Senin, 02 Juni 2014

Nasib Riset Tanah Air

INVESTASI UNTUK RISET
Setiap tahun di perguruan tinggi berlangsung masa pendaftaran mahasiswa baru. Meskipun sudah rutin terjadi, tak urung ada cerita menarik yang terbetik di sana-sini. Pernah di sebuah institut, di Bandung, seorang (calon) mahasiswa datang membawa segulung uang kertas yang diikat karet gelang. Sebagian lembar uangnya tampak lusuh. Pada masa itu pembayaran online memang belum menjadi kebiasaan.
Begitu diserahkan di meja pembayaran ternyata gulungan itu merupakan satu-satunya milik dan bekal terakhir si pendaftar. Sama sekali tidak ada yang tersisa. Terungkap pula anak muda itu tidak tahu bagaimana akan makan dan menginap, padahal ia datang dari tempat yang jauh.  Kisah yang hampir menjadi drama ini untungnya lekas memperoleh solusi ketika seorang dosen bersedia menerimanya menumpang di rumah, setidaknya untuk beberapa hari.  
Banyak pihak memang ikhlas mempertaruhkan harta dan milik demi bekal belajar. Upaya habis-habisan yang dicurahkan dianggap layak sebagai investasi menuju kehidupan di masa depan yang lebih baik.
 
Berskala kolektif 
Di pihak lain, sesungguhnya ada jenis kesibukan yang sifatnya juga bersakit-sakit dahulu, tetapi jarang mengundang niat investasi. Tujuan pun tidak kalah mulia dibandingkan dengan studi karena menjadi dasar untuk berjalan ke depan, bukan orang per orang, melainkan bagi keberlanjutan bangsa.  Kesibukan itu namanya penelitian atau riset. Manfaatnya tak akan kurang disebutkan: pengetahuan baru, nilai tambah, dan peningkatan daya saing. 
 
Karena penyelenggaraan riset bukan menyangkut segulung uang, melainkan berskala kolektif, berapa alokasi dana yang dipandang layak? Negara-negara maju membelanjakan 2 persen produk domestik bruto (PDB) atau lebih untuk riset dan pengembangan.   
 
Pada 2009 angka yang dibukukan Singapura adalah 2,43 persen, Malaysia 1,01 persen, dan Thailand 0,25 persen (Research and Development Expenditure, data.worldbank.org).  Biasanya kita malu menyebut apa yang berlaku untuk Indonesia karena besarnya hanya 0,08 persen. 
 
Dengan tipisnya pendanaan di Tanah Air, terbatas pula kuantitas kegiatan dan hasil penelitian. Dibandingkan dengan sebuah negara tetangga yang pernah berguru dari Indonesia dan sekarang mengalokasikan dana yang besar, kita jauh tertinggal dalam jumlah makalah pada jurnal internasional. Padahal, publikasi taraf dunia merupakan ukuran penting bagi prestasi penelitian. 
 
Walaupun demikian, keadaan tertinggal tampaknya tidak terasa mengenaskan bagi kaum awam. Bila diamati sehari-hari, tanpa banyak riset pun kehidupan seakan sudah berjalan ”normal” dan bahkan menunjukkan pencapaian yang memadai. Pertumbuhan PDB kita belakangan justru lebih tinggi daripada negara tetangga yang dimaksudkan tadi. 
Kedalaman pandang 
Akan tetapi, coba tengok kegiatan mana yang berhasil mengungkit jenjang perekonomian. Dari tahun ke tahun hasil industri manufaktur Indonesia cenderung memakai teknologi rendah sampai menengah (Indikator Iptek Indonesia 2009, LIPI 2010). Produk yang mengandalkan teknologi tinggi, seperti peralatan komunikasi, belum meningkat secara signifikan. Padahal, pemanfaatan teknologi tinggi paling berpeluang memberikan nilai tambah dan memerlukan riset untuk mengembangkannya.  
 
Jadi, ada yang dilewatkan di sini dan beruntung kelebihan lain bisa diberdayakan. Pertanyaannya, akankah tetap demikian sampai era nanti? 
 
Baiklah kita ingat bahwa penelitian diarahkan untuk melahirkan setakar demi setakar pemahaman, teori, rumus, metode, teknik, sekaligus memberikan kepada pelakunya dua keuntungan. Pertama, kelekatan yang erat bagai mendarah daging dengan bidang yang ditekuni. Kedua, kedalaman pandang (insight) yang intens pada bidang tersebut membuat kita sanggup memecahkan persoalan yang belum pernah ada atau sangat berbeda daripada sebelumnya.   
 
