Rabu, 30 April 2014

HLC Paparkan Perkuatan Alutsista

Bertempat di Gedung Jenderal M Yusuf Jakarta, Selasa malam (29/04) Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin tiba-tiba memanggil para juru warta. Sjafrie yang juga selaku ketua High Level Comittee pengadaan alutsista rupanya ingin berbagi data perkembangan pengadaan alutsista yang telah dilakukan dalam 5 tahun terakhir. Kesempatan ini tentu tidak disia-siakan redaki ARC.

Data yang diberikan Sjafrie sebenarnya tidak banyak berubah dari data yang pernah ARC dapatkan. Diantaranya adalah 16 pesawat tempur Sukhoi dari Rusia, 180 MBT Leopard 2 dan Marder dari Jerman, 37 unit meriam 155mm Howitzer dari Prancis, 38 unit Roket Astros MLRS dari Brasil, 3 unit kapal selam dari Korsel, dan 8 unit helikopter serang Apache dari Amerika Serikat, serta lainnya. Untuk data lebih jelas, silahkan klik foto di paling bawah.
Meski telah melakukan upaya modernisasi, tetap saja kekuatan pertahanan Indonesia belum mencapai titik ideal. Sjafrie mengakui, kekuatan pertahanan bahkan belum mencapai 50% dari minimum essensial force yang dicanangkan. Ia pun berharap, tahapan pembangunan pertahanan selanjutnya dapat terus berlangsung meski pemerintahan berganti.








ARC. 

Radio TNI-AD Diminati Negara ASEAN

Alat komunikasi tersebut digunakan untuk operasi di sejumlah wilayah.

 KASAD Jenderal TNI Budiman.
KASAD Jenderal TNI Budiman. (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) Jenderal Budiman mengatakan, telah banyak negara yang memesan teknologi alat utama sistem persenjataan (alutsista) buatan dalam negeri yang tengah dikembangkan.
Salah satu teknologi yang dilirik negara lain adalah radio VHF produk PT CMI. Alat komunikasi ini merupakan hasil kerja sama pengembangan antara Direktorat Perhubungan TNI Angkatan Darat (Dithubad) dengan Universitas Surya.

"Radio VHF ini sudah banyak yang berminat. Yakni negara-negara di kawasan ASEAN, mereka ingin membeli produk kita," ujar Budiman ketika peluncuran Kapal Motor Cepat (KMC) Komando di perairan ABC Ancol, Jakarta, Selasa 29 April 2014.

Budiman menjelaskan, sekarang ini pihaknya telah memproduksi sebanyak 3.000 unit radio VHF. Radio ini digunakan untuk operasi satuan-satuan TNI-AD di sejumlah wilayah.

"Harganya setengah dari harga radio setipe kalau dibeli di luar. Radio yang kita kembangkan ini kualitasnya jauh lebih bagus dari radio buatan luar negeri," terangnya.

Namun, lanjut Budiman, teknologi yang tengah dikembangkan TNI AD ini belum bisa diperdagangkan, sebab masih dalam tahap pengembangan. Ke depan, produk itu akan dipasarkan.

"Sementara, ada kebijakan produk pertama ini belum boleh dijual. Kemampuan radio ini perlu ditingkatkan. Nanti saja kalau sudah selesai proses pengembangannya," kata Budiman.

Budiman menambahkan, sebetulnya produk kedirgantaraan yang diproduksi dalam negeri tidak kalah saing dengan produk pabrikan luar negeri. Selain radio, ada panser Anoa. Kendaraan tempur ini juga diminati oleh negara lain, khususnya kawasan ASEAN.

"Panser Anoa sudah dibeli oleh Malaysia dan ada peralatan lain juga," jelasnya.

TNI-AD telah menggandeng Universitas Surya untuk mengembangkan 15 teknologi untuk mendukung operasi personel di lapangan. Teknologi tersebut diciptakan untuk memperkuat sistem alutsista Indonesia, sekaligus meminimalisasi pengeluaran negara untuk membeli produk luar negeri. Di antaranya adalah:

1. Superdrone, yakni pesawat tanpa awak untuk pemantauan suatu daerah. Di beberapa negara digunakan sebagai pesawat pembom.

