Moeldoko. ©2013 merdeka.com/muhammad luthfi rahman
Panglima TNI Jenderal Moeldoko akan
memasuki masa pensiun pada 8 Juli 2015 mendatang. Dengan demikian
tongkat kepemimpinan tertinggi pada lingkungan TNI akan segera berganti
dalam waktu dekat ini. Awal Juni ini, Presiden Joko Widodo sudah harus
mengajukan calon pengganti Panglima TNI Jenderal Moeldoko.
Sejumlah perwira tinggi mulai dari jenderal bintang tiga hingga
bintang empat, disebut-sebut sebagai kandidat pucuk pimpinan TNI itu.
Jika merunut kelaziman pengangkatan panglima TNI secara bergilir
antarangkatan, maka kini kandidat terkuat berasal dari TNI Angkatan
Udara. Jenderal Moeldoko berasal dari TNI AD dan periode sebelumnya,
KSAL Laksamana Agus Suhartono, menjadi orang nomor satu di militer.
Dengan demikian yang paling berpeluang adalah KASAU Marsekal Agus
Supriatna.
Namun, bisa saja Presiden Jokowi mengubah cara memilih Panglima TNI.
Berdasarkan Pasal 13 ayat 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
TNI, jabatan panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira
tinggi aktif dari tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai
kepala staf angkatan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku belum berdiskusi dengan Presiden
Joko Widodo untuk membahas nama calon pengganti Panglima TNI Jenderal
Moeldoko. Menurut dia, masa pensiun Moeldoko masih lama.
“Belum, kan masih beberapa bulan lagi,” kata Kalla, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (28/5).
Berikut profil para jenderal kandidat panglima TNI pengganti Moeldoko.
1. Marsekal TNI Agus Supriatna
Agus Supriatna.
Agus Supriatna merupakan lulusan Akademi
Angkatan Udara tahun 1983. Selepas mengikuti Sekolah Penerbang TNI AU
jurusan tempur ia mulai meniti karier sebagai penerbang pesawat tempur
A-4 Skyhawk Skadron 11 yang berpangkalan di Lanud Iswahjudi, Madiun.
Sebagai penerbang tempur, dia berpengalaman mengikuti berbagai macam
operasi tempur dan latihan di seluruh Indonesia dan negara-negara
tetangga. Agus pernah menduduki jabatan strategis, yakni sebagai Kepala
Staf Komando Operasi Angkatan Udara I dan Panglima Komando Operasi
Angkatan Udara II.
Sebelum menjadi KSAU, ia adalah perwira tinggi bintang dua TNI AU
atau Marsekal Muda yang menjabat Wakil Inspektorat Jenderal TNI. Ia naik
pangkat menjadi Marsekal Madya pada 31 Desember 2014 dengan jabatan
Kepala Staf Umum TNI untuk memenuhi syarat calon KSAU, yaitu perwira
tinggi bintang tiga.
Setelah menjabat Kepala Staf Umum TNI selama 2 hari, pada tanggal 2
Januari 2014 ia dilantik menjadi KASAU ke-20 oleh Presiden RI, Joko
Widodo di Istana Negara. Pengangkatan KSAU baru ini berdasarkan
Keputusan Presiden No. 01/TNI/2015, yang ditetapkan tanggal 2 Januari
2015, dan dibacakan oleh Sekretaris Militer Kepresidenan.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko membantah penaikan pangkat Agus
Supriatna tergesa-gesa. Menurut dia, kenaikan pangkat Agus sudah melalui
proses dan pertimbangan yang lama.
“Hal ini disebabkan karena kesibukan Presiden RI, sehingga untuk
pelaksanaan serah terima jabatan Kasum TNI baru dilaksanakan,” kata
Moeldoko.
2. Jenderal Gatot Nurmantyo
Kasad Gatot Nurmantyo
Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal
Gatot Nurmantyo mengaku siap jika Presiden Joko Widodo mempercayakan
posisi tertinggi itu kepadanya. Namun demikian, ia tak mau
berandai-andai karena hal itu merupakan hak prerogatif presiden.
“Saya ini hanya prajurit hanya jalan perintah. Secara UU kan diambil
dari mantan Kepala Staf Angkatan, tapi hak prerogatif Presiden,” kata
Gatot di Mabes AD, Jakarta Pusat, Jumat (29/5).
Panglima TNI sebelumnya berasal dari satuan yang berbeda. Jenderal
Moeldoko berasal dari TNI AD. Periode sebelumnya, KSAL Laksamana Agus
Suhartono menjadi orang nomor satu di militer. Artinya jika digilir,
panglima TNI setelah Moeldoko dari Angkata Udara.
Gatot mengatakan, semua keputusan merupakan hak prerogatif Presiden.
Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, disebutkan bahwa
menunjuk panglima TNI hak prerogatif Presiden.
“Tidak harus giliran, bisa saja (dari Angkatan Darat). Tapi jangan berandai-andai. Jangan pengaruhi presiden,” pungkasnya.
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo lahir di Tegal, Jawa Tengah, 13 Maret
1960, adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-30 yang mulai menjabat
sejak tanggal 25 Juli 2014 setelah ditunjuk oleh Presiden SBY untuk
menggantikan Jenderal TNI Budiman. Ia sebelumnya mengemban amanat
sebagai Pangkostrad menggantikan Letjen TNI Muhammad Munir.
Gatot Nurmantyo merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1982 yang
berpengalaman di kesatuan infanteri baret hijau Kostrad. Gatot pernah
menjadi Komandan Kodiklat TNI-AD, Pangdam V/Brawijaya dan Gubernur
Akmil.
3. Laksamana TNI Ade Supandi
Ade Supandi.
Tampuk pimpinan tertinggi di jajaran TNI Angkatan Laut, yaitu Jabatan
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) resmi dijabat oleh Laksamana Madya TNI
Ade Supandi yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo. Ade Supandi
menggantikan Laksamana TNI Marsetio yang sudah memasuki masa pensiun,
pada tanggal 31 Desember 2014 lalu.
Ade Supandi, adalah Perwira kelahiran Batujajar, Bandung, 26 Mei 1960
yang merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) angkatan ke-28 tahun
1983. Berbagai jabatan strategis pernah diembannya, yakni Komandan
Gugus Keamanan Laut (Danguskamla) Komando Armada RI Wilayah Barat tahun
2009, dan Gubernur Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 2010. Kemudian
sebelum menjabat sebagai Asrena Kasal (2012), Ade Supandi menjabat
sebagai Panglima Armada RI Wilayah Timur (Pangarmatim) pada tahun 2011
dan terakhir menjabat sebagai Kepala Staf Umum (Kasum) TNI pada 2014.
Sebagai jenderal bintang empat, Ade Supandi termasuk yang sudah
menyatakan siap untuk menjabat sebagai Panglima TNI menggantikan
Moeldoko.
“Itu nanti tergantung Presiden. Kami ini kan prajurit, jadi harus
siap untuk diperintahkan (jadi Panglima TNI),” tutur Ade, di Mabes TNI
Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (5/5) lalu.
Menurut Ade, Panglima TNI tidak selalu digilir berdasarkan angkatan,
meski kebijakan penggiliran itu muncul di masa Presiden RI Abdurrahman
Wahid alias Gus Dur. Ade menjelaskan, jika merujuk pada Undang-Undang
(UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, disebutkan bahwa penunjukan itu
merupakan hak prerogatif Presiden.
“Tidak harus giliran. Itu kan diatur dalam UU Nomor 34,” imbuhnya.
Sumber : Merdeka.com