Sementara itu, sosok masa depan belum jelas benar, kecuali ditandai dengan susutnya sumber daya alam dan potensi konflik antarpenduduk dunia yang semakin penuh, saling berdesakan dengan segala kebutuhannya. Pada saatnya nanti, yang sintas, apalagi berjaya, ialah bangsa yang siap dan berkemampuan tinggi.  Dan, kemampuan tangguh tidak diperoleh seketika dari mengunduh, tetapi melalui jalan panjang yang ditempuh dengan tekun. Maka, perlu kiranya diindahkan oleh penentu kebijakan keuangan maupun pengusaha, industriman dan masyarakat, betapa mendesaknya investasi untuk riset kita. (Kompas, 10 April 2014/ humasristek).
Ditulis oleh : Andrianto Handojo -Guru Besar Fakultas Teknologi Industri ITB yang juga menjabat “Ketua Dewan Riset Nasional” 

NYANYIAN PILU KEMITRAAN RISET
Ketergantungan Indonesia pada teknologi impor tampaknya belum bisa disudahi meski tak mungkin lepas sepenuhnya. Namun, jika mampu mengembangkan kemandirian niscaya akan memberi harapan lebih besar untuk mencapai lompatan menuju bangsa dan negara bermartabat. Dan, untuk mencapai ke arah itu, tentu saja Indonesia akan selalu memerlukan kemitraan strategis dengan negara-negara maju.
Kemitraan strategis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak saja dalam wujud penerapan teknologi impor di sektor industri, melainkan juga perlu diupayakan melalui penguatan kolaborasi riset yang setara dengan melibatkan lembaga litbang dan perguruan tinggi dalam pengawasan ketat oleh pemerintah. 
Pemerintah tak mungkin harus berdiam diri terhadap eksploitasi lembaga litbang dan perguruan tinggi oleh pihak asing dalam kemitraan riset. Kenyataan ini dapat dilihat dari kecenderungan klaim kepemilikan atas hak kekayaam intelektual (HKI) oleh lembaga litbang dan perguruan tinggi tidak mencerminkan sebagai hasil kemitraan riset dengan pihak asing. Sementara jumlah permohonan izin penelitian oleh peneliti asing rata-rata mencapai 400 buah proposal dalam setahun. Faktanya, banyak hasil penelitian yang dilakukan orang asing di Indonesia, meski melalui kemitraan riset dengan lembaga litbang atau perguruan tinggi, kepemilikannya diklaim secara sepihak oleh pihak asing. Situasi demikian sudah berlangsung cukup lama, jauh sebelum peraturan tentang izin penelitian bagi orang asing dibuat. 

Kemitraan Seimbang 
 
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia memerlukan kemitraan yang lebih erat dengan negara-negara industri maju di bidang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, kemitraan itu sendiri hendaknya tidak menggiring Indonesia pada posisi sekedar pendampingan saja. Melainkan, harus mampu menangkap posisi sebagai mitra utama yang terlibat langsung dalam kegiatan penelitian itu. 
 
Suatu izin penelitian yang diberikan Kementerian Riset dan Teknologi kepada perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, serta orang asing, kadangkala tidak membuahkan hasil penelitian yang dapat diklaim sebagai milik bersama. Kondisi itu disebabkan oleh kekurangsiapan mitra penelitian dalam negeri, terutama tidak ditopang kesepakatan awal yang kuat dalam perjanjian risetnya.  
 
Padahal, setiap kegiatan penelitian yang dilakukan orang asing di Indonesia seyogianya dapat memberikan manfaat luas bagi pengembangan iptek itu sendiri. Bukan hanya sebatas pada manfaat finansial yang diperoleh dari biaya perizinan dan pengembangan. Karena itu, kegiatan penelitian harus selalu dalam kerangka kemitraan yang seimbang.  
 
Tak jarang, pendampingan kegiatan peneliti asing oleh tenaga ahli Indonesia lebih tampak berperan sebagai pemandu dan penerjemah bahasa. Sementara hal-hal yang bersifat substansial justru luput dari perhatian peneliti mitra pendamping.  
 
Tujuan utama dari pengaturan izin penelitian bagi orang asing itu sendiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 adalah untuk melindungi kepentingan Indonesia. Pertama, tidak boleh terjadi eksploitasi dan pencurian atas sampel yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia, meliputi keanekaragaman hayati maupun non-hayati, artefak dan lain sebagainya. Kedua, tercapainya transfer of knowledge dari peneliti asing kepada peneliti Indonesia, bukan sebaliknya. Dan, ketiga, mencegah terjadinya penguasaan secara sepihak atas hasil penelitian yang dilakukan secara bersama-sama di Indonesia. 
 Perlu Diwaspadai 
 
Dalam pergaulan internasional, keunggulan ekonomi negara-negara maju, yang meliputi pula bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh Majelis Umum PBB sebagaimana dituangkan dalam Resolusi 3281 (XXIX) tanggal 12 Desember 1974, mengenai Piagam Hak-hak dan Kewajiban Ekonomi Negara-negara, diamanatkan untuk membantu mewujudkan hak negara-negara dunia ketiga dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.  
 
