Minggu, 16 Agustus 2015

Chappy Hakim: Rebut Kendali Udara RI dari Singapura

Chappy Hakim: Rebut Kendali Udara RI dari Singapura
Marsekal (Pur) Chappy Hakim dengan bukunya (Antara/ Dhoni Setiawan) 
 
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI (purn) Chappy Hakim mendesak pemangku kebijakan untuk mengambil alih Flight Information Region (FIR) dari Singapura. Sebab, selama ini, manajemen udara Indonesia sepenuhnya dikelola otoritas Singapura.
"Rebut FIR yang dipegang Singapura. Ini bukan soal personel, SDM kita mampu dalam mengatur lalin udara. Ini bukan soal biaya, kita punya," ujar Chappy dihadapan Megawati dan beberapa politikus yang menghadiri peluncuran buku 'Tanah Air dan Udaraku Indonesia' di Jalan Matraman Raya, Rabu 29 Juli 2015.

Dengan kondisi itu, KSAU di era Presiden Megawati itu tak heran dengan maraknya pesawat lepas landas dan mendarat di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut terjadi, karena diarahkannya oleh Singapura sebagai negara yang memegang kendali FIR.

"Pesawat take off landing diarahkan ke Indonesia, itu ada fee-nya. Kenapa bukan ke Malaysia," ujarnya Chappy mengimbau agar pemerintah berani, seperti Perdana Menteri (PM) Rusia, Vladimir Putin, yang dengan tegas mengancam menutup poin perlintasan udara Siberia. Pemimpin negeri Beruang Madu itu memilih langkah tersebut, lantaran dituduh telah menembak jatuh pesawat Malaysia, MH17.

"Indonesia punya hak untuk menutup poin perlintasan udara. Itu bargaining position, seperti Rusia. Mereka dituduh tembak jatuh MH17, malah ngancam nutup poin di atas siberia. Dampaknya? Pesawat dari barat ke timur harus nambah 45 persen bahan bakar," tegasnya. 

Izin ke Singapura 

Pria yang kini menjadi pengamat penerbangan ini sangat prihatin dengan kendali FIR yang masih dipegang Singapura. Kisah ironi dituturkan Chappy, saat masih menjabat Letnan Dua (Letda) 1974 silam, di mana ia harus izin ke Singapura untuk menuju Tanjung Pinang, meski menerbangkan pesawat latih tempur TNI AU.

"Saya pernah terbang ke Tanjung Pinang, 1974, tetapi harus lapor ke Singapura. Itu dianggap biasa, saya di rumah sendiri kenapa harus izin ke tetangga," ujar Chappy.

Chappy menambahkan, saat itu, bahkan Menhub beralasan perizinan udara Indonesia ke Singapura untuk menjamin keselamatan. Namun, ia justru merasa tak nyaman, lantaran terkait dengan persoalan kedaulatan.

"Saya sedih, karena itu terkait kedaulatan," ujarnya. Prinsip menjaga perbatasan, lanjut Chappy, bukan menindak maling, melainkan mencegah, agar maling tidak masuk. Karena itu, sebagian wilayah yang menjadi penyebab perang, para prajurit militer harus memahami dan selalu menggelar latihan di kawasan perbatasan. 

"Selat Malaka perbatasan, tetapi pengelolaan (udara) bukan di kita. Tentara itu perang, kalau tidak, latihan perang di wilayah yang rawan perang, di mana? Perbatasan! Tentara Korsel latihannya di perbatasan Korut," papar Chappy.   

Viva. 

7 Alasan Kenapa Indonesia Lebih Hebat di Masa Lalu!

Indonesia pernah menjadi negara yang sangat hebat di masa lalu. Dengan apa yang dimiliki, Indonesia mampu berkibar di kancah internasional. Tak hanya dalam bidang ketahanan negara, Indonesia juga hebat dalam bidang olahraga. Namun kehebatan itu seakan habis saat ini. Indonesia seperti negara yang sedang sakit dan berusaha untuk keluar dari segala belenggunya. Meski selalu kesusahan!
Marilah kita berusaha mengisi semangat di ulang tahun Indonesia yang akan genap ke-70 tahun. Dengan mengingat kehebatan di masa lalu! Inilah tujuh hal yang membuktikan jika Indonesia pernah menjadi negara yang sangat hebat !

