Minggu, 08 Februari 2015

Nasib Kilo Class Tak Menentu, Kapal Selam Negeri Ginseng Siap Meluncur

INS-Sindhuvijay-Kilo-Class-Submarine-Indian-Navy-01[3]
Dengan latar kerinduan menggebu pada kejayaan militer Indonesia di dekade 60-an, di mana saat itu Indonesia tak terbantahkan menyandang sebagai negara dengan militer terkuat di belahan Asia Selatan, membuat banyak kalangan di Tanah Air bekalangan eforia pada peralatan militer buatan Eropa Timur, khususnya asal Rusia. Segala yang ‘berbau’ Rusia begitu diagungkan. Tidak ada yang keliru dengan perspektif tersebut, pasalnya memang banyak produk alutsista besutan Rusia yang memang mumpuni, bandel dan mampu memberi efek getar.
Alutsista asal Rusia yang terkini dalam etalase TNI seperti tank amfibi lawas PT-76, BTR-50, dan yang terbaru IFV (Infantry Fighting Vehicle) BMP-3F kepunyaan Korps Marinir TNI AL. Di matra udara ada armada Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker. Sementara untuk mengisi kebutuhan siluman bawah laut, sejak beberapa tahun lalu sudah digadang Kilo Class, kapal selam diesel listrik konvensional rancangan Tsentralnoye Konstruktorskoye Byuro (Central Design Bureau) Rubin. Ada lagi berita paling hangat yakni sosok pesawat tempur pengganti F-5 E/F Tiger II yang segera masuk masa pensiun, animo publik dari beragam forum menyerukan agar pemerintah membeli Su-35.
Lepas dari soal kualitas alat tempur yang ditawarkan Rusia, terasa ada aroma dan argumen yang unik dari publik terkait kualitas alat perang Rusia. Karena di dorong semangat dan kerinduaan saat Indonesia di bawah sokongan alat perang Rusia, plus berkembangnya sentimen anti AS dan negara-negara Eropa Barat yang kebanyakan anggota NATO, sontak memunculkan dukungan “yang penting buatan Rusia pasti lebih hebat, lebih canggih dan bisa memberi efek deteren maksimal bagi Indonesia.”
Dalam tulisan ini, kami tidak mengulas dan membandingkan spesifikasi antara buatan AS/Barat dan Rusia. Ambil contoh parade rudal dari Rusia yang dibeli TNI AU untuk jet Sukhoi, ada rudal R-73, Kh-29TE, Vympel R-27, dan Kh-31P. Secara politis, rudal-rudal itu mampu memberi efek getar, termasuk jet Sukhoi. Spesifikasi boleh mumpuni, harga jual juga bisa bersaing, tapi ada yang minus, kebanyakan alutsista yang ditawarkan Rusia belum battle proven, alias minim di uji cobakan dalam operasi militer. Di luar itu, masih banyak pertimbangan terkait biaya operasional, biaya perawatan yang juga belum tentu sebanding dengan ‘pencitraan’ dari senjata yang ditampilkan. Terlebih lagi, bagaimana dengan ToT (Transfer of Technolgy) dalam pengadaan alutsista, mengingat pemerintah mewajibkan adanya ToT untuk tiap pembelian alutsista dari luar negeri.
Setelah melewat polemik dan tarik ulur yang lumayan panjang, akhirnya Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI memutuskan untuk membeli tiga unit kapal selam dari Korea Selatan
Kilo Clas Terbentur Harga dan ToT
Setelah melewat polemik dan tarik ulur yang lumayan panjang, akhirnya Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI memutuskan untuk membeli tiga unit kapal selam dari Korea Selatan (Korsel) daripada membeli dari Rusia. Alasan utama yang diungkap terkait harga dan urusan alih teknologi (ToT).
Rusia memang menawarkan kredit negara sebesar 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 90 triliun. Hingga kini, Indonesia baru menggunakan kredit tersebut sekitar 200 juta dolar AS untuk pembelian jet Sukhoi dan alutsista pendukung lainnya. Adapun 700 juta dolar AS lebih itu, kata dia, diarahkan pemerintah Rusia untuk dimanfaatkan Indonesia agar membeli dua unit kapal selam dari mereka. Namun lantaran harga tender yang ditawarkan Rusia tidak sesuai kebutuhan TNI AL, maka pemerintah tidak memanfaatkan sisa kredit tersebut. Sementara Korsel dalam tender menawarkan kontraknya sekitar 1,1 miliar dolar AS untuk tiga unit kapal selam.
Kilo class, inilah kapal selam idaman untuk TNI AL
Kilo class, inilah kapal selam idaman untuk TNI AL
Changbogo class, 3 unit akan memperkuat TNI AL
Changbogo class, 3 unit akan memperkuat TNI AL

