Jumat, 02 Oktober 2015

Dokumen Supardjo`, Kesimpulan Pelaku Mengapa G 30 S Gagal

Mengapa Gerakan 30 September 1965 gagal, bahkan hanya dalam hitungan hari? Padahal PKI, pihak yang dalam versi resmi dituding sebagai dalang, bukan partai gurem. Anggotanya jutaan. Sejumlah perwira militer juga terlbat.
Sejumlah akademisi telah coba menguliknya. Salah satunya adalah John Roosa, sejarawan dari Universitas Columbia, Kanada. Dalam buku Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'Etat in Indonesia (2006), ia mengarisbawahi kehadiran catatan yang dibuat Brigjen Supardjo, salah seorang yang terlibat dalam gerakan tersebut--bahkan tentara dengan pangkat tertinggi.
Catatan itu berjudul 'Beberapa Pendapat jang Mempengaruhi Gagalnja “G-30-S” Dipandang dari Sudut Militer (1966).' Selama puluhan tahun, para analis mengabaikannya meski tersedia di Museum TNI Satria Mandala, Jakarta. Roosa kemudian menyebutnya sebagai 'Dokumen Supardjo.'
Menurut Roosa, Dokumen Supardjo penting karena ditulis sebelum ia tertangkap. "...informasi yang terkandung di dalamnya mempunyai bobot keterandalan dan kejujuran yang khas. Supardjo menulis demi kepentingan kawan-kawannya, bukan bagi para interogator dan penuntut umum yang memusuhinya," tulisnya.
Kesimpulan Supardjo: G 30 S gagal karena gerakan ini dipimpin seorang sipil, Sjam, yang tahu sedikit sekali tentang prosedur-prosedur kemiliteran. "Dengan menempatkan diri sebagai orang yang berwenang atas sebuah aksi militer, Sjam menimbulkan kekacauan tentang garis komando di dalam kelompok inti," tulis Roosa.
Saat tiba di Halim Perdanakusumah, sehari sebelum kejadian, Supardjo mengaku bingung tentang siapa sebenarnya yang memimpin G 30 S. Gerakan ini mengabaikan prinsip-prinsip baku organisasi kemiliteran, tidak memiliki komandan tunggal.
"Kerja sama antara kelompok PKI (Sjam dan Pono) dengan kelompok militer (Untung, Latief, dan Soejono) tersusun sangat longgar, sehingga dua kelompok tersebut terus-menerus berdebat tentang apa yang harus dilakukan, bahkan pada saat-saat kritis ketika keputusan harus segera diambil," tulis Roosa.
 
Persiapan Tidak Matang
Roosa menyatakan, Supardjo menulis catatan itu sebagai seorang perwira yang dibingungkan oleh semua penyimpangan gerakan dari praktik baku kemiliteran. Supardjo menjadi brigadir jenderal pada umur 44 karena kepiawaiannya sebagai ahli strategi dalam sejumlah pertempuran.
Dalam bagian lain, Supardjo menulis, perencanaan gerakan ini kurang matang. "Rentjana operasinja ternjata tidak djelas. Terlalu dangkal. Titik berat hanja pada pengambilan 7 Djenderal sadja. Bagaimana kemudian bila berhasil, tidak djelas, atau bagaimana kalau gagal djuga tidak djelas," tulis Supardjo.
Supardjo memang lebih berfungsi sebagai penasihat ketimbang sebagai panglima. Lihat, ia baru datang pada 29 September ke Jakarta. Pada hari-hari sebelumnya, ia ada di Kalimantan sebagai komandan militer dalam konfrontasi dengan Malaysia.
Melihat kemampuan dan kebesaran PKI, Supardjo yakin, gerakan itu sebenarnya bisa berhasil jika dipersiapkan dengan matang.
"Saja ibaratkan seorang pemasak jang mempunjai bumbu, sayur2 jang serba tjukup, tetapi kalau tidak pandai menilai temperatur dari panasnja minjak, besarnja api, bilamana bumbu2 itu ditjemplungkan dan mana jang didahulukan dimasak maka masakan itu pun tidak akan enak," tulisnya.
Supardjo belakangan ditangkap. Ia dieksekusi mati pada 13 Maret 1967.