1. Kerukunan Antar Umat yang Sangat Dijunjung Tinggi

Belakangan ini isu yang dilandasi agama selalu menyeruak di permukaan. Mulai dari aksi anarki, aksi pelarangan, hingga aksi yang terindikasi konspirasi. Indonesia memiliki 6 agama yang diakui negara. Jumlah yang cukup banyak. Jika antar umat beragama tidak bisa menghormati satu dengan lainnya, maka akan jadi apa Indonesia kelak? Selain isu agama, isu terkait suku juga kerap memancing perpecahan. Seperti ada batas antara orang beragama tertentu atau bersuku tertentu. Padahal semboyan kita Bhinneka Tunggal Ika.
Kerukunan Umat Beragama [image source]
Kerukunan Umat Beragama
Di masa lalu, Indonesia tidak demikian. Dengan keterbatasannya, Indonesia mampu membuat banyak penduduknya saling rukun. Mau beragama apa saja, maupun bersuku apa pun, mereka akan terus bersaudara. Karena pada dasarnya kita semua sama. Perbedaan sekecil apa pun tak akan disulut menjadi besar hingga menimbulkan konflik. Kerukunan adalah hal utama yang harus ada di setiap negara. Karena jika hal ini sampai tidak ada atau semakin sedikit, maka Indonesia akan berada di ambang kehancuran!

2. Pemimpin yang Sangat Dicintai Oleh Rakyatnya

Salah satu tugas dari pemimpin adalah membuat seluruh rakyatnya hidup dengan baik. Mau kekurangan apa pun jika memiliki pemimpin yang baik segalanya akan terasa mudah. Pemimpin seperti ini akan dicintai oleh seluruh rakyatnya. Dan rasa cinta inilah yang membuat negara ini kita kuat. Mereka akan berjuang bersama-sama untuk mewujudkan sebuah negara Indonesia yang sangat baik. Tapi itu terjadi di masa lalu!
pemimpin dicintai [image source]
pemimpin dicintai [image source]
Saat ini, banyak rakyat yang tidak menyukai pemimpinnya. Alasannya sangat klise: pemimpin tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik. Mereka tidak bisa amanah mengemban tugas dan melaksanakan segala janjinya. Pemimpin sekarang kebanyakan digunakan oleh orang berkuasa untuk mendapatkan sesuatu hal yang besar. Padahal kekuasaan bukanlah hal yang patut untuk diperebutkan, namun untuk diperjuangkan.

3. Ditakuti Oleh Negara Lain di Dunia

Indonesia pernah menjadi negara yang sangat ditakuti oleh negara asing. Hal ini terjadi karena pertahanan indonesia sangat baik. Memiliki pasukan kuat yang bisa mengganyang siapa saja yang mendekat. Dan tak kalah pentingnya, Indonesia memiliki pemimpin yang sangat hebat seperti Bung Karno di masa lalu. Negara-negara tetangga tak akan pernah berani mengusik kedaulatan NKRI yang merupakan harga mati bagi siapa saja.
pertahanan negara [image source]
pertahanan negara [image source]
Coba perhatikan Indonesia di mata dunia sekarang. Negara kita ini seperti negara kecil yang tidak memiliki kekuasaan apa pun di kancah dunia. Malaysia kerap membuat negara ini gerah akibat budayanya kerap diambil. Australia kerap menekan dengan apa yang mereka inginkan. Padahal di masa lalu, negara ini tak pernah disentuh. Karena jika sampai mengusik, seluruh rakyatnya tak segan untuk berperang. Sekarang? Banyak rakyat yang tak peduli dengan keadaan negaranya sendiri!

4. Gampang Cari Pekerjaan

Kita sebagai generasi baru pasti merasakan bagaimana sulitnya mendapatkan namanya pekerjaan. Mau sarjana S1 atau pun S2 mencari pekerjaan sangat sulit. Sekolah dan kuliah seperti sesuatu yang tak berguna lagi. Mungkin tempat itu mampu mencetak ribuan, hingga puluhan ribu sarjana, namun yang diserap oleh lapangan pekerjaan hanya beberapa bagian saja. Bukankah kuliah atau sekolah adalah tujuan awal orang mendapatkan pekerjaan.
cari pekerjaan [image source]
cari pekerjaan [image source]
Di masa lalu, pekerjaan sangat mudah di dapat. Mungkin orang tua kita salah satu yang menikmati momen itu. Saat ini, jika kita tidak memiliki kemampuan yang lebih, perusahaan tidak akan melirik. Kalau pun punya keterampilan, semuanya akan didasarkan pada budaya untung-untungan saja atau budaya titip-titipan.

