Jumat, 07 November 2014

Sukhoi TNI AU Semakin Menggiriskan, Force Down Tiga Black Flight



su30mki-8
Pesawat Tempur Sukhoi SU-30MKI Lengkap Dengan Persenjataan (Dispenau)

Pada minggu terakhir Oktober hingga awal November 2014, pesawat-pesawat Sukhoi TNI AU dibawah kendali Komando Pertahanan Udara Nasional telah unjuk gigi, dengan melakukan penyergapan dan memaksa turun (force down) tiga pesawat yang masuk dalam kategori penerbangan gelap (black flight) di wilayah Indonesia. Yang dimaksud dengan black flight (Hanudnas menyebut Lasa-X), adalah penerbangan yang melintas di wilayah Indonesia, bukan pesawat regular tetapi tidak mempunyai ijin lintas terbang. Ijin yang dimaksud adalah seperti yang tertera dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Keputusan Dirjen Perhubungan Udara, dimana pesawat asing tanpa ijin yang melanggar wilayah kedaulatan NKRI akan diusir atau dipaksa mendarat di bandara tertentu di wilayah NKRI. Ijin yang dimaksud adalah filght clearance atau flight approval dari Dirjen Perhubungan udara serta security clearance yang dirilis oleh Mabes TNI.

Terkait dengan Pertahanan Udara Nasional, Kohanudnas merupakan ujung tombak Kotama Operasional TNI AU yang bertugas melaksanakan penegakan hukum di udara dan mengatur seluruh potensi kekuatan udara bangsa Indonesia. Kohanudnas melakukan monitoring seluruh penerbangan yang melintas di wilayah kedaulatan NKRI, dimana sebagai pelaksana pertahanan udara dilaksanakan oleh Komando Sektor Hanudnas. Dalam kaitan pengamanan wilayah udara menghadapi black flight, pesawat tempur sergap TNI AU akan langsung dikendalikan oleh Panglima Kosek apabila diperlukan untuk melakukan penyergapan. Tugas pokok Kosek Hanudnas (I s/d IV) adalah menyelenggarakan dan mengendalikan operasi pertahanan udara di wilayahnya, sesuai pembagian tanggung jawab geografis wilayah Hanudnas untuk mendukung tugas Kohanudnas. Dalam melaksanakan tugasnya Kohanudnas didukung oleh Satuan Radar TNI-AU yang ditempatkan di berbagai daerah, pesawat tempur TNI AU, batalyon rudal Paskhasau, serta diperkuat oleh Detasemen Rudal TNI AD dan KRI TNI AL yang mempunyai kemampuan hanud. Masa kini dengan telah lengkapnya kemampuan radar yang mampu meng-cover seluruh wilayah tanah air, sulit bagi sebuah pesawat asing yang akan terbang menyelundup tanpa diketahui oleh Kohanudnas/Kosek Hanudnas. Selain itu Kohanudnas juga telah mampu mengintegrasikan data dari radar-radar sipil di seluruh Indonesia.

Operasi Penyergapan dan Force Down oleh Sukhoi 27/30 TNI AU
Rabu, 22 Oktober 2014, Force Down di Menado
Kronologis penyergapan pesawat sipil dari Australia. Pada pukul 07.41 WITA, Radar Kohanudnas mendeteksi adanya Lasa-X di jalur udara A-461 berdasarkan route chart. Sesuai dengan prosedur, Pengendali Operasi yang bekerjasama dengan MATSC (Makassar Air Traffic Centre) mengendalikan dan memerintahkan obyek melalui komunikasi radio agar pesawat tersebut membelok keluar dari wilayah udara nasional. Akan tetapi peringatan tidak dituruti oleh pesawat yang beregistrasi VH-RLS, dan tetap terbang dari Darwin meuju ke Ambon. Panglima Kosek Hanudnas II, , Marsma TNI Tatang Harlyansyah, memerintahkan Pusat Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II berkedudukan di Makassar menggelar operasi penyergapan. Dua pesawat tempur Sukhoi Su-30MKI dari Skuadron Udara 11 (Thunder Flight), diterbangkan dari Lanud Hasanudin dengan dipersenjatai peluru kendali untuk melaksanakan operasi penyergapan. Menurut Kadispenum Mabesau, Kolonel Pnb Agung Sasongkojati, "Pada pukul 09.02 WITA, Thunder Flight tinggal landas menuju sasaran, dan pada pukul 10.38 WITA berhasil menyergap pesawat sasaran pada posisi 150 mil laut, pada ketinggian 10.000 kaki dan kecepatan 170 knots di sebelah selatan Manado," katanya. Black flight tersebut ternyata sebuah Beechcraft C-55 Baron, kemudian oleh Sukhoi berhasil dipaksa mendarat (force down) pada pukul 11.29 WITA di Pangkalan Udara TNI AU Sam Ratulangi, Manado. Pesawat dengan registrasi VH-RLS dengan pilot Jacklin Greame Paul dan Mc Clean Richard Wayne, yang berkebangsaan Australia itu mengudara dari Darwin dalam perjalanan menuju ke Cebu City, Filipina. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh aparat Lanud Sam Ratulangi, penerbangan tidak dilengkapi dengan flight aproval dan security clearance. Setelah dilakukan pengurusan surat-surat ijin lengkap, pesawat sesuai aturan Dirjen Perhubungan Udara di denda Rp60 juta dan diijinkan melanjutkan perjalanan.
forcedown cesna singapura
forcedown cesna singapura Sukhoi TNI AU saat Menyergap Cessna Singapura VH-PFK (Foto : Dispenau)