2. Alat konvensi BBM ke BBG, dengan ini sepeda motor TNI AD akan menggunakan bahan bakar hibrid; bensin dan gas. Subsidi gas lebih murah dibandingkan subsidi bensin. Motor menggunakan gas 3 kg bisa menempuh jarak 240-300 km. Jika alat ini dijual ke publik, akan sangat membantu tukang ojek dan pengendara motor lain.

3. Bioetanol dari sorgum, dilengkapi dengan genset yang sudah dimodifikasi sehingga cocok dengan bioetanol ini. Harganya lebih murah dan memungkinkan masyarakat bisa membuat sendiri bahan bakar untuk rumahan.

4. Laser gun, senjata untuk latihan menembak. Hanya saja pelurunya diganti dengan berkas sinar laser. Komputer membuat tembakannya seperti tembakan peluru. Hal ini untuk menghemat penggunaan peluru.

5. Open BTS. Dengan BTS ini, TNI AD bisa membuat jaringan seluler sendiri. Alat ini cocok untuk daerah-daerah pedalaman.

6. VOIP Based MESH network, sistem jaringan yang tidak tergantung pada salah satu point (self healing).

7. APRS and MESH Network, sistem untuk mengatur alutsista dan tentara ketika berada di lapangan. Dilengkapi dengan sistem tracking GPS.

8. Nanosatelit, satelit yang beratnya hanya 1 kg. Untuk tahap ini baru bisa dipakai untuk komunikasi saja.

9. Integrated Optronic Defense System, sistem pertahanan dengan memanfaatkan sistem optik dan elektronika.

10. Simulasi komputer 1, software yang dikembangkan untuk menganalisis tank atau alat perang lainnya dan mempelajari kekurangan serta kelemahan alat ini ketika dipakai di Indonesia.

11. Simulasi komputer 2, software untuk menganalisis berbagai senapan.

12. Gyrocopter, prototipe motor terbang, diharapkan dapat membantu transportasi antar pulau-pulau kecil di Indonesia.

13. IPv6, tiap komputer punya alamat yang disebut IP.

14. Multirotor, dipakai untuk pengintaian dan pemantauan daerah.

15. Frapping bird, Dipakai untuk pengintaian dan pemantauan daerah.

Alutsista Andalan Buatan Anak Negeri

Tidak hanya dipakai sendiri, para tetangga di ASEAN pun berminat beli

Prajurit TNI beraksi dengan Kapal Motor Cepat (KMC) Komando saat peluncurannya di Pantai ABC Ancol, Jakarta Utara, Selasa (29/4/2014).
Prajurit TNI beraksi dengan Kapal Motor Cepat (KMC) Komando saat peluncurannya di Pantai ABC Ancol, Jakarta Utara, Selasa (29/4/2014). (VIVAnews/Muhamad Solihin) (VIVAnews/Muhamad Solihin)
Ini kabar baik bagi industri pertahanan nasional. Tentara Nasional Indonesia (TNI)  Angkatan Darat (AD) baru saja meluncurkan Kapal Motor Cepat (KMC). Kapal yang diberi nama "Komando" itu asli buatan dalam negeri.

Peluncuran yang digelar di Pantai ABC Ancol, Jakarta, Selasa 29 April 2014, ditandai dengan demonstrasi, manuver dan uji tembak KMC 'Komando'. Disaksikan langsung Kepala Staf AD (KSAD) Jenderal Boediman.

Kapal ini merupakan hasil karya anak negeri. Dari tangan ahli yang terdiri dari para perwira Direktorat Pembekalan dan Angkutan (Ditbekang) TNI-AD dengan melibatkan tenaga ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan tenaga pelaksana pembangunan PT Tesco Indomaritim.

"Kami sudah beli 10 unit. Per unit seharga Rp 12 miliar sudah termasuk biaya riset dan pembangunannya," kata Jenderal Budiman.

Dari sepuluh unit KMC Komando itu, bulan ini baru dua unit yang telah selesai diproduksi. Selebihnya, akan selesai pada akhir bulan depan. Kata Budiman, harga produksi kapal motor ini jauh lebih murah ketimbang membeli kapal sejenis dari luar negeri.

Kapal ini akan didistribusikan ke sembilan Komando Daerah Militer, yakni Kodam Iskandar Muda, Kodam Bukit Barisan, Kodam Sriwijaya, Kodam Mulawarman, Kodam Wirabuana, Kodam Udayana, Kodam Tanjungpura, Kodam Patimura, dan Kodam Cendrawasih.

