Meski belum berlayar menuju Tanah Air, namun pesanan kedua kapal OSV
untuk Dishidros TNI AL telah dirampungkan oleh galangan kapal OCEA di
Perancis. Bila kapal OSV (Oceanographic Offshore Support Vessel) pertama
diberinama KRI Rigel 933, kini kapal kedua dari dua unit yang dipesan,
diberinama KRI Spica dengan nomer lambung 934 dan resmi meluncur 3
Agustus 2015 lalu di Les Sables d’Olonne.
KRI Spica 934 dan KRI Rigel 933, masuk dalam kontrak pengadaan
alutsista dengan pihak OCEA pada Oktober 2013 dengan nilai US$100 juta.
Kedua kapal yang punya panjang 60 meter ini mengambil home base di
fasilitas Kolinlamil (Komando Lintas Laut Militer) yang berada di
Tanjung Priok, Jakarta Utara. OSV ini ditenagai dua mesin diesel 8V 4000
M53 untuk dua propeller.
Dalam hal kemampuan, kapal ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum
14 knots. Sementara untuk jarak jelajahnya mencapai 4.400 nautical mile
pada kecepatan 12 knots. Kapal ini mampu menghadapi gelombang laut
sampai level sea state six. Setiap OSV dapat menampung 30 awak
dan 16 personel tambahan. Secara terori, kapal anyar TNI AL ini mampu
berlayar terus-menerus selama 20 hari.
Meski asasinya sebagai kapal riset dan survei, OSV juga dapat
menjalankan peran sebagai kapal patroli, pasalnya kapal dibekali kanon
PSU Rheinmetall kaliber 20 mm pada haluan, serta dua pucuk SMB (senapan
mesin berat) M2HB kaliber 12,7 mm di geladak buritan.
Sebagai elemen inti dari fitur kapal ini adalah perlengkapan
penunjang misi oseanografi. Seperti KRI Rigel 933 dilengkapi perangkat
single beam echo sounder jenis Kongsberg’s EA600 dan multibeam systems
EM2040 dan EM302. Lebih canggih lagi, setiap OSV dibekali autonomous
underwater vehicle (AUV) tipe Kongsberg Maritime’s Hugin 1000. Perangkat
yang kerap disebut ROV (remotely operated vehicle) ini sanggup
mengemban misi survei bawah air hingga kedalaman 1.000 meter.
Rencananya KRI Spica 934 akan diserahkan ke TNI AL pada bulan Oktober
mendatang. Saat ini KRI Spica 934 masih berada di dermaga OCEA untuk
serangkaian test dan uji kelayakan layar sebelum melakukan pelayaran ke
Indonesia. (Haryo Adjie)