Selasa, 28 Oktober 2014, Force Down di Pontianak
Kronologis penyergapan. Pada hari Selasa (28/10/2014), Popunas (Pusat Operasi pertahanan udara nasional) menerima informasi dari Posek I Halim tentang adanya pesawat yang dikendalikan oleh ATC Singapura terbang tanpa security clearance. Penerbangan termonitor sekitar pukul 8.00 WIB, dimana jajaran radar Kosekhanudnas I di kepulauan Riau mendeteksi adanya sebuah pesawat asing yang melintas di wilayahIndonesia, berangkat bagian selatan Singapura menuju Sibu Kinabalu, Malaysia.
Panglima Kosekhanudnas I Marsma TNI Fahru Zaini Isnanto yang berada di Pusat Operasi Sektor Hanudnas I di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta segera memerintahkan para penerbang Sukhoi yang sedang mengikuti latihan pertahanan udara Tutuka XXXVII tahun 2014 segera bersiap melakukan operasi hanud untuk menyergap (Intercept) pesawat asing yang diketahui sebagai Lasa-x (karena tanpa ijin).
Setelah positif pesawat tersebut diyakini hanya dilengkapi Flight Plan dari ATC Singapura dan tidak dilengkapi ijin lintas (security clearance dan flight aproval) untuk pesawat non-reguler dari pemerintah Indonesia, maka dua pesawat Sukhoi 27/30 Flanker TNI AU (Klewang Flight) yang dilengkapi rudal udara-ke udara R-73 Archer diterbangkan dari Bandara Hang Nadim Batam untuk mengejarnya. Namun hingga jarak 200 Nm dari Batam posisi pesawat terbang asing tersebut telah memasuki wilayah udara Malaysia, perintah penyergapan dibatalkan dan Klewang Flight kembali ke Bandara Hang Nadim Batam.
Pada pukul 11.28 WIB, radar Kosekhanudnas I memonitor pesawat yang sama terpantau kembali pada posisi di utara Pontianak dengan rute kembali menuju Seletar Singapura. Pada pukul 11.43 WIB Pangkosekhanudnas I kembali memerintahkan unsur Sukhoi klewang flight di Batam untuk melaksanakan “Scramble Take Off” untuk operasi penyergapan. Pada pukul 12.23 WIB pesawat asing tersebut dapat ditemukan serta diidentifikasi secara visual pada posisi sekitar 213 Nm dan radial 091° dari Batam pada ketinggian 26.000 ft, kecepatan 250 Knots, pesawat sipil dengan dua propeller tipe Beechraft -9L, registrasi VH-PFK di wilayah NKRI, di sebelah selatan Kepulauan Natuna, Propinsi Kepulauan Riau.
Sumber Dispenau menjelaskan, bahwa saat akan di force down ke Lanud Supadio Pontianak, penerbang bersikeras menolak dengan alasan berada dalam frekuensi radio Singapore Control, dan mereka bersikeras bahwa mereka tidak melanggar wilayah udara nasional Indonesia , dan mereka terbang melewati jalur penerbangan internasional dibawah ijin dan kendali ATC Singapura.
Melalui frekwensi darurat penerbang Sukhoi menjelaskan bahwa meskipun berada di Wilayah Informasi Penerbangan Singapura (Singapore FIR) dan sudah mengisi Flight Plan di seletar namun mereka dan ATC Singapura harus mematuhi hukum dan aturan penerbangan Indonesia yang harus melengkapi persyaratan ijin lintas berupa flight aproval dan security clearance bagi pesawat non regular. Penerbang VH-PFK dan ATC Singapura tidak bisa membantah fakta pelanggaran tersebut dan mereka berhadapan dan beresiko tinggi melawan perintah dua pesawat tempur TNI AU yang bersenjata lengkap di atas ruang udara kedaulatan Indonesia.
Pada akhirnya pesawat Singapura tersebut mau bekerja sama untuk dan mendarat di Lanud Supadio Pontianak dengan tetap dikawal dua Sukhoi. Air cover tetap dilakukan kedua Flanker (SU-27 dan SU-30) tersebut dan setelah Beechcraft mendarat, keduanya kembali ke Hang Nadiem Batam. Pesawat itu berisi tiga orang crew dalam rangka training yang diidentifikasi bernama kapten Tan Chin Kian (Instruktur, Singapura, lahir 13 Oktober 1950), Xiang Bohong (Trainee Chinese, lahir 07 Mei 1989), dan Zheng Chen (Trainee, Chinese, lahir 01 Maret 1990). Setelah dilakukan pengurusan surat ijin, pesawat dilepas dengan denda Rp60 juta.
ini-kronologi-penyergapan-jet-milik-arab-oleh-sukhoi-tni-au
Penyergapan HZ-103 Saudi Oleh Sukhoi TNI AU (Sumber foto : Dispenau)

