Selasa, 18 November 2014

PIONER TERJUN PAYUNG INDONESIA

            Kita sebagai prajurit angkatan udara sangat familiar dengan olah raga terjun payung, baik itu terjun olah raga maupun militer.  Untuk itu kita perlu mengenal lebih dekat dengan Marsdya TNI Purn HM. Soedjono.   Beliau adalah salah satu tokoh pelopor, perintis terjun payung yang dimiliki TNI AU. 
            Awal ketertarikan ia ke dunia militer adalah pada saat  sekolah di AMS Yogyakarta. Ketika kelas tiga, pemuda Soedjono melamar untuk masuk Vrijwilling Vliegers Corps (VVC) yang merupakan  suatu korps Penerbang Sukarela Belanda.  Setelah diadakan berbagai tes, akhirnya Soedjono terpilih diantara para pemuda yang lainnya untuk mengikuti pendidikan.  Soedjono bersama para calon siswa lainnya berlatih terbang di sekolah tersebut setiap sore hari di daerah Sekip. Pesawat yang digunakan adalah pesawat buatan Belanda dan pelatihnya tentara Militaire Lucthvaart (ML) Belanda.   Pemerintah  Belanda menyadari bahwa disaat mendekati Perang Dunia ke- II dibutuhkan banyak tenaga  penerbang yang akan diterjunkan ke berbagai front pertempuran.
            Pada saat mendekati Perang Dunia ke- II, ia  bersama para pemuda lainnya dimiliterisasi untuk dijadikan tentara wajib militer. ia bersama para siswa lainnya kemudian dibawa ke Tasikmalaya, lalu ke Bandung, kemudian dari Jakarta diungsikan ke  Australia melalui jalur laut.  Jadi sebelum tentara pendudukan Jepang masuk ke wilayah Hindia- Belanda, pemuda Soedjono sudah berangkat terlebih dahulu ke Australia.  Setelah sampai di Australia rupanya timbul berbagai permasalahan baru seperti  keterbatasan instruktur penerbang untuk melatih calon-calon penerbang, minimnya persediaan bahan bakar  pesawat dan permasalahan lainnya.  Dari permasalahan yang ada pemerintah Belanda kemudian membuat kebijakan yaitu para calon penerbang tersebut diberangkatkan  ke Amerika Serikat untuk berlatih terbang.

            Dari Amerika Serikat , Soedjono kemudian dikembalikan lagi ke Australia untuk dilatih di Jungle Warfare Training Camp di Queensland sebelum diberangkatkan ke front pertempuran di Biak.  Satu tahun di front pertempuran Biak, ia lalu mendapat istirahat  di kota Melbourne lalu ke Brisbane Australia. Sebelum berangkat lagi ke front pertempuran, pada pertengahan bulan September 1945, ia mendengar berita bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk itu ia mencari informasi ke berbagai sumber untuk mendapat keterangan mengenai kondisi terakhir di Indonesia.

            Soedjono dengan berbagai cara, akhirnya tiba dengan selamat di tanah air, pesawat yang ditumpangi mendarat dengan selamat di Lapangan Udara Kemayoran pada tanggal 5 Oktober 1945.    Tiba di tanah air, Soedjono melihat  masih banyak tentara Jepang yang berkeliaran.  Bersama Bapak Halim Perdanakusuma dan Bapak Roeslanoedanoeroesamsi berusaha mencari kontak dengan para pemuda untuk bisa sampai ke kota Yogyakarta.  Pada saat tiba di Lapangan Udara  Kemayoran, ia masih mengenakan seragam Belanda, dengan memakai topi pet, membawa pistol sehingga membuat orang-orang pribumi segan, malah cenderung takut untuk didekati kalau ditanya informasi seputar keadaan di tanah air. Akhirnya dengan pertolongan beberapa tokoh pejuang ia bisa berangkat ke Yogyakarta melalui Stasiun Manggarai.