Akhirnya di dapat kesepakatan Kemenhan untuk membeli kapal selam Changbogo Class buatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Kapal selam bertenaga diesel itu masing-masing berbobot 1.400 ton dengan panjang 61,3 meter. Selain paket harga, pihak Korea Selatan menawarkan paket ToT, dan itu salah satu keunggulan mengapa Indonesia memilih Korsel. Dalam skema ToT, direncanakan 1 dari 3 unit Kapal Selam tersebut akan di bangun di Indonesia, dan 2 unit lainnya di Korea Selatan. Namun ketiga unit Kapal Selam ini baru akan datang di tahun 2016-2018 mendatang.
Melihat pihak Korsel yang mampu menawarkan ToT, pemerintah Rusia pun tak tinggal dia, mereka juga menyatakan akan memberi iming-iming ToT, tapi sayangnya belum ada penjelasan seperti apa pola ToT yang ditawarkan Rusia. Maklum, selama ini Rusia agak ketat untuk urusan ToT, sebut saja pembelian armada Sukhoi TNI AU yang juga tak menyertakan skema ToT.
Update berita terbaru, akhirnya Rusia menawarkan skema offset. Rusia juga menyatakan kesiapannya pelaksanaan ToT untuk setiap alutsista TNI yang dibeli dari Rusia, mengadakan joint production untuk berbagai suku cadang alutsista TNI yang dibeli dari mereka serta mendirikanservice center di Indonesia. Semua dengan catatan Indonesia membeli produksi alutsista dari Rusia.

Kilo Class dan Persoalan Teknis
Ada pernyataan yang menarik dari mantan Dubes RI untuk Rusia, Hamid Awaludin dalam acara talk show “Apa Kabar Indonesia” di TVOne menjelang 5 Oktober 2013. Ia menyebutkan, proses pengadaan kapal selam dari Rusia mengalami beberapa tantangan, seperti TNI AL harus menyiapkan fasilitas dermaga kapal selam yang lebih besar, mengingat Kilo Class punya dimensi yang lebih besar ketimbang Type 209. Belum lagi penyiapan keperluan logistik dan pelatihan awak, yang kesemuanya mengakibatkan biaya membengkak. Lain halnya, dengan rencana kedatangan Changbogo Class dari Korea Selatan, dengan dimensi yang tak beda jauh dengan kapal selam TNI AL saat ini Type 209, maka TNI AL dipercaya tidak memerlukan modifikasi dan upgrade pada fasilitas pendukung.
Klub loading to Kilo

Kilo Class Bekas Pun Batal
Mungkin karena banyak desakan untuk bisa mendatangkan kapal selam Kilo Class, karena di targetkan TNI AL idealnya punya 12 unit kapal selam, maka tak dapat membeli yang baru, Kemenhan dan TNI AL pun mulai melirik tawaran Kilo Class second.
“Kita sudah melihat ke Rusia. Ada dua kapal selam jenis Kilo Class yang sudah dua tahun tidak digunakan Angkatan Laut Rusia,” kata mantan KSAL Laksamana TNI Marsetio. Menurut Marsetio, dari luar, dua kapal selam milik Rusia itu memang tampak bagus. Namun di dalam ternyata banyak peralatan yang sudah rusak. Apalagi, dua kapal itu sudah dua tahun dikandangkan. Ketika berada di Rusia, tim dari TNI AL juga melihat kapal selam Kilo Class yang baru. Namun mahalnya harga yang ditawarkan menjadikan rencana pembelian kapal selam jenis ini urung dilakukan. (Haryo Adjie)