Walaupun tujuan yang sebenarnya belakangan disadari sebagai bentuk lain dari upaya eksploitasi ekonomis atas negara-negara dunia ketiga. Hal tersebut ti-dak dapat dielakkan namun perlu diwaspadai. Adalah merupakan konsekuensi logis dalam hubungan internasional, dimana dimensi ekonomi merupakan alasan utama terwujudnya kemitraan. 
 
Secara prinsip seyogianya tidak satu pun kegiatan penelitian yang dilakukan orang asing di Indonesia dapat dilaksanakan sendiri tanpa melibatkan lembaga penelitian terkait di dalam negeri. Bahkan, penting dikawal dengan suatu perjanjian riset yang kuat dalam melindungi kepentingan Indonesia.  
 
Sayangnya, di kalangan dunia penelitian masih terdapat pemahaman konservatif bahwa kontribusi dana pihak asing menjadi main determinants bagi kepemilikan hasil penelitian oleh pihak asing. Sudah barang tentu pemahaman tersebut harus diubah. Sebab, kemitraan riset yang seimbang adalah yang mampu memberikan peluang pemilikan hasil penelitian berdasarkan kontribusi para pihak secara proporsional, baik in-cash maupun in-kind.  
 
Cara-cara yang digunakan oleh peneliti asing merupakan bagian dari kegiatan mata-mata di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini yang kemudian dikenal sebagai bagian dari techno-nationalism, sikap makin tertutup negara-negara maju dalam mempublikasikan hasil-hasil teknologinya demi mempertahankan supremasi ilmiah. Sementara melalui berbagai cara persuasif justru melakukan pencurian ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara-negara berkembang. Sungguh sangat memilukan! (Suara Karya, 21 November 2013/ humasristek)
Oleh : Medy P Sargo - Penulis adalah Kabid Perti dan Lemlitbang – Asdep Kekayaan Intelektual dan Standardisasi Iptek, Kemenristek

Minggu, 01 Juni 2014

RIMPAC 2014 arena latihan internasional angkatan laut

 RIMPAC 2014 arena latihan internasional angkatan laut
Satgas RIMPAC KSAL Laksamana TNI Marsetio (ketiga kiri) memeriksa personel Korps Marinir TNI AL yang tergabung dalam satgas latihan bersama Multilateral Rim Of Pasific (Latma RIMPAC) 2014 di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Jakarta Utara, Jumat (30/5). Latma RIMPAC 2014, itu TNI AL melibatkan kapal perang jenis Landing Platform Deck (LPD) KRI Banda Aceh-593, satu kompi Korps Marinir, satu unit helikopter Bolcow BO-105, dua unit tank LVT-7 Korps Marinir, serta satu unit Rhip-Impac Kopaska yang nantinya akan bergabung dengan 23 negara di Pearl Harbour Training Area dan perairan Kepulauan Hawaii, Amerika Serikat pada 25 Juni-1 Agustus 2014. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

"Kami senang TNI AL bisa mengirimkan kapal perangnya menuju RIMPAC 2014. Mereka profesional dan sangat bersemangat. Kehadiran kapal perang dan personel TNI AL ini sangat kami nantikan," kata Atase Angkatan Laut Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Captain (kolonel) Richard Stackpole.

Dia menyatakan itu seusai upacara pemberangkatan satuan tugas TNI AL ke RIMPAC 2014, di dermaga Komando Lintas Laut Militer TNI AL, Tanjung Priok, Jumat. Adalah Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Marsetio, yang memimpin upacara militer melepas pelayaran KRI Banda Aceh-593 dengan 226 personel TNI AL plus seorang jurnalis foto Kantor Berita ANTARA di dalamnya.

KRI Banda Aceh-593 menjadi representasi, "duta besar" dan refleksi kekuatan maritim Indonesia di panggung internasional bertajuk Latihan Bersama Multilateral Rim of the Pacific 2014, bertempat di Pangkalan Utama Armada Ketujuh Angkatan Laut Amerika Serikat, Pearl Harbour, Hawaii, pada pekan ketiga Juni hingga awal Agustus mendatang.

Menurut jadual dan silabus yang diperoleh, ada banyak jenis latihan yang akan diikuti personel TNI AL selama mengikuti misi RIMPAC 2014 bersama 23 negara mitranya. Bukan cuma dari lingkar Pasifik saja, melainkan juga dari Eropa Barat (Prancis, Inggris, dan Belanda), hingga negara Nordik, yaitu Norwegia.

Tercatat 23 negara itu adalah Jepang, Chile, Korea Selatan, Singapura, Kanada, Norwegia, Peru, Brunei Darussalam, Kolombia, Selandia Baru, Meksiko, Belanda, Filipina, Thailand, China, Tonga, India, Perancis, Australia, dan Amerika Serikat sebagai tuan rumah.

RIMPAC 2014 merupakan seri latihan multilateral tetap yang digagas US Pacific Command (gabungan semua matra Angkatan Bersenjata Amerika Serikat di Pasifik, berkedudukan juga di Hawaii) sejak belasan tahun lalu.

