleh Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo bersama rombongan adalah Detasemen Zeni Tempur 5/Chakti Mandra Guna (Denzipur 5/CMG).

Dalam kesempatan tersebut Panglima TNI langsung mendengarkan keluhan anggota prajurit. Beberapa hal yang disampaikan para prajurit adalah perbaikan 100 unit atap dan plafon rumah, pengaspalan jalan di bagian belakang Detasemen, penambahan Truk dan peremajaan Kendaraan Alat Berat Zeni.

“Kenapa saya kasih ? Kamu (Zeni) selama ini kerja yang bangun rumah orang, maka dari itu kewajiban saya agar kamu (juga) memperbaiki rumahmu. Truk nanti dilihat kalau perlu diganti. Untuk alat berat akan disediakan sparepart, serta juga akan dilakukan pengaspalan,” ucap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Lanud Ambon

Pada kunjungan ketiga, Panglima TNI tiba di Lanud Ambon. Prajurit menyampaikan kekurangan personel untuk mengoptimalkan operasi kerja. “Ijin, untuk mencapai pelaksanaan tugas yang lebih optimal di Lanud Ambon, mohon Panglima TNI bila berkenan menambahkan personel lagi,” ucap seorang anggota Lanud Pattimura.

panglima tni-4

“Kamu bilang tadi kinerjanya sudah optimal ?. Tapi nanti akan dipertimbangkan lagi. Bagian mana yang jadi prioritas ?”, pungkas Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Selama mungunjungi ketiga tempat satuan TNI tersebut, ditemukan berbagai saran usul bahkan permintaan dari Satuan Denkav 5/BLC, Denzipur 5/CMG dan Lanud Ambon kepada Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, yaitu permasalahan Tunjangan kemahalan untuk wilayah Maluku. Karena di Wilayah Maluku harga BBM tinggi, Sembako mahal, sementara gaji yang diterima prajurit di wilayah terluar dan terdepan sama dengan yang di kota besar.

Puspen TNI

TNI AU Imbau Dua Kementerian Tanggalkan Seragam Ala Militer

KSAU Marsekal Agus Supriatna
KSAU Marsekal Agus Supriatna (Photo: Liputan6.com)

Penggunaan seragam mirip militer yang dipakai Kementerian Perhubungan dan Kementerian Hukum dan HAM, bisa menimbulkan salah persepsi dan disalahgunakan oknum yang tidak bertanggung jawab.

Jika ada oknum yang nakal, maka TNI AU bisa menjadi sasaran tembak, padahal pelakunya bukan TNI AU. Begitu juga sebaliknya, jika ada anggota TNI AU yang nakal, maka pegawai Kementerian yang kena sasaran. Dan ini merupakan persoalan yang serius.

Untuk itu KSAU Marsekal Agus Supriatna menyurati Kementerian Perhubungan dan Kementerian Hukum dan HAM terkait seragam dinas yang mirip seragam militer Angkatan Udara.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan

Marsekal Agus Supriatna memberikan pemahaman bahwa sebaiknya seragam dinas tidak sama seperti seragam yang dipakai oleh militer. Segala sesuatu ada seragam sendiri-sendiri. Namun keputusannya tergantung pada pemerintah.


“Secara kehidupan mungkin ada kebanggaan menggunakan seragam militer,” ujar Marsekal TNI Agus Supriatna, usai memimpin upacara serah terima jabatan Panglima Komando Operasi Angkatan Udara I dari Marsekal Muda TNI A Dwi Putranto kepada Marsekal Pertama TNI Yuyu Yutisna, di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, (05/01/2016).

KSAU Marsekal Agus Supriatna
KSAU Marsekal Agus Supriatna (Photo: Liputan6.com)

Sementara Kadispenau Marsekal Pertama Dwi Badarmanto, mengatakan untuk menghindari masyarakat sipil menjadi sasaran kekerasan dalam konflik militer, sudah saatnya penggunaan seragam dan atribut militer oleh masyarakat sipil dihentikan.

Selain melanggar hukum, penggunaan seragam dan atribut militer oleh masyarakat sipil, sangat membahayakan penggunanya, karena bila terjadi konflik militer, mereka dapat menjadi sasaran tembak kelompok militer dalam konflik bersenjata.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Jajarannya
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Jajarannya

“Penghentian pemakaian, harus dipahami bersama, baik oleh ‘combatan’ dan ‘civilian’ sebagai gerakan moral dalam rangka melindungi civilian dari tindak kekerasan oleh militer dalam konflik bersenjata”, ujar Kadispenau Marsekal Pertama Dwi Badarmanto.

Antara

Selasa, 05 Januari 2016

KSAU: pesawat T-50i masih tetap dioperasikan

KSAU: pesawat T-50i masih tetap dioperasikan
Pesawat T-50i Golden Eagle. (ANTARA FOTO/Siswowidodo)
 
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna mengatakan, pesawat T-50i Golden Eagle masih tetap dioperasikan, meski pada 20 Desember 2015 terjadi insiden jatuhnya pesawat buatan Korea Selatan yang menewaskan dua pilot, di Lanud Adisutjipto, Yogyakarta.