Senin, 3 November 2014, Force down di Kupang
Pesawat tempur Sukhoi 27/30 TNI AU kembali memaksa mendarat sebuah private jet Saudi Arabian Airlines pada hari Senin tanggal 03 November 2014. Pesawat jet pribadi jenis Gulfstream IV dengan no HZ-103 ini berangkat dari Singapura menuju Darwin Australia sebelum menuju tujuan akhir Brisbane.
Kronologis penyergapan (Menurut Kadispenau, Marsma TNI Hadi Tjahyanto, Selasa, 4 November 2014). Jajaran radar Kosek Hanudnas I Halim Perdanakusuma, Jakarta, telah memonitor gerak-gerik Gulfstream IV dengan registrasi HZ-103 itu sejak melintasi wilayah udara Kepulauan Riau dan memasuki Kalimantan yang masuk kategori sebagai Lasa-X (tanpa ijin). Berdasarkan enroute chart (peta udara internasional) adalah M-774 menuju Australia. Di atas Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, tanggung jawab pengawasan diambil alih Kosek Hanudnas II Makasar untuk menindak lanjuti dengan operasi penindakan penyergapan.
Saat dilakukan komunikasi oleh ATC Makassar untuk pengecekan flight clearance, penerbang mencoba melakukan desepsi dan memberikan ijin palsu. Kadispenau menjelaskan, "Pilot menyebutkan dia sudah memiliki ijin penerbangan dengan nomor ijin 5042+AUNBLN+DAU3010+2014. Setelah diperiksa ulang, itu nomor ijin melintas bagi pesawat pengangkut jemaah haji jenis Boeing B-747-400," katanya. Selanjutnya dijelaskan, "Makin mencurigakan setelah ditanya berulang-ulang mengenai perijinan, dia menambah kecepatan, yang semula 0,75 Mach menjadi 0,85 Mach," kata Hadi.
Pengendali Operasi pertahanan udara di Popunas Jakarta dan Posek II Makasar menilai pesawat tersebut berniat kabur secepatnya keluar dari wilayah NKRI menuju Australia. Komandan Skadron Udara 11 (Sukhoi) mendapat informasi dari Asops Kosek II bhw ada laporan sasaran “black flight” dari Singapura menuju Darwin, yang posisinya mendekati Banjarmasin. Skadron 11 menyiapkan dua Sukhoi SU-30 Flanker (Thunder Flight). Pangkosek Hanudnas II Marsma TNI Tatang Herlyansah di Pusat Operasi Sektor (Posek) Hanudnas II di Makassar, dibawah komando penuh Pangkohanudnas Marsda TNI Hadiyan Sumintaatmaja dari Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas) di Lanud Halim Perdanakusuma memerintahkan operasi penyergapan. Dua Sukhoi-30 dengan penerbang Vincent / Wanda dan Tamboto/ Ali melaksanakan Scramble dan take off (12.12 WIB).
Saat itu posisi target 200 km di Selatan Makasar dengan kecepatan 0.80 Mach (864 kmpj) dengan ketinggian 41 ribu kaki. Pesawat Gulfstream yang terbang pada ketinggian 41 ribu kaki nampaknya tahu jika dikejar dan meningkatkan kecepatan semula dari kecepatan jelajah 0.74 Mach (700 kmpj) menjadi 0.85 Mach (920 kmpj). Namun Sukhoi mengejar dengan kecepatan suara yaitu antara 1.3 – 1.55 Mach (1400- 1700 kmpj). Thunder Flight melaksanakan pengejaran sampai melewati Eltari, Kupang dan berhasil meng-intercept, mendekati pesawat tersebut dan dapat melaksanakan komunikasi dengan radio di sekitar jarak 85 Nm atau 150 km dari Kupang serta sudah mendekati perbatasan wilayah udara Timor Leste.
Crew pesawat Gulfstream IV tidak mempunyai pilihan lain saat diperintahkan dan diarahkan oleh Thunder Flight menuju Lanud Eltari Kupang (Mengingat angkernya SU-30 TNI AU tersebut yang dipersenjatai dengan rudal R-73 Archer yang canggih.) Pada pukul 13.25 WIB pesawat Gulfstream IV Saudi Arabia tersebut landing di Lanud Eltari menyusul pada pukul 13.32 WIB kedua pesawat Su-30 MK2 juga landing di Lanud Eltari setelah melakukan air cover. Gemuruh suara mesin jet Sukhoi sempat mengejutkan penduduk di Kupang.
Dalam pemeriksaan unsur Lanud yang terdiri dari Intelijen Pengamanan dan petugas Dishubud, didapat penjelasan, Captain Pilot Gulfstream IV, registrasi HZ-103, adalah Waleed Abdulaziz M , setelah diperiksa tidak memiliki ijin lintas wilayah NKRI. Pesawat tersebut diketahui terbang dari Singapura tujuan Australia mengangkut tim pendahulu yang akan mempersiapkan kunjungan pangeran Kerajaan Arab Saudi ke Australia.
On board pada pesawat 13 orang (7 penumpang, 2 pilot, 2 kopilot, dan 2 pramugari). Sebanyak 13 orang termasuk kru menjalani pemeriksaan. Mereka adalah captain pilot, Waleed Abdul Aziz dan Abdullah Aziz Ibrahim; dua co pilot, Muhammed Suliman dan Muhammed Saud; dua pramugari, Kaitouni Oulaya dan Safa; serta para penumpang, yakni Muhammed Dhafir, Sami Amadh, Muhammed Abdulah, Hussin Ali, Khalid Mushabbad, Atiah Ayed, dan Domino Domingo. Setelah diperiksa, pesawat tidak membawa barang berbahaya.
Kepala Penerangan Lanud El Tari, Kapten Sigit menjelaskan, "Pesawat dilepas setelah Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta melengkapi dokumen surat izin terbang (flight clearance) di wilayah Indonesia, dan membayar denda Rp 60 juta yang akan disetor ke kas negara," katanya. Senin malam hari yang sama, pesawat tersebut diizinkan melanjutkan penerbangan ke Australia sekitar pukul 22.42 WITA.
Dispenau merilis berita, Gulfsteram IV ini dilepas oleh otoritas penerbangan Singapura tanpa diberi informasi tentang persyaratan Flight Clearance untuk melintasi ruang udara Indonesia bagi pesawat tak terjadwal. Memang mereka membuat Flight Plan di Singapura namun karena melewati ruang udara yang menjadi wilayah jurisdiksi dan kedaulatan Indonesia, maka semua penerbangan tak terjadwal harus memiliki ijin penerbangan khusus dari pemerintah RI.
Semua aturan ini tidak saja berlaku bagi pesawat sipil namun berlaku juga bagi pesawat militer negara lain seperti Singapore yang tidak boleh menggunakan wilayah udara Indonesia sebagai tempat berlatih atau kegiatan lain, serta jika mereka hendak melintas ruang udara Indonesia juga harus memiliki ijin lengkap dari pemerintah Indonesia

Pengawasan Udara NKRI Semakin Ketat dan Canggih
Tiga kasus operasi penyergapan udara yang terjadi pada bulan Oktober-awal November adalah merupakan sebagian kecil contoh bahwa kini Kohanudnas dengan kelengkapan radar dan pesawat tempur yang semakin canggih telah mampu menunjukkan peran utama dalam mempartahankan dan menjaga kedaulatan wilayah udara NKRI.
Operasi penyergapan telah berulang kali dilakukan oleh pesawat-pesawat tempur TNI AU sebelumnya dan beberapa di force down. Bahkan pernah terjadi kasus Bawean antara pesawat tempur AS dari kapal induk dengan dua F-16. Kini TNI AU telah dilengkapi dengan pesawat tempur canggih dari Flanker Family (Su-27 dan SU-30).
Sukhoi Su-27 (kode NATO: Flanker) adalah pesawat tempur yang awalnya diproduksi oleh Uni Soviet, dan dirancang oleh Biro Desain Sukhoi. Pesawat ini direncanakan untuk menjadi saingan utama generasi baru pesawat tempur Amerika Serikat (yaitu F-14 Tomcat, F-15 Eagle, F-16 Fighting Falcon, dan F/A-18 Hornet). Su-27 memiliki jarak jangkau yang jauh, persenjataan yang berat, dan kelincahan yang tinggi. Sukhoi TNI AU adalah Su-27 MKM sebanyak 10 buah di Skadron-11, dengan dislokasi di Lanud Hasanudin, Makassar. Bentuk Su-27 dan Su-30 hampir mirip karena itu hanya satu yang ditayangkan (perbedaan utama pada warna lorengnya, Su-27 Abu-abu, Su-30 Biru).
Sementara, Sukhoi Su-30 (kode NATO: Flanker-C) adalah pesawat tempur yang dikembangkan oleh Sukhoi Rusia pada tahun 1996. Pesawat ini adalah pesawat tempur multi-peran, yang efektif dipakai sebagai pesawat serang darat. Pesawat ini bisa dibandingan dengan F/A-18E/F Super Hornet and F-15E Strike Eagle Amerika Serikat, (unggul dari Super Hornet saat latihan Pitch Black 2012). Pesawat ini adalah pengembangan dari Su-27UB, dan memiliki beberapa varian. Seri Su-30K dan Su-30MK telah sukses secara komersial. Varian-varian ini diproduksi oleh KNAAPO dan Irkut, yang merupakan anak perusahaan dari grup Sukhoi. KNAAPO memproduksi Su-30MKK dan Su-30MK2. Enam buah Su-30 MK2 kini memperkuat Skadron 11, Wing-5 Koopsau-II.
Pesawat Sukhoi telah dilengkapi rudal udara ke udara dan rudal udara ke permukaan.Lini rudal udara ke permukaan (Air to Surface Missile), yaitu Kh-31P dan Kh-29TE. Sementara di lini rudal udara ke udara, TNI AU memboyong R-77 dan R-73. Rudal R-77 buatan Rusia ini sanggup melesat dengan kecepatan 4 Mach hingga jarak 80 km. Sementara rudal R-73 (Kode NATO; AA-11 Archer), bisa disebut sebagai rudal yang punya komparasi full dengan Sidewinder AIM-P2 dan AIM-P4.
Nah, kini Kohanudnas telah mampu mengordinasikan jajaran dibawahnya (Kosek-I s/d IV) beserta jajarannya, serta rentang kendali kodal dengan Koopsau yang membawahi skadron-skadron tempur yang siap setiap saat untuk mempertahankan dan mengamankan wilayah kedaulatan NKRI. Operasi dari tiga contoh penyergapan diatas menunjukkan ketat serta rapihnya kodal antara unsur pimpinan Hanudnas, Kosek, Radar militer dan sipil, Skadron Udara, penerbang tempur, ATC Bandara, Pejabat di Pangkalan Udara (Lanud).
Penyergapan Gulfstream Saudi Arabia menunjukkan walau walau ada black flight dengan kecepatan hampit Mach-1, mereka tetap terkejar oleh Sukhoi dengan kecepatan Mach 1,5. Dari semuanya ini, membuktikan bahwa alutsista modern telah mampu diawaki oleh personil-personil TNI AU, dan kini manajemen operasi dan perang udara telah semakin tertata.
Suatu hal yang sangat positif dari pengoperasian pesawat tempur Sukhoi sebagai back bone pertahanan udara, secara psikologis kini militer Indonesia (kekuatan udara) oleh militer asing dinilai telah mampu memonitor dan bereaksi cepat terhadap setiap penerbangan asing dalam rangka mempertahankan kedaulatan wilayah. Negara-negara lain tidak akan bisa seenaknya mengacak-acak wilayah RI seperti pada masa lalu.
Semoga hasil dan bukti positif operasi penyergapan black flight tersebut semakin meyakinkan pimpinan nasional, Presiden Jokowi untuk kembali melanjutkan penataan modernisasi alutsista TNI. Kini TNI AU, Mabes TNI serta Kementerian Pertahanan mempunyai pekerjaan rumah untuk memilih, menentukan serta melakukan penggantian pesawat tempur F-5 Tiger yang harus sudah pensiun karena sudah tidak valid sebagai alutsista pertahanan udara (pesawat tempur sergap). Mudah-mudahan dalam renstra selanjutnya penggantian ini dapat di realisasikan. Semoga bermanfaat.

Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
www.ramalanintelijen.net

Pemilihan Kepala Badan Intelijen Negara

14151757761033682366
Setelah Presiden Joko Widodo memilih dan menentukan para menteri Kabinet, ada pejabat yang hingga kini belum dipilihnya yaitu Kepala Kejaksaan Agung (Kajagung), Kepala Badan Intelijen Negara (Ka BIN) serta Kepala Staf Kepresidenan. Yang mulai ramai dibahas media adalah Kepala BIN dan Kajagung. Yang menarik, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam ) Laksamana TNI (Pur) Tedjo Edhi Purdijatno yang mantan Kasal menjelaskan kepada media informasi mengapa presiden belum menetapkan Kepala BIN.

Menurut Tedjo, Jokowi menilai BIN sering memberikan informasi tidak akurat. “Data BIN itu sering meleset. Beliau (Jokowi) sangat berhati-hati soal BIN,” ujar Tedjo di Istana Negara, Selasa, 4 November 2014 (Tempo, 4 November 2014). Sikap tak gegabah ini membuat presiden membutuhkan waktu lebih untuk menunjuk pengganti Marciano Norman sebagai kepala BIN. Presiden ingin calon yang terpilih nanti punya kemampuan menganalisis data secara akurat sehingga data BIN tak berbeda dengan data yang dimiliki intelijen lembaga negara lainnya yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Badan Intelijen Strategis TNI.

Menko Polhukkam menambahkan, "Ke depan (Kepala BIN), harus bisa mengkoordinasikan semua intelijen yang ada di lembaga baik di kementerian, Polri, TNI, Bais, Jaksa‎, untuk diolah datanya sehingga menjadi data A1 (akurat). Presiden tak mau ada lagi informasi yang simpang siur,” katanya. Saat ditanya siapa calonnya, dijelaskan, ""Sjafrie (Mantan Wamenhan) pernah muncul, TB Hasanuddin (purnawirawan TNI) muncul terus tenggelam lagi, Assad Ali (mantan Waka BIN), masih ada tapi terus tenggelam," ujarnya. Nah, pada kesempatan ini penulis mencoba memberikan saran pemikiran dalam memilih Kepala BIN untuk mendukung suksesnya pemerintahan dibawah kepemimpinan nasional Presiden Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla hingga 2019. Saran yang dibuat berdasarkan beberapa informasi dan analisa intelijen yang disusun, bukan berarti penulis lebih ahli, tetapi penulis mencoba memberikan masukan dengan beberapa pertimbangan berdasarkan pendidikan dan pengalaman bertugas serta menjadi pengamat intelijen. Semoga bermanfaat bagi pimpinan nasional.

Sekilas Tentang Badan Intelijen Negara
Badan Intelijen Negara, disingkat BIN, adalah lembaga pemerintah non kementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang intelijen. Secara resmi Kepala BIN sejak 19 Oktober 2011 dijabat oleh Letjen TNI (Pur) Marciano Norman hingga tanggal 20 Oktober 2014, saat presiden Jokowi dilantik. Susunan organisasi BIN telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2010, menggantikan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005, organisasi dengan visi dan misi BIN di sinkronkan, dimana Kabin yang dibantu Wakabin membawahi tujuh deputi serta beberapa perangkat lainnya.

Visi BIN adalah tersedianya Intelijen secara cepat, tepat dan akurat sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan nasional (Website BIN). Sedangkan misi BIN adalah mengoordinasikan seluruh penyelenggara Intelijen negara di tingkat pusat dan daerah, melaksanakan kegiatan dan/atau ops intel luar negeri, ops intel dalam negeri, operasi kontra intelijen, operasi intelijen ekonomi, operasi intelijen teknologi, melaksanakan kegiatan pengolahan dan produksi Intelijen, pengkajian dan analisis intelijen strategis, menyiapkan dan meningkatkan dukungan administrasi umum dan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional, melaksanakan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan kegiatan dan/atau operasi intelijen. Indonesia telah menetapkan UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara sebagai “payung hukum” bagi Intelijen Negara dalam menjalankan perannya di era demokrasi. Tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional. Sedang peran dari Intelijen Negara adalah melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat Ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional.