TNI AL telah tiga kali ikut, namun selama ini hanya mengirimkan kontingen Korps Marinir TNI AL memakai jalur penerbangan umum; kali ini menghadirkan proyeksi kekuatan melalui KRI Banda Aceh-593 (kelas Makassar, Landing Platform Dock), dengan komandan kapal/komandan satuan tugas, Letnan Kolonel Pelaut Arief Budiman.

Apa saja latihan yang akan dijalani di sana?

Latihan itu meliputi Communication Exercise, Tactical Maneuvres, RASD Approaches, Damage Control Exercise, Emergency Drills, Screen Exercise, Helicopter Deck Landing Exercise, Medical Casualty Drills, Photo Exercise, Command Post Exercise, Serialized Training, SAR Exercise, NavCommex, Humanitarian Disaster Relief Exercise, Man Overboard Drills, Engineering Drills, dan Small Arms Shoot.

Juga Main Battery Shoot, Publication Exercise, Air Defence Command Exercise, Interoperability with Collition Forces, Amphibious Raid Operations, Non-Combatant Evaluation Operation, Fire Support Coordination Exercise, Night Helicopter Deck Landing, dan Combine Marksmen Program-Live Fire.

Masih ada Transition MAGTF C2 Ashore, Support Experementation, Command Post Exercise, Shallow Water Equipment Training, AAV Integration Exercise, Helicopter Crossdeck Exercise, dan Surface Serialized.

Salah satu komponen kontingen TNI AL dalam RIMPAC 2014 adalah personel Korps Marinir TNI AL, di antaranya regu Detasemen Jalamangkara, yang salah satu keahliannya adalah tembak runduk dan senyap serta infiltrasi/eksfiltrasi, sabotase, dan intelijen maritim.

Korps Marinir TNI AL, sebagaimana pernah dinyatakan Komandan Korps Marinir TNI AL, Mayor Jenderal TNI (Marinir) Achmad F Washington, cenderung mengambil postur dan organisasi sama seperti mitra Amerika Serikatnya, Korps Marinir Amerika Serikat, yang menjadi matra tersendiri dalam Angkatan Bersenjata Amerika Serikat.

Pesan Marsetio kepada semua anggota satuan tugas itu, salah satunya, adalah agar mereka semua itu mampu menyerap ilmu pengetahuan baru, mempelajari doktrin baru, dan implementasi interoperabilitas yang akan dilatihan di sana.

Indonesia Siagakan Kekuatan Udara Sepanjang Laut Tiongkok Selatan




Letnan Kolonel Andri Gandy, Komandan Pangkalan Udara Ranai di Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan, mengatakan, Indonesia sedang meng-upgrade pangkalan udara sehingga bisa menampung pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30.
Secara terpisah, menurut Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Budiman, empat helikopter serang AH-64E Boeing Apache akan dikerahkan ke pangkalan udara Ranai.
Pengumuman ini dikeluarkan saat kekhawatiran Indonesia mulai meningkat merespons posisi teritorial Tiongkok di Laut Natuna, lepas pantai Kepulauan Riau.
Komodor Fahru Zaini, seorang pejabat senior pertahanan Indonesia, mengatakan bahwa Tiongkok telah mengklaim Perairan Natuna.
“Tiongkok telah mengklaim Perairan Natuna sebagai wilayah perairan mereka. Klaim sewenang-wenang ini terkait dengan sengketa Pulau Spratly dan Paracel antara Tiongkok dan Filipina. Sengketa ini akan memiliki dampak besar pada keamanan Perairan Natuna,” ujarnya seperti diberitakan China Daily Mail, Jumat (23/5).
Namun, Laksamana Evan A. menuturkan, pemerintah Indonesia dengan cepat mengingkari pernyataan Zaini. Seperti diketahui, Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, menyatakan bahwa tidak ada sengketa.
Pertama, tidak ada sengketa teritorial antara Indonesia dan Tiongkok, terutama tentang Natuna. Bahkan kami bekerja sama dengan Tiongkok dalam kemungkinan mewujudkan rencana investasi langsung asing di Natuna. Kedua, kita bukan negara penuntut di Laut Tiongkok Selatan,” kata Marty.
Laksmana Evan juga menunjukkan bahwa Indonesia telah lama berencana untuk memperkuat kekuatan militernya di kawasan Natuna.
Wilayah Natuna memiliki peran strategis dan ekonomi. Terletak di ujung selatan Selat Malaka yang penting, di mana banyak impor minyak dan gas alam Asia Timur Laut melakukan perjalanan di sana.
Secara ekonomi, Laut Natuna diyakini mengandung sejumlah besar gas alam. Menurut International Energy Administration, Blok Natuna Timur memegang sekitar 1,3 TCM cadangan gas, hampir setengah dari cadangan gas alam seluruh Indonesia. IEA juga mengatakan, blok ini adalah prospek gas yang belum dikembangkan terbesar di Indonesia. (jurnalmaritim.com)

Anda Percaya, Kami Pasti Bisa ! (jilid III)

Disain Light Frigate Sigma 10514

“Ketika user atau pemerintah percaya, kami pasti bisa semangat pun akan membara untuk membuktikan bahwa kami bisa memberikan terbaik untuk bangsa dan masyarakat kita,”.