Liputan 6.

Radar Hanud AWS-2: Jejak Operasi Kresna Yang Masih Eksis

1411553915satrad214
Meski sistem radar Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional) terus dipermodern dengan beragam tipe radar terbaru, tapi hingga kini ada jenis radar yang masih beroperasi dan terbilang legendaris, telah beropersi multi dekade melintasi jaman, inilah sistem radar AWS-2. Jenis radar sekunder yang menurut informasi masih digunakan Satrad (Satuan Radar) 214 di Pemalang, Jawa Tengah dan Satrad 215 di Congot, Yogyakarta, dan Satrad 221 di Ngliyep, Jawa Timur.
Apa yang membuat radar AWS-2 layak disebut legendaris? Ini tak lain terkait proses kedatangan radar AWS-2 yang berlangsung pada awal tahun 60-an. Saat persiapan operasi Trikora untuk merebut Irian Barat, seperti dketahui Indonesia melakukan pengadaan alutsista besar-besaran, tak hanya pada adopsi sistem senjata tercanggih pada masanya seperti jet tempur MiG-21F, pembom strategis Tu-16 dan kapal penjelajah KRI Irian. TNI pun juga ikut memboyong sistem perangkat radar sebagai komponen pertahahan udara (hanud) nasional. Tebaran jaringan radar diperlukan untuk melindungi obyek vital di Pulau Jawa dan Sumatera, dan sebagai elemen GCI (Ground Control Intercept) dan EW (Early Warning) pada pangkalan aju di daerah operasi.
AWS-2 di Satrad 215.
AWS-2 di Satrad 215.
Merujuk ke situs Kohanudna.mil.id, program pengadaan radar pada masa itu diberi sandi operasi Kresna. Operasi ini secara khusus digelar untuk mencari radar-radar yang ideal digunakan TNI guna mendukung pelaksanaan operasi hanud. Melewati beragam proses, kemudian didatangkanlah radar Decca dari Inggris. Periode instalasi radar Decca Plessy HF – 200, Decca Plessey Hidra, dan Plessey AWS-2 dari Inggris masuk pada periode tahun 1963 –1964 di Tanjung Kait dan Cisalak. Kegiatan instalasi dilaksanakan oleh ahli Inggris yang dibantu tenaga-tenaga ahli dari AURI.
221
AWS-2 di Satrad 221.
Namun sayangnya kegiatan ini terhambat karena konflik Indonesia – Malaysia, dimana Malaysia disponsori oleh Inggris. Dengan konflik ini, maka pada awal tahun 1964 para teknisi Inggris ditarik pulang dan sebagian suku cadang tidak dilanjutkan pengirimannya, dan membuat penginstalasian radar terbengkalai. Meski begitu beberapa radar yang sudah diinstalasi tetap dapat dioperasikan.
Setelah kegagalan dari sebagian Operasi Kresna, maka AURI kembali berusaha untuk mendatangkan radar dari Blok Timur. Maka dimulailah suatu periode instalasi Radar P-30 Rusia di Palembang dan Tanjung Pandan, Radar Nysa-C Polandia di Cengkareng, Cibalimbing dan Radar Decca Plessy LC di Palembang.
Sesuai perkembangan teknologi saat itu, radar-radar diatas masih sangat sederhana dan hanya menyuguhkan bearing dan range pada console, namun dengan kemampuan deteksi rata-rata 120 NM sampai dengan 180 NM (nautical mile), keberadaan radar-radar tersebut cukup mampu memberikan informasi seluruh pesawat yang memasuki wilayah udara Indonesia, khususnya Pulau Jawa.