Kopassus Bantu Pengembangan Senjata PT Pindad

Pada akhir Januari lalu, Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Mayjen TNI Doni Monardo, dengan jajarannya mengunjungi fasilitas produksi PT Pindad yang selama ini telah memenuhi quota Minimum Essential Forces (MEF) TNI.
TNI, khususnya Kopasus telah menggunakan senjata buatan Pindad dan akan memberikan masukan untuk pengembangan produk-produk unggulan berikutnya.Kerjasama yang terjalin antara Pindad dan Kopassus akan menjadi tolok ukur bagi Pindad dalam penyempurnaan produk unggulan mereka. Diantaranya seri senapan serbu SS-2, amunisi hingga senapan penembak runduk SPR-2 yang telah digunakan oleh satuan khusus tersebut.
SS-2
Senapan serbu Pindad SS-2 yang saat ini menjadi andalan Kopassus merupakan generasi kedua dari senapan serbu Pindad sebelumnya, SS-1. Dibanding pendahulunya, SS-2 memiliki desain yang lebih ergonomis, tahan terhadap kelembaban tinggi, bobot lebih ringan, serta akurasi yang lebih baik. SS-2 memiliki kemampuan rata-rata tembakan 700 butir peluru per menit yang melesat 710 meter per detik dalam jarak efektif 450 meter. Meskipun pengembangan dari SS-1, seorang prajurit dengan SS-2 mudah melakukan tembak jitu pada jarak-jarak tertentu. Sebab SS-2 dibekali pisir putar berbentuk O yang dapat diatur sesuai sasaran (100 m, 200m, 300m, dan seterusnya), mudah menentukan posisi pipi, dan mata pada lubang pisir, serta bisa dipasangi teleskop close quarter/tactical.
Senapan dengan panjang laras 460 mm ini menggunakan peluru kaliber 5,56 x 45 mm standar NATO dan memiliki berat kosong 3,2 kg. Senapan ini juga digunakan oleh Kopaska dalam operasi militer mereka. Saat ini lebih dari 25.000 pucuk SS-2 sudah ada di tangan TNI. Kopassus tercatat sebagai kesatuan pertama yang menggunakan SS-2, tepatnya pada tahun 2006. SS-2 dibangun dari kombinasi dari keunggulan desain beberapa senjata serbu andalan dunia. Sebut saja bagian moncong laras yang mengacu pada AK-47, popornya layaknya SS-1, dan magasin yang menyerupai model M-16 Keberadaan SS-2 juga merupakan torehan emas untuk Pindad, pasalnya senapan serbu ini telah beberapa kali menjuarai beberapa ajang menembak, seperti Asean Armies Rifle Meet (AARM).
Bagian ujung laras SS-2 mencomot desain AK-47.
Bagian ujung laras SS-2 mencomot desain AK-47.
All varian dari SS-2
All varian dari SS-2

Senapan besutan Pindad satu lagi yang jadi andalan Kopassus adalah jenis senjata anti material SPR-2. Senapan Penembak Runduk ini memiliki daya hancur serta jangkauan proyektil yang lebih jauh. Senapan sniper berkaliber besar ini mampu menembus rantis, personel yang berlindung dibalik dinding gedung, atau bahkan ranpur lapis baja ringan.
SPR-2 menggunakan magasin yang terdiri dari 5 peluru. Pindad juga telah menyiapkan alat peredam, sehingga bisa mengurangi efek bunyi tembakan hingga 60%. SPR-2 punya panjang keseluruhan 1755 mm, sementara panjang laras 1055 mm. Untuk memdidik sasaran, SPR-2 dibekali alat bidik teleskopik dengan pembesaran hingga 10 kali. Proyektil yang dimuntahkan dari laras SPR-2 dapat melesat dengan kecepatan 900 meter per detik.
Pindad SPR-2
Pindad SPR-2

