Kamis, 20 November 2014

TNI Bebaskan Jet Tempur ke Thailand

 Pesawat Hawk TNI AU
Pesawat Hawk TNI AU

Kasau Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia menerima kunjungan Kasau Thailand Air Chief Marshal Treetod Sonjace, di Mabesau Cinglangkap, Jakarta (18/11). Kunjungan kehormatan ini, dimaksudkan untuk memperkenalkan diri berkaitan sebagai Kasau Thailand yang baru dan mempererat hubungan baik yang selama ini telah terjalin antara TNI AU dengan Angkatan Udara Thailand.
Soal hubungan baik ini memang bukan basa basi belaka. Ada kisah menarik bagaimana TNI dan Thailand sama-sama memperdaya Amerika Serikat.
Saat itu Indonesia baru saja membeli 32 unit pesawat tempur Hawk 109/209 dari British Aerospace. Pesawat itu secara bertahap diterbangkan dari London ke Indonesia.
Pada periode 1990an, Indonesia masih diembargo oleh Amerika Serikat terkait kasus di Timor Timur. Padahal sebagian komponen pesawat Hawk ini dipasok oleh perusahaan AS. Sesuai aturan di Amerika, sekecil apapun komponen alutsista buatan AS harus sepengetahuan Pentagon jika berpindah tangan.
AS pun menggunakan pengaruhnya untuk menekan Inggris. Tiga pesawat Hawk dari London yang terbang menuju Indonesia harus berbalik arah menuju Bangkok, Thailand. Sebenarnya pesawat itu sudah mencapai Singapura dan sebentar lagi masuk wilayah udara Indonesia.
Hal ini dikisahkan dalam buku Mengawali Integrasi Mengusung Reformasi, Pengabdian Alumni Akabri Pertama 1970 yang diterbitkan Kata Hasta Pustaka tahun 2012.
Di Bangkok, tiga pesawat ini ditahan dan tidak boleh dikirimkan ke Indonesia. Situasi ini sangat buruk untuk Indonesia. Sudah belim mahal-mahal, malah kena embargo dan ditahan.
Maka pendekatan diplomasi dan intelijen dilakukan untuk melobi pejabat Thailand. Dua perwira tinggi TNI dikirim untuk membebaskan tiga pesawat tempur itu. Dir B Bais ABRI Brigjen Harianto Imam Santosa dan Aspam Kasau Marsda Tjutju Djuanda dikirim ke negeri Gajah Putih tersebut.
Pihak Thailand tak mudah melepaskan tiga pesawat itu karena ditekan Amerika Serikat. Apalagi pemerintah AS sudah mengirim permintaan resmi melalui nota diplomatik. Thailand adalah sekutu AS di Asia Tenggara selain Filipina.
Namun di sisi lain, pejabat militer Thailand juga punya hubungan pribadi yang sangat baik dengan para petinggi TNI. Akhirnya terciptalah kesepakatan unik yang cerdik yang menguntungkan Indonesia dan Thailand.
Suatu hari, ketiga pesawat jet tempur tersebut diberi ‘izin khusus’ untuk pemanasan di udara. Hal ini wajar karena pesawat sudah lama ditahan di pangkalan udara Thailand. Izin yang diberikan khusus untuk terbang di sekitar Laut China Selatan.
Pesawat pun disiapkan. Begitu izin diberikan, wuuuuzzzzz!! Pesawat langsung mengangkasa.
Namun ketiga pesawat itu tak menuju Laut China Selatan. Mereka malah menuju Pangkalan Udara Supadio di Pontianak. Ketiganya mendarat dengan selamat di wilayah Indonesia.
Pihak Thailand ‘pura-pura’ mengajukan protes atas pelanggaran tersebut. Namun pemerintah Indonesia juga ‘pura-pura’ tak terkait dengan pelarian pesawat Hawk itu.
Lucunya lagi pihak Pentagon juga ‘pura-pura tidak tahu’ atas kejadian itu. Rupanya sebenarnya mereka bersimpati pada Indonesia. Namun pihak AS terpaksa menjalankan tekanan politik dari pihak Kementerian Luar Negeri dan Kongres.
Kisah penyelamatan berakhir lucu dan unik ini berakhir. Hawk-Hawk dari Inggris ini masih memperkuat TNI AU sampai sekarang. 

