Sepekan
terakhir, aktivitas di Landasan Udara Iskandar begitu padat. Puluhan
helikopter milik TNI Angkatan Udara, Polri, Badan SAR Nasional, bahkan
Seahawk milik Amerika Serikat mendarat di lanud ini. Tidak hanya itu,
pesawat Hercules C-130, CN-295 TNI AU hingga pesawat amfibi BE-200 milik
Rusia juga ikut mendarat.
Peningkatan aktivitas di Lanud Iskandar
tidak terlepas dari peristiwa kecelakaan yang menimpa pesawat AirAsia
QZ8501. Pesawat yang mengangkut 155 penumpang dan tujuh kru itu,
dilaporkan hilang di Selat Karimata sejak 28 Desember 2014 lalu. Sejak
saat itu, Lanud Iskandar dijadikan posko utama pencarian korban dan
pesawat AirAsia QZ8501.
Sebenarnya, tak banyak yang tahu dengan
keberadaan Lanud Iskandar ini. Bahkan, belum tentu semua anggota TNI
mengetahui keberadaan lanud yang berada di Pangkalan Bun, Kotawaringin
Barat, Kalimantan Tengah. Padahal, lanud ini adalah milik TNI Angkatan
Udara.
“Jangankan publik dan media, bahkan
tidak semua anggota TNI tahu Lanud Iskandar ini,” kata Danlanud Iskandar
Letkol Pnb Johnson Simatupang di Lanud Iskandar, Jumat (9/1/2015).
Johnson mengatakan, Lanud Iskandar
sebenarnya merupakan lanud terluas di Indonesia. Luasnya yang mencapai
3000,6 hektar melebihi luas Lanud Halim di Jakarta dan Lanudal Juanda di
Sidoarjo, Jawa Timur. Hanya saja, dari luas tersebut, baru sekitar 200
hektar saja yang dimanfaatkan sebagai kantor dan landasan pacu pesawat.
Johnson menambahkan, luasnya area yang
dimiliki lanud ini, akhirnya menjadikannya sebagai hutan kota. Pasalnya,
wilayah di sekitar lanud ini masih dikelilingi oleh hutan yang cukup
asri. Banyak warga yang akhirnya memanfaatkan wilayah di sekitar lanud
untuk dijadikan lokasi tempat tinggal. Mereka mendirikan bangunan
seperti rumah dan beranak pinak di sini.
“Kawasan kita dikelilingi perumahan, jadinya dijadikan hutan kota,” ujarnya.
Landasan Aju
Meski memiliki area yang cukup luas,
status Lanud Iskandar ini masih termasuk ke dalam lanud tipe C. Oleh
karenanya, tidak banyak pasukan TNI AU yang bertugas untuk menjaga lanud
ini. Hanya sekitar 90 pasukan saja yang setiap hari mengamankan ribuan
hektar wilayah lanud ini. Itu pun bukan pasukan Korps Pasukan Khas TNI
AU (Korpspaskhas).
Selain itu, status lanud ini juga juga
dijadikan sebagai landasan aju bagi pasukan TNI. Artinya, ketika terjadi
pertempuran yang melibatkan Indonesia, lanud ini akan bertindak sebagai
landasan support untuk menerbangkan pesawat tempur Indonesia guna menunjang pertahanan wilayah.
“Kita ini statusnya adalah pangkalan aju, yang harus siap, standby, dalam keadaan darurat,” katanya.
Selain minim pasukan, lanud ini juga
tidak dilengkapi dengan skadron udara yang sewaktu-waktu siap melakukan
pertempuran. Jika kondisi darurat terjadi, seperti penyerangan terhadap
Lanud Iskandar, maka pihak lanud akan menghubungi Lanud Supadio di
Pontianak, Kalimantan Barat untuk menerjunkan tim Korpspaskhas.
Penerjunan bersejarah
Johnson mengatakan, Lanud Iskandar
merupakan salah satu lanud yang bersejarah tak hanya bagi TNI, tetapi
juga bagi kemerdekaan Indonesia. Nama Iskandar yang disematkan di lanud
ini merupakan nama salah satu penerjun pertama yang dimiliki Indonesia.
Johnson bercerita, pada tahun 1947,
Gubernur Kalimantan Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada
AURI untuk membangun stasiun radio. Stasiun tersebut dibangun untuk
menyebarkan kabar kepada masyarakat Kalimantan bahwa Indonesia telah
merdeka sejak 1945.
Setelah itu, Komodor (U) Suryadi
Suryadarma mengambil inisiatif mengirimkan 13 orang ke Kalimantan, dua
di antaranya merupakan teknisi radio dari AURI, Hari Hadi Sumantri dan
FM Soejoto. Sedangkan 11 orang lainnya merupakan putra Kalimantan.
Kesebelas putra kalimantan itu adalah Iskandar sebagai pimpinan pasukan,
Ahmad Kosasih, Bachri, J Bitak, C Williem, Imanuel, Amirudin, Ali
Akbar, M Dahlan, JH Darius, dan Marawi.
Ke-13 orang itu kemudian diterjunkan di
Desa Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah pada 17 Oktober 1947.
Mereka diterjunkan dengan menggunakan pesawat C-47 Dakota RI-002.
“Setelah mendarat dengan selamat, mereka
kemudian menghadapi pasukan Belanda yang tengah melangsungkan Agresi
Militer I. Saat itu Belanda berupaya untuk merebut seluruh wilayah
jajahan mereka termasuk bandara yang didirikan Jepang yang berhasil
direbut Indonesia,” ceritanya.
Dalam perang itu, tiga dari 13 orang yang diterjunkan tewas. Sementara sisanya ditawan oleh Belanda.
Iskandar termasuk salah satu yang tewas
dalam pertempuran itu. Sehingga namanya diabadikan menjadi nama lanud
ini sebagai sebuah bentuk penghormatan kepadanya. Selain itu, dua buah
patung dirinya juga didirikan yakni di pintu gerbang masuk Lanud
Iskandar dan di Desa Sambi.
Johnson mengatakan, pesawat Dakota yang
digunakan oleh ke-13 penerjun itu akhirnya juga dijadikan monumen.
Monumen tersebut berdiri di kawasan Bundaran Pancasila, Kotawaringin
Barat yang berjarak sekitar empat kilometer dari Lanud Iskandar.
“Itu (Dakota) pesawat asli. Setiap tahun kita melakukan perawatan agar tetap bersih dan tidak rusak,” katanya.
Semetara, ia menambahkan, tanggal
penerjunan ke-13 orang itu dijadikan sebagai hari lahirnya Pasukan Gerak
Tjepat (PGT) TNI AU, yang kemudian namanya berubah menjadi Kopaskhas
AU.
PGT atau Kopaskhas merupakan salah satu
pasukan elit yang dimiliki TNI. Kepiawaian mereka dalam merebut landasan
udara di Pangkalan Bun ini, menjadikan nama mereka sebagai nama salah
satu pasukan elit yang disegani dunia.