Bahkan saat ini Pindad telah memproduksi SPR-3. Ia memiliki fitur sama dengan SPR-2 tetapi senapan runduk berkaliber 7,62 mm ini mempunyai kemampuan jarak tembak sejauh 700 meter dengan kemampuan penetrasi pada plat baja setebal 3 cm. Bila ditambahkan teleskop, jangkauan tembak efektifnya bisa mencapai 900 meter.
Produk senjata dan amunisi Pindad juga telah di ekspor ke sejumlah negara seperti Singapura, Thailand, Australia, Filipina, Laos, Timor Timur dan juga misi perdamaian PBB. Pindad mempu memproduksi sampai 30 ribu pucuk per tahun, untuk amunisi kaliber kecil dengan tambahan modal dari negara tahun 2012 kini mencapai 150 juta butir per tahun. (Deni Adi)


Jumat, 06 Februari 2015

Prajurit TNI sita belasan senjata & granat di perbatasan Malaysia

Pangdam Tanjungpura, Mayjen Toto Rinanto melihat senjata api dan granat yang berhasil diamankan Prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Batalyon Infanteri (Satgas Yonif) 315/Garuda dan Satgas Yonif-501/Bajra Yudha yang sedang melaksanakan tugas sebagai pengamanan perbatasan (Pamtas) di wilayah perbatasan RI-Malaysia, Kamis (5/2/2015). (foto: Tribunnews)
Prajurit TNI berhasil mengamankan senjata api dan granat dari perbatasan Indonesia-Malaysia. Senjata api yang diamankan di antaranya 3 pucuk laras panjang, 9 pucuk senjata api rakitan laras panjang, 2 pucuk pistol jenis revolver, 5 granat aktif, 3 butir amunisi 7,62 mm, dan 29 butir M 16 A I, calliber 5,56 mm.
Keberhasilan ini dicapai Satuan Tugas Batalyon Infanteri (Satgas Yonif) 315/Garuda dan Satgas Yonif-501/Bajra Yudha yang sedang melaksanakan tugas sebagai pengamanan perbatasan (Pamtas) di wilayah perbatasan RI-Malaysia.
Mereka berhasil melakukan pendekatan pada warga dengan cara persuasif, hingga warga akhirnya menyerahkan aneka senjata itu secara sukarela.
Hal tersebut disampaikan Pangdam XII/Tanjungpura Mayjen TNI Toto Rinanto, usai membuka Rapim tingkat Kodam, di Aula Makodam XII/Tanjungpura, Kalimantan Barat.
“Keberhasilan Satgas Pamtas Yonif 315/Garuda dan Yonif Linud 501/Bajra Yudha di Entikong, Sanggau, Putussibau, dan Kapuas Hulu di Wilayah perbatasan RI-Malaysia, sudah banyak hasil yang didapat, bahkan saya merasa bangga tentang keberhasilan ini,” kata Mayjen TNI Toto Rinanto, Kamis (5/2).
Dijelaskan oleh Mayjen Toto penyerahan senjata api tersebut merupakan keberhasilan satgas dalam hal pembinaan dan pembangunan komunikasi yang baik dengan warga masyarakat setempat.
“Satgas Pamtas selain menjaga teritorial Indonesia di perbatasan Kalimantan Barat (Kalbar), juga mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan upaya tindak kejahatan, seperti masuknya barang illegal dan illegal trafficking, ujar jenderal bintang dua itu.
“Keberhasilan lainnya juga telah menggagalkan illegal trafficking, minuman keras, kendaraan tanpa surat resmi/bodong, kayu, dan rotan bahkan Narkoba,” lanjut Mayjen Toto.
Pangdam XII/Tanjungpura menegaskan, untuk memperkuat peran Satgas Pamtas, tahun ini akan dilakukan penambahan 25 unit pos pengamanan dari yang ada sudah 45 unit, sementara 22 pos pamtas lama akan direnovasi.
“Kita sangat mendukung program pemerintah pusat yang telah menyiapkan tiga program untuk wilayah perbatasan Kalimantan Barat, pembangunan jalan antar pos, jalan antar desa ke pos dan jalan parallel,” tutupnya. 

