Selasa, 07 Oktober 2014

Tantangannya Guncangan Hebat dan Suhu Dingin di Ruangan

PALING CANGGIH: KRI Bung Tomo dalam pelayaran menuju Armatim Surabaya setelah menyambut KRI John Lie dan KRI Usman-Harun di Karimunjawa. (Guslan Gumilang/Jawa Pos)

Menandai perayaan HUT Ke-69 TNI pagi ini (7/10), jajaran TNI-AL meluncurkan tiga kapal perang RI (KRI) terbaru dan paling canggih. Yakni, KRI Bung Tomo, KRI John Lie, dan KRI Usman-Harun. Wartawan Jawa Pos SURYO EKO PRASETYO dan GUSLAN GUMILANG mendapat kesempatan on board tiga hari di KRI Bung Tomo dalam pelayaran perdananya pekan lalu.
SEDIKITNYA 24 KRI baru memperkuat armada TNI-AL selama sepuluh tahun terakhir. Di antara puluhan kapal perang berbagai tipe dan ukuran itu, tiga kapal mutakhir jenis multi-role light frigate (MRLF) diklaim KSAL Laksamana TNI Marsetio paling canggih bila dibandingkan dengan kapal kombatan yang pernah dioperasikan maupun yang dikoleksi matra laut Merah Putih hingga kini.
”Spesifikasi MRLF sebagai kapal perusak kawal radar yang multiperan anti-kapal atas permukaan, anti peperangan udara, dan anti-kapal selam,” terang Marsetio yang ditemui di sela-sela acara geladi bersih HUT Ke-69 TNI di gedung Candrasa, Mako Armatim, Surabaya, Sabtu (4/10).
Kapal MRLF sangat siap menghadapi siapa pun di medan tempur. Serangan dari kapal lain, dari udara, hingga kapal selam dapat dihadapi. Kapal itu dilengkapi maritime surveillance untuk mengamati posisi lawan-lawannya.
Kemampuan MRLF dinilai Marsetio melebihi empat KRI jenis SIGMA (ship integrated geometrical modularity approach) produksi Belanda 2003. Empat SIGMA itu adalah KRI Sultan Hasanuddin, KRI Diponegoro, KRI Iskandar Muda, dan KRI Frans Kaisiepo. SIGMA merupakan kapal kelas terakhir sebelum kedatangan MRLF. Sebelum itu, TNI-AL mengoperasikan kapal-kapal eks Jerman. Yakni, kelas parchim dan kelas Van Speijk.
Tiga MRLF baru tersebut diseberangkan dari galangan Barrow in Furness, Inggris, dalam dua gelombang. KRI Bung Tomo (TOM) pada awal Agustus 2014, disusul KRI John Lie (JOL) dan KRI Usman-Harun (USH) pada awal September lalu. Untuk persiapan parade persenjataan dalam puncak peringatan HUT Ke-69 TNI di Mako Armatim hari ini, KRI TOM tiba lebih dahulu di pangkalan Armada RI Kawasan Timur (Armatim) pada pertengahan September. KRI TOM perlu waktu tak lebih dari 1,5 bulan untuk melayar dari Inggris ke Surabaya.
Setelah tugas menyeberangkan tuntas, Kolonel Laut (P) Yayan Sofiyan yang menjadi komandan pertama KRI mendapat tugas menyambut kedatangan KRI JOL dan KRI USH. Pelayaran penyambutan dikemas dalam latihan manuver di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. KRI TOM berlayar dari Armatim ke Karimunjawa dengan didampingi kapal kelas Van Speijk, yakni KRI Slamet Riyadi (SRI), bertemu KRI JOL dan KRI USH di perairan timur laut Karimunjawa.
KRI JOL dan USH –begitu masuk perairan Indonesia dari seberang Pulau Rondo, Aceh– berlayar ke tenggara dan timur dengan dikawal kapal lain kelas Van Speijk, KRI Oswald Siahaan. Kedua MRLF itu akhirnya bertemu ”saudara”-nya, KRI TOM, di utara laut Karimunjawa Minggu (29/9). Setelah itu, mereka menuju Mako Armatim di Surabaya untuk mengikuti parade persenjataan dalam acara perayaan HUT Ke-69 TNI hari ini.
Tiga kapal MRLF sempat berlatih menembak sasaran Pulau Gundul yang tidak berpenghuni di perairan Karimunjawa. Penembakan menggunakan meriam OTO-Melara 76 mm. Setelah itu, berlanjut latihan berbagai manuver. Formasi pertama berupa baris satu per satu ke belakang. Dilanjutkan berjajar ke samping, formasi panah, dan tombak.
’’Latihan ini menguji semua kemampuan dengan kecepatan tinggi. Kami putar (berbalik 360 derajat) ke kiri, kemudian putar ke kanan. Alhamdulillah tidak ada kendala berarti,’’ tegas Yayan.
