Ternyata seragam militer
tentara Negara Adidaya Amerika Serikat ternyata hasil design orang
Yogya. Hobi seringkali bisa menjadi sebuah ladang bisnis subur apabila
mampu membaca peluang. Arie Setya Yudha seorang designer asal kota Yogya
mampu menjalani hingga sukses dan mengembangkan bisnis seragam militer
di bawah bendera PT Molay Satria Indonesia.
Meski saat ini ia masih tercatat sebagai seorang mahasiswa, Pria
sukses kelahiran 31 Maret 1990 kini sudah mampu menjelma sebagai seorang
pebisnis sukses seragam tempur militer yang berhasil menembus pasar
internasional. Produk yang dihasilkan tidak hanya pakaian tempur atau
pakaian militer, tetapi juga perlengkapan militer lainnya, seperti topi,
ikat pinggang, sepatu dan tas.
Arie mengandalkan penjualan lewat on line untuk memasarkan produknya
ke luar negeri. Sementara, di dalam negeri dia sudah memiliki beberapa
distributor resmi di kawasan Jakarta Pusat.
Niat dan dorongan kuat untuk memulai bisnis seragam militer saat itu,
karena Aria memiliki kegemaran bermain airsoft gun. Sementara, biaya
untuk permainan tersebut tidak murah. Apalagi hanya mengandalkan uang
dari kiriman orang tua yang sangat terbatas. Namun, agar bisa terus
menjalankan hobinya, Aria berniat mencari uang tambahan.
Kemudian terbesitlah sebuah ide untuk membuat sebuah seragam airsoft
gun. Karena waktu itu saya hanya melihat seragam yang ada di pasar tidak
memiliki kualitas yang bagus. “Jadi saya ingin buat seragam yang
kualitasnya tinggi,” ujarnya.
Dengan menyisihkan sebagian uang jajan, Arie mengumpulkan modal dari
Rp 280.000 untuk memulai usaha kecilnya pada tahun 2009. Modal ini ia
gunakan untuk membeli 4 meter kain. Arie lalu membuat desain dan pola
pakaian. Sedangkan proses pengerjaannya ia serahkan ke penjahit rumahan.
Setelah selesai kemudian ia mengunggah hasil produksi pertamanya ke
forum jual beli di internet. Ternyata banyak yang suka dan tertarik
dengan seragam hasil designnya. Seragam tersebut terjual seharga Rp
560.000. “Keuntungannya untuk bayar ongkos jahit dan modal produksi
pesanan selanjutnya,” kata dia.
Pesanan seragam terus mengalir. Dia pun makin serius menjalani usaha
ini dengan membuka rumah produksi yang berlokasi di Yogyakarta. Dengan
modal Rp 25 juta dari keuntungan usaha yang dikumpulkan, Arie membeli
sebuah mesin jahit dan beberapa peralatan lainnya untuk produksi. “Jadi
sebenarnya saya beli mesin jahit dan saya kasih ke tukang jahit. Rumah
mereka saya jadikan rumah produksi kami,” kata dia.
Saat ini, Arie sudah memiliki tujuh penjahit langganan untuk produksi
sehari-hari. Sementara, jika produksi sedang banyak, ia juga menyebar
pesanan jahitan ke penjahit lain.
Tak Ada Pendidikan Konveksi
Dengan modal yang masih terbatas kala itu, pria berusia 24 tahun ini
terus mengembangkan usahanya. Kendati tak punya latarbelakang di bidang
konveksi, Arie merasa hal itu tidak menjadi kendala. Ia banyak belajar
secara otodidak dari internet. Pengetahuan tentang bahan baku yang
berkualitas hingga cara mendapatkan pemasok dia dapatkan dari riset di
internet.
Hingga kini, Arie masih terkendala mencari tempat produksi dan
penjahit karena produksinya makin banyak. “Namun, masih terlalu sedikit
sedikit jika dimasukkan ke pabrik besar,” kata dia.
Sepanjang tahun 2013, Aria mengaku bisa mengantongi omzet sebesar Rp
1,5 miliar. Pada delapan bulan pertama di tahun ini, omzet usahanya
sudah sudah mencapai Rp 2 miliar. Dia optimistis hingga akhir tahun 2014
bisa mencetak omzet hingga Rp 3 miliar. Sebagai bukti kesuksesannya
membangun bisnis, Arie pernah menjadi salah satu finalis Wirausaha Muda
Mandiri pada tahun 2011 untuk kategori bisnis.
Kendati Kesuksesan sudah digapai, namun perjalanan Arie untuk
membesarkan Molay Military Uniform Division tidak selalu berjalan mulus.
Tidak memiliki pengalaman apapun di dunia konveksi, dia hadapi dengan
belajar banyak dari internet. Meski sudah memiliki pemasok bahan baku
langganan dari luar negeri, namun Arie mengaku masih kesulitan mencari
pemasok yang benar-benar sesuai dengan kriterianya.
Selama ini sebagian bahan baku masih dia datangkan dari luar negeri,
salah satunya dari Malaysia. Namun dia mengaku sebagian besar bahan baku
tetap berasal dari dalam negeri.
Selain itu, terkadang dia juga kesulitan mencari tenaga penjahit
untuk menyelesaikan pesanan yang datang. Kapasitas produksinya saat ini
sudah terlalu besar untuk garmen kecil. Namun juga masih terlalu sedikit
untuk dimasukkan ke garmen berskala besar. “Kapasitas produksi kami
saat ini masih tanggung,” ujar Arie.
Saat ini rata-rata produksinya minimal 200 seragam per bulan. Harga
jual produknya berkisar Rp 560.000 hingga Rp 2 juta per unit. Beberapa
pasar internasional yang sudah berhasil dia tembus seperti Italia, AS,
Swedia, Kanada, Austria, dan Norwegia
Terlepas dari berbagai kendala yang dia hadapi, Arie masih tetap
semangat mengembangkan usahanya. Salah satunya caranya adalah dengan
menyiapkan sistem pemasaran business to business (B2B) untuk memperbesar
pasar. Sebab selama ini Molay Military Uniform Division baru terfokus
pada penjualan ke konsumen ritel lewat internet. Pasar internasional
yang berhasil dia tembus pun kebanyakan adalah pembeli ritel yang
mendapatkan informasi produknya dari internet.
Dengan konsep pemasaran baru tersebut, Arie yakin permintaan bisa
meningkat dan omzetnya otomatis akan makin besar. “Saya akan membangun
hubungan dengan pengusaha lain yang tentunya bertujuan untuk bisa meraih
konsumen yang lebih banyak,” kata dia.
Agar siap dengan ekspansinya memperluas pasar ke konsumen korporat
atau perusahaan, tahun ini Arie mengaku telah menpersiapkan banyak
produk-produk baru agar konsumen memiliki lebih banyak pilihan produk.
Dari situ dia berharap bisa tetap mendapatkan kepercayaan dari konsumen
dan mampu meningkatkan brand Molay Military di pasar lokal dan
internasional.
Dia berharap bisa segera mendapat jalan keluar dari kendala SDM yang
terbatas serta bisa mendapatkan lokasi rumah produksi yang tepat.
Sumber: Vivanews