            Sebelum berangkat ia dipesan oleh Dr. Kuswolodigo agar jangan bertanya macam-macam karena tentara dan mata-mata Belanda  ada dimana-mana, di samping itu juga agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak Belanda tentang keberadaan mereka.   Sesampainya di Yogyakarta, ia menginap di rumah orang tua Bapak Roeslanoedanoeroesamsi yaitu Bapak Brontodiningrat.  Kemudian ia  menghubungi orang-orang di KNI pusat dan Polisi. Polisi datang ke tempat Soedjono menginap di rumah orang tua Bapak Roeslan. Tindakan polisi selanjutnya bukan membantu apa yang diminta Soedjono tetapi justru  menahannya  mungkin karena kesalah pahaman. Setelah ditahan kemudian atas pertolongan temannya yang bernama Umar Slamet ia dibebaskan.

            Setelah itu pemuda Soedjono mulai memasuki kancah revolusi dengan secara resmi masuk ke AURI tanggal 1 April 1946 dengan mendapatkan Nomor Registrasi Prajurit (NRP) 461010. Mengawali karir di AURI dengan pangkat Opsir Udara II menjabat Perwira Staf Khusus merangkap perwira diperbantukan pada Komandan Pangkalan Udara Maguwo dengan tugas khusus untuk mengatur pertahanan pangkalan dan disiplin lainya, karena Komodor Muda Udara A.Adisutjipto yang ditunjuk untuk menjabat sebagai Komandan Pangkalan, sibuk  mendidik calon-calon penerbang di Sekbang Maguwo.

            Kegiatan lainnya yang dilakukannya adalah melatih para pemuda untuk menjadi anggota Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP), kemudian  atas perintah Markas Tertinggi AURI melalui Komodor Muda Udara  Halim Perdanakusuma pada1947 membentuk pasukan payung pertama (paratroop).    Soedjono dengan semangat yang menyala-nyala melaksanakan perintah  yang telah diberikan oleh Markas Tertinggi AURI dengan senang hati.  Oleh karena ia belum pernah melaksanakan terjun, langkah pertama yang dilakukan beliau adalah mendatangi orang-orang yang berpengalaman dalam hal paracutis, di samping itu ia mempelajari sendiri teori-teori  terjun payung.

            Secara kebetulan  Soedjono mendapatkan payung-payung bekas peninggalan Belanda yang sudah lama tidak terpakai di Pangkalan Udara Maguwo. Soedjono sendiri secara kebetulan    baru mendapatkan informasi kalau ada pelipat payung zaman Belanda yaitu Legino, Amir Hamzah, dan Pungut. Mereka itu telah melaksanakan latihan penerjunan pertama kali tanggal 11 Februari 1946 di Pangkalan Udara Maguwo.   Di samping itu Soedjono bertemu dengan Opsir Muda Udara I  Soekotjo yang pernah bergabung dengan Angkatan Laut Belanda,  melaksanakan penerjunan dalam Operasi Perang Dunia ke- II.   Soejono kemudian menghubungi orang-orang tersebut untuk membantu memberikan teori dan praktek tentang penerjunan. Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan senang hati membagikan pengetahuan dan  pengalamannya pada  Soedjono mengenai teori dan praktek terjun payung  meliputi teknik pendaratan klasik dengan koprol, juga membagikan ilmu operasi pendaratan di daerah yang diduduki musuh seperti menghilang bila sedang diikuti musuh disuatu kota dan lain sebagainya.

            Soedjono bersama Opsir Muda Udara I Soekotjo  mencoba sendiri untuk melakukan latihan terjun payung dengan pesawat Cureng bersayap ganda yang dikemudikan Komodor Muda Udara A.Adisutjipto dan Kadet Udara I Gunadi.   Pesawat Cureng sebetulnya tidak lazim digunakan untuk terjun payung, karena pesawat tersebut merupakan pesawat latih yang tidak memungkinkan seorang penerjun meloncat dari dalam pesawat.  Untuk itu ada teknik tersendiri untuk loncat dari pesawat, dimana penerjun keluar dari dalam pesawat kemudian merayap ke sisi kiri atau kanan pesawat untuk persiapan terjun.   Setelah siap  dengan posisi jongkok di pinggir sayap pesawat kemudian merebahkan diri kebelakang agar tidak tersangkut ekor pesawat.