Dia mengakui, MRLF secara persenjataan paling lengkap daripada KRI kelas lain. Sebelum mengomandani KRI TOM, Yayan malang melintang di berbagai kapal kombatan. Di antaranya, kelas SIGMA KRI Frans Kaisiepo dan Van Speijk KRI Ahmad Yani. Persenjataan di tiga MRLF itu didesain sama. Kapal-kapal tersebut berdimensi panjang 95 meter dengan lebar 12,7 meter dan tinggi 15,49 meter. Masing-masing dilengkapi sedikitnya lima instalasi persenjataan.
Selain meriam standar OTO-Melara 76 mm, kapal dilengkapi peluncur rudal Exocet MM40 dan senapan pertahanan DS 30B Remsig kaliber 30 mm. Dua senjata khas dari BAE Systems di MRLF itu adalah peluncur misil udara MICA dan peluncur torpedo 324 mm.
’Sistem teknologi peralatan di MRLF ter-computerized dan semua serbasensitif,’’ terang Yayan. Sensitivitas yang dimaksud berupa early warning system.
Teknologi tersebut menggabungkan efektivitas biaya dengan standar aturan angkatan laut dunia. MRLF bisa menjadi kapal siluman yang tak bisa dideteksi radar bagi kapal target. Selain bertebaran closed circuit television (CCTV), sensor di MRLF sangat peka terhadap gangguan seperti asap.
Sistem pengendalian terintegrasi dari anjungan kapal maupun pusat informasi tempur (PIT) secara real time dapat mendeteksi kerusakan. Misalnya, ada sedikit gangguan di sistem mesin maupun peralatan pendukung, sensornya spontan menyala. Sistem tersebut mampu menghasilkan tingkat keselamatan tinggi dengan getaran minimal.
’’Saya bisa memantau semua itu langsung dari ruangan komando ini. Pasukan khusus (di TNI­-AL seperti Satuan Pasukan Katak dan Batalyon Intai Amfibi Korps Marinir maupun Detasemen Jala Mangkara) masuk kapal ini dari pintu mana pun pasti akan ketahuan,’’ ulas alumnus AAL angkatan 38/1993 itu.
Lantaran segala sesuatunya dapat dipantau dari ruang komando, dia bisa mengetahui segala gerak-gerik anak buahnya maupun keberadaan orang asing di kapalnya.
Kapal-kapal tersebut diyakini lebih dari layak menjaga perairan Indonesia. Laju jelajah MRLF bisa mencapai 31 knot (1 knot setara 1,8 kilometer per jam). Kecepatan itu tergolong tinggi untuk kendaraan laut. Kecepatan kapal setara 55,8 kilometer per jam. Hampir sama dengan kecepatan minimal mobil di jalan tol.
Jawa Pos yang mendapat izin dari Panglima Armatim Laksda TNI Sri Mohamad Darojatim untuk mengikuti latihan manuver KRI TOM turut merasakan tantangan yang tidak biasa berada di dalam MRLF. Meski cuaca pagi hingga sore relatif cerah, gelombang laut pada malam sempat membuat kapal terguncang agak keras. Perut bisa terasa mual bagi yang tidak terbiasa menaiki kapal perang berlayar.
”Kencangkan tali penambat helikopter dan peralatan-peralatan sebelum latihan manuver.” Demikian bunyi perintah Yayan kepada kru penerbang Pusat Penerbangan TNI-AL maupun kru kapal yang tergabung dalam satgas KRI TOM. Peringatan perwira menengah senior dengan tiga melati di pundak itu cukup beralasan. Sebab, ketika kapal berputar 360 derajat, kemiringan kapal dilihat dari anjungan bisa mencapai hampir 30 derajat.
Menurut bintara penerangan Dispen Armatim Peltu Era Budi Suganjar, berada di dalam MRLF termasuk lebih tenang daripada berlayar dengan SIGMA. ’’Saya merasakan naik KRI TOM ini seperti di kapal kelas Van Speijk dan lebih smooth dibanding berada di dalam SIGMA,’’ jelas Ganjar.
Berdasar gambar dimensi MRLF, kapal tersebut dilengkapi properti semacam sirip ikan di kanan kiri lunas yang berfungsi sebagai penyeimbang.
Tantangan lainnya, para penumpang harus siap menghadapi temperatur udara di dalam ruang kapal yang rata-rata 20 derajat Celsius. Suhu udara dalam kapal yang masih kinyis-kinyis itu termasuk dingin. Ruang tidur di geladak X yang disiapkan untuk ABK terasa lebih dingin daripada suhu di ruang lain. Meski begitu, penumpang bisa menghangatkan tubuh di ruang dapur.
’’Saya tidak menyangka di sini lebih dingin daripada pengalaman saya berlayar di KRI Sultan Hasanuddin,’’ komentar Ahmad Taufik, staf khusus Badan Intelijen Negara, yang turut dalam tim dokumentasi satgas itu. (www.jawapos.com)