AWS-2
Nah, dari nama-nama radar yang pernah eksis di dekade 60-an, kini tinggal jenis radar AWS-2 yang masih beroperasi, sebelum nantinya digantikan oleh jenis radar-radar baru. Kohanudnas kini juga telah menggunakan beberapa radar yang lebih baru dan canggih, seperti AR 325 Commander, Thomson TRS-2215/TRS-2230 dan Master-T.
downloadRADAR
Merujuk dari spesifikasinya, AWS-2 generasi pertama dari Inggris ini, sistem bekerjanya sama dengan prinsip kerja Radar pada umumnya. Radar AWS merupakan gabungan antara Decca Radar dan Plessey. Meski awalnya berasal dari teknologi analog, radar AWS 2 saat ini telah dimodifikasi sehingga dapat diubah menjadi digital. Kemampuannya pun ditingkatkan, seperti dapat menampilkan informasi secara real target dan real time di Posek Hanudnas I, dan dilengkapi pula dengan perangkat tambahan, yaitu SBM (Satelit Bumi Mini) K3I. Peralatan ini dapat dimanfaatkan sebagai latihan intersepsi bagi personel GCI Controller. Dari SBM ini terdapat 3 keluaran yaitu data, voice dan video. Untuk transmisi yang digunakan masih menggunakan kabel coaxial.
Diagram sistem kerja radar AWS-2.
Diagram sistem kerja radar AWS-2.
Perangkat receiver.
Perangkat receiver.
Sebagai radar sekunder yang sudah dimodifikasi, AWS-2 yang dibuat tahun 1960 punya jarak jangkau deteksi hingga 280 km. Komponen radar ini terdiri dari antena, sistem pengirim (transmitter), sistem penerima (receiver) dan tampilan (display). Untuk display-nya menggunakan kepunyaan radar Plessey MK-8
Bagaimana sistem koordinasi dengan radar lainnya? Dalam operasionalnya, seperti Satrad 221 menggunakan satelit bumi mini yang dapat menghubungkan kosek (komandon sektor) 2 yang terletak di Makassar, radar 221 berupa radar early warning yang sudah tua namun masih dapat bekerja dengan baik. Di dalam struktur jaringan radar 221 dibawah kosek 2, Kosek 2 terdiri dari 6 satuan radar. Radar 221 dapat mendeteksi benda bergerak maupun tidak bergerak dengan jarak sapuan dapat mengcover area Jawa Timur sampai Bali.
Display layar radar AWS-2
Display layar radar AWS-2
Disiplay latar radar memperlihatkan situasi di Pulau Jawa,
Disiplay latar radar memperlihatkan situasi di Pulau Jawa,
Selain berkomunikasi dengan kosek 2. Satrad 221 dapat dapat juga berkomunikasi dengan menara ATC (Air Trafic Control) dengan tujuan untuk mencari/pengambilan data yang ingin dibutuhkan oleh satrad maupun sebaliknya. komunikasi diluar militer ini disebut dengan MCC (military coordination center). Apabila satuan radar sipil menangkap adanya obyek udara yang tak dikenal maka, ia dapat berkoordinasi dengan satuan radar militer terdekat dengan wilayah udaranya, dengan menukar data informasi dari obyek udara yang ingin diketahui.
Sebagai radar dengan instalasi permanen, kini Satrad yang mengoperasikan AWS-2 sudah dilengkapi lift pada unit antena dan transmitter untuk mempermudah operasional, khususnya dalam perbaikan dan pemeliharaan radar. (Dirangkum dari beberapa sumber)

Deru Mesin Perang, Jelang HUT TNI ke 70

  image

image

image

image

image

image

image

image

image


image

image

image

image

image

image

Konsentrasi pasukan dan alutsista TNI bertambah dan meningkat cepat di kawasan Pantai Indah Kiat, Cilegon, Banten. Derap kaki pasukan infanteri di darat, mengguncang bibir pantai. Rantai rantai dan roda kendaraan lapis baja bergemuruh, memecah kesunyian. Di waktu bersamaan, puluhan pesawat tempur berderu membelah Langit Banten. Helikopter serang dan serbu berkejaran dengan kapal kapal perang KRI yang memecah air laut, dengan mesin mesin mereka yang bertenaga besar.

Alutsista dan kendaraan Lapis baja yang datang semalam, mulai dibuka dari bungkusnya, dihidupkan mesin dengan suara yang berat dan bertenaga. Sementara pasukan Hiu Kencana dan kapal selam mereka, tetap dalam hening yang sesekali disapa burung camar yang melintas.