Daerah operasi kapal ini meliputi rawa, laut, sungai, dan pantai. Kapal ini juga bisa digunakan untuk pendaratan pasukan di pantai dan mampu berlayar terus menerus sejauh 250 NM (mil laut).

KMC berkapasitas 31 penumpang dan tiga ABK. Kecepatan maksimum kapal ini mencapai 35 knot. Tapi, untuk pengembangan berikutnya, kecepatan akan ditambah.

"Tahun 2015 nanti, kecepatannya akan ditambah menjadi 45 knot. Harus lebih cepat dari sekarang, karena pertempuran ke depan memerlukan kecepatan dan akurasi. KMC Komando terus akan kami kembangkan," kata Jenderal Budiman.

Untuk persenjataan, kapal ini dilengkapi dengan sistem senjata mesin berat (SMB) dengan jenis peluru 17,5 milimeter yang mampu menembak hingga 6 kilometer dengan jarak efektif tembakan 2 kilometer. "Dengan begitu, posisi penembak lebih aman," kata dia.

Bukan cuma itu, kapal ini juga memiliki dengan sistem tracking and locking target. Sistem tersebut mengatur penggunaan senjata secara otomatis yang dikendalikan oleh seorang penembak dari dalam ruang kemudi.
Minim Alat
Wilayah Indonesia begitu luas. Sarana penunjang sudah menjadi keharusan. Itulah yang diinginkan KSAD Jenderal Budiman.

"Jujur, kadang-kadang kami sedih melihat prajurit yang bertugas di wilayah pesisir dan terpencil. Mereka mengalami keterbatasan transportasi," kata Budiman.

Meski terkadang mendapatkan pinjaman kapal pengangkut pasukan dari satuan di atasnya, seperti Komando Militer wilayah setempat, namun kendala teknis sering tak teratasi.

Tak jarang, kapal yang dipinjamkan itu justru tidak dapat digunakan karena medan perairan yang dilalui terlalu dangkal. Sedangkan kapal yang ada rata-rata untuk perairan dalam.

Dia khawatir, ketidakmampuan TNI dalam menunjang sarana operasi anggotanya, dimanfaatkan pihak lain yang justru akan merugikan kedaulatan bangsa. "Kami memikirkan tentara yang berada di wilayah kecil (Kepulauan) ini, jangan sampai dibiayai oleh pihak lain (asing)," kata dia.

Oleh karena itulah, kata Budiman, pihaknya melakukan kerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan PT Tesco Indomaritim, untuk mengembangkan teknologi KMC Komando. Kapal yang dapat digunakan di permukaan air dengan kedalaman hanya satu meter. [Baca TNI AD Kembangkan 15 Teknologi Alutsista Buatan Sendiri]

Geliat produksi anak negeri
Kita patut berbangga. Anak bangsa sudah bisa memproduksi alat utama sistem persenjataan (alutsista) sendiri. Sehingga, tidak terlalu bergantung pada negara lain.

Menurut Wakil Menteri Pertahanan, Letnan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, pertahanan Indonesia di level menengah memang menggunakan produk dalam negeri selama ini, yaitu hasil produksi PT Pindad.

"Kapal combatant dan kapal angkut buatan PT PAL juga sudah digunakan," kata Sjafrie di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu 5 Februari 2014.

Kata dia, saat ini PT Pinpad sudah memproduksi 250 panser Anoa dan puluhan ribu senjata api dan pistol yang sesuai standar TNI. [Baca : TNI Terima 24 Panser Anoa dari Pindad]

Bahkan, kata dia, beberapa alutsista sudah diekspor ke sejumlah negara ASEAN. Beberapa negara ASEAN sudah mencapai proses nego terkait pembelian alutista buatan Indonesia. Misalnya, Brunei Darussalam dan Malaysia ingin membeli panser. Kedua negara itu, kata Sjafrie, juga tengah mengobservasi pesawat CN 25.

Sementara itu, Arab Saudi dan Korea Selatan sudah membeli pesawat jenis Boeing 235. "Ini cukup membanggakan untuk pesawat 235 dan 295. Sayap dan radar pesawat itu buatan Bandung," ujar Sjafrie.

Sjafrie mengatakan, industri pertahanan Indonesia memang sudah mampu memenuhi tingkat menengah. Namun, saat ini, Indonesia masih harus mengimpor alutsista tingkat tinggi, seperti pesawat tempur, kapal tempur, dan kapal selam.