 (Merdeka)

Pindad ME-105: Prototipe Howitzer Lokal yang Terlupakan

me-105-pindad
Dipandang paling sesuai untuk gelar tempur di medan Tanah Air, porsi meriam tarik (towed) kaliber 105 mm cukup dominan di TNI. Selain digunakan Armed TNI AD, kaliber ini juga jadi andalan Armed Korps Marinir TNI AL. Untuk maksud modernisasi alutsista, kemudian datanglah meriam-meriam anyar kaliber 105 mm buatan luar negeri, seperti KH-178 dari Korea Selatan dan yang akan datang LG-1 MK III dari Perancis.
Tapi sejatinya, jauh sebelum kehadiran dua meriam tersebut, industri pertahanan dalam negeri, yakni PT Pindad sudah berhasil membuat prototip howitzer 105 mm, dengan label Pindad ME-105. Sosoknya muncul pertama kali dalam Indo Defence 2006 di Kemayoran, Jakarta. Howitzer buatan Pindad ini punya bobot 1.320 kg dan dioperasikan oleh tujuh personel. Dari segi kemampuan, ME-105 mampu melonarkan proyektil hingga jarak 10.500 meter. Sementara untuk kecepatan tembak (rate of fire) dapat dilepaskan 4 munisi untuk setiap menit.
Dari segi dimensi dan tampilan, Pindad ME-105 pas untuk menggantikan meriam gunung M-48 yang sudah memperkuat Yon Armed TNI AD sejak lima dekade. Selain dimensi yang sama-sama ‘mungil,’ antara M-48 dan Pindad ME-105 punya kemiripan dari segi operasional, dimana kedua meriam dapat dirancang untuk mudah dibongkar pasang. Pindad ME-105 dapat dibongkar menjadi 13 bagian.
3VFWbIe
Dalam kondisi komponen terurai, tim prajurit yang terlatih dapat memasang meriam dalam waktu 15 menit, dan meriam sudah siap ditembakkan. Sementara untuk membongkar meriam, diperlukan waktu 10 menit. Bahkan, pihak Pindad menyebut jika awak sudah sangat terlatih bisa dilakukan dalam waku 5 menit saja.
Jika merujuk dari kalibernya, yakni masuk dalam segmen kaliber sedang untuk artileri, maka Pindad ME-105 sekelas dengan howitzer M2A2 105 mm yang juga sudah lama dipakai Armed TNI AD. Namun secara visual, nampak ukuran laras ME-105 terlihat pendek. Meski kaliber boleh sama, tapi ada anggapan panjang laras juga membawa pengaruh pada performa meriam, makin panjang laras maka pembakaran mesiu bakal kian sempurna, ini artinya jarak tembak pun semakin jauh.
Meriam
Tidak ada informasi, apakah sudah pernah dilakukan uji tembak atau belum. Meski ME-105 besutan Pindad. Ada yang menyebut komponen larasnya masih di impor. Dan, laras menjadi komponen terpenting dari meriam, yang menjadi perhatian user utamanya soal daya tahan laras pada pemakaian tinggi, mengingat laras punya usia pakai tersendiri. Sayangnya, hingga kini howitzer buatan injiner lokal ini tak kunjung mendapat order dari Kemhan. (Gilang Perdana)