Kesibukan ini akan terus meningkat, hingga puncaknya nanti hari Senin pkl 09.00 wib, tanggal 5 Oktober 2015 dengan atraksi peperangan yang dilakukan TNI dalam memperingati hari jadi yang ke 70. Jaya selalu TNI.

All photos : pr1v4t33r and friends – Defence.pk

Detasemen Arhanud 001 Pamerkan TD 2000 B

U1335P27T1D529099F3DT20081107072516

Detasemen Arhanud 001 Kodam Iskandar Muda memamerkan peralatan persenjataan TD 2000 B pada pameran alutsista yang digelar di Lhokseumawe, 30 September hingga 3 Oktober 2015.
Komandan Den Arhanud 001 Mayor ARH Arif Budi Cahyono di Lhokseumawe, Selasa menyatakan, pameran alutsista dalam rangkaian HUT ke-70 TNI itu diikuti oleh berbagai satuan TNI yang ada di wilayah Lhokseumawe dan sekitarnya.

Dari pihak Den Arhanud 001, selain memamerkan persenjataan TD 2000 B, juga memamerkan berbagai peralatan tempur lainnya.
Arif menyebutkan, tujuan pagelaran persenjataan tersebut untuk membangkitkan kebanggaan generasi muda terhadap TNI dalam menjaga kedaulatan negara. Selain itu, dapat lebih mengetahui tentang persenjataan yang dimiliki oleh TNI, ujarnya.


Sementara itu, terkait dengan pelaratan tempur milik Den Arhanud 001 yang akan dipamerkan secara resmi pada Rabu (30/9), antara lain berupa Satu Peleton TD 2000 B, dua pucuk Misil 57 mm, satu kendaraan FCV, satu kendaraan FCDV dan satu unit generator khusus pendukung persenjataan tersebut.
Disebutkan, persenjataan TD 2000 B, merupakan jenis senjata baru yang dimiliki TNI AD kecabangan Arhanud yang berfungsi sebagai penembak sasaran udara dari pihak musuh terhadap objek vital. Sedangkan jarak tembak efektifnya sejauh 15 Km.

“Senjata buatan Cina ini pernah diuji coba di Kecamatan Lapang, Kabupaten Aceh Utara pada Desember 2014, dengan hasil yang sangat baik dan akurat. Bahkan, di seluruh Indonesia, yang ada cuma di Aceh,” ucap Mayor Arif.
Selain rudal tempur, Den Arhanud 001 juga menampilkan dua pucuk SMB, Air Modelling, Amunisi 57 mm jenis HE dan Proximity serta simulator sasaran udara.
“Bagi pengunjung yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang fungsi berbagai jenis persenjataan yang dipamerkan, dapat menanyakan langsung pada petugas kami yang ada di stand,” ujar Komandan Den Arhanud 001.

antara

    Pelatihan Kompi Taipur Kostrad

      kostrad-2

    Komando Pasukan Katak Komando Armada RI Kawasan Barat (Satkopaska Koarmabar) mengadakan pelatihan bagi 88 personel Kompi Intai Tempur (Taipur) Batalyon Intelijen Kostrad Tahun 2015. Kegiatan ini dibuka Komandan Satkopaska Koarmabar Letkol Laut (E) Monang H. Sitompul dalam upacara militer di lapangan apel Markas Komando Satkopaska Koarmabar, Pondok Dayung, Jakarta, (28/9).

    taipur1

    Dansatkopaskaarmabar dalam amanatnya antara lain mengatakan, tujuan latihan ini untuk melatih dan membentuk personel Satuan Jajaran Kostrad menjadi personel Kompi Taipur yang memiliki kemampuan khusus dalam melaksanakan operasi di berbagai bentuk medan khususnya di air, dalam mengembangkan kemampuan baik perorangan, tim dan kerjasama dalam organisasi satuan.

    taipur2


    Lebih lanjut Dansatkopaskaarmabar menyampaikan, sasaran yang ingin dicapai dari latihan ini adalah kemampuan merencanakan sebuah operasi sampai dengan pelaksanaan dengan tujuan mengaplikasikan dan menerapkan standar prosedur operasi yang ada, sehingga tercipta kesiapsiagaan prajurit yang profesional.