Pindad Pasok Amunisi MBT Leopard

Leopard
Leopard

Pindad siap menjadi pemasok amunisi Main Battle Tank (MBT) Leopard buatan Jerman dengan kaliber besar 120 milimeter. “Kita sudah membeli tank Leopard dari Jerman. Makanya, kita siap menjadi pemasok amunisi tank Leopard. Strategi bisnis kita ubah, siapa saja di Asia yang punya (Leopard), butuh berapa? Kita telah mengirimkan 7 tenaga ahlinya ke Jerman dalam rangka bagian transfer of technology (ToT),” ujar Kepala Divisi Munisi PT Pindad I Wayan Sutama di Turen, Malang, Jawa Timur, (19/11).
Guna mempersiapkan pembuatan amunisi berkaliber besar seperti tank Leopard, Pindad telah menyiapkan lahan seluas tiga hektare di Gunung Layar, Malang. Namun dirinya belum bisa memastikan apakah Pindad akan membuatnya secara keseluruhan atau hanya perakitan.
“Kami sedang menggeliatkan, membantu pemerintah, untuk mengurangi impor di bidang amunisi. Ini harapan saya jangan sampai devisa kita terkoyak ke luar. Kami sudah berhasil mendesain meriam Howitzer 105 mm,” ujar Wayan.
Menurut Wayan, teknologi laras smoothbore yang diaplikasikan pada Leopard merupakan teknologi baru yang harus melalui alih teknologi agar pengembangan peluru untuk tank 62 ton itu bisa sesuai harapan.
“Tak hanya dalam negeri, jika pasokan peluru untuk Leopard telah terpenuhi, Pindad juga mengincar pasar Asia yang menggunakan Leopard. Pangsa pasar munisi tank Leopard di Asia masih terbatas, hanya ada Singapura dan Indonesia serta Australia,” kata Wayan.
Pindad telah memiliki fasilitas pembuatan munisi kaliber besar dan munisi kaliber besar roket di Malang. Industri plat merah ini menargetkan pada tahun 2019 sudah bisa memproduksi kaliber 76 mm, 90 mm dan 105 mm yang memang banyak digunakan oleh pasar internasional dengan keuntungan yang menjanjikan.
“Tapi Pindad harus memenuhi kebutuhan TNI lebih dulu, baru lebihnya bisa diekspor,” kata Wayan.
Wayan menerangkan, ke depan, Indonesia jangan sampai bergantung impor. Saat ini perusahaan sedang meningkatkan kualitas dan kuantitas produk alutsista dan menargetkan akan menjadi produsen alutsista terkemuka di Asia pada 2023.
“Kita sudah melaksanakan peningkatan kemampuan produksi dan kemampuan desain serta kapasitas produksi sudah direncanakan tiga tahun. Jadi per 2015, 2019, dan 2023 itu visi Pindad tahun 2023 kita akan menjadi industri alutsista terkemuka di Asia. Karena, kan, setiap tahun desain-desain atau memang kebutuhan dari TNI itu di-review kembali. Hal itu senada dengan UU No 16/2012. Makanya, kami memiliki target, tahun 2023 Indonesia mampu memuncaki industri pertahanan di kawasan Asia,” katanya.
Pindad terus memproduksi munisi kaliber kecil yang biasa digunakan untuk pistol, senjata laras panjang, hingga senapan serbu. Untuk memperbanyak jumlah produksi munisi kecil ini, Pindad telah mendatangkan mesin baru dengan teknologi termutakhir.
“Yang munisi kaliber kecil sifatnya umum. Kita sudah memiliki penambahan kapasitas untuk memberi mesin-mesin produksi yang modern. Apabila semua terpasang di 2015, saya bisa melipatgandakan kapasitas produksi kaliber kecil, 140 juta butir per tahun,” ujar Wayan. 