"Pesawat Golden Eagle tetap dioperasikan, tapi untuk melakukan latihan aerobatik itu saya hentikan dulu," kata Marsekal TNI Agus Supriatna usai memimpin Sertijab Pangkoopsau I, di Makoopsau I, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa.

Saat ini, kata dia, investigasi insiden kecelakaan Golden Eagle yang dipimpin langsung oleh Wakil Kepala Staf TNI AU Marsekal Madya TNI Hadiyan Sumintaatmadja itu masih diselidiki. Kelemahan teknis pesawat tempur yang cukup baru itu masih didalami. Tim investigasi juga melibatkan teknisi pesawat dari Korea Selatan.

"Ini kerja sama tim, pesawat dari Korea. Orang Korea akan bantu dan ingin tahu, sehingga nantinya tidak ada kecelakaan lagi," ujarnya.

Agus mengatakan, pihaknya akan memberi penjelasan ke publik jika investigasi telah rampung.

Peristiwa yang menewaskan Letkol Penerbang Marda Sarjono dan Mayor Penerbang Dwi Cahyono itu terjadi saat acara Gebyar Dirgantara TNI AU di Yogyakarta.
 

5.000 personil TNI AD akan isi Kodam papua barat

5.000 personil TNI AD akan isi Kodam papua barat
Dokumentasi personel Batalion Infantri 711/Raksatama saat mengikuti upacara pelepasan pasukan Pengamanan Perbatasan (Pamtas) di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (21/10). Sebanyak 450 personel dari kesatuan tersebut diberangkatkan ke Papua untuk menjaga perbatasan Indonesia-Papua Nugini. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
 
Markas Komando Daerah Militer Papua Barat, akan diisi sebanyak 5.000 personil TNI AD, yang akan dilakukan secara bertahap.

Komandan Distrik Militer 1703/Manokwari, Letnan Kolonel Infantri Stevanus Aribowo, di Manokwari, Senin, mengatakan, ditahap pertama, untuk tahap pertama 30 persen keperluan personel ini akan ditempatkan sebagai "kerangka" Markas Kodam Papua Barat. 

Dia berharap tahun ini Kodam Papua Barat sudah operasi. Sehingga berdampak besar terhadap, situasi keamanan dan pertahanan, serta pembangunan dan perekonomian di daerah tersebut.

Secara fisik, bangunan Markas Kodam Papua Barat sudah hampir selesai, termasuk rumah dinas panglima Kodam Papua Barat itu, asrama prajurit, perumahan staf, dan kompleks perkantoran lain. 

Setelah pembangunan Makodam selesai, tahun ini pun akan dilakukan pembangunan kantor Kodim Teluk Bintuni.

"Lahan sudah siap, pemerintah daerah setempat telah menyediakan lokasi di sana, untuk pembangunan Markas Kodim Teluk Bintuni," kata dia. Setelah itu, diikuti pembangunan markas-markas Koramil di jajaran itu.

Adapun Markas Kompi Batalion Infantri 752 Manokwari, kata dia, akan digeser ke tempat lain dari yang selama ini berada di dalam bangunan Markas Kodam Papua Barat. Batalion infantri inilah yang akan menjadi cikal-bakal batalion infantri/raider, sebagai batalion pemukul Kodam Papua Barat. 

Saat peluru sniper menembus kepala prajurit Kopassus di Ambon

Kopassus. ©Kopassus
Kopassus. ©Kopassus

Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri yang desertir dan bergabung dalam kerusuhan berdarah itu.

Mabes TNI kemudian mengirimkan batalyon elite yang terdiri dari Sat-81 Kopassus, Denjaka Marinir, dan Bravo Korpaskhas. Mereka ditugaskan selalu bergerak untuk menghentikan baku tembak di titik-titik panas sekaligus mencegahnya meluas.

Bulan Oktober tahun 2000, Kompi C YonGab bergerak ke Saparua. Di sebuah desa, pasukan ini terlibat tembak menembak sengit dengan kelompok perusuh.

Cerita itu tertuang dalam buku Biografi Marsma (Pur) Nanok Soeratno, Kisah Sejati Prajurit Paskhas yang ditulis Beny Adrian dan diterbitkan PT Gramedia.

Kapten Psk Yudi Bustami yang memimpin kompi itu mengingat dari tembakan dan perlawanan, kelompok perusuh merupakan orang-orang yang terlatih.

Benar saja. Tiba-tiba ada teriakan meminta pertolongan medis. Seorang prajurit terkena tembakan di kepala.

Korban tertembak adalah Serda Asrofi, Komandan Regu dari Kopassus. Asrofi awalnya berlindung di balik tembok. Dia tertembak seditik setelah melongokan kepalanya untuk melihat situasi. Rupanya penembak jitu sudah mengincar posisi pasukan ini.