5. KKN adalah Hal yang Masih Tabu

Kita tidak bisa mengatakan jika di masa lalu Indonesia tidak melakukan praktik KKN. Karena pada kenyataannya ada beberapa kasus besar yang disebabkan oleh praktik KKN. Namun di masa lalu hal ini tak begitu banyak. Dan kalau pun ada masih hal yang sangat tabu hingga banyak orang tak akan membicarakannya.
korupsi [image source]
korupsi [image source]
Saat ini, KKN adalah hal yang biasa. Bahkan bisa dibilang merupakan trend. Banyak sekali pejabat tinggi di Indonesia yang terseret kasus hingga wajib mangkir dan berpindah ke penjara. Mereka seperti ramai-ramai ingin memperkaya dirinya sendiri secara terang-terangan. Bahkan diteruskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Korupsi saat ini sudah sangat membudaya di Indonesia. Dan akan sangat susah ditanggulangi jika orang di atas masih suka dengan duit dan kekuasaan.

6. Segala Hal Murah dan Dapat Dicapai Oleh Siapa saja

Saat ini, segala kebutuhan hidup di Indonesia menjadi sangat mahal. Bahkan bisa berkali-kali lipat harganya jika dibandingkan di masa lalu. Dimulai dari krisis moneter di tahun 1998 silam hingga sekarang, harga kebutuhan pokok meluncur tak terhingga. Hal ini ditunjang degan naiknya bahan bakar minyak yang pemicu kenaikan segala aspek kebutuhan. Mulai makanan, pakaian, hingga rumah. (Bahkan kontrakan saja naiknya nggak ketulungan!)
Sembako Naik [image source]
Sembako Naik
Zaman dahulu, meski serba kekurangan, seluruh rakyat dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dengan mudah. Rakyat dapat membeli kebutuhan yang sangat mendasar (beras) setiap hari. Bahkan mendapatkan tunjangan dari pemerintah. Saat ini, rakyat kecil hanya bisa mengelus dada. Mereka tidak bisa meminta apa-apa kepada pemerintah, tapi harus selalu menurut dengan kebijakan yang… yah, anda bisa menyimpulkannya sendiri.

7. Sektor Olahraga yang Maju

Indonesia pernah berjaya di bidang olahraga terutama Bulutangkis. Nama Indonesia bahkan bisa melejit mengungguli China yang sekarang jadi raksasa olahraga dunia. Banyak sekali mantan pemain kita yang akhirnya memiliki karir bagus di luar negeri.  Mereka menjadi pelatih di sana karena di negara sendiri mereka tak dihormati. Dampak dari itu semua, Indonesia jadi keok.
olahraga [image source]
olahraga [image source]
Hal lain yang memalukan adalah kasus sepak bola yang selalu penuh dengan tawuran. Bahkan tak hanya terjadi di lapangan, para petingginya juga ikut heboh. Dampaknya, sepak bola yang mulai berkembang jadi hancur. Mimpi ingin bertanding di pertandingan kelas dunia seperti akan kandas. Mungkin selamanya jika tak segera mendapatkan pertolongan.
Itulah tujuh alasan yang mendasari kenapa di masa lalu Indonesia sangat hebat. Semoga setelah membaca ini kita jadi semakin peduli dengan apa yang terjadi di Indonesia tercinta ini. Karena nasib Indonesia tak hanya kita serahkan kepada pemimpin saja.

Sabtu, 15 Agustus 2015

Sang Saka di Ketinggian Batas Negara

Sang Saka di Ketinggian Batas Negara
Merah putih berukuran 5 x 2,90 meter berkibat di ketinggian bukit batas negara, di Desa Nainaban, NTT. (Judith Lorenzo Taolin)
Satuan tugas pengamanan perbatasan (Pamtas) RI-RDTL batalyon 744/SYB dari pos Baen menggelar upacara bendera dengan memasang bendera merah putih berukuran 5 meter x 2,90 meter. Pemasangan bendera berukuran jumbo dilakukan menyambut HUT RI ke-70 sekaligus mengenang jasa pahlawan. 


Kali ini TNI dan Polri melibatkan warga desa Nainaban, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, mengibarkan bendera di ketinggian bukit yang berbatasan langsung dengan distrik Oecusse negara Timor Leste. Upacara pengibaran bendera sederhana itu diikuti warga masyarakat dengan pakaian seadanya; berselimut kain adat usang dengan celana pendek tanpa alas kaki. 