Terbanglah KFX / IFX

KFX  twin engine
KFX twin engine (photo: An Seung Beom)

Lembaga pengadaan senjata Korea Selatan mengatakan pada hari Senin (6/10/2014) bahwa Indonesia telah setuju untuk membayar 20 persen dari biaya pengembangan program jet tempur tingkat menengah (mid-level fighter jet), yang menurut beberapa analis bisa menghabiskan biaya hingga $ 8 Milyar.
Lembaga program akusisi pertahanan Korea (DAPA) mengatakan mereka telah menandatangani perjanjian dasar untuk mengembangkan “KF-X” atau jet tempur “Boramae” dengan Menteri Pertahanan Indonesia. Jet tempur tersebut akan dikirimkan mulai tahun 2025, yang diharapkan dapat dikembangkan dengan bantuan Lockheed Martin sebagai bagian dari kesepakatan offset.
Indonesia saat ini merupakan mitra asing satu satunya dalam program KF-X. Program jet tempur ini mendapatkan momentum di Korea Selatan pada tahun ini setelah studi kelayakan ulang dan perdebatan mengenai apakah Korea harus membeli atau mengembangkan jet tingkat menengah sendiri, untuk menggantikan pesawat F-4s dan F- 5s yang menua. Indonesia menyetujui untuk berpartisipasi dalam studi kelayakan awal program ini, pada tahun 2010.
Pesawat tempur dengan twin engine ini diperkirakan menelan biaya hingga 8,5 triliun Won untuk mengembangkannya, menurut tim ahli pesawat tempur Korea Selatan, sementara biaya produksi diperkirakan sekitar 10 triliun Won, ujar sumber yang terkait langsung dengan proyek ini kepada Reuters.
Sumber tersebut menolak untuk diidentifikasi dan tidak berwenang untuk mengungkapkan rincian biaya kepada media. DAPA berencana memilih pengembang yang menjadi leader pada bulan Desember ini, dengan kandidat, Korea Aerospace Industries dan Korean Air Lines yang akan bersaing.
Pemerintah Indonesia akan memilih lembaga lokal untuk bekerja dengan pimpinan pengembang dari Korea Selatan dalam bekerja sama mengembangkan jet tempur Ini, ujar juru bicara DAPA.
(Janes.com).

Enam Pesawat Tempur Sambut SBY di Surabaya

Dalam rangka peringatan hari jadi TNI.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di ruang Pusat Informasi Tempur (PIT) KRI Bung Tomo (TOM)-357 yang bersandar di Dermaga Ujung, Koarmatim, Surabaya, Jatim, Senin (6/10).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di ruang Pusat Informasi Tempur (PIT) KRI Bung Tomo (TOM)-357 yang bersandar di Dermaga Ujung, Koarmatim, Surabaya, Jatim, Senin (6/10).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi inspektur upacara Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia ke-69 di lapangan Dermaga Ujung, Komando Armada RI Kawasan Timur, Surabaya, Selasa, 7 Oktober 2014.
SBY tiba di mimbar upacara pukul 09.00 WIB didampingi Wakil Presiden Boediono bersama Ibu Ani Yudoyono dan Herawati Boediono.

Setibanya di mimbar upacara, enam pesawat tempur muncul dari langit belakang mimbar. Kemudian pesawat terbang di depan mimbar hingga hilang dari pandangan. Keenam pesawat tempur itu di antaranya lima pesawat F16 yang terbang dengan formasi diikuti satu pesawat Sukhoi yang terbang paling belakang.

Keenam pesawat tempur itu sempat mencuri perhatian para tamu undangan yang duduk di panggung dan para hadirin yang hadir. Mereka tampak terpukau melihat keenam pesawat tempur itu.

Keenam pesawat tempur terbang dari Lapangan Udara Angkatan Laut Juanda, Surabaya. Mengawali upacara, Presiden SBY memeriksa ribuan pasukan dari tiga angkatan. Baik Darat, Laut maupun Udara yang berbaris di lapangan upacara. Kemudian, Presiden memberikan bintang jasa dan penghargaan terhadap prajurit yang berprestasi.
 Vivanews.

Senin, 06 Oktober 2014

AH-64E Guardian, Banteng Terbang TNI AD


Pembangunan pertahanan yang dilakukan Pemerintahan Yudhoyono 10 tahun terakhir, secara fisik cukup memuaskan. Satu demi satu alutsista yang dibeli, berdatangan di Tanah Air. Di antara yang akan datang helikopter serang Boeing AH-64E Guardian, heli serang murni pertama yang akan dioperasikan Pusat Penerbangan TNI AD (Puspenerbad). Wartawan Angkasa Beny Adrian melaporkan kesiapan Penerbad menyongsong heli serang canggih ini.