Saat ini ada 5 isu strategis nasional, yaitu Ancaman Konvensional dan Non-Konvensional, Kondisi Geografis Indonesia, Gangguan Kemanan masih cukup besar, Permasalahan Perbatasan dan Kemandirian Masih Terbatas. Berhubungan dengan judul artikel maka kita akan membahas tentang

KEMANDIRIAN MASIH TERBATAS”.
Untuk mengejar kemandirian dan penguasaan teknologi, pemerintah membuat 7 program kemandirian industri pertahanan, yaitu Pembangunan Industri Propelan Nasional, Pengembangan Kapal Selam, Pengembangan Pesawat Tempur (IFX), Pengembangan Roket dan Rudal Nasional, Pengembangan Kapal PKR atau Frigate Nasional, Pengembangan Radar Nasional, dan Pengembangan Tank Nasional (medium). Kemarin sudah dibahas masalah Pembangunan Industri Propelam Nasional, rencana jangka menengah pembangunan kapal PKR atau Frigate Nasional.
Pengembangan Kapal PKR atau Frigate Nasional

PT. PAL Indonesia (Persero), bermula dari sebuah galangan kapal yang bernama MARINA dan didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1939. Pada masa pendudukan Jepang, Perusahaan ini beralih nama menjadi Kaigun SE 2124. Setelah kemerdekaan, Pemerintah Indonesia menasionalisasi Perusahaan ini dan mengubah namanya menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL). Pada tanggal 15 April 1980, Pemerintah mengubah status Perusahaan dari Perusahaan Umum menjadi Perseroan Terbatas sesuai dengan akta No. 12, yang dibuat oleh Notaris Hadi Moentoro, SH.
Lokasi Perusahaan di Ujung, Surabaya, dengan kegiatan utama memproduksi kapal perang dan kapal niaga, memberikan jasa perbaikan dan pemeliharaan kapal, serta rekayasa umum dengan spesifikasi tertentu berdasarkan pesanan. Kemampuan rancang bangun yang menonjol dari PAL Indonesia telah memasuki pasaran internasional dan kualitasnya telah diakui dunia. Kapal-kapal produksi PAL Indonesia telah melayari perairan di seluruh dunia. Untuk bidang pertahanan dan keamanan, sesuai amanat UU No. 16 tahun 2012 tentang Inhan dan merujuk SK No.KEP/12/KKIP/XII/2013 tanggal 17 Desember 2013 atau Surat Keputusan KKIP, PT PAL diamanahkan sebagai pemandu utama atau Lead Integrator pembangunan alutsista matra laut.
arc.web.id

Pada bulan Januari tahun ini, PT. PAL dan Damen Schelde Naval Shipbuilding  (DSNS) telah melakukan pemotongan baja pertama atau First Steel Cutting Kapal PKR 105 meter pertama. Total ada 6 modul yg dikerjakan, untul modul 1, 2, 4 dan 6 dikerjakan PT. Pal dan modul 3 dan 5 dikerjakan oleh pihak DSNS.

MILESTONE PENCAPAIAN
  • Pada Tahun 1983 dimulainya penguasaan Industri Pertahanan dan Keamanan dengan pembuatan kapal patroli cepat (FPB) 28 pesanan Ditjen Bea Cukai dan Polisi sebanyak 38 kapal.
  • Pada Tahun 1995 penyerahan modifikasi kapal  perang eks Jerman kelas Parchim, kelas Frosch, dan kelas Kondor.
  • Pada Tahun 1997 Penyerahan overhaul 5 tahunan pertama Kapal selam (KRI Cakra).
  • Pada tahun 1999 Penyerahan overhaul 5 tahunan kapal selam kedua (KRI Nanggala)
  • Tahun 2003 PT Pal melakukan modifikasi kapal patroli cepat (FPB) sebagai kapal combatan seperti FPB 57.
FPB-57 atau Fast Patrol Boat 57 m atau PB-57 (karena tidak semuanya berkecepatan tinggi) adalah sebuah rancangan kapal patroli yang dibuat oleh LürssenJerman. Pada perjanjiannya PT. PAL yang awalnya hanya merakit kapal ini di Surabaya, juga memperoleh hak untuk memproduksi rancangan kapal ini. Selanjutnya, kapal ini sudah buatan Surabaya. Sejumlah penelitian dilakukan agar FPB menjadi kapal combatan salah satunya penggunaan pendekatan CFD (Computational Fluid Dynamics). Hasilnya menerapkan Bow Lifting Body (BLB) yg dapat meningkatkan efisiensi gaya dorong kapal.
Model kapal bot patroli FPB-57 yang dilengkapi helipad buatan PT PAL saat akan diuji terowongan angin
Model kapal bot patroli FPB-57 yang dilengkapi helipad buatan PT PAL saat akan diuji terowongan angin