Meski mereka tak bisa mengikuti berbagai kegiatan meriah pada HUT Kemerdekaan RI di kota, namun kecintaan warga pada Indonesia terlihat pada pengibaran sang saka yang diikatkan di ujung teratas batang bambu sepanjang 25 meter. 


Sebelumnya, warga bersama-sama TNI mengusung tiang bambu berukuran 25 meter dari pos Baen. Perjalanan sejauh 2,5 kilometer yang mendaki ditempuh hanya dalam waktu 30 menit. Penanaman tiang bambu dan mengikat tali bendera juga dilakukan TNI bersama tokoh adat desa setempat, termasuk pelajar. Mereka berjanji akan iut menjaga sang saka agar tak sampai dirusak oleh pihak tak bertanggungjawab. 


Letda Muslih, komandan pos Baen kecamatan Bikomi Nilulat mengatakan, selain sebagai wujud cintanya masyarakat perbatasan terhadap NKRI, pengibaran bendera sekaligus memupuk rasa nasionalisme warga desa perbatasan dalam menyambut HUT RI ke-70.


Senada dengan warga desa setempat, Letda Muslih mengimbau kepada seluruh warga di sekitar bukit Nainaban untuk menjaga agar bendera tidak sampai rusak kecuali karena faktor alam.


"Upacara bendera yang digelar, merupakan wujud nyata cinta masyarakat perbatasan terhadap NKRI, sekaligus memupuk rasa nasionalisme yang tinggi dalam menyambut HUT RI yang ke-70," ujar Muslih.

Berkaitan dengan masih adanya batas wilayah dua negara yang belum jelas di kecamatan Bikomi Utara dan beberapa titik perbatasan di sektor barat, warga desa Nainaban berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan preventive dengan menetapkan batas wilayah kedua negara secara jelas. Permintaan ini beralasan karena di wilayah itu kerap terjadi perselisihan dan salah paham hingga berujung perang tanding saling mengklaim Kepemilikan tanah leluhur pada wilayah sekitar.

"Karena masih ada tanah yang menjadi sengketa antara kami dan warga desa sebelah dalam Oecusse Timor Leste, kami minta perhatian serius pemerintah pusat untuk segera menetapkan batas tanah yang betul. Agar kami tidak berperang lagi," pinta Bernadus, seorang warga desa Nainaban.

Bendera berukuran besar yang berkibar di atas ketinggian bukit di daerah perbatasan itu bisa dilihat dari jarak 25 kilometer, termasuk oleh warga districk Oecusi Timor Leste dan beberapa desa kecamatan Bikomi Nilulat. Semoga itu mampu menjadi pelecut bagi warga di daerah perbatasan untuk semakin mencintai negerinya dengan tetap mempertahankan sejengkal tanah air Republik Indonesia.

Viva. 

Indonesia Siapkan Dana Beli Jet Tempur dan Kapal Selam Rusia

  TNI Inginkan Pesawat Sukhoi SU-35
TNI Inginkan Pesawat Sukhoi SU-35
Pengeluaran untuk pembelian persenjataan Rusia telah diperhitungkan dalam anggaran Indonesia tahun 2015/2016, ujar duta besar Indonesia untuk Rusia, Djauhari Oratmangun, pada konferensi pers hari Kamis.
Untuk memastikan keamanan dari negara yang terdiri lebih dari 17.000 pulau, langkah-langkah keamanan khusus dibutuhkan, ujar duta besar. Ia mencontohkan rencana negaranya yang meningkatkan kemampuan pertahanan di tahun-tahun mendatang sehingga dapat menjamin integritas dan kedaulatan teritorial dan Rusia akan menjadi mitra terdekat dalam konteks ini, seperti yang sudah biasa terjadi.
Duta besar mengatakan jet tempur Sukhoi dikemudikan oleh pilot Indonesia, dan Angkatan Udara Indonesia memiliki Sukhoi Su-27 dan Su-30 dengan berbagai modifikasi pada peralatannya, menyebabkannya unggul dalam memenuhi tugas-tugas tempur dalam pengujian baru-baru ini.
Kapal Selam Amur 1650 Rusia
Kapal Selam Amur 1650 Rusia
Jet tempur itu dapat membuat serangan mendadak ke perbatasan Indonesia dalam batas waktu sesingkat mungkin dan menyelesaikan tugas operasional dengan segera. Pemerintah Indonesia telah memperhitungkan dana untuk membeli teknologi pertahanan Rusia, termasuk jet tempur, ke dalam anggaran tahun fiskal 2015/2016.
Diplomat itu berharap semua rencana pembelian senjata akan terwujud, meskipun pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan situasi ekonomi saat ini, dengan naiknya dolar AS dan melemahnya secara berkelanjutan mata uang Rusia dan Indonesia.
Pemerintah Indonesia dan Rusia juga membahas pasokan berbagai jenis persenjataan untuk Angkatan Darat dan Angkatan Laut, kata Oratmangun. “Kepala Staf Angkatan Laut Indonesia baru-baru ini telah melakukan kunjungan ke Rusia dan menunjukkan minat terhadap kapal selam Rusia dan telah melakukan tur pengenalan terhadap salah satunya,” kata Duta Besar Indonesia.