Sejak rencana pembelian heli serang AH-64E Guardian menggelinding setelah KSAD (saat itu) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo melontarkannya di sebuah kesempatan pada 2012, khalayak di Tanah Air sejenak terkaget-kaget. Rata-rata tidak percaya saat membaca tulisan di media yang memuat pernyataan adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Namun seiring waktu, setelah tarik-ulur baik di tingkat Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, DPR-RI, bahkan di Kongres Amerika Serikat sendiri, rencana itupun akhirnya disepakati.

Dalam kunjungannya ke Indonesia, Agutus 2013, Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan bahwa Pentagon akan menjual delapan heli serang Apache ke Indonesia seharga 500 juta dolar AS (setara Rp 5,4 triliun). Nilai kontrak ini mencakup pembelian delapan Apache, paket radar (versi Longbow) serta pelatihan dan perawatan. Bahkan selama beberapa bulan di tahun 2013, rumor yang beredar tidak hanya sebatas Apache. Diberitakan juga bahwa TNI AD akan membeli heli angkut Sikorsky UH-60 Black Hawk dan Boeing CH-47 Chinook.

Riuh rendah pemberitaan di media serta kicauan para pemerhati dan penggemar kemiliteran di media sosial, menjadi cerita tersendiri dalam proses pembelian ini. Namun tanpa perlu kehebohan layaknya selebriti yang (akan) memiliki mobil supermewah, Mako Puspenerbad langsung menyikapi positif rencana pemerintah ini. Berbagai rencana disiapkan dengan memperhatikan segala keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki Penerbad. Baik berupa kesiapan pangkalan dan segenap material di dalamnya maupun sumber daya manusia yang kelak mengawakinya.

Ditemui di kantornya di daerah Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Komandan Puspenerbad Brigjen TNI Benny Susianto Sip., mengatakan bahwa dengan efektifnya kontrak pembelian Apache, maka pihaknya pun semakin agresif menyongsong kedatangan tank terbang (the flying tank) ini. “Sejak tahun kemarin, sebelum saya menjadi komandan, sebenarnya sudah disiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan heli ini,” ujar alumni Akmil 1987 ini. Dengan kata lain, kata Benny menyederhanakan, ia hanya tinggal menyeleksi dan memutuskan nama-nama personel yang dipilih guna mengikuti pelatihan di AS nantinya.

Namun demikian, sebagai Danpuspenerbad, tentu persoalannya tidak sesederhana itu. Sebagai pejabat baru di lingkungan Penerbad, Benny langsung dihadapkan kepada sebuah rencana besar yaitu pembelian heli serang. Sejak menjabat, ia seperti tidak punya kemewahan waktu untuk berlama-lama mempelajari persoalan di satuan barunya, karena didesak harus segera membuat keputusan penting.

Seperti soal anggaran pemerintah yang terbatas untuk memenuhi secara ideal alutsista Penerbad, menjadi satu hal yang membuatnya harus fleksibel. Kebijakan pemerintah pun fluktuatif, yang harus disikapi Penerbad seirama.

Pemerintah sudah menyetujui bahwa TNI AD akan menerima delapan heli Apache dari varian terbaru dan tercanggih, yang diberi nama AH-64E Guardian (disebut juga Apache Guardian). Dari delapan heli, dua di antaranya akan dilengkapi radar kontrol penembakan AN/APG-78 Longbow, yang mudah dikenali dari punuk menjulang di atas rotor utamanya. Sesuai kontrak yang dibuat kedua pemerintah, heli-heli ini rencananya akan tiba di tanah air pada tahun 2017. “Kemungkinan heli datang pada akhir 2017 atau awal 2018,” tegas Benny yang pernah menjadi Komandan Brigade Infanteri 1 Pengaman Ibukota/Jaya Sakti Kodam Jaya.

Ketika ditanyakan kenapa memilih Apache, Benny dengan tegas mengatakan bahwa pertimbangannya adalah teknis dan strategis. “Kenapa Apache, karena dari semua heli serang yang ada, Apache yang paling canggih. Jenis yang kami beli adalah pengembangan dari varian D yang kemampuannya meningkat 400 persen dari seri awal. Kami berharap semua pakai Longbow, namun (karena anggaran) akhirnya hanya dapat dua. Dengan heli ini kita akan punya posisi tawar di Regional,” beber Benny. Kehadiran Apache akan melengkapi dua heli serang yang sudah eksis di Penerbad yaitu BO-105 Bolkow dan Mil Mi-35P Hind.

10 Penerbang
Setidaknya dua hal mengemuka begitu rencana pembelian Apache bergulir. Pertama, adalah soal rencana penempatannya. Pernah KSAD (saat itu) Jenderal Budiman mengatakan bahwa Apache akan ditempatkan di Pulau Natuna di Provinsi Kepulauan Riau. Rencana yang langsung mendapat acungan jempol karena dinilai akan segera menaikkan pamor Indonesia sebagai negara kuat itu, toh tidak sepenuhnya bisa diamini Penerbad. Kedua, adalah soal kesiapan jumlah penerbang yang akan mengawaki. Dengan total 99 pesawat yang saat ini dioperasikan Penerbad, jika memakai teori satu pesawat diawaki oleh tiga penerbang, maka idealnya Penerbad mempunyai 297 penerbang operasional (aktif).