Meski begitu, Sjafrie yakin, dalam 10 tahun mendatang, Indonesia sudah mampu membuat alutsista tingkat tinggi. "Dalam 10 tahun lagi bisa membuat kapal tempur sendiri," ujar dia.

Produk UnggulanKebangkitan industri pertahanan dalam negeri bukan pepesan kosong. Buktinya, sejumlah negara mulai tertarik menggunakan alutsista buatan Indonesia. Sebut saja Irak.

Persenjataan buatan Indonesia dinilai tepat untuk keperluan Irak. Selain harga bersaing, kualitas juga boleh diadu. Senapan Serbu 2 (SS2) produksi Pindad misalnya, telah sukses mengantar TNI beberapa kali juara lomba menembak tingkat Asia-Pasifik.

Pada lomba tembak internasional di Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2012, Indonesia juara. Para jago tembak dari TNI Angkatan Darat mengalahkan tuan rumah Australia, dan juga negara besar seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Selandia Baru.

Selain senapan serbu, Baghdad juga terpincut panser Anoa. Kendaraan lapis baja itu  dinilai cocok untuk perkotaan.

"Letak geografis Irak menjadi alasan pihak pemerintah Irak jatuh hati pada SS2 dan Anoa," ujar Direktur Utama PT Pindad Adik A. Soedarsono.

Dua negara tetangga, Brunei dan Malaysia, pun jatuh hati pada panser Anoa buatan Indonesia. [Baca Panser RI Perkuat Armada Tempur Malaysia]

Berikut produk unggulan dalam negeri:

CN 235 Maritime Patrol

Spesifikasi
Kru : 2 pilot
Kapasitas : 45 penumpang
Panjang : 21,40 m
Bentang sayap : 25,81 m
Tinggi : 8,18 m
Area sayap : 59,1 m2
Berat kosong : 9800 kg
Berat isi : 15.100 kg
Maksimum berat : 15,100 kg
Tenaga penggerak : 2xGE CT79  1,395 kW (1850 bhp)
Kecepatan max : 509 km/jam
Jarak : 796 km
Daya menanjak : 542 m/menit

Senapan Serbu SS1 dan SS2
Spesifikasi SS1
Berat : 4,01 kg
Panjang : 997 mm
Peluru : 5,56 x 45 mm
Mekanisme : operasi gas, bolt berputar
Rata tembakan : 700 butir / menit
Kecepatan peluru : 710 m/s
Jarak efektif : 450 m
Amunisi : magazin bos 30 butir
Alat bidik : besi dan teleskop

Spesifikasi SS2
Berat kosong : 3,2 kg
Panjang : 930 mm
Panjang laras : 460 mm
Peluru : 5.56 x 45 mm
Mekanisme : piston gas, bolt berputar
Rate tembakan : 700 butir / menit
Kecepatan peluru : 710 m/s
Jarak efektif : 450 m
Amunisi : magazin bos 30 butir
Alat bidik : besi
Panser Anoa
Spesifikasi
Berat : 11 ton, 14 ton (combat)
Panjang : 6 m
Lebar : 2,5 m
Tinggi : 2,5 m/2,9 m (varian FSV)
Awak : 3 plus 10 penumpang
Tempur : lapis baja Monpcoque
Senjata utama : Senapan mesin 12,7 mm, granat CIS 40 AGL
Senjata pelengkap : 2x3 66 mm peluncur granat
Jenis mesin : Renault MIDR 062045 diesel turbo 6 silinder
Daya kuda/ton : 22,85 HP/ton
Transmisi : otomatis, ZF S6HP602
Suspensi : Independen
Ground clereance : 40 cm
Kapasitas tangki : 200 liter
Daya jelajah : 600 km
Kecepatan : 90 km/jam

KSAD Luncurkan Kapal Komando Buatan Dalam Negeri

Peluncuran Kapal Motor Cepat "Komando" dilakukan di Pantai Ancol.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman. (VIVAnews/Muhamad Solihin)
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) meluncurkan Kapal Motor Cepat (KMC) yang diberi nama "Komando". Kapal ini adalah hasil riset dan pengembangan teknologi persenjataan yang merupakan kerjasama tenaga ahli perguruan tinggi di dalam negeri.