TASS

Elyas Pical, Legenda Tanpa Tanda Jasa

Pertengahan 1980an, publik Tanah Air begitu terhipnotis oleh Elly. Semua dilanda euforia dan demam Elly Pical.

Elly… Elly… Elly! Teriakan itu begitu membahana di pertengahan 1980an. Dari orang tua sampai anak-anak mengidolakan sosok Elyas ‘Elly’ Pical, juara dunia tinju pertama dari Bumi Pertiwi.

Ya, saat itu, publik Tanah Air begitu terhipnotis oleh Elly. Semua dilanda euforia dan demam Elly Pical. Bahkan, anak-anak banyak yang ingin menjadi petinju.

Tiap kali Elly manggung di ring, denyut nadi kehidupan di Tanah Air seolah berhenti. Pusat perhatian beralih ke layar kaca di rumah-rumah, dari tingkat RT sampai kelurahan. Meski kadang 'kotak ajaib' bernama tivi itu masih berlayar kaca hitam putih.

Itulah fenomena Elyas Pical, pahlawan tinju nasional yang masih terngiang sampai kini. Pesonanya masih hidup di relung sanubari pecinta olahraga tanah air.

Berbakat
Lahir di sebuah desa bernama Ullath, Kecamatan Saparua, Maluku Tengah, 24 Maret 1960, bakat Elly sebenarnya sudah terendus sejak kecil. Ia sudah memulai aksinya di pentas tinju sejak usia 13 tahun.

Dengan kekuatan pukulan hook dan uppercut kiri, Elly berhasil mencengangkan dunia. Lewat dua senjata andalannya tersebut, Elly berhasil menjadi yang terbaik di dunia dalam perebutan juara IBF kelas bantam junior tahun 1985. Petinju tangguh Korea Selatan, Ju-do Chun, jadi korban keganasan Elly saat itu.

Padahal, Ju-do Chun saat itu datang dan sempat bilang, "Elly Pical adalah anak kecil buat saya." Tapi, ternyata justru sebaliknya, pukulan Elly membulan-bulani jagoan Negeri Ginseng ini. Ju-do Chun pun terkapar di ronde 8.

Sah lah sabuk juara dunia Kelas Bantam versi IBF melingkar di pinggang Elly. Pria 25 tahun itu juga mencatatkan tinta emas dan mencetak sejarah sebagai juara dunia tinju pertama dari Indonesia.

Elly kemudian berhasil mempertahankan gelarnya kala menundukkan petinju Australia, Wayne Mulholland di tahun yang sama. Sempat kalah dari petinju asal Republik Dominika, Cesar Polanco, Elly mampu membuktikan kapasitasnya sebagai petarung sejati.

Dalam pertemuan ulang di Jakarta pada 1986, Elly berhasil merobohkan Polanco dengan kemenangan KO.

Pada 1987, Elly kembali menelan kekalahan setelah dirobohkan petinju tangguh asal Thailand, Khaosai Galaxy, dalam pertarungan unifikasi. Jagoan Thailand itu adalah juara dunia Kelas Bantam WBA.

Padahal, sebelumnya ia mampu mempertahankan gelarnya kala mengalahkan petinju Korea Selatan lainnya, Dong-Chun Lee.
Sempat mengalami depresi akibat kekalahannya dari Galaxy, Elly tak menyerah. Ia kembali merebut gelar yang pernah terikat di pinggangnya, kala mengalahkan kembali petinju Korea Selatan, yang juga berstatus juara bertahan, Tae-Ill Chang.

Kemunduran kariernya dimulai usai ia kalah dari petinju Kolombia, Juan Polo Perez, pada 1989. Dalam pertarungan yang digelar di Virginia, Amerika Serikat, itu, Elly harus rela menyerahkan gelarnya kepada petinju Kolombia tersebut.