Keterbatasan sarana dan prasarana Penerbad dalam mengoperasikan belasan pesawat ini, terungkap setelah tim dari Amerika melakukan survei di lingkungan Penerbad sehubungan Apache. Menurut tim ini, Lanumad Ahmad Yani, Semarang yang menjadi main base Penerbad saja masih dinilai banyak kekurangan. Apalagi kalau dibangun pangkalan baru di luar Pulau Jawa?


AH-64E Guardian (disebut juga Apache Guardian) merupakan varian dari keluarga heli serang Apache yang bukan hanya terbaru, juga tercanggih. Seperti dikutip Commando (Antonius KK, Vol. 9 No. 5), varian yang semula diberi desainasi AH-64D Apache Longbow Block III (atau AH-64D Apache Block III) ini dilengkapi fitur-fitur serba melebihi varian sebelumnya, dengan kapabilitas tempur dan survivabilitas lebih tinggi.

Kalau dipilah, setidaknya ada tiga kesaktian baru yang membuatnya dikategorikan heli serang generasi anyar. Ketiganya adalah efektivitas operasional, survivabilitas, dan letalitas. Dibanding varian lawas, pada Guardian ketiga aspek tersebut ditingkatkan signifikan. Efeknya bukan hanya daya gempur dan daya gentar yang meningkat, efektivitas pemakaiannya pun (dari sisi operasional dan teknologi) diperkirakan layak hingga melewati 2030.

Efektivitas operasional
Guardian mengusung sistem propulsi yang jauh ditingkatkan ketimbang AH-64D. Sistem propulsi baru tersebut merupakan kombinasi dari mesin lebih bertenaga, sistem transmisi diperbarui serta bilah baling-baling utama atau rotor yang baru. Guardian ditenagai sepasang mesin turboshaft General Electric T700-GE-701D, menggantikan T700-GE-701C andalan Longbow.

Ada empat fitur baru yang disematkan pada T700-GE-701D, yaitu ruang pembakaran yang ditingkatkan (advanced combustor), sistem pendinginan turbin yang ditingkatkan (improved turbine cooling), komponen turbin baru (single crystal turbine nozzle), dan lapisan penyekat panas lebih baik (advanced thermal barrier coating). Keempatnya mendongkrak semburan tenaga yang dihasilkan T700-GE-701D sebesar 5%. Hebatnya, fitur-fitur baru ini tidak menambah bobot kosong mesin.

Sistem transmisi Guardian disebut ART (advanced rotorcraft transmission) berintikan split-torque face gear technology. Boeing mengklaim ART mampu menyalurkan daya lebih baik yaitu peningkatan 25% daya tersalurkan ketimbang transmisi lawas. Lagi-lagi, bobot sistem transmisi baru ini tidak bertambah berat ketimbang transmisi sebelumnya.

Mesin perkasa dan transmisi unggulan ditopang baling-baling (rotor) jempolan. Bilah rotor utama merupakan buah riset bareng Boeing dan DARPA bertajuk AARP (Affordable Apache Rotor Program). Bilah rotor utama Guardian memiliki efisiensi daya angkat lebih besar 3% ketimbang rotor varian sebelumnya.

Sistem propulsi membuat Guardian mampu mengangkat bobot total (bobot kosong plus muatan) 500 lbs lebih besar ketimbang AH-64D, seperti disinggung di atas, tidak membuat bobot kosongnya lebih berat. Artinya, ada margin lebih besar yang bisa dipakai untuk menambah muatan maupun untuk meningkatkan kelincahan manuver (karena rasio daya dorong per beratnya meningkat).

Seperti prosesor komputer juga disentuh dengan memungkinkan ditingkatkan. Databus pada Guardian ditingkatkan sehingga loadingtime dipersingkat dan mampu menampung lalu lintas data lebih besar dengan kecepatan lebih tinggi. Databus berkemampuan lebih tinggi memungkinkan missionsystemGuardian menerima fungsi-fungsi baru sesuai kapabilitas misi yang diperluas. Peningkatan ini ada hubungannya dengan kemampuan Guardian mengontrol aset udara lain, yang akan meningkatkan letalitasnya.