    Pelaksanaan latihan terjun yang dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo disaksikan oleh sejumlah petinggi AURI diantaranya KSAU Komodor Udara S Suryadarma, Perwira Operasi Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma. Baru penerjunan ke dua Suryadarma meninggalkan tempat latihan. Namun dari cerita yang didapat dari orang terdekat rupanya Komodor Suryadarma tidak tega melihat kalau percobaan terjun yang dilakukan oleh kedua orang tersebut mengalami kegagalan. Tuhan Maha Besar penerjunan yang dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo berhasil dilakukan dengan baik meskipun payung yang digunakan Soekotjo mengalami robek setelah melakukan penerjunan.   Atas perintah KSAU Suryadarma,  Soedjono juga mendapat tugas untuk melatih para pemuda yang akan diterjunkan di Kalimantan di bawah pimpinan Mayor Tjilik Riwut pada tanggal 17 Oktober 1947 dengan tugas untuk mendrop pasukan di belakang garis depan musuh.

Prajurit TNI Banteng Rider Siap Tumpas Gerakan Sparatis di Papua

Tentara Banteng Rider berangkat ke perbatasan Papua. ©2014 Merdeka.com/Fariz

Ratusan prajurit dari kesatuan Yonif 400 Raider segera diberangkatkan untuk mengamankan tapal batas negara Indonesia-Papua Nugini di Kabupaten Keerom, Papua. Prajurit Banteng Raider, juga diminta mengantisipasi gangguan keamanan dari serangan gerakan sparatis yang bercokol di sana.
Wakil Asisten Operasi Panglima TNI Laksma Darwanto, mengatakan ratusan prajurit Yonif 400/Raider harus mampu membantu meningkatkan keamanan di Kabupaten Keerom, Papua, yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Bila ada gerakan separatis bersenjata, mereka harus mampu menumpasnya.
“Jadi, kalau ada gerakan separatis bersenjata yang berbahaya, mereka harus ikut menumpas,” ujar Darwanto, usai memantau kesiapan Satgas Pamtas RI-PNG Yonif 400 Raider, di Markas Yonif 400 Raider Srondol Semarang, Selasa (18/11).
Tak hanya itu saja, anak buahnya juga harus mengantisipasi penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) ke Papua Nugini sekaligus mencegah masuknya barang-barang ilegal lainnya. Darwanto menekankan bila ada prajurit terlibat illegal logging, maka akan dicopot.
Pemberangkatan ratusan prajurit Banteng Raider bakal dilakukan serentak pada akhir November 2014. Para prajurit bakal disebar di 19 pos penjagaan di Kabupaten Keerom. Mereka akan dibantu tenaga medis dan peralatan tempur lainnya.
Menurut Darwanto, pengiriman pasukan untuk menjaga tapal batas negara di Papua kali ini juga didukung kemampuan bertempur memadai serta pengetahuan lain di bidang pendidikan dan penguatan infrastruktur jalan serta jembatan.
“Mereka juga dibekali keahlian keimigrasian dan hukum militer untuk mengawasi para pelintas batas negara. Apalagi, saat ini masalah HAM masih disoroti di sana,” kata Darwanto, sembari menambahkan bahwa tugas menjaga tapal batas negara di Papua akan dilakukan selama sembilan bulan.