Badan Intelijen Negara melakukan kegiatan berupa intelijen positif, yang mencakup pengumpulan, pengolahan dan analisis dan penyajian informasi yang digunakan untukmemperkuat sistem peringatan dini dan sistem analisa informasi strategis sebagai antisipasi menghadapi ancaman terhadapkeamanan nasional. Selain itu juga dilaksanakan kegiatan intelijen agresif yang ditujukan untuk menghadapi unsur-unsur asing yang mengancam keamanan nasional dengan menggunakan metode operasi kontra-intelijen dan atau kontra-spionase untuk mengungkap ancaman tersebut. Di era demokrasi, pengawasan terhadap kinerja intelijen menjadi sangat ketat dan berlapis. Adanya kekhawatiran sebagian masyarakat bahwa intelijen akan digunakan oleh penguasa telah dieliminir melalui ketentuan perundangan yang berlaku. Selain adanya pengawasan dari struktur birokrasi organisasi, masyarakat juga berhak tahu apa yang dilakukan oleh intelijen negara serta mengawasinya, pengawasan ini secara keseluruhan biasanya difasilitasi oleh kelompok-kelompok civil society seperti LSM dan media massa.

Masalah di dalam UU Intelijen yang dipertanyakan oleh DPR adalah soal penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi secara mendalam. Disepakati bahwa Badan Intelijen Negara tidak diberi wewenang untuk menahan dan menangkap orang yangmerupakan ranah penegakan hukum. Kewenangan itu digantikan dengan kewenangan penggalian informasi, yaitu kegiatan pengintaian, penjejakan, pengawasan, penyusupan, pemeriksaan aliran dana, atau penyadapan. Selain itu dalam hal penyadapan harus memperhatikan Undang-Undang HAM, Undang-Undang Informatika dan Intelijen dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Telekomunikasi,dan putusan Mahkamah Konstitusi. Penyadapan dilakukan atas perintah Kepala BIN untuk jangka waktu paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. Ruang lingkup dan Penyelenggara Intelijen Negara meliputi :
a.       Intelijen dalam negeri dan luar negeri (Badan Intelijen Negara). BIN adalah lembaga sipil non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI (strategis nasional).
b.      Intelijen pertahanan dan/atau militer (Intelijen Tentara Nasional Indonesia). Badan Intelijen Tentara Nasional Indonesia menyediakan intelijen sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan strategi Panglima TNI (strategis, operasional dan taktis).
c.       Intelijen kepolisian (Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia). Badan Intelijen Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Polri (BIK-Polri) bertugas menyediakan intelijen sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan strategi keamanan dan ketertiban masyarakat bagi Kepala Kepolisian RI (strategis, operasional dan taktis.
d.      Intelijen penegakan hukum (Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia). Intelijen Kejaksaan RI bertugas menyediakan intelijen sebagai bahan pertimbangan dan penentuan kebijakan dan strategi bagi Jaksa Agung. Susunan organisasi dan tata kerjanya didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan Kejaksaan Agung RI.
e.       Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.Unsur intelijen lain pada departemen/LPND menyelenggarakan fungsi intelijen dalam rangka mendukung tugas departemen atau lembaga yang bersangkutan. Susunan organisasi dan tata kerjanya didasarkan pada ketentuan perundang-undangan di lingkungannya (Seluruh kegiatan intelijen harus terkendali dan bermuara pada Kepala Badan Intelijen Negara selaku penanggungjawab lembaga.)

Saran Pemikiran
Dalam mengulas tentang siapa yang akan dipilih sebagai Kepala BIN oleh Presiden Jokowi, yang belum juga ditetapkan, penulis mengembalikan kepada ‘pakem’ informasi intelijen, yaitu Siabidibame, dimana bagian terberat dan tersulitnya adalam kata ‘me’ atau mengapa. Ini yang harus dijawab. Sebelum era pemerintahan Presiden Jokowi, para Kepala BIN pada dasarnya dipilih dari mereka yang dekat dengan pimpinan nasional (presiden). Mengapa? Karena BIN merupakansebuah organisasi intelijen yang besar, lengkap, diawaki personil intelijen yang terdidik, secara organisasi sudah mapan. Dengan demikian maka presiden sangat membutuhkan informasi dengan akurasi tinggi tanpa bias dari Kepala BIN. Jelas ada kekhawatiran presiden pada masa lalu terhadap loyalitas intelijen yang tidak sepenuhnya. Suatu hal yang wajar, mengingat nuansa politik sangat kental mengelilingi serta juga berkepentingan dengan BIN.

BIN yang bertugas melakukan operasi intelijen untuk mengumpulkan informasi dan menganalisis menjadi sebuah intelijen jelas mampu membuat sebuah forecast atau ramalan, serta perkiraan intelijen. Entah bagaimana kini muncul penilaian presiden yang menurut Menkopolhukkam mengatakan data BIN sering meleset. Apakah memang demikian? Apa sebenarnya hal terpenting dari seorang Kepala BIN? Pengalaman penulis selama bertugas di bidang intelijen, yang tersulit dalam kehidupan intelijen ini adalah bagaimana memutuskan. Keputusan Kepala BIN sebagai penanggung jawab lembaga intelijen negara sangat penting serta besar artinya bagi kepentingan nasional negara. Kepala BIN menurut UU Intelijen sebagai kordinator, melakukan pengumpulan informasi dari beberapa badan intelijen lainnya untuk disampaikan kepada presiden. Apakah ini yang tidak berjalan?Informasi BIN adalah informasi rahasia, dan hanya diketahui oleh presiden sebagai single client, yang dalam dunia intelijen dikenal sebagai kesetiaan tunggal, karena presiden adalah end user. Terlepas dari adanya penilaian presiden Jokowi terhadap akurasi data BIN, penulis mencoba memberikan saran pemikiran.

Seorang personil intelijen seharusnya mereka yang pernah mengenyam pendidikan intelijen, bisa di dalam maupun luar negeri. Yang penulis ketahui jenjang pendidikannya adalah pendidikan dasar intelijen, pendidikan fungsi/spesialis (penyelidikan, pengamanan, penggalangan, sandi dan pendidikan matra), pendidikan sarana dari fungsi (misalnya sarana penggalangan seperti anti teror, riot, insurgency, subversi, interogator dan lainnya), pendidikan intelijen strategis. BIN mempunyai sekolah khusus yaitu Sekolah Tinggi Intelijen yang diprakarsai oleh Bapak AM Hendropriyono. Yang paling ideal, setelah seorang personil intelijen lulus dari pendidikan, dia ditugasi dalam jenjang karir di satuan/organisasi intelijen demikian seterusnya. Paling ideal kariernya diarahkan mulai agen lapangan, handler, analis, dan terakhir master spy. Inilah profesionalisme intelijen. Pendidikan personil intelijen serta penugasan menurut penulis adalah hal mutlak yang disebut sebagai rekam jejak. Karena dia pernah merasakan bagaimana melakukan/terlibat dengan sebuah operasi intel klandestin misalnya. Lantas apakah seseorang tidak bisa menduduki jabatan disebuah organisasi intelijen tanpa pendidikan intelijen? Bisa saja, tetapi hasilnya jelas akan tidak maksimal. Intelijen adalah sebuah keahlian yang harus melalui pendidikan dan pengalaman bertugas. Kelemahannya apabila dua hal prinsip diabaikan, maka di pemimpin tidak akan memiliki sense of intelijen. Pengertiannya, si pemimpin tidak mempunyai rasa, instink intelijen dalam melihat dan membaca arah sebuah informasi. Bahaya atau ancaman mematikan dan merusak biasanya didesepsikan oleh lawan, sehingga segala sesuatu oleh orang awam akan terlihat normal. Sedangkan dibelakangnya terdapat sesuatu yang hanya bisa dicium dan dirasakan oleh orang intelijen yang mempunyai rasa (sense). Bagaimana pemimpin bisa dihargai anak buahnya apabila dia tidak faham dengan tehnik dan istilah sederhana misalnya personal meeting, safe house, deception, clandestine? Bagaimana dia akan memutuskan sebuah informasi intelijen apabila tidak faham dengan wawasan intelijen?