    Dansatkopaskaarmabar menekankan kepada perwira pelaksana beserta seluruh staf dan pelaku latihan untuk selalu menjaga keamanan baik personel maupun material dengan selalu mengacu kepada standar prosedur operasi. Di samping itu agar melaksanakan latihan secara serius dan bersungguh-sungguh serta bertanggung jawab.

    kostrad

    Direncanaka latihan ini berlangsung selama 29 hari dari tanggal 28 September sampai dengan 23 Oktober 2015 dengan lokasi latihan di Ksatrian TNI AL Pondok Dayung, perairan Teluk Jakarta, Pondok Cabe serta Pulau Laki, Kepulauan Seribu. Adapun materi yang dilatihkan meliputi renang rintis, renang kompas bawah air (RKBA), selam malam, dayung perahu karet senyap, long range navigation, perimeter pantai dan taktik satuan kecil (TSK) serta terjun laut.

    Jurnal Maritim.com

    Presiden Perintahkan Ambil Alih FIR dari Singapura

      F-15 Singapura
    F-15 Singapura

    Flight Information Region (FIR) atau kontrol wilayah udara di Kepulauan Riau dan sekitarnya masih dikuasai oleh Singapura. Presiden Joko Widodo meminta jajarannya segera mempersiapkan peralatan dan personel agar dapat mengambil alih kelola ruang udara yang dimaksud.

    Presiden beberapa waktu lalu memanggil kementerian terkait membahas permasalahan ini. Pasalnya International Civil Aviation Organitation (ICAO) hingga kini masih belum mengizinkan Indonesia mengelola ruang udara di wilayah Kepri, Tanjungpinang, dan Natuna karena dianggap belum memiliki kesiapan infrastruktur dan SDM yang mumpuni.

    Presiden Jokowi menargetkan 3-4 tahun untuk mengambil alih FIR dari Singapura. Lantas apakah Indonesia mampu mewujudkannya? Mengingat sudah sejak 1946 pengelolaan FIR didelegasikan ICAO kepada Singapura dan Indonesia belum juga mampu mengambil alihnya.

    “Jangan begitu. Kalau tanya sama saya, ya harus! Itu kalau saya,” ungkap KSAU Marsekal Agus Supriatna di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (30/9/2015).

    Menurut KSAU, pemerintah harus segera bergerak cepat agar Indonesia dapat berdaulat di wilayahnya udara. Sebab terkait hal ini, pesawat Indonesia harus tetap meminta izin dari Singapura walau terbang di ruang udara sendiri.

    “Ya betul, harus begitu,” kata Marsekal Agus singkat sambil mengancungkan jempolnya tanda mengamini.

    F-15 Singapura
    F-15 Singapura

    Sementara, Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Marsda Hadiyan Sumintaatmadja mengatakan untuk permasalahan FIR harus dilihat dari konteks keselamatan penerbangan. Pasalnya dalam pendelegasian FIR oleh Singapura, itu sudah ada UU yang mengaturnya.

    “Memang FIR Singapura berada di wilayah NKRI dan itu amanah ICAO bahwa sementara ini pengontrolan di Kepri dan Natuna didedikasikan ke Singapura. Itu tidak selamanya,” ujar Hadiyan.


    “UU No.1 tahun 2009 paling lambat sudah dikontrol atau diambil alih Indonesia. Pengambilan alih tergantung kesiapan Indonesia dan FIR urusan dengan kemenhub juga,” sambungnya.

    Tak hanya Kemenhub, dalam permasalahan FIR Kemenlu juga sangat berperan. Pasalnya wilayah udara yang dikelola oleh Singapura merupakan jalur gemuk yang banyak dilintasi pesawat-pesawat komersil lintas negara.

    “Secara diplomatik itu Kemenlu perlu juga turun tangan. Bisa saja negara lain yang biasa lewat wilayah Kepri dan Natuna tidak nyaman kalau FIR diambil alih Indonesia, makanya perlu ada diplomasi dari kemlu,”.

    Untuk dapat mengambil alir FIR, Indonesia disebut Hadiyan harus memiliki instrumen yang sama dengan Singapura. Dari infrastruktur hingga SDM. Termasuk radar-radar udara dan instrumen militer.

