Satu dari dua Sukhoi Su-30MKI yang
menyergap pesawat terbang nomor registrasi VH terbang di belakang obyek
pelanggar wilayah udara nasional itu. Su-30MKI itu dari Skuadron Udara
11 TNI AU yang berpangkalan di Pangkalan Udara Utama TNI AU Hasanuddin,
Makassar, Sulawesi Selatan. (Dinas Penerangan TNI AU)
… penanganan pelanggaran ruang udara nasional mengandalkan pesawat tempur Sukhoi… “Markas Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) TNI sangat memerlukan penambahan pesawat buru sergap lengkap dengan sistem persenjataannya untuk memastikan kedaulatan ruang udara nasional.
“Pangkalan TNI AU di Medan, Jakarta, Surabaya, Pontianak, dan
Makassar perlu dilengkapi tiga pesawat buru sergap sehingga dapat cepat
menangkap pelaku pelanggaran wilayah udara nasional,” tegas Panglima
Komando Pertahanan Udara Nasional, Marsekal Muda TNI Hadiyan
Sumintaatmadja, di Biak, Senin.
Dia ada di Biak untuk menyerahterimakan jabatan panglima Komando
Sektor Pertahanan Udara Nasional IV, dari Marsekal Pertama TNI Asnam
Muhidir kepada Kolonel Penerbang Fachri Adamy.
Sebagai komando utama pertahanan udara nasional, Komando Pertahanan
Udara Nasional TNI tidak memiliki armada pesawat tempur sendiri. Pada
masa Orde Lama, komando ini memiliki “satuan udara pantjar gas” sendiri,
yang bisa langsung dikomando panglimanya setelah mendapat perintah dari
panglima tertinggi TNI.
Setelah Orde Baru berkuasa hingga kini, yang memiliki jajaran pesawat
tempur itu adalah Markas Besar TNI AU, yang terbagi ke dalam dua
komando operasi, yaitu Komando Operasi Udara I TNI AU (wilayah barat)
dan Komando Operasi Udara II TNI AU (wilayah timur).
Yang dimiliki “secara pribadi” Komando Pertahanan Udara
Nasional TNI adalah satuan-satuan radar, yang hingga saat ini berjumlah
20 satuan radar. 12 satuan radar dioperasikan di wilayah barat Indonesia dan delapan di wilayah timur.
Pada sisi lain, dia mengakui bahwa pengadaan pesawat tempur dan
sistem arsenal aktif dan pasifnya memerlukan biaya negara yang tidak
sedikit dan waktu cukup panjang untuk memproses hingga hadir di Tanah
Air.
“Saat ini penanganan pelanggaran ruang udara nasional mengandalkan
pesawat tempur Sukhoi. Ya jika jenis pesawat buru sergap kita punya akan
sangat membantu percepatan pengejaran pesawat asing melintas secara
tidak berizin,” kata Sumintaatmadja.
Dari sisi biaya operasionalisasi, pengerahan Sukhoi Su-27/30MKI dari
Skuadron Udara 11 yang berpangkalan di Pangkalan Udara Utama TNI AU
Hasanuddin, Makassar, sangat tinggi.
Sekitar Rp400 juta diperlukan untuk menerbangkan satu unit Su-27/30MKI Flanker itu, sedangkan operasi pengejaran dan pemaksaan mendarat atau patroli udara selalu dilakukan dalam flight berkekuatan dua unit pesawat tempur. (www.antaranews.com)