 Babak Suram Kehidupan
Usai kekalahan dari Juan Polo, kehidupan suram legenda tinju Indonesia itu dimulai. Tidak memiliki tingkat pendidikan tinggi, membuat Elly kesulitan mencari pekerjaan layak. Berbagai profesi pernah ia jalani demi menyambung hidup, salah satunya menjadi tenaga keamanan di salah satu diskotek di Jakarta kala itu.

Namanya semakin tenggelam dan jadi cibiran, kala ia divonis 7 bulan penjara akibat tersandung kasus transaksi narkoba pada 2005. Beruntung baginya, Agum Gumelar yang kala itu menjabat Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), menjadi 'penyelamat' dengan menerima Elly bekerja sebagai stafnya.

Hingga saat ini, Elly masih menekuni profesi sebagai staf di KONI. Tiap hari, ia datang ke kantor di kawasan elite itu hanya dengan naik bus.

Di usia yang sudah tak muda lagi, legenda tinju Indonesia ini hanya mampu hidup pas-pasan. Namanya seakan tenggelam ditelan zaman. Ia pun bahkan sudah sulit untuk mengingat apa yang sudah pernah diraih, saat masih berada di masa emasnya.

"Saya ingat sedikit, tapi tahunnya saya tidak ingat. Saya ingat saya pernah ke Amerika (Serikat). Ya, saya pernah jadi petinju," katanya saat ditemui VIVA.co.id.

Tanpa Penghargaan
Melihat sosoknya sebagai juara dunia tinju yang dimiliki Indonesia pertama kali, pengamat tinju Indonesia, Mahfudin Nigara, berkomentar tentang sosok seorang Elyas Pical. Nigara memandang sosok seorang Elly sebagai petinju terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.

Bahkan, menurutnya, andai Elly lahir dan besar di era sekarang, mungkin kualitasnya jauh di atas Chris John. "Dia itu punya masalah dengan pendengaran. Karena dulunya ia seorang penyelam mutiara. Tapi, dia punya potensi sangat besar, bahkan melebihi Chris John sekarang. Dia punya killing punch, dan itu tak semua petinju punya,” kata Nigara saat dihubungi VIVA.co.id.

Nigara juga merasa prihatin melihat kehidupan Elly saat ini. Menurutnya, pemerintah seharusnya bisa menjadikannya sebagai ikon tinju Indonesia dan bisa lebih menghargai apa yang pernah dicapainya di masa lalu.

“Kala itu, jika ada atlet profesional bertanding, pemerintah pasti ikut membantu. Karena, nama Indonesia dan bendera merah putih harus menyertai sang atlet ketika bertanding. Ini seharusnya yang sekarang diberikan oleh pemerintah kepadanya. Harusnya ia dijadikan ikon tinju Indonesia, karena dia adalah juara dunia pertama yang dimiliki oleh Indonesia,” Nigara melanjutkan.

“Ya, seharusnya pemerintah dalam hal ini Kemenpora bisa memperjuangkan kesejahteraannya. Karena soal itu tadi, dia itu pernah membawa nama Indonesia berjaya di dunia. Jadi  dia layak untuk disebut pahlawan,” imbuhnya.

Ellyas Pical adalah salah satu mantan atlet yang pernah membawa harum nama Indonesia di kancah internasional, tapi tersingkirkan di masa tuanya. Nama mantan atlet lainnya masih banyak yang punya nasib memprihatinkan seperti Elly.



Viva.

Tangis Saidi, Pahlawan Perakit Bom

Saat Ketua Sahabat Veteran Bogor, Amanati Prasodjo pertama kali bertemu dengan Said, kondisinya sangat memprihatinkan.

Said bin Isnan menghuni di pojok kontrakan seluas 3x6 meter. Sangat sempit untuk disebut rumah, yang dihuni lima orang.
Wajahnya sangat layu. Katup matanya sudah menempel dengan mata. Kulit tubuhnya juga sudah merekat dengan tulang. Tak punya daging. 

Said lebih banyak mengisi hari-harinya dengan tiduran. Sesekali duduk di matras kumal. Tangannya gemetar mendekap peci kuning kebanggannya.

Udara di Kota Bogor masih sejuk. Apalagi ini di bantaran kali. Suara air jadi mengiringi waktu, termasuk saat kemarau ini.

Sesekali laki-laki tua itu terbangun. Bicara sendiri tentang perjuangannya semasa muda. Melawan tentara Belanda yang ingin kembali merebut Indonesia. Tak ada yang mendengarkan.

Said bin Isnan
Said bin Isnan, veteran pembuat bom saat perang Bojong Kokosan.

