Jumat, 11 April 2014

Mengapa Australia Bersemangat Mencari MH370

ocean shield
Australia beberapa minggu terakhir menjadi negara yang memimpin pencarian pesawat Boeing 777 dari Malaysia Airlines, MH370 yang diperkirakan (dipastikan oleh Inmarsat) jatuh di laut Samudera Hindia pada tanggal 8 Maret 2014. Setelah bergulat dan dapat dikatakan gagal memanfaatkan informasi beberapa satelit dalam mendeteksi obyek di laut, kini kapal pencari dari Tiongkok dan Australia menemukan sinyal dari dasar laut yang diperkirakan buatan manusia.
PM Australia Tony Abbott  mengatakan kepada media di Pangkalan AU Pearce sebagai pangkalan aju SAR, Senin (31/3/2014), “Saya pastikan tidak menempatkan batas waktu pada ini [pencarian]. Intensitas pencarian dan ukuran operasi kami meningkat, tidak menurun,” katanya, seperti dilansir Reuters.
Operasi pencarian besar-besaran, terbesar dalam sejarah melibatkan 10 pesawat militer, empat pesawat sipil dan 13 kapal laut yang dipimpin oleh Air Vice Marshal (Ret) Angus Houston, mantan Chief of Air Force  dan juga pernah menjabat sebagai Chief of the Defence Force. Houston kini dalam operasi pencarian MH370 dipercaya sebagai Kepala dari  Joint Agency Coordination Centre (JACC).
Houston menyampaikan   kapal Angkatan Laut Australia Ocean Shield pada hari Kamis (10/3/2014) telah mendeteksi sinyal . yang mungkin berasal dari sebuah sumber buatan manusia. Sinyal kelima tersebut dideteksi oleh pesawat yang menangkap transmisi dari sebuah alat pendengar yang dipasang dekat kapal Ocean Shield.
Dari analisis penangkapan empat sinyal yang dideteksi di sebuah area kurang dari 40 kilometer jaraknya dari sebuah alat pencari milik AL Amerika yang dipasang pada Ocean Shield, kini area pencarian telah dipersempit dari  area seluas 75.000 kilometer persegi menjadi sekitar 58.000 kilometer persegi. Pusat area pencarian terletak kira-kira 2280 kilometer di barat laut Perth.
Marsekal Udara Houston  memperingatkan, karena lautnya sangat dalam (4.500 meter), maka upaya mencari pesawat yang hilang itu akan sangat sulit. Dikatakan oleh pakar kelautan Universitas NSW, Erik van Sebill, "Bekerja dekat dasar laut sangat sulit karena ini adalah wilayah yang belum dikenal, belum ada orang yang pernah ke sana sebelumnya," katanya. Belum lagi diketahui adanya endapan lumpur di dasar laut yang memperumit untuk menemukan dan pengambilan black box. Lumpur akan menelan apapun yang jatuh kedalamnya. Marsekal Houston menyetujui pendapat Sebill.
Apakah pencarian akan gagal? Belum tentu juga, karena baterai Electoral Emergency Beacon yang menempel di Black Box sebenarnya tidak pasti 30 hari, seorang anggota team SAR teman penulis mengatakan seperti baterai Adam Air yang berhasil ditemukan di kedalaman 2.000 meter, baterai bisa bertahan hingga 6 minggu. Mudah-mudahan pada kasus MH370 juga serupa terhadap kekuatan baterai yang jadwal penggantian baru akan dilakukan pada bulan Juni 2014.
Yang menjadi masalah tim pencari, dasar laut di lokasi merupakan daerah yang belum terpetakan, berlumpur dan bukan tidak mungkin adanya palung yang lebih dalam dari kedalaman 4,5 km.