AARM-24 Hanoi

 image
ASEAN Armies Rifle Meet (AARM-24) yang ke-24 dibuka di Mieu Mon National Training Centre, distrik My Duc district, Hanoi, 19 November 2014.
Acara tahun ini melibatkan partisipasi 543 tentara dari sepuluh negara ASEAN termasuk Brunei, Kamboja, Laos, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Myanmar dan Vietnam.
Mereka akan bersaing di 22 lomba penembakan yang dibagi menjadi lima kategori, yaitu senapan, karabin, senapan mesin, pistol pria dan pistol perempuan. Vietnam sendiri mengirimkan 37 penembak, untuk mengikuti kompetisi yang akan berlangsung hingga 28 November.
AARM dimulai pada tahun 1990 di bawah inisiatif dari Kepala Angkatan Darat ASEAN, yang bertujuan untuk memperkuat solidaritas, saling pengertian dan persahabatan antara militer ASEAN. Lomba ini diadakan setiap tahun dengan sistem rotasi tuan rumah. (vietnambreakingnews.com).
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image
image

Rabu, 19 November 2014

Pindad SPR-2: Mampu Menjebol Lapisan Baja 10mm dari Jarak 2 Kilometer

pindad-spr2
Dalam dinamika pertempuran, misi seorang penembak runduk (sniper) tidak hanya berkutat pada sasaran berupa personel, berbekal senjata dengan kaliber berat, sniper dituntut mampu menggasak sasaran berupa rantis, personel yang berliindung dibalik dinding gedung, atau bahkan ranpur lapis baja ringan. Untuk misi menjebol lapisan baja dan dinding dari jarak jauh, jelas sniper perlu senjata khusus, dan kemudian munculah istilah senapan anti material.
Senapan anti material punya bentuk dan peran yang serupa dengan senapan runduk, perbedaannya lebih kepada besarnya kaliber dan bobot yang berdampak pada daya hancur serta jangkauan proyektil yang pastinya lebih jauh. Menurut Wikipedia, yang masuk dalam kategori senjata anti material adalah senapa dengan kaliber mulai dari 12,7 mm, 14,5 mm, dan 20 mm. Dan, bicara segmen senjata anti material, beberapa satuan khusus TNI nyatanya sudah cukup mengenal penggunaan senjata ini. Sebut saja Hecate II 12,7 mm yang digunakan Den Bravo 90 Paskhas, kemudian ada Truvelo 12,7 mm dan Denel NTW-20 dual kaliber 20 mm/14,5 mm yang dipakai oleh Taifib Marinir dan Kopaska TNI AL. Satuan elit TNI AD diketahui menggunakan senapan anti material Barrett M107 buatan AS. 
Denel NTW-20
Denel NTW-20
Unit elit Korps Marinir TNI AL menyandang Truvelo dalam sebuah parade.
Unit elit Korps Marinir TNI AL menyandang Truvelo dalam sebuah parade.
Pindad SPR-2
Pindad SPR-2

Baik Hecate II dan NTW-20 merupakan senjata anti material buatan Luar Negeri, Hecate dari Perancis dan NTW-20 dari Afrika Selatan. Ibarat pelan tapi pasti, Indonesia yang punya basis produksi senjata dan amunisi PT Pindad rupanya tak ingin ketinggalan untuk mengembangkan inovasi di segmen senjata anti material. Dengan bekal pengalaman menciptakan SPR (Senapan Penembak Runduk)-1 kaliber 7,62 mm, kemudian PT Pindad pada tahun 2007 resmi memperkenalkan jenis senjata anti material, yakni SPR-2 yang mengusung kaliber 12,7 mm, sekaliber dengan SMB (Senapan Mesin Berat) M2HB Browning.
SPR-2 punya bentuk yang cukup modern, desainnya sekilas menyerupai senapan runduk M-93 Black Arrow kaliber 12,7 mm buatan Serbia. SPR-2 punya panjang keseluruhan 1755 mm, sementara panjang laras 1055 mm. Bobot senjata ini memang aduhai, yakni 19,5 kg, lebih berat dari NTW-20 yang bobotnya 14,5 kg. Untuk memdidik sasaran, SPR-2 dibekali alat bidik teleskopik dengan pembesaran hingga 10 kali. Proyetil yang dimuntahkan dari laras SPR-2 dapat melesat dengan kecepatan 900 meter per detik. Artinya, untuk menjebol sasaran denga jarak 2.000 meter dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 3 detik.
SPR-2-altjpgpZ7g7zPUJNPindadSPR22PindadSPR23
Seperti halnya NTW-20, SPR-2 ditembakkan dengan cara tembak satu per satu. Pengoperasian senjata menggunakan pola bolt action. Sekedar informasi, bolt action adalah (sistem operasi) kokang senjata api yang mana bagian bolt dioperasikan secara manual dengan cara menggesernya ke belakang (menggunakan tuas kecil/handle) agar bagian belakang (breech) laras terbuka, casing peluru kosong yang sudah dipakai terlempar keluar dan peluru baru masuk kedalam breech kemudian bolt ditutup kembali (digeser ke depan secara manual).
Dalam gelar operasi, SPR-2 menggunakan magasin yang terdiri dari 5 peluru. Magasin posisi berada di bagian bawah, tak ubahnya magasin pada senapan konvensional. Keunggulan lain yang ditawarkan SPR-2, selain bipod dan monopod dibawah popor dapat diatur ketinggiannya. Juga ada peredam kejut pada popor untuk mengurangi gaya tolak balik yang dirasakan sniper. Dalam Indo Defence 2014, Pindad juga telah menyiapkan alat peredam, sehingga bisa mengurangi efek bunyi tembakan hingga 60%.
Beberapa produk senjata laras panjang buatan PT Pindad.
Beberapa produk senjata laras panjang buatan PT Pindad.
Peluru kaliber 12,7 mm.
Peluru kaliber 12,7 mm.