Ya, kakek yang sudah 89 tahun ini dulunya seorang gagah pemberani. Tak takut mati.
Walau tubuh sudah lemah ditelan usia, ingatan Said masih tajam. Dia bangga menjadi pejuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia saat republik ini waktu itu masih sangat belia dan sangat rapuh direbut kembali oleh Belanda tak lama setelah Proklamasi 17 Agustus 1945.
Said berjuang dengan keahlian dan keberanian yang, bisa jadi, melebihi rekan-rekannya. Dia seorang pembuat bom bagi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Siliwangi.

 “Ayah saya seorang tentara Hindia Belanda,” katanya laki-laki kelahiran 1926 ini dengan semangat. Sesekali tersendak riak. Lalu mengusap mulut.

“Saya sudah tidak suka dengan sikap ayah saya. Makanya saya lari dari rumah.”

Sejak usia belasan, Said sudah meninggalkan orangtuanya yang kaya raya di Cibonong, Kabupaten Bogor.  Dia bekerja di satu bengkel mobil Ford di Batavia, dan akhirnya pada 1942 Jepang masuk dan dia ditawan, dijadikan juru masak. “Saya terpaksa pura-pura bersahabat dengan tentara Jepang,” katanya.

Kemampuan mesin dan kelistrikan yang dia punya, diasah. Selain jadi juru masak, dia mempelajari pembuatan bom. Keterampilannya pun bertambah: meramu bumbu dan merakit mesiu.

Hingga akhirnya pada 1945 Indonesia merdeka. Usianya baru 19 tahun. Said muda bergabung dengan TKR di bawah pimpinan Letnan Kolonel RH Eddie Soekardi, yang kelak dikenal sebagai pemimpin Perang Bojong Kokosan.

Pada suatu pagi di pada awal Desember 1945, terdengar Sekutu yang ditunggangi Belanda akan mengirim makanan dari Jakarta ke Bandung, lokasi pertahanan terakhir Sekutu. Tapi, Eddie yakin, ini tak cuma makanan. Ada amunisi.

Maka itu, pasukan disiapkan. Said dan kawan-kawan bertugas merakit bom dan memasang ranjau. Benar saja, tentara Sekutu yang membawa truk dan tank melewati wilayah tebing-tebing Bojongkokosan, Parungkuda, Sukabumi.  Perang pun meletus pada 9 Desember.

Dua jam perang tanpa henti. Amunisi habis. Tapi, pasukan TKR tertolong kabut dan hujan lebat. Peralatan canggih Sekutu pun tak bisa apa-apa.

Belakangan perang berlanjut hingga empat hari. Sekutu yang marah membombardir beberapa desa di Sukabumi. Baik Sekutu maupun TKR yang dibantu relawan Hizbullah babak belur. Banyak korban berjatuhan.

 “Kami pernah terdesak. Senjata satu-satunya tinggal bom. Tapi setelah dinyalakan bom tak meledak-meledak. Rupanya mesiunya tak bereaksi karena dibungkus bambu muda, bukan paralon. Kami pun lari terbirit-birit,” katanya, mengenang. “Kami hampir mati,” ujarnya, melanjutkan.

Perang Bojong Kokosan inilah yang kemudian meletupkan Bandung Lautan Api pada 23 Maret 1946.

Ironi Nasib
Perjuangan Said ada buktinya. Indonesia kini benar-benar merdeka secara fisik. Sayangnya, kemakmuran dan kesejahteraan Indonesia tak bisa dirasakannya. Meski sudah merdeka 70 tahun, veteran ini tetap mengontrak. “Saya tak mampu beli rumah,” katanya, lirih.

Mencari rumah dia juga lumayan sulit. VIVA.co.id dibantu oleh Sahabat Veteran menelusuri gang kecil di pinggir kali di Kota Bogor, tepatnya di Kelurahan Ciwaringin, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. “Kami pernah ke sini akhir tahun lalu,” kata Amanati Prasodjo, Ketua Sababat Veteran Kota Bogor, Selasa 11 Agustus.

Jangan dibayangkan seperti gang kecil di Jakarta, gang di Bogor naik turun. Mirip menyusuri lembah dari atas bukit dengan undak-undakan semen berlumut. Sangat licin.

tangga menuju rumah said bin isnan
Tangga untuk menuju rumah veteran Said bin Isnan.