Mengapa Australia Bersemangat
Disatu sisi, PM Abbott mengatakan di pangkalan AU Pearce, bahwa para  pencari berutang pada keluarga penumpang pesawat yang berduka untuk melanjutkan perburuan. Ditegaskannya bahwa dari akumulasi bukti, pesawat telah hilang di suatu tempat di Samudera Hindia.
Sementara dilain sisi, Australia merupakan negara yang bersama Malaysia tergabung dalam pakta pertahanan FPDA (Five Power Defence Arrangement), bersama Inggris, Selandia Baru (NZ), dan Singapura. Malaysia dan Singapura akan mendapat perlindungan dari anggota FPDA apabila mendapat serangan. Nah di sisi inilah, Australia jelas mempunyai tanggung jawab moril membantu sepenuhnya masalah hilangnya pesawat MAS MH370 yang sangat patut diduga telah dibajak oleh seseorang atau sebuah jaringan teroris.
Kasus MH370 ini menurut Australia lebih menjurus kepada sebuah serangan terhadap kelompok negara-negara commonwealth Inggris, khususnya Malaysia. Yang membuat Australia lebih fokus mencari pesawat tersebut, karena ingin mendapatkan bukti faktual apa dibelakang ini semua. Australia jelas gundah karena pesawat tersebut  melakukan desepsi, dan diterbangkan kearah Australia. Jelas ada pemikiran adanya kemungkinan (alternatif)  pelaku akan melakukan misi bunuh dirinya di Perth misalnya. ("penulis tetap berpendapat pesawat sengaja dijatuhkan di Samudera Hindia untuk menghilangkan bukti dan mengaburkan motif").
Australia menjadi khawatir dengan ulah teroris karena di Indonesia warganya mayoritas pernah menjadi korban bom Bali-I (2002) dan kantor kedubesnya di Jakarta pernah diserang pembom bunuh diri kelompok teroris Jaringan Al Qaeda Malaysia-Indonesia (2004).
Australia pasti berfikir bahwa kalau pembajakan ini merupakan aksi teror khususnya serangan dari jaringan Al Qaeda, wilayah serangan di kawasan Asia Tenggara dan pesawat yang dibajak bergerak menuju kearah negaranya. Karena itu Australia terlihat lebih sibuk dibandingkan Amerika Serikat.
Australia faham dengan bentuk ancaman ini, serangan teror berupa pembajakan nilainya sangat spektakuler karena akan terus diberitakan oleh media. Itulah yang diharapkan teroris, sebagai iklan gratis. Karena itu dengan berbagai upaya, black box yang dianggap sebagai jawaban apa dibelakang kasus harus mereka temukan. Penunjukkan Air Chief Marshal Angus Houston pasti dengan pertimbangan pengalamannya sebagai Chief of Defence Force yang akan mampu menerjemahkan setiap detail informasi dari black box, jelasnya yang terkait dengan keamanan nasional Australia.
Kini bisa dibayangkan serangan "lone wolf" istilah penyerang tunggal dari sebuah jaringan  teroris apabila nantinya mampu dibuktikan, berhasil membuat sibuk dan menimbulkan rasa khawatir dan tertekan demikian banyak negara. Yang lebih parah apabila bukti dan motif mengapa pesawat ditemukan di Samudera Hindia tetap tidak jelas.
Australia menjadi salah satu negara yang akan terus tegang dan khawatir akan serangan teroris susulan. Kira-kira itulah jawabannya. Apakah Indonesia tidak akan diserang? Sangat mungkin, karena teroris bisa saja menggunakan wilayah negara manapun untuk meneror negara yang mereka target. Artinya  kalau kita menyadarinya, ya menjadi ikut tegang. Bukti sudah pernah ada, bom bunuh diri terhadap AS dan Australia di Indonesia.
Oleh : Marsda (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
Ilustrasi foto : smh.com.au

P3 Cheetah: Kendaraan Aksi Khusus Kopaska TNI AL

Indonesia US Navy Myanmar
Mengikuti jejak Kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI AD, yang lebih dulu mengadopsi jeep tempur Flyer 4×4 sejak tahun 90-an. Satuan elit di lingkungan TNI AL dan TNI AU pun ikut melirik menggunakan jenis jeep yang serupa, yakni rantis four wheel drive yang mampu melahap medan berat. Beda dengan jeep militer kebanyakan, jenis jeep tempur yang dimaksud justru menghilangkan elemen perlindungan lapis baja bagi awaknya, karena memang mengedepankan pada misi serbuan cepat dalam pertempuran jarak dekat (CQB).
Dari sekian deret nama rantis yang sejajar dengan Flyer Kopassus, ada sosok P3 Cheetah hasil produksi PT. Sentra Surya Ekajaya (SSE). Dari beberapa varian, salah satunya digunakan oleh satuan elit TNI AL, Kopaska (Komando Pasukan Katak) untuk aksi khusus, oleh karena itu kendaraan ini akrab juga disebut sebagai Ransus. Bagi Anda sekalian pemerhati militer di Tanah Air, rasanya tak sulit untuk mengenali kendaraan off road ini, pasalnya Cheetah sering tampil di layar TV, seperti saat operasi pengamanan di Lanudal Juanda, Surabaya dan area dermaga.
Tentu kebisaan rantis ini tak sebatas untuk patroli. Dengan desain yang sangar, Cheetah punya spesifikasi sebagai kendaraan penyerbu ringan yang punya mobilitas tinggi. Karena spesifikasinya yang khusus, maka yang mengoperasikan hanya pasukan elit. Secara umum, Cheetah di desain untuk 3 pasukan, namun dalam operasi serbu, rantis ini dapat mengangkut hingga 10 pasukan ke titik serbu. Tak hanya untuk urusan serbu menyerbu, kalau kepepet, Cheetah dapat disulap menjadi kendaraan evakuasi di daerah operasi.
CA340150
1551
Kelengkapan rompi anti peluru menjadi syarat mutlak bagi awak Cheetah.
Kelengkapan rompi anti peluru menjadi syarat mutlak bagi awak Cheetah. Nampak senapan mesin M-60 kaliber 7,62 mm.