Nah, dengan pertimbangan ini, sebaiknya presiden pada awal memilih Kepala BIN, melakukan cek profesionalisme si calon. Bagaimana pandangan si calon terhadap perkembangan situasi terkait sembilan komponen intelijen strategis (komponen Ipoleksosbudhankam, komponen biografi, demografi dan sejarah). Tanpa pernah mengikuti pendidikan intelijen, sebaiknya si calon di drop saja. Disini berarti calon harusnya faham dengan perkembangan dunia internasional, perkembangan regional serta pengaruhnya terhadap situasi nasional. Jadi pada intinya, pilih calon yang pernah mengenyam pendidikan intelijen, pernah bertugas di badan intelijen, jangan hanya sekedar pejabat yang berpangkat tinggi (jenderal) misalnya. Personil intel penting mengikuti pendidikan intelijen, karena saat itu jiwa dan hatinya akan diisi dengan prinsip dasar serta kesetiaan kepada bangsa dan negara.

Kepala BIN harus mumpuni, faham dalam membaca situasi dan kondisi dan mampu memberikan saran kepada presiden tentang suatu persoalan atau masalah. Dia mampu memberikan saran keputusan kepada presiden dari sudut pandang intelijen, yaitu ancaman yang dihadapi. Beratnya penugasan sebagai Kepala BIN sementara dapat dilihat dari beberapa informasi diatas, karena itu sekali lagi si pejabat harus mempunyai “sense.” Dia juga harus mampu menjalin hubungan baik dalam intelijen komuniti, hingga tidak seperti yang diragukan presiden datanya berbeda dengan badan intel lainnya dan menjadi simpang siur. Jangan ujuk-ujuk hanya karena dekat dengan pak presiden dia dipilih. Hal lain yang perlu dinilai adalah soal loyalitas, intelijen prinsipnya harus loyal, seorang intel yang terdidik akan terpateri, dia akan loyal kepada user-nya, selama dia menjadi atasannya. Bukan kesetiaan pribadi, tetapi kesetiaan profesional. Berbicara mengenai calon, seperti yang disebutkan oleh Menko Polhukam, nama-nama yang muncul adalah mantan Wamenhan Letjen (Pur) Syafri Syamsudin, Anggota DPR dari PDIP Mayjen (Pur) TB Hasanuddin, mantan Wakabin Assad Ali. Pernah juga muncul nama mantan Wapangab Jenderal (Pur) Fachrul Razi, mantan Gubernur DKI Letjen (Pur) Setiyoso. Tetapi seperti dikatakan Menko Polhukam, bisa saja mendadak muncul nama lain, tokoh/senior intelijen yang belum disebut media, menurut penulis ada dua tokoh yaitu mantan Kabais TNI Marsdya (Pur) Ian Santoso dan Wakabin Mayjen (Pur) Erfi Triassunu. Mengenai nama-nama tersebut, semuanya terserah kepada presiden yang mempunyai hak prerogatif serta yang akan menjadi user mereka, atau mungkin ada calon lainnya. Mau dipilih yang dikenal dekat, atau yang profesional, terserah presiden. Demikian saran pemikiran old soldier untuk Presiden, semoga bermanfaat.

Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, pengamat intelijen
www.ramalanintelijen.net

Panser Kanon 90 mm: “Monster” Pengusung Kanon Kebanggaan Indonesia


Setelah berhasil memukau publik dan jajaran TNI melalui kemunculan produk panser Anoa, ternyata tak membuat Pindad cepat berpuas diri. Kini industri senjata yang berpusat di Bandung ini justru kian getol menciptakan panser yang kemampuannya tak lagi sebatas mengusung personel alias varian APC (Armoured Personnel Carrier), tetapi berlanjut dengan panser yang memiliki kemampuan mengusung senjata kanon kaliber 90 mm.

Tujuan pembuatan panser kanon 90 mm—yang purwarupanya muncul pertama kali pada pameran Indodefence 2008—ini tak lain sebagai wujud kelanjutan program pengembangan varian panser Anoa yang sudah terlebih dulu dibuat Pindad seperti varian ARV, mortir, komando, recovery, logistik dan ambulan. Dengan mengusung kanon kaliber 90 mm, varian ini sedari awal memang dirancang sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan Batalyon Kavaleri sebagai pemberi bantuan tembakan.

Menyandang gelar sebagai panser kanon pertama buatan lokal, tentunya tak serta merta membuat panser kanon ini memakai 100% komponen lokal. Apalagi dalam jual beli alutsista, calon konsumen lebih suka dengan komponen yang sudah terbukti keampuhannya. Karena itulah, untuk lebih menjamin keampuhan panser kanon ini, Pindad tak melenggang sendirian, tetapi menggandeng mitra dari negara lain, sebut saja Renault yang menjadi penyuplai mesin dan CMI Defense sebagai penyedia kanon kaliber 90 mm.

Kiat yang diambil Pindad untuk menciptakan panser kanon ini adalah merombak “barang lama” yang sudah ada, sehingga tak perlu mendesain panser kanon dari nol alias baru. Apalagi setelah dikuasainya teknologi pembuatan panser oleh Pindad, makin memuluskan jalan pembuatan panser kanon ini.

Tak percaya? Lihat saja bermodalkan desain panser Anoa berpenggerak 6 roda (6X6), para insinyur Pindad menyulap Anoa varian APC menjadi varian kanon. Sama halnya dengan Anoa varian APC yang desainnya merujuk pada desain panser negara lain yaitu VAB(Vehicule de l'Avant Blinde) buatan Prancis, desain panser kanon ini konon kabarnya juga merujuk ranpur lapis baja asing Black Fox 6X6 buatan Doosan, Korea Selatan.

Jika dibedah lebih jauh, jeroan panser kanon 90 mm ini tak beda jauh dengan panser Anoa varian APC. Untuk mesin panser misalnya, masih menggunakan produk dari Renault, Prancis. Kemudian transmisi dan sistem suspensi independen pada keenam rodanya juga sama dengan yang diterapkan pada panser Anoa varian APC.

