Dipandang paling sesuai untuk gelar tempur di medan Tanah Air, porsi meriam tarik (towed)
kaliber 105 mm cukup dominan di TNI. Selain digunakan Armed TNI AD,
kaliber ini juga jadi andalan Armed Korps Marinir TNI AL. Untuk maksud
modernisasi alutsista, kemudian datanglah meriam-meriam anyar kaliber
105 mm buatan luar negeri, seperti KH-178 dari Korea Selatan dan yang akan datang LG-1 MK III dari Perancis.
Tapi sejatinya, jauh sebelum kehadiran dua meriam tersebut, industri
pertahanan dalam negeri, yakni PT Pindad sudah berhasil membuat prototip
howitzer 105 mm, dengan label Pindad ME-105. Sosoknya muncul pertama
kali dalam Indo Defence 2006 di Kemayoran, Jakarta. Howitzer buatan
Pindad ini punya bobot 1.320 kg dan dioperasikan oleh tujuh personel.
Dari segi kemampuan, ME-105 mampu melonarkan proyektil hingga jarak
10.500 meter. Sementara untuk kecepatan tembak (rate of fire) dapat dilepaskan 4 munisi untuk setiap menit.
Dari segi dimensi dan tampilan, Pindad ME-105 pas untuk menggantikan meriam gunung M-48 yang sudah memperkuat Yon Armed TNI AD sejak lima dekade.
Selain dimensi yang sama-sama ‘mungil,’ antara M-48 dan Pindad ME-105
punya kemiripan dari segi operasional, dimana kedua meriam dapat
dirancang untuk mudah dibongkar pasang. Pindad ME-105 dapat dibongkar
menjadi 13 bagian.
Dalam kondisi komponen terurai, tim prajurit yang terlatih dapat
memasang meriam dalam waktu 15 menit, dan meriam sudah siap ditembakkan.
Sementara untuk membongkar meriam, diperlukan waktu 10 menit. Bahkan,
pihak Pindad menyebut jika awak sudah sangat terlatih bisa dilakukan
dalam waku 5 menit saja.
Jika merujuk dari kalibernya, yakni masuk dalam segmen kaliber sedang
untuk artileri, maka Pindad ME-105 sekelas dengan howitzer M2A2 105 mm
yang juga sudah lama dipakai Armed TNI AD. Namun secara visual, nampak
ukuran laras ME-105 terlihat pendek. Meski kaliber boleh sama, tapi ada
anggapan panjang laras juga membawa pengaruh pada performa meriam, makin
panjang laras maka pembakaran mesiu bakal kian sempurna, ini artinya
jarak tembak pun semakin jauh.
Tidak ada informasi, apakah sudah pernah dilakukan uji tembak atau
belum. Meski ME-105 besutan Pindad. Ada yang menyebut komponen larasnya
masih di impor. Dan, laras menjadi komponen terpenting dari meriam, yang
menjadi perhatian user utamanya soal daya tahan laras pada
pemakaian tinggi, mengingat laras punya usia pakai tersendiri.
Sayangnya, hingga kini howitzer buatan injiner lokal ini tak kunjung
mendapat order dari Kemhan. (Gilang Perdana)