Kabar baiknya munisi SPR-2 telah diproduksi secara mandiri oleh PT Pindad di Turen, Jawa Timur. Ada beberapa tipe peluru untuk SPR-2, seperti peluru standar MU 3TJ, peluru Sniper 12.7 mm MU 3M, peluru Anti Material MU 3SAMM, peluru bakar tembus baja MU 3PB, peluru tracer MU 3N, peluru penembus armor MU 3P, dan yang paling dahsyat peluru tembus peledak MU 3BLAM. Jenis amunisi yang disebut terakhir mampu menghasilkan efek ledak, efek bakar, dan peterasi ke lapisan baja. Menurut penuturan staf Pindad, SPR-2 dalam uji coba dapat mencapai performa yang memuaskan, diantaranya mampu menembus lapisan baja 10 mm dari jarak tembak 2 Km. Kabarnya, saat uji coba pesaingnya seperti Truvelo dan Black Arrow gagal menembus baja 10 mm dari jarak tembak yang sama. Dengan daya rusak yang tinggi, maka SPR-2 bisa menjadi momok yang menakutkan bagi ranpur sekelas APC, bahkan material lambung kapal pun bisa dijebol dengan mudah.
Kabarnya satu unit SPR-2 dibanderol Rp300 juta, tentu saja lethal weapon ini tidak dijual untuk umum. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi Pindad SPR-2
  • Kaliber : 12,7 x 99 mm
  • Panjang total : 1755 mm
  • Panjang laras : 1055 mm
  • Peluru dalam magasin : 5
  • Berat total : 19,5 kg
  • Alur laras : 8 alur jarak kisar 381 mm
  • Alat bidik : optik dengan pembesaran hingga 2,5 sampai 10x
  • Jarak tembak efektif : 2.000 meter
  • Kecepatan luncur proyektil : 900 meter per detik
Indomil.

Selasa, 18 November 2014

Menhan Berharap PT Dahana Menjadi Penjuru Kemandirian Industri Pertahanan

Terkait dengan rencana pemerintah dalam pembangunan industri propelan yang merupakan satu dari tujuh program nasional yang sudah ditetapkan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), diharapkan PT Dahana (Persero)  selaku BUMN bisa menjadi penjuru untuk mewujudkan keinginan pemerintah dalam mendorong terwujudnya kemandirian industri pertahanan dalam negeri.

Harapan tersebut diungkapkan Menhan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu saat melakukan kunjungan kerja sehari ke PT Dahana (Persero), Jumat (14/11), di Subang, Jawa Barat. Sebelum melakukan kunjungan kerja ke PT Dahana di Subang, pada hari yang sama Menhan juga berkesempatan melakukan kunjungan kerja ke kampus ITB di Bandung, Jawa Barat dalam rangka Munas ke II Korps Nasional Resimen Mahasiswa (Menwa).

Lebih lanjut Menhan mengatakan Kemhan selaku Pembina industri pertahanan dalam negeri mendorong terwujudnya kemandirian dimaksud melalui berbagai upaya dengan mengkoordinir dan mensinergikan potensi-potensi yang ada, untuk percepatan penguasaan dan pengembangan teknologi, perlu adanya suatu kolaborasi dengan pihak luar negeri yang memiliki propelan munisi dan roket yang sesuai dengan kebutuhan dalam negeri.