Merdeka

Panglima TNI Ingin Cetak Master Intelijen Hebat dan Diakui Dunia

Panglima TNI Ingin Cetak Master Intelijen Hebat dan Diakui Dunia
Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko mengungkapkan keinginannya untuk dapat mencetak Perwira TNI sebagai Master Intelijen yang memiliki kemampuan hebat dan diakui dunia. Keinginan tersebut disampaikan Panglima TNI saat membuka Sekolah Manajemen dan Analisis Intelijen angkatan pertama tahun 2014 di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (17/11/2014).
Menurut Panglima TNI,  Mabes TNI saat ini tengah memikirkan bagaimana seorang Perwira Menengah (Pamen) berpangkat Letnan Kolonel yang memiliki kemampuan  intelijen yang hebat, akan tetapi tidak mempunyai kesempatan untuk Sekolah Staf dan Komando (Sesko) Angkatan dan masa depannya tidak jelas karena tidak ada sekolah untuk naik pangkat. "Menurut pandangan Saya, saat ini para Pamen tak usah memikirkan soal jabatan. Karena nantinya akan menjadi master intelijen," kata Jenderal TNI Dr. Moeldoko di hadapan puluhan siswa intelijen.
Jenderal TNI Dr. Moeldoko menyatakan, sekolah intelijen yang baru dibuka tersebut akan menjadi pengembangan karier prajurit TNI ke depan, sehingga, untuk menjadi seorang Asintel Kodam tidak harus mengikuti Sesko Angkatan. "Tak perlu kecil hati. Yang terpenting agar menekuni bidang intelijen ini," tegas Panglima TNI.
Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam sekolah ini adalah peningkatan kemampuan intelijen guna menciptakan master intelijen. Untuk itu, Panglima TNI berharap agar para Pamen menggunakan kesempatan ini untuk meningkatkan kemampuan intelijen dengan belajar di sekolah tersebut. Disamping itu, Panglima TNI meminta agar para siswa tidak terlalu memikirkan apakah sekolah itu membuat mereka naik jabatan, namun akan memikirkan untuk menjadikannya sebagai jalan untuk mengembangkan karier prajurit TNI.
Panglima TNI meminta para siswa sekolah intelijen gelombang pertama ini menekuni setiap pelajaran yang diberikan dan mengasah kemampuan intelijen mereka. "Saya minta agar soal-soal yang diberikan tidak sama. Kasih beban yang seberat-beratnya agar para siswa mampu mengasah dengan baik kemampuan intelijennya, anggaran akan disiapkan. Soal pengembangan SDM, saya tak perlu hitung-hitung, yang penting bisa berkembang dengan baik," tegas Panglima TNI.
Dalam arahannya, Panglima TNI memerintahkan agar ada penguatan intelijen yang harus segera dilakukan. Hal ini penting, mengingat setelah reformasi, persoalan intelijen di Indonesia menjadi kacau balau, dan bahkan ada upaya untuk mengecilkan peran dan fungsi intelijen. "Hampir sebagian kita tahu, hampir sebagian pejabat tahu, hampir sebagian masyarakat tahu dan merasakan, tetapi sebagian besar itu juga tak berbuat apa-apa dan hanya menikmati kondisi ini. Bisanya hanya komentar, mengeluh dan menyalahkan orang lain. Tapi tak ada upaya yang serius untuk menanganinya," ungkap Panglima TNI.
Kondisi yang demikian ini, sudah berlangsung lama, sehingga persoalan intelijen menjadi lemah dan tak berdaya. Untuk mengembalikan Indonesia yang memiliki intelijen yang kuat bukan persoalan yang mudah, namun membutuhkan waktu relatif lama. "Dulu kita punya tokoh dan master intelijen yang hebat dan diakui oleh dunia, seperti Bapak Yoga Sugama, Benny Moerdani dan Hendropriyono. Namun ke arah sini belum ada lagi master intelijen Indonesia,"  jelas Jenderal TNI Dr. Moeldoko.
Pendidikan Sekolah Manajemen dan Analisis Intelijen gelombang pertama ini diikuti sebanyak 30 personel Pamen TNI yang telah lulus seleksi  persyaratan umum maupun khusus dan akan menempuh pendidikan selama 24 Minggu atau 6 bulan. Untuk gelombang kedua dengan rencana alokasi 35 orang akan dilaksanakan pada Pebruari 2015 dan gelombang ketiga alokasi 35 orang pada bulan Mei 2015.
Hadir dalam acara tersebut Kasum TNI Laksdya TNI Ade Supandi, S.E., Irjen TNI Letjen TNI Syafril Mahyudin, Dansesko TNI Letjen TNI Sonny Widjaya, Wakasau Marsdya TNI Bagus Puruhito, para Asisten Panglima TNI dan Kapuspen TNI Mayjen TNI M. Fuad Basya.

TNI. 