Selain itu pada tahun 1989 FPB 57 dilakukan uji terowongan angina untuk menguji penggunaan pendaratan helikopter. Pada tahun 2003 dilakukan penyerahan terakhir kapal FPB 57 pesanan TNI AL dari total 12 unit. Pada tahun 2002 PT PAL juga pernah mengajukan proposal teknis Kapal Patroli Cepat Nasional 60 m (KPCN 60) ke TNI-AL tapi begitulah TNI, hingga akhirnya terbit UU Nomer 16 tahun 2012 baru mulai mengaku ngikut mendukung produk dalam negeri. Kasus ini sama dengan Panser Anoa, kalau gak dibantu mantan Presiden Jusuf Kalla pasti proyek ini bakalan mangkrak lagi. :-D
“Kita tidak bisa begini, karena awalnya ini (industri pertahanan lokal) adalah perjuangan. Jangan kualat,” Mantan Presiden BJ Habibie 
  • Tahun 2010-2013
  1. Penyerahan kapal Landing Platform Dock (LPD) sebanyak 2 unit
  2. Pembangunan Kapal Cepat Rudal(KCR) 60 m.
  3. Persiapaan Pembangunan PKR 105 meter


ROAD MAP PENGUASAAN TEKNOLOGI
Hingga tahun 2014 ini PT. PAL sudah berpengalaman menguasai sejumlah teknologi pertahanan dan keamanan seperti memproduksi kapal perang jenis Fast Patrol Boat (FPB) berbagai ukuran, KCR 60 m hingga LPD 125 m. Saat ini untuk pengetahuan dasar pembangunan kapal PKR tim sudah berhasil menguasai sebanyak 51 persen. Untuk program Transfer of Technology yg didapat sekitar 17 persen dan pengetahuan yg harus dikembangkan sendiri sebanyak 32 persen. Kompetensi SDM sangat menentukan dalam akusisi teknologi, oleh karena itu untuk dapat menguasai dan menciptakan desain kapal PKR sendiri diperlukan pengembangan teknologi dengan porsi yg besar yaitu 32 persen.
Jika kedepan kita sudah bisa menyerap ilmu dari hasil kerjasama dengan DSNS, maka pada tahun 2017-2022 kita punya proyeksi mengembangkan sendiri agar tidak harus membayar royalty kepada Belanda. Agar program ini berjalan dan dapat meningkatkan kapasitas pelayanan maka PT PAL mengalokasikan modal pada tahun 2013 sebanyak Rp. 163 milliar. Saat ini sedang dilakukan perbaikan dan membangun bangunan baru divisi kapal perang, ship lift dari semula 700 ton menjadi 1.500 ton, floating dock Surabaya dari 2.500 TLC menjadi 3.500 TLC, serta floating dock Pare-Pare dari 3.000 TLC menjadi 5.000 TLC. Dan yang terbaru adalah rencana membangun side launching kapal 150 m pada tahun 2016. Selain ToT PT PAL juga meningkatkan kualitas SDM-nya melalui OJT (On Job training) dan Internal Training. :-D


LEAD INTEGRATOR
Sebagai Lead Integrator, PT PAL membuat konsep kerjasama dengan sejumlah perusahaan pendukung dan subkontraktor sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Denga kerjasama ini minimum 35 persen “local content” yang diamanahkan UU Nomer 16 Tahun 2012 tentang Inhan bisa tercapai. PT. PAL mengklaim bahwa konsep yg diterapkannya ini akan berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi nasional, karena pekerjaan didistribusikan secara proposional.
Untuk konsep kerjasama dengan industri lokal adalah kontraktor utama, desain kapal, konstruksi kapal, suplai material dan sub-system (local content), kegiatan instalasi dan support untuk integrasi sistem persenjataan, test dan trial. Sedangkan dengan penyedia teknologi yaitu partner, asistensi desain atau konstruksi kapal, suplai material dan sub-system, desain dan supali sistem persenjataan dan integrasi, test dan trial sistem persenjataan.
Saat ini kerjasama yg sudah terlaksana dengan perusahaan-perusahaan lokal yaitu :
  1. PT Barata, steel casting shaft bracket & sterm tube
  2. PT Inka
  3. PT BBI, Machining Component, Air Vessel, Steel Casting and Valve
  4. PT Pindad,
  5. PT Len
  6. PT DI
  7. dan PT KS, Heavy Steel dan Steel Plate material  Supply
Untuk kerjsama dengan perusahaan combat system dan electronic dalam koridor lead integrator meliputi Combat system integrator, tacticos, comms Assistance and assistance during building STW – HAT -SAT. Sedangkan E-Manufacture adalah E-installation bridge and platform automation, E-System Integrator, and assistance during building STW – HAT -SAT.