-- Artikel selengkapnya dapat dibaca di Maj. Angkasa edisi Oktober 2014 --

Galeri Photo Ibu Negara Ibu Ani Yudhoyono

http://photos-f.ak.instagram.com/hphotos-ak-xpa1/10499177_1490997747820869_404895227_n.jpg
“Wow, Keren…..” Foto oleh Letkol Pnb Wastum dan Mayor Pnb Gultom dengan pesawat T-50i/TT-5001, ketinggian 31.000.

http://photos-d.ak.instagram.com/hphotos-ak-xaf1/10693258_342692462569163_982631410_n.jpg
Dari jendela pesawat Kepresidenan RI, dalam penerbangan menuju Lanud Iswahyudi, Magetan. 5 Oktober 2014 .
http://photos-h.ak.instagram.com/hphotos-ak-xap1/10543056_1569010733314759_1277830068_n.jpg
Pesawat Tempur F-16 dan Sukhoi, mengawal Presiden SBY selaku Panglima Tertinggi TNI.
http://photos-d.ak.instagram.com/hphotos-ak-xaf1/10706862_855653714454547_1864125564_n.jpg
Melangkah bersama para Pengawal Dirgantara. Lanud Iswahyudi, Magetan. 5 Oktober 2014. “Dirgahayu TNI”.
Sumber : instagram.com/aniyudhoyono

Sudah Lakukan Revolusi, Presiden SBY Minta Jokowi Lanjutkan Pembangunan TNI AU

http://setkab.go.id/wp-content/uploads/2014/10/Magetan-1.jpg
Preside SBY bersama penerbang TNI AU, di Lanud Iswahyudi, Madiun, Minggu (5/10)

Dalam perjalanannya dari Jakarta ke Surabaya, Minggu (5/10), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang didampingi Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri menyempatkan diri singgah ke di Lapangan Udara (Lanud) Iswahjudi, Madiun, guna memberikan arahan kepada sejumlah penerbang dan kru pesawat tempur.
Dalam kesempatan itu, Presiden SBY mengemukakan, selama dua periode kepemimpinannya telah berlangsung revolusi besar dalam pembangunan kekuatan militer dan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista). Ia memperkirakan, kekuatan militer Indonesia kelak akan semakin diperhitungkan.
“Terhitung empat tahun dari sekarang, bisa dikata akan cukup tangguh untuk menegakkan kedaulatan negara dan menjaga keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia,” kata SBY memprediksi.
Presiden SBY menekankan pentingnya kekuatan militer sektor udara. Penguatan matra udara oleh TNI AU, kata SBY, bisa menjadi cikal bakal dalam melaksanakan pembangunan kekuatan militer dan modernisasi alutsista ke depannya. Terlebih, perang sekarang sangat ditentukan oleh kekuatan udara yang dimiliki oleh sebuah negara.
Menurut Presiden SBY, kebangkitan kekuatan militer udara mulai muncul pada Perang Teluk I di era 1990-an, dimana saat itu cukup gencar dilakukan serangan udara yang dikombinasikan dengan serangan dari laut, sehingga pesawat terbang negara lawan tak sempat mengudara karena dihancurkan di tempat.
Setelah itu barulah dilakukan operasi darat dan bisa berlangsung cepat karena sumber kekuatan perang termasuk logistik sudah dihancurkan. “Di sini kekuatan udara menjadi kunci sangat penting,” tutur Kepala Negara.
SBY juga menunjuk contoh upaya negara-negara Barat melumpuhkan gerakan ISIS di Timur Tengah yang menggunakan pola serangan pesawat tempur gabungan. Menurut SBY, negara barat dan Amerika Serikat (AS) sangat hati-hati untuk mengerahkan kekuatan darat. Sebab, costnya  tinggi, baik finansial maupun nyawa.
“Ribuan orang bisa gugur. Belum dampak akibat operasi darat yang dilakukan itu belum tentu mendapat persetujuan dari parlemen dan rakyat,” terang Presiden SBY.
http://www.lanud-iswahjudi.mil.id/galeri/img_gambar/277375.jpg
Sumber  photo: penlanudiwj

Pemerintahan Jokowi
Presiden SBY berharap, ke depan kekuatan militer udara Indonesia lebih tangguh dan dapat diandalkan. Ia mengingatkan, luasnya wilayah teritorial yang perlu dijaga di negeri ini cukup luas yag harus diamankan membutuhkan banyak pesawat yang siap tempur.
“Kita harus siap segalanya. Negara kita luas, daratan apalagi lautan. Banyak yang harus kita amankan. Paling tidak saya dulu pernah protes keras, ada insiden angkatan udara di bagian timur Indonesia. Tetapi karena kurang pesawat, apa daya, kita hanya bisa protes, tak bisa mengejar dan menghalau,” papar SBY mengisahkan kegeramannya beberapa waktu lalu.
Untuk itu, Presiden SBY meminta pemerintahan Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang akan menggatikannya akan konsisten melakukan pembangunan kekuatan militer dan modernisasi alutsista TNI AU itu.
“Saya berharap apa yang telah dicapai ini dapat dilanjutkan oleh pemerintahan mendatang. Saya sudah sampaikan kepada Pak Jokowi selaku presiden baru bahwa kekuatan dan modernisasi alutista ini penting untuk dituntaskan,” kata Presiden SBY.
Presiden meyakini, jika pemerintahan yang baru kelak konsisten dalam menjaga dan melanjutkan program itu, martabat Indonesia bisa terjaga dengan baik. “Jadi, tak perlu khawatir dilecehkan oleh negara lain, baik pelanggaran wilayah maupun membantu gerakan anti-negara di Indonesia dan semua ancaman yang mengancam kedaulatan dan kekuatan wilayah di negeri ini,” tutur SBY.
Hadir dalam kesempatan itu antara lain Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menteri Pertahanan Purnomo Yosgiantoro, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, dan Kepala Staf TNI AU Marsekal IB Putu Dunia. (setkab.go.id)