Panglima TNI Ungkapkan Ada Upaya Kecilkan Peran dan Fungsi Intelijen

Panglima TNI Jenderal Moeldoko. (ist)
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengungkapkan bahwa setelah jaman reformasi, ternyata persoalan intelijen menjadi kacau balau, bahkan ada upaya untuk mengecilkan peran dan fungsi intelijen.
“Hampir sebagian kita tahu, hampir sebagian pejabat tahu, hampir sebagian masyarakat tahu dan merasakan, tetapi sebagian besar itu juga tak berbuat apa-apa dan hanya menikmati kondisi ini, ” kata Panglima TNI saat menjadi Inspektur Upacara Pembukaan Sekolah Manajemen dan Analis Intelijen di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin.
“Bisanya hanya komentar, mengeluh dan menyalahkan orang lain. Tapi tak ada upaya yang serius untuk menangani itu,” katanya.
Kondisi itu, lanjut Panglima TNI, sudah berlangsung lama, sehingga persoalan intelijen menjadi lemah dan tak berdaya.
Untuk mengembalikan Indonesia yang memiliki intelijen yang kuat bukan persoalan yang mudah, namun membutuhkan waktu relatif lama.
“Dulu kita punya tokoh dan master intelijen yang hebat dan diakui oleh dunia, seperti Benny Moerdani dan Hendropriyono. Namun ke arah sini belum ada lagi master intelijen Indonesia,” tutur Panglima TNI.
Panglima TNI menginginkan untuk memperkuat Badan Intelijen Strategis (Bais) dan jajaran intelijen TNI.

Antara

Komodo KIT 250AT: Rantis Intai Ringan Berpenggerak 2 Roda

IMG_20141106_135736
Meski saat ini ketiga matra di TNI telah menggunakan rantis dari jenis jeep tempur dengan rangka pipa baja tubular, namun bukan berarti inovasi di segmen rantis ini berhenti. Seperti yang diperlihatkan dalam Indo Defence 2014, Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD memperkenalkan model rantis Komodo KIT (Kendaraan Intai Tempur) 250 AT. Sebuah rantis yang dirancang dari struktur kendaraan model buggy yang akrab bagi pengguna olahraga off road.
Keistimewaan Komodo KIT 250AT lebih ditekankan pada rancangan yang kompak dan ringan. KIT 250AT punya dimensi 2,65 x 1,75 x 1,46 meter dengan berat hanya 420 kg. Karena dimensinya yang ‘mungil,’ KIT 250AT hanya bisa dimuati oleh dua awak, yakni satu pengemudi dan satu juru tembak (gunner). Sebagai rantis intai, KIT 250AT lebih ditekankan untuk kelincahan dengan mobilitas tinggi. Oleh karena itu, bekal senjata yang dipasang sebatas GPMG (General Purpose Machine Gun) FN MAG kaliber 7,62 mm atau Minimi kaliber 5,56 mm. Guna memudahkan sudut penembakkan, gun turret dapat diputar secara manual hingga 360 derajat. KIT 250AT juga menyediakan ruang untuk penempatan radio komunikasi sekelas PRC-77, yakni tersedia slot pada bagian dashboard gunner. Untuk keperluan logistik dan amunisi, kapasitas angkut rantis ini bisa dimuati barang maksimum 250 kg.
244613_mobnas-komodo-dipamerkan-di-inapa-2014_663_382
Komodo KIT 250AT varian ambulans.
Komodo KIT 250AT varian ambulance
Dibekali tandu untuk evakuasi darurat.
Dibekali tandu untuk evakuasi darurat.

Mungilnya Komodo KIT 250AT juga terlihat dari adopsi mesin 4 stroke 250 cc. Mesin dengan bahan bakar premium/pertamax ini punya daya 14 hp/7.500 rpm yang mampu melesatkan kendaraan hingga kecepatan maksimum 60 km per jam. Kapasitas bahan bakar untuk sekali jalan adalah 20 liter. Untuk laju transmisi mengadopsi CVT otomatis (maju dan mundur). Mesin ditempatkan pada bagian belakang.
Sayangnya kapabilitas off road-nya hanya mengandalkan sistem penggerak 2 roda belakang, ini tentu menjadi minus tersendiri. Sebagai perbandingan, rantis yang lebih besar kelasnya seperti Flyer Kopassus, Cheetah Kopaska, dan DMV-30 Paskhas mengadopsi sistem penggerak 4×4. Untuk mendukung mobilitas off road, pada bagian depan disematkan winch. KIT 250AT merupakan hasil kerjasama antara Dislitbang TNI AD dengan PT Fin Komodo Teknologi. (Tri)