Dengan telah dilaksanakannya ground breaking oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro pada hari Jumat 10 Oktober 2104 yang lalu, merupakan awal yang baik dari kerja keras yang sudah dilakukan untuk mewujudkan industri propelan di PT Dahana. Untuk itu Menhan Ryamizard Ryacudu mengharapkan PT Dahana terus melakukan upaya lanjutan agar penguasaan teknologi dalam industri propelan di Indonesia benar-benar dapat diwujudkan.

Selain itu juga diharapkan PT Dahana (Persero) sebagai industri bahan peledak terbesar di Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri terutama untuk pertambangan di Indonesia.

Sekelumit tentang PT Dahana

PT Dahana (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang industri strategis yang menyediakan layanan bahan peledak terpadu untuk sektor migas, pertambangan umum, kuari dan kontruksi serta untuk pertahanan. PT Dahana memproduksi bahan peledak dan menyediakan jasa peledakan terpadu, jasa peledakan untuk industri maupun pertahanan dan jasa pendukung lainnya.

Sejarah PT Dahana sebagai pioinir di industri ini berawal dari proyek Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) pada tahun 1966 yang dikenal dengan Proyek Menang, berlokasi di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kemudian pada tahun 1973 secara resmi berubah menjadi Perusahaan Umum Dahana berdasarkan PP No.36/1973. Terakhir ditetapkan sebagai Perusahaan Perseroan pada tahun 1991.

Inovasi terkini pada tahun 2012, PT Dahana menyelesaikan pembangunan fasilitas pengembangan dan manufaktur terbesar di ASEAN yang dinamakan Energetic Material Center (EMC) berlokasi di Subang, Jawa Barat. Lini bisnis mencakup jasa-jasa explosives manufacturing, drilling and blasting, related services dan defence related untuk pelanggan diseluruh Indonesia dan regional ASEAN.

Menhan : Eksistensi Menwa Penting Bagi Penyelenggaraan Bela Negara

Menteri Pertahanan RI, menganggap eksistensi dan peran Menwa sangat penting dan strategis bagi pertahanan negara terutama dalam penyelenggaraan bela negara. “Peran pemuda terutama Menwa di Perguruan Tinggi sangat diperlukan di dalam bela negara, karena kegiatan Menwa juga merupakan salah  satu perwujudan upaya masyarakat dalam bela negara” demikian di ungkapkan Menhan, Ryamizard Ryacudu saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) ke II Korps Nasional Resimen Mahasiswa (Menwa) dengan topik “ Revitalisasi Menwa dalam membangun semangat bela negara”.Jumat (14/11), di Kampus ITB, Bandung.
Selebihnya Menhan mengatakan generasi muda Menwa sebagai penerus bangsa harus memiliki landasan sikap dan kesadaran terhadap jati dirinya berupa nilai-nilai kebangsaan dan semangat bela negara.
Dikatakannya, selain memiliki semangat bela negara yang tinggi dalam pertahanan negara, peranan Menwa di masyarakat juga begitu tinggi dengan tenaga dan pikirannya. Sebab, Menwa merupakan gabungan mahasiswa multidisiplin yang bersatu dengan semangat bela negara. "Jadi tidak hanya memiliki jiwa patriotisme yang tinggi, Menwa ini juga memiliki SDM yang mumpuni untuk disiapkan untuk pertahanan negara, mulai dari tenaga dan pikirannya," ungkapnya
Diutarakan Menhan, nilai-nilai bela negara tersebut menjadi semakin penting untuk dimiliki, ketika menghadapi tantangan dan ancaman terhadap persatuan kesatuan dan kelangsungan hidup bangsa yang semakin multi dimensi dan asimetris.
Nilai-nilai tersebut adalah nilai kenegaraan yang tercermin dalam kesadaran manusia untuk senantiasa memiliki rasa cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, keyakinan pada Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara.
Terkait penyelenggaraan Munas Menwa itu sendiri, Menhan menilai kegiatan ini merupakan pembaharuan tekad untuk menjadikan generasi muda yang patriotis, rela berkorban dan selalu berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.

DMC. 