Berikut Spesifikasi Kapal Perang Perusak Kawal Rudal (Guided Missile Escort) “Frigate” No-1 :

GENERAL
Customer : Indonesian Navy (TNI-AL).
Primary functions : Anti Air Warfare, Anti Surface Warfare, Anti Submarine Warfare
Secondary : Maritime Security & Safety, Disaster Relief/Humanitarian Aid.
Hull material : Steel grade A/AH36.
Standards : Naval /Commercial, naval intact / damaged stability, noise reduced, moderate shock.
Classification : Lloyd’s Register of Shipping (supervision) 100 A1 SSC Mono Patrol, G6, LMC UMS.

DIMENSIONS
Length o.a. : 105.11 m
Beam mld : 14.02 m
Depth no.1 deck : 8.75 m
Draught (dwl) : 3.70 m
Displacement (dwl) : 2365 tons

PERFORMANCE
Speed (Maximum power) : 28 knots
Speed on E-propulsion : 15 knots
Range at 14 knots : > 5000 NM
Endurance : > 20 days at sea

PROPULSION SYSTEM
Propulsion type : combined diesel or electric (CODOE)
Diesel engine : 2 x 10000 kW MCR diesel propulsion
Electric motors : 2 x 1300 kW MCR electric propulsion
Gearbox : 2 x double input input/single output
Propellers : 2 x CPP diameter 3.65 m
lntegrated platform management system

AUXILIARY SYSTEMS
Generator sets : 6 x 735 kWE (CAT C-32A)
Emergency gen. set : 1 x180kWE
Chilled water : 2 x units, redundant distrubution
Fire fighting : 4 x main pumps +Ix service pump
Freshwater making capacity : 2 x 14 m3/day (RO) + 2 x 7.5 m3/day (evaporators)

DECK EQUIPMENT
Helicopter deck : max. 10 tons helicopter
Heli operations : day/night with refuelling system
Helicopter hangar : suitable for approx 6 tons helicopter
RAS : on helicopter deck PS & SB, astern fuelling
Boats : 2 x RHlB

ACCOMMODATION
Fully air-conditioned accommodation for 122 persons
Commanding Officer  1
VIP cabin (Flag officer standard)  1
Officers  26
Chief Petty Officers  10
Petty Officers  28
Petty officer (female)  8
Junior Ratings  29
Trainee Officers  18
Canal Pilot cabin.  1
Provisions for NBC citadel/decontamination

WEAPON & SENSOR SUITE
3D-Surveillance & target indication radar & IFF
Radar / electro optical fire control
Hull Mounted Sonar
Combat management system
Medium calibre gun 76 mm
1 x Close In Weapon System
2 x 4 SSM launchers
12 cell SAM launcher
2 x triple Torpedo launching system
ESM & ECM
2 x Decoy launchers
lntegrated internal & external communication system

NAUTICAL EQUIPMENT
lnteqrated bridqe console, 2 x naviqation radar, ECDIS, GMDSS-A3 rencence gyro

Untuk masalah kemandirian jujur saya sudah lama pengen keluarin unek-unek dari pribadi saya. Ok, saya sering bertemu dan ngobrol dengan sejumlah prajurit (minus para perwira tinggi) dan mereka sangat mengapresiasi produk dalam negeri. Saking peduli, kadang mereka mencari masalah-masalah alutsista contohnya SS-1 dan menyampaikan masalah itu kepada para engineer atau membuat karya-karya lainnya agar negara kita bisa maju dalam hal industri teknologi alutsista. Sayangnya respon itu sering tumpul karena jujur ini pengalaman pribadi, kebanyakan para pejabat militer lebih mencintai produk luar berbeda jauh dengan prajurit mereka. Kenapa?? maaf saya rasa teman-teman sudah tahu jawabannya, saya meski bukan orang militer tapi saya tidak “BUTA” melihat perkembangan militer kita. Sampai sekarang saya masih tidak percaya dengan beberapa pejabat kita,  meski sudah ada UU Nomer 16 Tahun 2012 tentang Inhan yg memaksa user agar menggunakan produk dalam negeri, sudah banyak kasus yg saya dengar maupun alami. Maaf kalau ada yg merasa, semua ini adalah kritik dan saran pribadi yg terlalu cinta dengan negeri kita yg bernama INDONESIA ini.

(Jalo dan berbagai sumber)

JKGR.