Peluncuran dilakukan Kepala Staf TNI AD (KASAD) Jenderal Budiman yang ditandai dengan demonstrasi manuver dan uji tembak KMC 'Komando' di Pantai ABC Ancol, Jakarta, Selasa 29 April 2014.
Budiman menjelaskan kapal motor cepat ini merupakan hasil karya tenaga ahli yang terdiri dari para perwira Direktorat Pembekalan dan Angkutan (Ditbekang) TNI-AD dengan melibatkan tenaga ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan tenaga pelaksana pembangunan PT Tesco Indomaritim.

"Kami membuat 10 unit KMC, per unitnya seharga Rp12 Miliar lengkap dengan seluruh peralatannya," kata Budiman.

Budiman menjelaskan, KMC ini dapat dioperasikan di daerah rawa, laut, sungai dan pantai. Kapal ini juga mampu untuk pendaratan pasukan di pantai dan mempu berlayar terus menerus sejauh 250 NM (Nautical Mile) dengan memuat 31 orang penumpang dengan tiga anak buah kapa (ABK).

Dalam kesempatan ini, TNI-AD juga melakukan demonstrasi sejumlah peralatan hasil riset penelitian dan pengembangan berbasis teknologi terkini yang dikerjakan TNI-AD bekerjasama dengan Universitas Surya dan beberapa universitas lainnya. Sejumlah peralatan itu di antaranya adalah UAV/Super Drone, alat menembak laser, integrated optronic defence system, gyrocopter, multi rotor dan flapping bird.
Sedangkan untuk materi alat utama perbekalan dan angkutan yang didemonstrasikan antara lain LCU, perahu penanggulangan banjir Hovercraft dan uji coba penembakan dengan RWS (Remote Weapon Station). Adapun kapal motor cepat lain yang ikut dalam demonstrasi manufer yaintu Hover Craft.

"KMC Hover Craft ini dapat mengangkut bekal material dua unit bus dan personel secara terbatas. Selain itu juga bisa untuk angkutan operasional penanggulangan bencana, mampu manuver di darat, perairan dangkal dan berlumpur, stabilitas baik pada muatan penuh dan kecepatan maksimum," katanya.

Sementara perahu penanggulangan banjir dapat dirangkai sebagai jembatan penyeberangan, dapat disusun 6 unit di dalam kendaraan truk 2,5 Ton. Perahu mampu menyangkut personel maksimal 14 orang dengan kecepatan 6 Knots dan daya tahan pemeliharaan hingga 25 tahun.

Prajurit TNI Meminjam Kapal untuk Patroli

Kapal TNI-AD terbatas jumlahnya.

Kasad Jenderal TNI Budiman.
Kasad Jenderal TNI Budiman. (ANTARA/R. Rekotomo)
Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) Jenderal Budiman mengaku sedih melihat kondisi prajuritnya yang berada di wilayah pesisir pantai dan perbatasan. Menurutnya sarana transportasi kapal yang dimiliki TNI-AD masih sangat terbatas jumlahnya, sehingga untuk melakukan operasi mereka harus mencari pinjaman.

"Jujur, kadang-kadang kami sedih melihat prajurit  yang bertugas di wilayah pesisir dan terpencil. Mereka mengalami keterbatasan transportasi," kata Budiman sela-sela peluncuran kapal motor cepat (KMC) Komando di Pantai ABC Ancol, Jakarta, Selasa 29 April 2014.

Meski terkadang mendapatkan pinjaman kapal pengangkut pasukan dari satuan di atasnya seperti Komando Militer wilayah setempat, namun kendala teknis itu tak teratasi. Pasalnya, tak jarang kapal itu justru tidak dapat digunakan karena medan perairan yang dilalui terlalu dangkal, sedangkan kapal yang ada rata-rata untuk perairan dalam.

"Kami memikirkan tentara yang berada di wilayah kecil (Kepulauan) ini jangan sampai dibiayai oleh pihak lain (asing)," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Budiman, pihaknya bekerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan PT Tesco Indomaritim mengembangkan teknologi KMC Komando. Kapal itu dapat digunakan di permukaan air dengan kedalaman hanya satu meter.

"Kami sudah beli 10 unit. Per unit seharga Rp 12 miliar sudah termasuk biaya riset dan pembangunannya," katanya.