PIONER TERJUN PAYUNG INDONESIA

            Kita sebagai prajurit angkatan udara sangat familiar dengan olah raga terjun payung, baik itu terjun olah raga maupun militer.  Untuk itu kita perlu mengenal lebih dekat dengan Marsdya TNI Purn HM. Soedjono.   Beliau adalah salah satu tokoh pelopor, perintis terjun payung yang dimiliki TNI AU. 
            Awal ketertarikan ia ke dunia militer adalah pada saat  sekolah di AMS Yogyakarta. Ketika kelas tiga, pemuda Soedjono melamar untuk masuk Vrijwilling Vliegers Corps (VVC) yang merupakan  suatu korps Penerbang Sukarela Belanda.  Setelah diadakan berbagai tes, akhirnya Soedjono terpilih diantara para pemuda yang lainnya untuk mengikuti pendidikan.  Soedjono bersama para calon siswa lainnya berlatih terbang di sekolah tersebut setiap sore hari di daerah Sekip. Pesawat yang digunakan adalah pesawat buatan Belanda dan pelatihnya tentara Militaire Lucthvaart (ML) Belanda.   Pemerintah  Belanda menyadari bahwa disaat mendekati Perang Dunia ke- II dibutuhkan banyak tenaga  penerbang yang akan diterjunkan ke berbagai front pertempuran.
            Pada saat mendekati Perang Dunia ke- II, ia  bersama para pemuda lainnya dimiliterisasi untuk dijadikan tentara wajib militer. ia bersama para siswa lainnya kemudian dibawa ke Tasikmalaya, lalu ke Bandung, kemudian dari Jakarta diungsikan ke  Australia melalui jalur laut.  Jadi sebelum tentara pendudukan Jepang masuk ke wilayah Hindia- Belanda, pemuda Soedjono sudah berangkat terlebih dahulu ke Australia.  Setelah sampai di Australia rupanya timbul berbagai permasalahan baru seperti  keterbatasan instruktur penerbang untuk melatih calon-calon penerbang, minimnya persediaan bahan bakar  pesawat dan permasalahan lainnya.  Dari permasalahan yang ada pemerintah Belanda kemudian membuat kebijakan yaitu para calon penerbang tersebut diberangkatkan  ke Amerika Serikat untuk berlatih terbang.

            Dari Amerika Serikat , Soedjono kemudian dikembalikan lagi ke Australia untuk dilatih di Jungle Warfare Training Camp di Queensland sebelum diberangkatkan ke front pertempuran di Biak.  Satu tahun di front pertempuran Biak, ia lalu mendapat istirahat  di kota Melbourne lalu ke Brisbane Australia. Sebelum berangkat lagi ke front pertempuran, pada pertengahan bulan September 1945, ia mendengar berita bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk itu ia mencari informasi ke berbagai sumber untuk mendapat keterangan mengenai kondisi terakhir di Indonesia.

            Soedjono dengan berbagai cara, akhirnya tiba dengan selamat di tanah air, pesawat yang ditumpangi mendarat dengan selamat di Lapangan Udara Kemayoran pada tanggal 5 Oktober 1945.    Tiba di tanah air, Soedjono melihat  masih banyak tentara Jepang yang berkeliaran.  Bersama Bapak Halim Perdanakusuma dan Bapak Roeslanoedanoeroesamsi berusaha mencari kontak dengan para pemuda untuk bisa sampai ke kota Yogyakarta.  Pada saat tiba di Lapangan Udara  Kemayoran, ia masih mengenakan seragam Belanda, dengan memakai topi pet, membawa pistol sehingga membuat orang-orang pribumi segan, malah cenderung takut untuk didekati kalau ditanya informasi seputar keadaan di tanah air. Akhirnya dengan pertolongan beberapa tokoh pejuang ia bisa berangkat ke Yogyakarta melalui Stasiun Manggarai.

            Sebelum berangkat ia dipesan oleh Dr. Kuswolodigo agar jangan bertanya macam-macam karena tentara dan mata-mata Belanda  ada dimana-mana, di samping itu juga agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak Belanda tentang keberadaan mereka.   Sesampainya di Yogyakarta, ia menginap di rumah orang tua Bapak Roeslanoedanoeroesamsi yaitu Bapak Brontodiningrat.  Kemudian ia  menghubungi orang-orang di KNI pusat dan Polisi. Polisi datang ke tempat Soedjono menginap di rumah orang tua Bapak Roeslan. Tindakan polisi selanjutnya bukan membantu apa yang diminta Soedjono tetapi justru  menahannya  mungkin karena kesalah pahaman. Setelah ditahan kemudian atas pertolongan temannya yang bernama Umar Slamet ia dibebaskan.