Perbedaan paling kentara baru bisa dipergoki pada bagian atas bodi panser. Tak lagi terlihat “polos” seperti varian APC, panser satu ini justru tampil garang dengan menempelnya sistem kubah senjata CSE-90 Mk IIIbuatan CMI Defense, Belgia.

Kemampuan
Secara keseluruhan, panser kanon berbobot 14 ton ini memiliki dimensi panjang 6 m, lebar 2,5 m, dan tinggi 2,9 m. Bicara soal kemampuan, panser ini sanggup melaju hingga kecepatan maksimum 90 km/jam dengan kemampuan jelajah sejauh 600 km. Kemampuan ini tak lepas dari dukungan mesin Renault yang dicomot sebagai sumber tenaga. Maklumlah, mesin diesel enam silinderbuatan Prancis ini mampu menghasilkan daya sebesar 320 HP (horse power) atau setara 237 kilowatt.

Seolah tak ingin melahirkan panser kanon kategori “cengeng”, Pindad juga menyematkan beragam senjata ampuh untuk mendongkrak kesaktian sang panser. Sebagai senjata pamungkas adalah kanon Cockerillkaliber 90 mm. Pemilihan Cockerillsendiri bukannya tanpa sebab.

Melihat kiprahnya selama ini, nama kanon Cockerill memang sudah tak asing lagi. Kanon ini sudah banyak diadopsi pabrikan ranpur dunia, terutama untuk menjadi senjata andalan kendaraan tempur berbobot 7 ton keatas seperti pada panser Black Fox 6X6, V-150, dan tank Scorpion.

Kabarnya kanon kategori /low pressure /ini mampu menggasak berbagai jenis sasaran darat hingga jarak 6 km, seperti rantis, truk militer, ranpur hingga gedung persembunyian musuh. Kanon yang memiliki panjang laras 3,248 m ini juga mampu menembakkan beragam jenis amunisi mulai dari HET,HEAT-T hingga HESH-T.

Sama halnya dengan panser Anoa varian APC, pada varian kanon ini terpasang senapan mesin kaliber 7,62 mm pada kubah senjata utama. Senjata pendukung yang berfungsi untuk menghajar pasukan infantri musuh ini terpasang dalam posisi segaris (coaxial) dengan senjata utama. Tak ketinggalan sebagai perlengkapan tambahan terdapat tabung pelontar granat asap kaliber 66 mm.

Untuk perangkat komunikasi tidak ada perubahan berarti. Pindad sebagai pihak pabrikan masih menyodorkan perangkat komunikasi seperti Intercom set yang berfungsi untuk komunikasi internal, VHF/FM anti Jamming dan hopping, serta perangkat GPS (Global Positioning System).

Adapun sebagai /special equipment/ untuk mendukung panser di medan pertempuran diantaranya piranti penglihatan malam(/night vision /gogle/NVG) dan Winch 6 ton. Khusus untuk NVG, dengan adanya perangkat ini, membuat panser kanon mampu diajak berduel di medan tempur pada malam hari.

Prototipe Kedua
Pada bulan Desember tahun lalu, Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin bersama Tim Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) sempat melakukan kunjungan kerjake PT. Pindad, Bandung. Kala itu Wamenhan beserta rombongan lainnya sempat melihat prototipe terbaru panser kanon 90 mm.

Prototipe terbaru yang menyandang nama BEE-90 ini tak lain merupakan prototipe kedua panser kanon 90 mm. Meski merupakan prototipe kedua, bukan berarti BEE-90 sama persis dengan sang kakak. Konon sejumlah penyempurnaan sudah diterapkan Pindad pada prototipe kedua ini sehingga sejumlah kelemahan yang ada pada prototipe pertama sudah dieliminasi.

Nah, daripada penasaran kita tunggu saja perkembangannya. Yang pasti, walau sampai saat ini masih sebatas prototipe, tak tertutup kemungkinan panser kanon ini menjadi pelengkap kehadiran panser Anoa yang sudah terlebih dulu memperkuat arsenal tempur TNI AD. Singkat kata,“monster ” pengusung kanon kebanggaan Indonesia ini tak lama lagi akan ikut meramaikan daftar alutsista lokal penjaga kedaulatan NKRI. (Yudi Supriyono)








Spesifikasi Panser Kanon 90 mm:
Produsen: PT Pindad
Panjang: 6 m
Lebar: 2,5 m
Tinggi: 2,9 m
Kecepatan maksimum: 90 km/jam
Daya jelajah: 600 km
Mesin: Renault Diesel Inline 6 Cylinder 320 HP Turbo Charger Intercooler
dengan daya 320 HP
Berat total: 14 ton
Ground clearance: 40 cm
Persenjataan:
Senapan mesin coaxial kaliber 7,62 mm.
Turret CSE-90MK-III dengan kanon Cockerill kaliber 90 mm buatan CMI
Defense (Belgia)

JK Beri Nama 'Badak' Untuk Panser Terbaru Keluaran Pindad

 

PT Pindad keluarkan produk panser terbaru yang dilengkapi oleh sistem persenjataan (turret) kanon 90 milimeter. Kendaraan tempur ini pun diberi nama 'Badak' oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Panser 6x6 terbaru milik Pindad dipamerkan di acara Indo Defence 2014 Expo&Forum yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan di JIExpo Kemayoran, Jakpus, Rabu (5/11/2014). Acara ini dibuka oleh JK yang didampingi oleh Menhan Ryamizard Ryacudu.

"Anoa sudah ada, Badak saja," ujar JK saat mengunjungi pameran setelah membuka acara ini.

Panser ini merupakan hasil kerjasama antara Pindad dengan perusahaan dari Belgia, Cockerill Maitanance&Ingeniere SA Defence (CMI). Berbeda dengan Anoa yang merupakan kendaraan angkut personil, Panser Badak ini masuk dalam jenis kendaraan tempur.

"Ini untuk perang, awaknya ada 3. Senjatanya kanon 90 mili. Ini produk baru, baru kita lahirkan. Bedanya dengan Anoa di suspency-nya, untuk nahan tembakan," jelas Humas Pindad, Sena Maulana di lokasi yang sama.

Dalam kerjasama antar 2 produsen alat pertahanan tersebut, Pindad bertugas mengembangkan kendaraan tempurnya dengan basis rancang bangun Anoa yang dimodifikasi dengan mesin diesel 6 silinder berkekuatan 340 tenaga kuda. Body panser Badak ini mampu menahan tembakan amunisi hingga 12,7 mm dengan teknologi double wishbone independent suspension yang berfungsi menjaga kestabilan ranpur saat menembakan kanon 90 mm-nya.