Spesifikasi Komodo KIT 250AT
Mesin : Four Stroke, 250 CC
Max. Horse Power : 14 HP/7000 Rpm
Sistem Pendingin : Pendingin Air
Bahan Bakar : Bensin Premium (rekom Pertamax)
Kapasitas tangki : 20 Liter
Stater : Elektrik
Transmisi : CVT Otomatis, Maju, Netral, Mundur
Kapasitas Oli Transmisi : 1,2 liter, SAE 10 – 30W
Kapasitas Oli GearBox : 200 CC, SAE 40W
Sistem Penggerak : 2 roda belakang dengan sprocket
Kecepatan Max : 60 Km/Jam
Rangka : Tubular dan bagasi
Steering Systems : Rack n Pinion
Suspensi Depan : Fully independent double wishbone dengan per keong
Rem Depan : 2 buah Hidrolik Cakram
Rem Belakang : Hidrolik Cakram
Ban Depan : 25 X 8 X 12
Ban Belakang : 25 X 10 X 12
Ground Clearance : 300 mm
Jarak Sumbu Roda : 2000 mm
Jarak Roda : 1400 mm
Panjang Total : 2650 mm
Lebar Total : 1750 mm
Tinggi Total : 1460 mm
Berat Kosong : 320 Kg
Kapasitas Angkut : 250 Kg barang
Kapasitas Penumpang : 2 (dua) penumpang
Seat Belt : Menggunakan sistem 4 titik.

Bonefish USV: Kapal Intai Tanpa Awak Berdesain Trimaran

Bonefish-USV-breaks-cover-_ID14D2_2
Umumnya kita mengasosiasikan drone sebagai wahana tanpa awak yang beroperasi di udara atau UAV(Unmmaned Aerial Vehicle), namun seiring perkembangan teknologi, kini muncul sosok drone yang beroperasi di air dalam wujud kapal boat atau USV (Unmanned Surface Vessel). Untuk teknologi penunjang sistem kendali dan komunikasi data, antara UAV dan USV kurang lebih banyak persamaan. Begitu pun dengan tugas yang diemban, mulai dari misi intai sampai penindakan dengan bekal senjata juga mampu dilakukan keduanya.
Nah, setelah beberapa waktu lalu jagad alutsista Indonesia sempat heboh dengan pro dan kontra seputar drone (UAV) untuk misi pertahanan. Maka kini di depan mata telah muncul sosok drone untuk misi di lautan (USV). Tanpa banyak publikasi, PT. Lundin Industry Invest (North Sea Boats) yang kondang sebagai galangan spesialis kapal trimaran, memperkenalkan prototipe Bonefish, yang tak lain USV berkonsep trimaran (kapal berlunas tiga) dengan kapabilitas stealth. Sebagai informasi, PT Lundin Industry Invest (North Sea Boats) adalah galangan kapal yang memproduksi KCR (Kapal Cepat Rudal) Klewang Class untuk kebutuhan TNI AL.
IMG_20141106_135536IMG_20141106_135622
Dibekali dua propeller
Dibekali dua propeller