            Setelah itu pemuda Soedjono mulai memasuki kancah revolusi dengan secara resmi masuk ke AURI tanggal 1 April 1946 dengan mendapatkan Nomor Registrasi Prajurit (NRP) 461010. Mengawali karir di AURI dengan pangkat Opsir Udara II menjabat Perwira Staf Khusus merangkap perwira diperbantukan pada Komandan Pangkalan Udara Maguwo dengan tugas khusus untuk mengatur pertahanan pangkalan dan disiplin lainya, karena Komodor Muda Udara A.Adisutjipto yang ditunjuk untuk menjabat sebagai Komandan Pangkalan, sibuk  mendidik calon-calon penerbang di Sekbang Maguwo.

            Kegiatan lainnya yang dilakukannya adalah melatih para pemuda untuk menjadi anggota Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP), kemudian  atas perintah Markas Tertinggi AURI melalui Komodor Muda Udara  Halim Perdanakusuma pada1947 membentuk pasukan payung pertama (paratroop).    Soedjono dengan semangat yang menyala-nyala melaksanakan perintah  yang telah diberikan oleh Markas Tertinggi AURI dengan senang hati.  Oleh karena ia belum pernah melaksanakan terjun, langkah pertama yang dilakukan beliau adalah mendatangi orang-orang yang berpengalaman dalam hal paracutis, di samping itu ia mempelajari sendiri teori-teori  terjun payung.

            Secara kebetulan  Soedjono mendapatkan payung-payung bekas peninggalan Belanda yang sudah lama tidak terpakai di Pangkalan Udara Maguwo. Soedjono sendiri secara kebetulan    baru mendapatkan informasi kalau ada pelipat payung zaman Belanda yaitu Legino, Amir Hamzah, dan Pungut. Mereka itu telah melaksanakan latihan penerjunan pertama kali tanggal 11 Februari 1946 di Pangkalan Udara Maguwo.   Di samping itu Soedjono bertemu dengan Opsir Muda Udara I  Soekotjo yang pernah bergabung dengan Angkatan Laut Belanda,  melaksanakan penerjunan dalam Operasi Perang Dunia ke- II.   Soejono kemudian menghubungi orang-orang tersebut untuk membantu memberikan teori dan praktek tentang penerjunan. Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan senang hati membagikan pengetahuan dan  pengalamannya pada  Soedjono mengenai teori dan praktek terjun payung  meliputi teknik pendaratan klasik dengan koprol, juga membagikan ilmu operasi pendaratan di daerah yang diduduki musuh seperti menghilang bila sedang diikuti musuh disuatu kota dan lain sebagainya.

            Soedjono bersama Opsir Muda Udara I Soekotjo  mencoba sendiri untuk melakukan latihan terjun payung dengan pesawat Cureng bersayap ganda yang dikemudikan Komodor Muda Udara A.Adisutjipto dan Kadet Udara I Gunadi.   Pesawat Cureng sebetulnya tidak lazim digunakan untuk terjun payung, karena pesawat tersebut merupakan pesawat latih yang tidak memungkinkan seorang penerjun meloncat dari dalam pesawat.  Untuk itu ada teknik tersendiri untuk loncat dari pesawat, dimana penerjun keluar dari dalam pesawat kemudian merayap ke sisi kiri atau kanan pesawat untuk persiapan terjun.   Setelah siap  dengan posisi jongkok di pinggir sayap pesawat kemudian merebahkan diri kebelakang agar tidak tersangkut ekor pesawat.

    Pelaksanaan latihan terjun yang dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo disaksikan oleh sejumlah petinggi AURI diantaranya KSAU Komodor Udara S Suryadarma, Perwira Operasi Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma. Baru penerjunan ke dua Suryadarma meninggalkan tempat latihan. Namun dari cerita yang didapat dari orang terdekat rupanya Komodor Suryadarma tidak tega melihat kalau percobaan terjun yang dilakukan oleh kedua orang tersebut mengalami kegagalan. Tuhan Maha Besar penerjunan yang dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo berhasil dilakukan dengan baik meskipun payung yang digunakan Soekotjo mengalami robek setelah melakukan penerjunan.   Atas perintah KSAU Suryadarma,  Soedjono juga mendapat tugas untuk melatih para pemuda yang akan diterjunkan di Kalimantan di bawah pimpinan Mayor Tjilik Riwut pada tanggal 17 Oktober 1947 dengan tugas untuk mendrop pasukan di belakang garis depan musuh.