    “Tapi memang lebih baik FIR yang ada di wilayah kita dikontrol negara sendiri. Seperti di Cengkareng atau Unjung Pandang,” ucapnya.

    Pengelolaan ruang udara tak bisa dianggap enteng. Indonesia harus tetap meminta izin kepada Singapura jika ingin terbang di wilayah yang diatur dalam FIR tersebut.

    “Memang harus izin ke Singapura tapi ini dalam konteks keselamatan penerbangan ya karena memang amanah. Tapi kalau ada pelanggaran kedaulatan ya tetap kita tindak,” tukasnya. “Dan kalau sudah peran, FIR ya kita lupakan. Kita yang kendalikan karena urusannya sudah pertahanan negara,” pungkas Marsda Hadiyan Sumintaatmadja.

    Detik.com

    Indonesia Membutuhkan 100 Kapal Selam

      Kapal Selam Kilo
    Kapal Selam Kilo

    Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi mengatakan rencana pengadaan kapal selam kilo class dapat menjadi salah satu jawaban dari rencana penguatan jajaran kapal selam di TNI AL. Idealnya dengan wilayah perairan yang sangat luas, Indonesia membutuhkan setidaknya 60 hingga 100 kapal selam.

    “Kapal selam kilo class masih bisa beroperasi di sekitar perairan Indonesia. Itu kan kapal selam kelas middle. Kalau di atas itu, mungkin sudah cukup sulit,” ujar Muradi kepada Republika, (28/9/2015).

    Muradi menilai, berbicara jumlah ideal, jika disesuaikan dengan luas wilayah perairan, dibutuhkan setidaknya 60 hingga 100 kapal selam. “Kalau perlu, Indonesia membutuhkan 60 hingga 100 kapal selam. Atau, idealnya ya sekitar 60 kapal,” kata Muradi.

    Jumlah armada yang besar ini seharusnya bisa didukung dengan peningkatan jumlah pangkalan kapal selam, yaitu sekitar lima pangkalan. Lokasinya pun tersebar di seluruh wilayah, seperti di Kupang, Sorong, Sunda Kecil, Surabaya, dan Kalimantan. Pada masing-masing pangkalan bisa diisi 15 hingga 20 kapal selam.

    Saat ini, TNI AL memang tengah membangun pangkalan kapal selam di Palu, Sulawesi. Tidak hanya itu, kapal-kapal selam itu juga bisa dioperasikan di wilayah Indonesia Timur yang memang dikenal memiliki perairan laut dalam.


    Terkait adanya potensi embargo dari produsen kapal selam kelas kilo, Muradi menilai, hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Kapal selam kelas kilo diproduksi oleh Rusia dan Indonesia belum pernah diembargo oleh Rusia.

    Selain itu, kebijakan Rusia untuk selalu berseberangan dengan Amerika Serikat dan sekutunya bisa dianggap keuntungan tersendiri. “Berbeda jika Indonesia membeli kapal selam dari Inggris atau sekutu Amerika Serikat, malah bisa kena kemungkinan embargo,” ujarnya.

    Tidak hanya itu, sebagai penjual, Rusia bisa menjajaki pembukaan pasar yang lebih luas di Asia Tenggara. Selama ini, Rusia baru bekerja sama dengan Vietnam dalam pengadaan armada tempurnya, termasuk pengadaan kapal selam kelas kilo. “Kalau nantinya Rusia menawarkan kerja sama, ya diambil saja, mengapa tidak?” tuturnyai.

    Jika melihat kecanggihan teknologi, daya jelajah dan manuver, maka kapal selam buatan Rusia dinilai lebih canggih dibanding buatan Korea Selatan. Namun, salah satu kendala dari kapal selam adalah biaya pemeliharaan yang cukup tinggi. Selain itu, skema perawatan dengan mengandalkan kanibalisme spare part antara alutsista yang dimiliki sebaiknya dihindarkan, terutama dalam pemeliharaan dan perawatan kapal selam.

    “Mengingat operasi kapal selam yang berada di dalam laut dan membawa awak serta personel, maka pemeliharaannya tidak bisa main-main,” ujar Muradi.

    Republika.co.id