Di tangga curam ini, Said pernah jatuh, dua tahun lalu. Sejak jatuh itulah nasib mengubahnya. Kaki tak bisa digerakkan dan tubuh bagian bawah lemas. “Sepertinya, tulang ekornya patah,” kata Ati, panggilan adik kandung sosiolog kondang Imam B Prasodjo itu.

Sepekan dua pekan, dia hanya tinggal di tempat tidur. Tak bisa ke mana-mana. Malah, pandangannya mulai buram. Tak sampai sebulan, Said benar-benar buta. Jadi lengkap: buta dan lumpuh.

“Seperti kucing, kalau sakit tak diobati,” kata Ati. “Ini nasib para perebut kemerdekaan Indonesia.”

Sejak saat itu, seluruh kebutuhannya disiapkan istri. Tapi, jangan dikira istrinya sehat. Istrinya juga buta. Sesekali kalau butuh ke Kantor Pos untuk ambil uang pensiun diantarkan  anak angkatnya. Mereka tak punya anak kandung.

Ati mengatakan, saat pertama kali bertemu dengan Said pada akhir 2014, kondisinya sangat memprihatinkan. “Ibu Said sibuk cari minum, tapi nabrak-nabrak tembok.”

Sedangkan Said hanya bisa ngesot mendekati. Tak ada kursi roda di rumahnya. Jangankan kursi roda, buat buat makan saja sulit. Uang jasa veteran Rp1,2 juta hanya cukup untuk bayar kontrakan rumah dan, sebisa mungkin, membeli sedikit kebutuhan lain.

“Rumahnya jauh dari layak huni. Gelap. Lantai dan temboknya  sudah retak-retak,” ujar Ati.

Akhirnya, Sahabat Veteran yang berisi perkumpulan  pecinta veteran memberi donasi, membedah rumah Said. Sayang, saat malam menjelang renovasi,  istri Said meninggal. Serangan jantung.

Said merasa kehilangan. Teman hidup satu-satunya sudah tiada. Tinggal sebatang kara. “Rumah sudah bagus, tapi istri tidak ada. Pilih istri  atau rumah bagus ya…” kata Ati menirukan Said. Begitu, Said sering termenung di kontrakan yang sudah direnovasi itu.

Sayang, nasib mujur belum memihak Said. Baru beberapa bulan menempati rumah kontrakan baru itu,  dia terkena longsor. Rumah dan gerabahnya hancur.  Dia tambah miskin.

Entah di mana kesalahannya, Presiden Joko Widodo pernah mengkaim kesejahteraan veteran tak perlu dipersoalkan lagi. Sebab, segala aturan telah dibuat dan tinggal melaksanakan saja saja. "UU sudah ada. Keppresnya sudah ada, PP juga sudah ada," ujarnya.

Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2014. PP ini yang menjadi aturan pelaksana UU No. 15 Tahun 2012 tentang Veteran RI.

PP tersebut mengatur, setiap bulan negara memberikan dana kehormatan sebesar Rp1,4-1,6 juta kepada legiun veteran, sesuai dengan golongan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla saat perayaan Hari Veteran pada Selasa 11 Agustus juga mengatakan bahwa sudah sepantasnya generasi muda menghargai  para veteran. "Kalau dulu taruhannya jiwa raga, sekarang taruhannya cuma kerja keras," kata JK. Karenanya, pemuda harus meniru perjuangannya.

Terlepas dari aturan kesejahteraan veteran itu, hujan deras yang menyebabkan tebing longsor dan menimbun rumah sudah membuat trauma berat Said. Horor, tebing longsor, buta, dan lumpuh. Tak bisa lari. Tangis meledak, tapi pita suaranya sudah tak mendukung. Lirih.

“Lalu, malam itu juga saya ajak ke kontrakan saya,” kata Cucu Herawati, anak angkat Said. “Bapak digendong tentara.”

Sejak saat itu dia dipindah ke rumah kontrakan Cucu juga yang masih di Ciwaringin, 1 km dari kontrakan Said.


said bin isnan dan cucu herawati
Kini Said tinggal bersama anak angkatnya, Cucu Herawati.

Tapi, lagi-lagi kontrakan ini di pinggir kali, butuh jalan kaki beberapa ratus meter menyusuri gang dengan tangga curam. Dia tinggal berenam. Bersama Cucu, suami Cucu, dan dua anak Cucu di kontrakan mungil itu.

Gemuruh air Sungai Cibalok, yang bermuara di Ciliwung, masih setia menemani Said. Sesekali jadi penyegar di tengah perkampungan kumuh di Kota Hujan. (ren)

Viva. 

Pejuang yang Terabaikan

 
 
Viva.