Tribal Class TNI AL: Frigat Multi Peran Warisan Perang Malvinas

KRI333HASANUDDIN.jpg~original
KRI Hasanuddin 333

Jenis frigat ini memang telah berlalu dari etalase armada kapal perang TNI AL, meski begitu, Tribal class punya arti penting bagi sejarah perkembangan alutsista TNI AL. Lewat Tribal class, Satuan Kapal Eskorta (Satkor) TNI AL untuk pertama kalinya dikenalkan dengan sosok rudal hanud Sea Cat. Dan, lewat Tribal class TNI AL juga mulai mengadopsi helikopter AKS (anti kapal selam) Wasp, yakni jenis helikopter pertama yang terintegrasi dengan sistem senjata kapal perang.
Merujuk ke sejarahnya, Tribal class di bangun antara tahun 1958 hingga 1962, atau bisa disebut ini adalah frigat generasi tahun 50-an, Tribal class digadang sebagai kapal perang general purpose yang dipersiapkan oleh Inggris untuk misi militer di Luar Negeri, maklum Inggris harus memikirikan kebijakan luar negerinya dan untuk itu perlu dukungan perangkat militer yang memadai, terutama misinya di Timur Tengah. Pada era 50 dan 60-an memang tengah bergejolak di Timur Tengah, akibat lahirnya negara Israel dan krisis di terusan Suez.
IMG1582
KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes 332
KRI Hassanudin (333), salah satu frigat Tribal TNI AL yang juga mengusung Sea Cat
KRI Hassanudin (333), salah satu frigat Tribal TNI AL yang juga mengusung Sea Cat

Pada awalnya, Inggris akan membangun 23 unit Tribal class, namun seiring kebijakan luar negeri yang berubah, akhirnya hanya 7 unit Tribal class yang diproduksi, yaitu HMS Ashanti F117, HMS Nubian F131, HMS Gurkha F122, HMS Eskimo F119, HMS Tartar F133, HMS Mohawk F125, dan HMS Zulu F124. AL Inggris menamai ketujuh Tribal class dengan nama-nama suku yang kondang sebagai petarung di Dunia. Sementara Tribal mengambil arti sebagai suku bangsa, yang merangkum nama-nama suku diatas.
Pada tahun 1980, kesemua Tribal class milik AL Inggris masuk masa pensiun, namun tiga diantaranya diaktifkan kembali menyusul pecahnya Perang Malvinas pada tahun 1982, ketiga kapal tersebut adalah HMS Tartar, HMS Zulu, dan HMS Gurkha. Nah, setelah Perang Malvinas berakhir, pada tahun 1984 ketiga kapal perang tersebut dijual ke Indonesia, setelah sebelumnya dilakukan perbaikan di galangan Vosper Thornycroft, Inggris. Sesudah menjadi milik TNI AL, HMS Tartar F133 berubah nama jadi KRI Hasanuddin 333, HMS Zulu F124 menjadi KRI Martha Kristina Tiyahahu 331, dan HMS Gurkha F122 menjadi KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes 332.
Bila diperhatikan dari periode pengadaannya, Tribal class tak beda jauh waktunya dari kehadiran kapal tanker KRI Arun 903 dan KRI Dewa Kembar 932 yang merupakan kapal Hidro-Oseanografi. Kedua kapal perang yang disebut terakhir juga buatan Inggris, berasal dari bekas pakai AL Inggris, dan kesemuanya terlibat dalam Perang Malvinas. Namun, masa bakti Tribal class di TNI AL tidak selama frigat Van Speijk class yang masih eksis hingga saat ini. Sayangnya, karena usianya sudah sepuh, teknologi persenjatannya sudah tergolong kuno, plus konsumsi bahan bakar yang tidak efisien, maka ketiga frigat asal Negeri Ratu Elizabeth ini mulai di non aktifkan menjelang tahun 2000.
SCAN0019
TribalDraw.jpg~original
HMS Zulu (KRI Martha Kristina Tiyahahu 331)
HMS Zulu (KRI Martha Kristina Tiyahahu 331)
Mohawk 1963-1983
HMS Zulu
HMS Zulu F124
??????????
HMS Nubian F131