Bonefish dikenalkan langsung ke publik dalam Indo Defence 2014 lalu, dari dimensinya yang masif, Bonefish cukup banyak mengundang perhatian pengunjung. Bonefish dengan panjang 12 meter dirancang untuk dikendalikan secara remote dan autonomous control systems, tak ubahnya Wulung UAV besutan BPPT dan PT Dirgantara Indonesia. Kapal yang dibalut dengan warna abu-abu gelap ini mengintegrasikan beberapa perangkat elektronik, mulai dari radar, GPS, sensor akusitik, sensor elektro optik, dan aneka sistem komunikasi yang terhubung ke media satelit.
Peran yang dibebankan untuk Bonefish cukup beragam, mulai dari misi anti pembajakan, intai maritime, misi anti kapal selam, misi anti ranjau, misi SAR, perang elektronik hingga beragam misi yang terkait dengan pengawasan lingkungan.
IMG_20141106_135605IMG_20141106_135551
Untuk urusan persenjataan, meski tanpa awak, Bonefish yang material lambungnya dibalut material serat karbon (carbon fiber) bisa disetarakan kemampuannya dengan KCR. Bonefish ini nantinya disiapkan untuk bisa menggotong rudal anti kapal RBS15 Mk3 yang berkecepatan subsonik. Rudal ini memiliki hulu ledak HET seberat 200 kg. Selain itu kapal ini juga dipersenjatai dengan naval gun 40Mk4. Tak hanya itu, radar Sea Giraffe 1X 3D yang memiliki berat 150 kg terpasang USV Bonefish ini. Radar ini disebut mampu mereduksi efek lengkung bumi. Segala kecanggihan yang ditawarkan Bonefish sudah barang tentu melibatkan manufaktur global, yakni Saab. Seperti halnya KRI Klewang 625, Bonefish juga mengadopsi teknologi lambung kapal buatan Saab. Saab tak lain manufaktur persenjataan asal Swedia yang namanya sangat kampiun. Keterlibatan Saab dalam proyek kapal yang dibangun PT Lundin juga termasuk pada sistem sensor dan persenjataan.
Dengan bekal senjata yang dibawa, plus mampu melaju hingga kecepatan 40 knots dengan dua propeller, Bonefish kelak bakal jadi elemen alutsista yang mampu menggetarkan lawan. Pihak pembuatnya, merasa yakin Bonefish sangat pas untuk digelar untuk mengamankan wilayah maritime nasional, termasuk di tempatkan di Selat Malaka. Dari fasilitas galangan kapal yang berlokasi di Banyuwangi, Jawa Timur, rencananya Bonefish akan mulai masuk masa uji coba pada enam bulan mendatang, atau sebelum pertengahan tahun 2015. (Sam)

Pembentukan Divisi-3 Korps Marinir

Atraksi HUT ke-69 Korps Marinir di Surabaya (photo: tribunnews.com)
Atraksi HUT ke-69 Korps Marinir di Surabaya (photo: tribunnews.com)

KSAL Laksamana TNI Marsetio menegaskan akan terus melakukan modernisasi alutsista untuk menyiapkan Divisi 3 Korps Marinir. ”Kami akan terus memodernisasi alutsista Marinir dengan membangun kekuatan kesenjataan sesuai dengan target pemenuhan Minimum Essential Forces (MEF), termasuk untuk mengantisipasi pembentukan Divisi-3 Marinir,” katanya di Surabaya, Senin, 17/11/2014.
Dalam sambutan pada peringatan HUT ke-69 Korps Marinir di Bhumi Marinir Karangpilang, Surabaya, KSAL menegaskan Korps Marinir telah memiliki 54 unit tank amfibi BMP-3F pada akhir renstra tahap 1 tahun 2014.
Selain itu juga ada penambahan 15 kendaraan pendarat amfibi LVT-7 A1, dan rencana penambahan roket multi-laras. “Modernisasi alutsista Marinir akan terus berlanjut pada renstra tahap 2 (2015-2019),”.
Penambahan itu juga untuk mengantisipasi pembentukan Divisi-3 Marinir yang akan dilakukan pada renstra tahap 2 (2015-2019). Pada akhir renstra 1 telah diresmikan batalyon baru yakni Yonif 10 Mar/SBY di Batam pada 10 November 2014.
“Itu untuk mengembalikan kejayaan Bangsa Indonesia lewat laut, sekaligus mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia yang di dalamnya perlu peran konstruktif dari jajaran Korps Marinir,” katanya.
Upacara HUT Korps Baret Ungu itu sesuai hari terbentuknya sejatinya dilaksanakan pada tanggal 15 November, namun dilaksanakan pada 17 November 2014 untuk menyesuaikan dengan agenda acara lain. Upacara yang bertema “Bersama Rakyat Membangun Negeri” itu melibatkan 5.054 prajurit Korps Marinir TNI AL.