Jepang Dekati RI, Pesawat Amfibi US-2 Pun Ditawarkan

 us-2_03l
Indonesia dan Jepang tengah persiapkan perjanjian di bidang pertahanan yang akan memfasilitasi perdagangan dan produksi alutista dari kedua belah pihak. Yusron Ihza Mahendra, Dubes RI untuk Jepang, mengatakan nota kesepahaman (MoU) kemungkinan akan ditandatangani selama kunjungan presiden Indonesia Joko Widodo ke Tokyo, yang diperkirakan akan berlangsung pada bulan Maret 2015.
MoU ini memungkinkan negara kita mendapatkan pesawat amphibi ShinMaywa Industries US-2 yang telah lama diincar untuk kepentingan Search and Rescue. US-2, sebagai pesawat amfibi Short Take Off and Landing (STOL) dapat mendarat di tanah atau air. Ketujuh unit milik Jepang dioperasikan sebagai pesawat SAR oleh Departemen Pertahanan Jepang. Baik US-2 maupun pendahulunya US-1 telah 900 kali melakukan misi penyelamatan di laut Jepang.
Bagaimana dengan spesifikasi ShinMaywa Industries US-2? Pesawat ini mampu membawa 11 awak ditambah 20 penumpang atau 12 tandu pasien saat bertindak sebagai ambulance udara dengan beban maksimal sampai 17 ton. Pesawat dapat melaju 560 km per jam dengan mesin 4 × Rolls-Royce AE 2100J turboprop, 3,424 kW (4,591 shp), dan 6 baling-baling Dowty R414.
us2_3
Yang membuat pesawat ini istimewa adalah Ia tidak membutuhkan landasan pacu yang panjang. Kemampuan SOTL yang sempurna memungkinkan US-2 untuk lepas landas dan mendarat dengan jarak landasan yang lebih pendek – baik di darat dan di air, sehingga ia dapat lebih efektif ketika deployment.
US-2 dapat lepas landas di air dengan jarak pacu 280 meter. Untuk lepas landas di daratan, dibutuhkan landas pacu sepanjang 490 meter. Kemampuan ini jelas membuatnya lebih superior ketimbang Beriev Be-200 Altair yang sempat menjadi incaran TNI-AU. Sebagai perbandingan, Be-200 memerlukan jarak pacu 2.300 meter di air dan landas pacu darat sepanjang 1.800 meter.
Satu lagi keuntungan MoU dengan Jepang adalah ToT (transfer of technology) yang didapatkan. Seperti yang kita tahu, Rusia, produsen Be-200 terkenal ‘pelit’ dengan ToT, berbeda dengan Jepang atau Korsel.Namun disisi lain, US-2 memiliki ukuran yang lebih kecil. Be-200 bisa membawa 42 penumpang dan dapat dimuati 30 tandu pasien. Be-200 juga terkenal akan kemampuannya mengangkut air untuk pemadaman kebakaran hutan, sebuah insiden yang sering terjadi di Tanah Air.
Jadi siapa yang akan menjadi pujaan tim SAR Indonesia? Mungkinkah Indonesia mendapat keduanya? Kita lihat saja.

Spesifikasi ShinMaywa Industries US-2
  • Crew: 11
  • Capacity: 20 passengers or 12 stretchers
  • Length: 33.46 m
  • Wingspan: 33.15 m
  • Height: 9.8 m
  • Wing area: 135.8m²
  • Empty weight: 25,630 kg
  • Maximum speed: 560 km/h
  • Cruise speed: 480 km/h (259 knots, 298 mph)

Panglima Moeldoko: TNI Masih Ada, Tak Usah Cemas

Kepastian ini ia sampaikan di hadapan Presiden Joko Widodo.

Panglima Moeldoko: TNI Masih Ada, Tak Usah Cemas
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Panglima TNI Jenderal Moeldoko ( ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Panglima TNI Jenderal Moeldoko memastikan masyarakat Indonesia tak perlu cemas dengan kondisi stabilitas negara. TNI akan menjadi garda terdepan untuk pengamanannya.

Kepastian ini juga yang disampaikan Moeldoko dalam tatap mukanya bersama Presiden Joko Widodo baru-baru ini.

"Prinsipnya kami memberikan masukan ke Presiden, TNI siap menjaga stabilitas, jadi tidak perlu masyarakat Indonesia ragu-ragu dan cemas. TNI masih ada untuk mengamankan kapan pun, di mana pun dan dalam keadaan apa pun," kata Moeldoko di Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Cijantung, Jakarta Timur, Jumat 6 Februari 2015.
Sementara itu, Moeldoko juga berjanji akan memberikan sanksi tegas pada oknum pelaku yang menjadi calo seleksi penerimaan prajurit TNI. "Siapa yang main-main untuk menjadi calo bagi calon prajurit, saya pecat," ujar Moeldoko.
Ia juga memastikan, bila memang terbukti calon prajurit yang diketahui lolos seleksi dengan bantuan "calo", calon tersebut dipastikan gugur.