Dari segi rancangan, Tribal class merupakan perpaduan antara kapal model kuno dan teknologi kapal modern. Yang pantas dibilang oldskul tampak pada adopsi desain cerobong asap bahan bakar yang mencitrakan kapal-kapal Perang Dunia II. Kemudian sentuhan jadul terlihat dari jenis meriam ukuran 4.5 inchi (114 mm) yang dipasang di bagian haluan dan buritan. Meriam ini diambil dari kapal veteran Perang Dunia II yang sudah dibesituakan. Meriam 114 mm ini masih menggunakan pengisian amunisi secara manual, namun memakai gun directory yang canggih.
Meski tampil oldskul, namun Tribal class terbilang luar biasa pasa jamannya. Lantaran Tribal class menggunakan mesin turbin yang dipasok bahan bakar kombinasi antara gas dan uap (COSAG = Combination of Steam and Gas). Penggunaan mesin turbin ini menjadikan kapal perang mampu siap melaut dalam hitungan beberapa menit saja. Bandingkan jika menggunakan mesin uap biasa, pemanasan mesin akan memakan waktu rata-rata empat jam untuk siap melaut.

General Purpose Fregate
Tribal class disebut general purpose karena dapat menyerang kapal selam, sasaran pantai, memburu kapal-kapal perang lawan, dan melawan serangan udara. Selain senjata utama berupa dua unit meriam 114 mm, Tribal class dibekali mortir anti kapal selam Limbo Mark 10 yang dipasang di buritan. Yang paling sangar adalah rudal hanud Sea Cat buatan Short Brother. Rudal Sea Cat ini menggantikan peran merian Bofors kaliber 40 mm. Sea Cat terpasang dalam dua unit/quad peluncur dipasang di kiri dan kanan, masing-masing quad terpasang empat peluncur rudal. Sebagai senjata bantuan menghadapi serangan udara dan anti permukaan jarak dekat, ada dua kanon Oerlikon 20 mm.
Wasp pada deck HMS Eskimo.
Wasp pada deck HMS Eskimo.
HMS Gurkha F122 (KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes 332)
Heli Wasp pada HMS Gurkha F122 (KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes 332)
hmsmohawk1972
Simulasi droping di HMS Mohawk pada tahun 1972.
wasp457nubian1
Wasp nampak hovering di HMS Nubian.
Wasp-433 indoflyer
Wasp TNI AL

Frigat ini juga dibekali satu unit helikopter Westland Wasp yang dapat dipersenjatai dengan torpedo anti kapal selam, depth charges (bom laut anti kapal selam) atau rudal udara ke permukaan. Juga dibekali dengan radar udara yang berjangkauan jauh dan radar udara penjejak obyek terbang ketinggian rendah. Kedatangan armada helikopter Wasp Puspenerbal memang satu paket dalam pembelian Tribal class. Seperti halnya pada korvet SIGMA class, helikopter di Tribal class tak dibekali fasilitas hangar.
Punya kemampuan menjelajah lautan di berbagai belahan dunia, Tribal class dirancang dengan akomodasi yang terbilang sangat nyaman untuk para awaknya, ruang-ruang sudah dilengkapi AC untuk menghadapi tugas di wilayah tropis. Tempat tidur tidak berupa hammock, melainkan menggunakan bunk bed. Selain itu, Tribal class punya desain yang bagus, sehingga stabil dan nyaman saat melaju pada kecepatan tinggi. Dari ketiga nama kapal perang eks Tribal class, baru KRI Hasanuddin yang “dihidupkan” kembali menjadi nama salah satu korvet SIGMA class, yakni KRI Hasanuddin dengan nomer lambung 366. (Gilang Perdana)

Spesifikasi Tribal class
Tipe : General Purpose Fregate Type 81
Bobot kosong : 2.300 ton
Bobot penuh : 2.700 ton
Panjang : 110 meter
Tinggi : 12,9 meter
Lebar : 5,33 meter
Mesin : Single-shaft COSAG, 1 Steam turbine 12,500 shp (9,300 kW), dan 1 Metrovick G-6 gas turbine 7,500 shp (5,600 kW).
Kecepatan : 28 knots (52 km/jam) mesin COSAG dan 20 knots (37 km/jam) mesin turbin uap.
Jarak jelajah : 8.300 km pada kecepatan 12 knots (22 km/jam)
Awak : 253
Radar : Radar type 965 air-search, type 993 low-angle search, type 978 navigation, type 903 gunnery fire-control, type 262 GWS-21 fire-control
Sonar : Sonar type 177 search, type 170 attack, type 162 bottom profiling, Sonar type 199 variable-depth
Persenjataan : 2 × single 4.5 inch (114 mm) Mark 5, 2 × single 40 mm Mark 7 Bofors guns, 2 × four-rail GWS-20 Sea Cat missile systems, 2 × single 20 mm Oerlikon guns, 1 × Mark 10 Limbo ASW mortar.
Helikopter : Westland Wasp