Budiman menjelaskan, dari sepuluh unit KMC Komando itu, bulan ini baru dua unit yang telah selesai diproduksi. Hari ini telah dilakukan uji coba demonstrasi kapal itu dengan bermanuver di perairan kawasan pantai Ancol. Kapal Komando yang dilengkapi persenjataan itu juga sempat di coba melalui perairan Pulau Damar, kawasan Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Sedangkan sisanya, akan selesai diproduksi pada akhir bulan depan.

"Kapal ini juga sangat strategis untuk patroli laut antar pulau. Kapal itu dilengkapi sistem senjata mesin berat (SMB) otomatis dengan jenis peluru 17,5 milimeter," tuturnya.

Ia menjelaskan, KMC ini memiliki kecepatan dan akurasi tembakan. Saat ini kecepatan maksimal yang mampu dicapai baru 35 knot. Senjata tersebut dapat menembak dengan jarak sampai enam kilometer. Namun, jarak efektif tembakan hanya dua kilometer.

"KMC Komando terus akan kami kembangkan. Tahun 2015 nanti, kecepatannya akan ditambah menjadi 45 knot. Harus lebih cepat dari sekarang, karena pertempuran ke depan memerlukan kecepatan dan akurasi," ujarnya.

Selain itu, kapal ini juga dilengkapi dengan sistem tracking and locking target. Sistem tersebut mengatur penggunaan senjata secara otomatis yang dikendalikan oleh seorang penembak dari dalam ruang kemudi.

"Dengan begitu posisi penembak lebih aman," katanya.

Budiman menambahkan, kapal ini nantinya akan didistribusikan ke sembilan Komando Daerah Militer (Kodam) yakni Kodam Iskandar Muda Aceh, Kodam Bukit Barisan Medan, Kodam Sriwijaya Palembang, Kodam Mulawarman Kalimantan Barat, Kodam Wirabuana Sulawesi Tengah, Kodam Udayana Bali, Kodam Tanjungpura, Kodam Patimura Maluku dan Kodam Cendrawasih Papua. 
 

Pembentukan Armada Ketiga di Sorong

TNI AL Bentuk Armada Wilayah Ketiga di Sorong
TNI AL Bentuk Armada Wilayah Ketiga di Sorong

Pemerintah Indonesia mulai serius melihat kekosongan pertahanan di wilayah ujung timur Nusantara. Untuk itu, TNI segera membentuk armada wilayah baru, armada wilayah ketiga di Sorong, Papua, pada Juli 2014.
Saat ini kekuatan tempur TNI Angkatan Laut masih bertumpu pada dua armada wilayah, yakni Barat atau Armabar, dan Timur atau Armatim. “Armabar di Jakarta, dan Armatim di Surabaya,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati di Markas Besar TNI AL, Cilangkap, Jakarta, Senin, 28 April 2014.
Jika armada laut Sorong diresmikan, Armada Timur di Surabaya akan berubah menjadi Armada Tengah. Menurut Untung, alasan utama TNI AL membentuk armada wilayah baru di Sorong adalah untuk meningkatkan koordinasi pengawalan wilayah laut Indonesia bagian timur. Lokasi Sorong dipilih karena memiliki geopolitik yang tepat dan strategis. Tujuan lain, untuk mempertegas kedaulatan Indonesia di kawasan, terutama wilayah timur yang dirasa masih berlubang pengamanannya.
Untuk pembagian kekuatan kapal perang, TNI AL akan menggunakan sistem alih bina atau pembagian kekuatan tempur yang dimiliki. Dengan kata lain, sejumlah kapal perang calon penghuni armada Sorong didatangkan dari sebagian armada Surabaya dan Jakarta.
Saat ini jumlah kapal perang milik TNI AL ada 150-160 unit. Namun, jumlah kapal perang tersebut tidak akan dibagi rata untuk mengisi tiga armada wilayah. Ada pertimbangannya. Bukan cuma kuantitatif saja, tapi kualitatif dan pengamatan intelijen juga.
Penambahan armada di Sorong, Papua, juga diikuti dengan penambahan divisi pasukan marinir. Sebab idealnya pembangunan armada wilayah baru wajib diikuti dengan penempatan pasukan marinir. “Konsep TNI kan armada terpadu, jadi harus ada kapal perang, pesawat udara, pangkalan, dan marinir,” ujar Laksamana Pertama Untung Suropati.
Wacana penambahan armada di Sorong sudah dibahas sejak dua tahun lalu. Selama itu pula TNI AL menyiapkan sarana dan prasarana pendukung untuk armada wilayah baru di Sorong. Dalam struktur organisasi yang baru nanti, direncanakan ada seorang panglima bintang tiga yang akan membawahi ketiga komando armada wilayah.
 