Kini Mercusuar Malaysia Berwarna Merah Putih

Tiang pancang mercusuar dicat merah putih di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Tiang pancang mercusuar dicat merah putih di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram

Bangunan mercusuar buatan Malaysia hingga kini masih berdiri di kawasan peraian Tanjung Datuk, Kalimantan Barat. Tiga tiang pancang 13 meter itu kokoh berdiri di perairan Indonesia.
Tapi ada yang berbeda dari bangunan mercusuar itu. Tiga tiang pancangnya sudah dicat warna merah-putih. Warna bendera Indonesia, karena tiang itu memang berdiri di atas wilayah Indonesia.
image
Tiang pancang mercusuar dicat merah putih di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Tiang pancang mercusuar dicat merah putih di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram

Sebanyak dua kapal perang milik TNI Angkatan Laut disiagakan di kawasan tersebut, KRI 632 Lemadang dan KRI 352 Slamet Riyadi.
Supriyandi, warga Tanjung Datuk kepada VIVAnews, Jumat 30 Mei 2014, mengatakan sebelum ada kapal patroli TNI AL, tiga kapal milik Malaysia sering memasuki perairan Tanjung Datuk. “Tapi selama ada kapal perang milik TNI AL jarang terlihat lagi,” kata Supriyandi.
Menurut Supriyadi hingga kini masyarakat masih kesulitan melaut, karena sejak pembangunan mercusuar itu, nelayan masih takut dengan aparat Malaysia.
“Setiap nelayan melaut diusir sama aparat Malaysia. Padahal di wilayah itu banyak ikannya,” katanya.
Kapal KRI 632 Lemadang di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 632 Lemadang di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 632 Lemadang di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 632 Lemadang di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 632 Lemadang di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 632 Lemadang di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 352 Slamet Riyadi di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 352 Slamet Riyadi di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 352 Slamet Riyadi di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 352 Slamet Riyadi di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 352 Slamet Riyadi di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
Kapal KRI 352 Slamet Riyadi di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, Jumat (30/5/2014). Foto: VIVAnews/Aceng Mukaram
image
image
Masyarakat setempat menyesalkan tindakan Malaysia membangun mercusuar di Perairan Tanjung Datuk. Farhad mengaku terkejut ada pembangunan mercusuar Malaysia di kampungnya. “Kenapa mercusuar ada di situ? Itu wilayah Indonesia, bukan Malaysia,” kata dia.
(Viva.co.id)

JKGR. 

Sabtu, 31 Mei 2014

KSAL Melepas Peserta Latma RIMPAC 2014 ke Hawaii


Bertempat di Dermaga Mako Kolinlamil Jakarta Utara, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Marsetio,  Jumat (30/05/2014), melepas 226 personel gabungan angkatan laut untuk mengikuti latihan militer terbesar di dunia, Multilateral Rim Of Pacific-RIMPAC 2014.

Para personil yang di antaranya terdiri dari Korps Pelaut, Marinir, Kopaska tersebut diangkut dengan menggunakan kapal perang jenis Landing Platform Dock (LPD) KRI Banda Aceh bernomor lambung 593 menuju Pearl Harbour Training Area di Perairan Kepulauan Hawaii AmerikaSerikat. Latihan sendiri akan berlangsung pada  25 Juni hingga 1 Agustus 2014.




Dalam RIMPAC 2014 ini TNI AL melibatkan KRI Banda Aceh-593. Juga akan menurunkan satu kompi pasukan Korps Marinir, satu unit helicopter BO-105 Puspenerbal yang juga on board di kapal, dua unit LVT-7 Korps Marinir, serta satu unit Rhib Impac Komando Pasukan Katak.

Latma RIMPAC ini digelar setiap dua tahun sekali oleh Armada ke-3 US Navy, yang pada mulanya hanya melibatkan Negara-negara dari Asia Pasifik. Namun selanjutnya berkembang menjadi latihan berskala multilateral dengan melibatkan negara-negara lebih luas dari kawasan Asia Tenggara.

Dalam latihan ini, KRI Banda Aceh-593 akan bergabung dengan 40 kapal perang dari berbagai jenis. Termasuk enam kapal selam dari 23 negara, seperti: Singapura, Korea Selatan, Jepang, Chile, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Norwegia, Peru, Brunei Darussalam, Kolombia, New Zealand, Malaysia, Mexico, Belanda, Filiphina, Thailand, Inggris, China, India, dan Perancis. 

(Teks + foto: Suharso)

Uji Coba Meriam Giant-Bow




Prajurit dari kesatuan Baterai Arhanud 1/1/K menguji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Pusat Latihan Pertempuran Marinir V Baluran, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (30/5).(Republika/Aditya Pradana Putra)

Prajurit dari kesatuan Baterai Arteleri Pertahanan Udara (Arhanud) 1/1/K menguji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Pusat Latihan Pertempuran Marinir V Baluran, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (30/5). Meriam yang akan digunakan dalam Latihan Gabungan TNI pada 4 Juni 2014 mendatang tersebut merupakan produksi Norinco Tiongkok, dengan kecepatan luncur proyektilnya mencapai 970 meter per detik. Dengan dua laras, dua mesin penembak, dan jarak tempuh efektif 2.500 meter.


 
 
Prajurit dari kesatuan Baterai Arhanud 1/1/K mempersiapkan amunisi saat uji uji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur.

Prajurit dari kesatuan Baterai Arhanud 1/1/K mempersiapkan pesawat tanpa awak yang akan mereka tembak saat uji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur.

 
Meriam Giant Bow mampu menjatuhkan helikopter musuh dan tank jenis Scorpion dan Tarantula. 

Republika.