Sementara itu CMI mengambil bagian untuk kanon 90 mm. Kedua perusahaan sepakat untuk melakukan proses alih teknologi dalam memproduksi sistem persenjataan kanonnya tersebut.

"Tahun depan masuk proses produksi sistem senjatanya. Baru ada pertama di Indo manufacture sistem persenjataan kanon sebesar ini dibikin di Indonesia. Dari luar negeri sudah ada permintaan untuk beli sistem kanonnya itu. Mereka dari jaringan CMI, berasal dari Asia," tutur Sena.

Menurut Sena, saingan dari Panser Badak ini adalah ranpur Tarantula dari Korea Selatan. Badak pun disebut lebih unggul dari saingannya tersebut.

"Saingannya Tarantula dari Korsel. Tapi menurut CMI manuvernya lebih tinggi Badak, harganya juga lebih bersahabat. Fokusnya Pindad sekarang jualan ini," tutupnya.

Sanksi pesawat asing pelanggar tak sebanding

Sanksi pesawat asing pelanggar tak sebanding
Satu dari dua Sukhoi Su-30MKI Thunder flight Skuadron Udara 11 TNI AU saat mengejar dan memaksa turun pesawat terbang Gulfstream IV, yang melanggar kedaulatan udara nasional, Senin (3/11). Peluru kendali Vympel R-73 Archer menjadi senjata penggentar utama dalam misi itu. (Dinas Penerangan TNI AU)
... dimasukkan penjara. Itu harus... "
Ibaratnya tekor, itulah besaran denda alias hukuman yang harus dibayar pemilik atau awak pesawat terbang asing pelanggar kedaulatan udara nasional yang dipaksa turun pesawat tempur TNI AU ketimbang biaya operasional TNI.

Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, menegaskan hal itu. Contoh Gulfstream IV yang terregistrasi di Arab Saudi, yang dipaksa turun Thunder flight Sukhoi Su-30MKI Flanker dari Skuadron Udara 11 TNI AU, pada Senin lalu. Gulfstream IV itu dipaksa mendarat di Pangkalan Udara TNI AU Eltari, NTT.

"Setidaknya butuh dana sebesar Rp400 juta untuk satu pesawat Sukhoi agar bisa terbang selama satu jam. Kemudian setelah berhasil dipaksa mendarat, pesawat-pesawat asing tersebut hanya diharuskan membayar denda sebesar Rp60 juta," kata Moeldoko, di sela Indo Defence Expo 2014, Jakarta, Kamis.

Ia menilai sanksi yang diberikan tak memberikan efek jera. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar pemerintah untuk segera melakukan perubahan UU Nomor 1/2009 tentang Penerbangan. Bahkan dia berharap TNI bisa diberi kewenangan dalam hal penindakan.

"Undang-undangnya harus diperbaiki. Kalau untuk penegakan. Biar diserahkan ke TNI. Kami akan tindak tegas itu," kata Moeldoko.

Tidak hanya itu, Moeldoko juga menyarankan, setiap pelaku pelanggar wilayah udara Indonesia harus bisa dihukum lebih berat. "Ya dimasukkan penjara. Itu harus," tutur Moeldoko.

Oleh karena itu, dia siap bertemu dan menyampaikan usulannya terkait perubahan undang-undang itu ke Komisi I DPR.

Sementara itu, TNI AU ingin punya kewenangan menyidik karena saat ini TNI AU hanya berwenang menyergap alias mengintersepsi pesawat terbang asing yang masuk tanpa izin.

Sejauh ini, penjagaan pesawat terbang dan awak pelanggar kedaulatan udara nasional itu dilakukan jajaran Polisi Militer TNI AU didukung dinas intelijen dan pengamanan TNI AU setempat.

"TNI AU kalau bisa dijadikan sebagai penyidik. Karena yang mengerti apa yang dikeluarkan negara dalam menggerakkan pesawat tempur adalah TNI AU. Jadi, nanti akan teramukulasi secara hukum yang benar," kata Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI IB Putu Dunia, secara terpisah.

Berdasarkan UU Nomor 34/2004 tentang TNI, TNI AU berwenang menyidik terkait pertahanan udara. Yang kurang dipahami publik adalah, kewenangan menyergap pesawat terbang asing pelanggar kedaulatan wilayah udara nasional ada di tangan Komando Pertahanan Udara Nasional Markas Besar TNI.

Adapun unsur kekuatan yang dikerahkan selama ini menggunakan pesawat-pesawat tempur di jajaran TNI AU, yaitu Komando Operasi Udara I dan II. Adalah panglima TNI yang memiliki otoritas memerintahkan pengerahan kekuatan-kekuatan TNI AU itu, yang diturunkan kepada panglima Komando Pertahanan Udara Nasional TNI AU.

Adapun kewenangan penyidikan terhadap awak pesawat terbang pelanggar kedaulatan wilayah udara nasional itu ada di Kementerian Perhubungan.
 

Unit Perdana Helikopter SAR Tempur EC725 Cougar TNI AU Diserahkan Ke PT Dirgantara Indonesia

cougar
Airbus Helicopters di Marignane, Perancis telah menyerahkan helikopter pertama dari enam unit rotorcraft EC725 yang dipesan oleh Indonesia untuk misi Combat SAR(CSAR) atau SAR Tempur Paskhas. Penyerahan ini dilakukan oleh Airbus Helicopters ke pihak PT Dirgantara Indonesia (DI). Dalam transaksi pembelian, PT DI akan berperan untuk menyelesaikan pemasangan serta penyesuaian peralatan penunjang misi di pabriknya di Bandung, Jawa Barat.
Penyerahan unit perdana EC725 Cougar pesanan TNI AU di hadiri anggota Kementerian Pertahanan RI, TNI AU serta perwakilan PT DI. Menurut jadwal yang telah disepakati, helikopter bermesin ganda dengan bobot 11 ton ini akan diserahkan ke pihak TNI AU pada pertengahan tahun 2015. “Kami akan terus bekerja sama dengan Airbus Helicopters untuk memastikan bahwa sisa unit lainnya terkirim tepat waktu, mengingat kemungkinan adanya pesanan tambahan dari TNI AU berupa 10 unit EC725 guna melengkapi skuadronnya menjadi 16 helikopter,” ujar Presiden PTDI, Budi Santoso
TNI AU terbilang familiar mengoperasikan helilopter di dalam keluarga Puma, seperti pada seri AS332 Super Puma dan SA330 Puma, dengan lisensi produksi PT DI sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. EC725 Cougar mulai beroperasi pada tahun 2005 dan telah digunakan oleh Perancis, Brazil, Meksiko, Malaysia, dan Thailand. Heli tempur ini sudah battle proven dalam beberapa aksi tempur di Lebanon, Afghanistan dan Mali, sekaligus mendukung peran Prancis selama operasi yang dipimpin oleh NATO di Libya. (HANS)