Pengiriman tertunda dari Brasil, pesawat super tucano RI

 

The  jakarta  Post,  29  April 2014, Kementerian Pertahanan RI telah menyatakan dengan kekecewaan dengan Brazilian aerospace conglomerate Embraer SA  untuk tujuh bulan penundaan dalam empat pesawat turboprop EMB 314 Super Tucano.
Kepala Pusat Pengadaan Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kapusada Baranahan Kemenhan) Marsekal Pertama (Marsma) TNI Angkatan Udara (AU) Asep Sumaruddin, mengatakan pada hari Senin bahwa Embraer wajib untuk memberikan batch pertama dari delapan pesawat bulan Agustus tahun lalu dan yang kedua pada bulan Maret tahun 2015.
Dari batch pertama, kami hanya menerima empat pesawat,” pungkas Asep. “Kami sudah menghubungi Embraer untuk penjelasan tentang empat pesawat, tapi belum menerima respon yang memadai. Kami sedang masih berkoordinasi dengan pemerintah Brasil melalui Kementerian Pertahanan dan Kedutaan besar di Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini.”
Kemhan RI menandatangani kontrak US$ 284 juta dengan Embraer tahun 2010 untuk membangun skuadron Super Tucano untuk menggantikan Bronco OV-10 pesawat, yang telah dalam pelayanan sejak 1976.
Tucano dirancang untuk Serang ringan, kontra-pemberontakan, menutup dukungan udara, misi pengintaian udara (light attack, counter insurgency, close air support, aerial reconnaissance missions), serta memberikan pelatihan pilot.
Di bawah kontrak, Embraer telah diminta untuk membayar denda sebesar 0,1 persen setiap hari sejak keterlambatan, tetapi denda gabungan dibatasi maksimal 5 persen.
Embraer, menurut Asep, telah melunaskan denda maksimum sekitar $7 juta dan tidak dapat dikenakan denda lebih, terlepas dari lama penundaan.
Brasil Duta besar untuk Indonesia Paulo Alberto da Silveira Soares mengatakan pemerintahnya akan mencoba yang terbaik untuk melihat bahwa Indonesia segera sisa menerima Super Tucanos.   Soares menambahkan bahwa Kedutaan besar telah berkomunikasi langsung dengan Embraer untuk menyelesaikan masalah ini.
“Bulan depan, Indonesia Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin akan mengunjungi Brasil untuk membahas kerjasama pertahanan. Selama kunjungan tersebut, ia juga dijadwalkan untuk bertemu dengan Presiden Embraer. Kita berharap bahwa pertemuan akan menjelaskan semuanya,”Kata Soares kepada The Jakarta Post.
Dudi Sudibyo ahli penerbangan mengatakan keterlambatan seperti ini mengkhawatirkan dan akan membuat preseden lain yaitu keterlambatan dalam pengiriman batch pengiriman terakhir Super Tucanos tahun depan.
Dudi menyalahkan keterlambtan yang lama hanya mendapatkan hukuman ringan yang ditetapkan dalam kontrak pengadaan.
“Lima persen adalah jelas terlalu kecil untuk sanksi dan perusahaan dapat mengambil keuntungan dari itu, terutama ketika pemerintah telah membayar hampir seluruh biaya,” kata Dudi.
Indonesia telah membayar 97 persen dari kontrak batch pertama, bernilai $142 juta, menurut Kementerian Pertahanan.
Dudi menyarankan bahwa Kemhan meningkatkan kemampuan untuk negosiasi dalam pembelian berikutnya untuk mencegah keterlambatan masa depan.
Menurut Minimum penting Force (MEF), Indonesia akan  membeli 128 pesawat tempur 2024, menurut Kementerian Pertahanan.
“Di antara mereka adalah Super Tucano, yang merupakan teknologi yang terbaik di kelasnya,” kata Dudi.
Empat pesawat Tucano telah diterima tahun lalu sekarang digunakan oleh Angkatan Udara Indonesia 21 skuadron di Abdul Rahman Saleh Air Force Base di Malang, Jawa Timur.