Peluru menghantam helm kevlarnya. Mengenai pelipis kiri hingga tembus ke pelipis bagian kanan.

Yudi memerintahkan tindakan evakuasi. Masih terdengar erangan kesakitan dari Serda Asrofi. Yudi yakin nyawa sersan pemberani ini masih bisa diselamatkan karena ada kapal TNI AL yang masih stand by di perairan Saparua.

Bukan perkara mudah melakukan evakuasi di tengah pertempuran. Empat personel yang mengangkut tandu darurat tentu bakal jadi santapan empuk. Yudi melakukan tindakan berani. Dia berlari di belakang tandu untuk menjadi tameng hidup bagi para prajuritnya yang memegang tandu.

Saat tandu berhenti sejenak di bawah sebuah pohon Ketapang, tepat di perbatasan Kampung Sori Muslim dan Kristen. Kopda Asep memeriksa kondisi Serda Asrofi. Tarikan nafasnya makin lemah. Tamtama kesehatan itu lalu berbisik pada Yudi.

“Komandan, ini tidak akan sampai di kapal,” kata Asep.

Yudi mencoba bersikap bijak. “Mari doakan yang terbaik,” ujarnya lirih.

Tubuh Asrofi terkulai melemah di pangkuan Asep yang dengan telaten merawat rekannya itu. Suasana haru, di dalam hati masing-masing terucap doa pada Allah SWT agar prajurit terbaik itu bisa selamat dan kembali ke rumah menemui keluarganya. Namun hari itu takdir berkata lain, TNI kehilangan seorang prajuritnya di medan tugas Tanah Saparua.

Tepat di bawah Pohon Ketapang itu Serda Asrofi gugur di pangkuan Kopral Asep Darma. Yudi menolak memakamkan Serda Asrofi di Desa Muslim atau Kristen. Dia membawa pulang jenazah anak buahnya itu.

Kejadian ini menyadarkan warga dua desa tak ada keberpihakan YonGab di Ambon. Bahkan salah seorang prajuritnya harus gugur karena mendamaikan kelompok yang bertikai.

Kompi C terus berada di Saparua selama tiga minggu lamanya. Mereka meneruskan tugas untuk merazia senjata api dan mendamaikan konflik SARA yang membuat Ambon menangis. (Merdeka)

Korvet KRI Fatahillah 361 Kembali Siap Memperkuat Angkatan Laut Indonesia

  kri_fatahillah_361
KRI Fatahillah 361 dengan tampilan radar lawas

KRI Fatahillah 361 telah selesai menjalani program perpanjangan masa hidup dan modernization (Mid Life Modernisasi-MLM).

Setelah lebih dari 2 tahun “bertapa” di galangan kapal PT.Dok dan Perkapalan Surabaya Tanjung perak, Surabaya, KRI Fatahillah siap kembali menjaga wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Korvet gaek ini baru saja mengganti sistem Combat Management System (CMS), radar, sonar, mesin dan propelernya serta perangkat kelistrikannya.

361_2


Yang paling canggih pada program MLM ini adalah penggantian radar Racal DeccaAC 1229 dan Signal DA 05 dengan radar 2D Terma Scanter 4001, radar multitarget permukaan dan udara sekaligus. Sebuah radar yang mampu menjejak sasaran kecil pada jarak hingga 145 km. Hanya saja radar ini memiliki kelemahan, radar Terma Scanter 4001 masih 2 Dimensi (belum 3D) hanya mampu menghitung arah dan jarak sasaran dan tidak mampu menghitung ketinggian sasaran yang diendusnya.

terma
361_4
KRI Fatahillah dengan tampilan radar baru

Sistem persenjataan KRI Fatahillah tidak termasuk dalam program modernisasinya, alias masih mengandalkan meriam bofors 120 mm, rudal anti kapal Exocet MM38, 2 canon 20 mm, torpedo Honeywell dan mortar bofors ASR 357 mm. Suatu hal yang sangat disayangkan, karena rudal Exocet MM-38 sebenarnya sudah tidak layak dalam peperangan laut modern saat ini.

Tapi mudah-mudahan saja dengan penggantian sistem CMS, TNI AL bisa mengganti rudal Exocet MM-38 nantinya, karena sistem radar yang baru sangat memungkinkan penggunaan rudal dengan jangkauan yang lebih jauh. Dengan jangkauam radar yang 145 km, menurut Penulis, KRI Fatahillah bisa menggotong rudal KH-35 Uran buatan Rusia yang berdaya jangkau 130 km misalnya (KH-35 Uran memiliki bobot lebih ringan daripada Exocet).

Kita tunggu saja kehadiran kembali korvet KRI Fatahillah 361 yang “baru” ini, walaupun masih memiliki kekurangan tapi lumayanlah untuk memperkuat kekuatan TNI AL di tengah keterbatasan anggaran militer Indonesia saat ini.