"Sebelum prajurit itu diumumkan, kami undang keluarganya. Kalau ketahuan keluarga orangtuanya nyokong kepada siapa pun, itu tidak akan masuk," katanya.

Sebab itu, ia berharap agar masyarakat tak mudah terpengaruh dengan ajakan calo. Upaya itu agar tidak merugikan diri sendiri.


Vivanews.

Kamis, 05 Februari 2015

21 Pesawat F-16 Block 25 Uprade Diterima Tahun 2015

  F-16C block 25 (photo: f-16.net)
F-16C block 25 (photo: f-16.net)

Dengan tertundanya kedatangan Joint Strike Fighter F-35, maka tidak akan banyak kegiatan di pangkalan ini yang juga menyimpan pesawat F-16 di dalamnya. Namun bukan berarti negara lain tidak menginginkan F-16 tersebut.
Angkatan Udara AS baru saja menandatangani kontrak $ 94 juta dengan Sumaria Systems Inc, yang berbasis di Danvers, Mass., untuk mendukung penjualan beberapa F-16 mereka ke pihak asing. Pekerjaan di bawah kontrak baru akan dilakukan di Hill dan Wright-Patterson Air Force Base di Dayton, Ohio.
Berdasarkan kontrak lima tahun, yang diharapkan selesai 31 Maret 2020, Sumaria akan memberikan manajemen dan layanan profesional termasuk jasa rekayasa dan teknis, melakukan studi dan menyediakan analisis dan evaluasi untuk pesawat tempur itu dan juga sistem senjata serta subsistemnya.
Edith Crane, manajer situs Sumaria berbasis di Clearfield, mengatakan perusahaan mereka akan mendapat pekerjaan baru sebagai akibat dari pemberian kontrak.
F-16 akan dijual di bawah apa yang dikenal sebagai program Penjualan Militer Luar Negeri. Dalam program ini, AS dapat menjual alat pertahanan dan jasa ke negara-negara asing dan organisasi internasional yang sekaligus memperkuat keamanan AS dan mempromosikan perdamaian dunia.
Hill Air Force Base telah terlibat dalam penjualan F-16 ke asing sebelumnya. Pada bulan Juli, pangkalan Ogden Air Logistics Center mengirimkan tiga dari 24 pesawat F-16 Fighting Falcon kepada pemerintah Indonesia.
Pengiriman merupakan awal dari kontrak hampir $ 700 juta untuk akuisisi pesawat dan perbaikan setelah adanya kesepakatan antara Indonesia dan Amerika Serikat di mana pekerja pemeliharaan akan dilakukan di HILL untuk meng-upgrade avionik dan merombak sayap, landing gear dan komponen lain pada setiap pesawat.
Pada akhir 2015, Ogden ALC dijadwalkan untuk memberikan 21 pesawat F-16 lainnya kepada pemerintah Indonesia.
HILL saat ini memiliki 48 pesawat F-16 di Wing Fighter 419 dan 338.
Meskipun pesawat F-35 akan tiba di HILL AIR Force Base untuk menggantikan F-16 pada bulan September 2015, namun kedua jenis jet tempur itu hidup di bawah atap yang sama untuk waktu yang singkat.
Operasi jet akan berjalan bersamaan, menyusun kedatangan F-35 dan kepergian F-16 secara bertahap. Waktu yang pasti dari kepergian F-16 dari Hill Air Force Base tergantung pada anggaran tahunan dan waktu kedatangan F-35 terkait peralatan pendukung.
Peralihan ini akan membutuhkan modifikasi fasilitas, upgrade peralatan dan pelatihan untuk operasi (Wing) dan personil pemeliharaan pesawat. (standard.net) JKGR.