Namanya juga kendaraan serbu, meski tiap personel di dalamnya sudah well prepared dengan seabreg senjata, tapi toh harus ada senjata yang terpasang. Nah, untuk keperluan membabat lawan, Cheetah dapat dipasangkan aneka jenis senjata ringan dan sedang. Sebut saja FM MAG dan M-60 GPMG (General Purpose Machine Gun) atau kalau mau cepat menuntaskan musuh, bisa dipasang pelontar granat otomatis AGL-40. Dudukan senjata tersebut dipasang diatas rangka pelindung (roll bar). Bila itu dirasa masih kurang memadai, pada sisi kanan dan kiri tempat duduk bekalang, juga dapat dipasang dudukan senjata kaliber 5,56 mm atau 7,62 mm.
Demi mempertahankan mobilitas tinggi, dan bobot seringan mungkin, maka tidak ada pelindung khusus untuk menghindari terjangan proyektil. Menghadapi situasi tersebut sudah lumrah bila awak rantis sudah menggunakan helm dan kostum rompi anti peluru.
P3Ransus2
p3-cheetah2
p3-cheetah1
011
Cheetah memang dirancang sebagai kendaraan ringan dengan bobot 1,5 ton. Materialnya menggunakan heavy duty rigid axle & coil spring suspension untuk bergerak lincah dan cepat. Tidak memiliki pintu dan atap mengurangi berat dan mempermudah gerak pasukan dan memiliki sudut pandang, dan ground clearance yang tinggi, mendukung Cheetah untuk melintasi berbagai medan sulit seperti jalan berbatu, gurun, jalan terjal, jalan berlumpur, pasir dan sebagainya.Selain itu kendaraan ini juga mampu melintasi medan super bowl.
Cheetah ditenagai mesin turbo diesel 3.000 cc 145 hp. Rantis ini memiliki power to weight ratio lebih dari 82.5 hp/ton. Mampu melaju dengan kecepatan 140 km/jam, serta melintasi tanjakan 45 derajat dengan kecepatan tinggi dan melintasi sungai sedalam satu meter. Untuk urusan daya jelajah, Cheetah dapat menjangkau hingga 500 km atau 8 jam operasi, dengan kapasitas bahan bakar 70 liter. Sebagai kendaraan dengan kemampuan off road, sisi perlidungan lebih ditekankan pada rangka pelindung yang terbuat dari baja tubular untuk menahan benturan. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi P3 Cheetah
Panjang : 4.025 mm
Lebar : 1.960 mm
Tinggi : 1.900 mm
Wheel base : 2.794 mm
Berat : 1,5 ton
Bodi : alumunium
Mesin : KE – Turbo Diesel, 3000 cc 145 hp
Transmisi : Automatic 3 speed
Kelistrikan : 24 volt DC
Axle depan & belakang : EV – 80
Rem Depan : Disc Brake, EV – 80
Rem Belakang : Disc Brake, EV – 80
Axle Gear Ratio : 6:37
Suspensi : Old Man Emu HD
Shock Breaker : Sky Jackers
Steering System : Powered Steer Velg : Beadlock 16”
Ban ( Non-Run Flat ) : Simex 34 x 11.5 x 16
Kapasitas Tangki BBM : 70 liter

Burung Besi Istana untuk Presiden Baru

Pesawat kepresidenan ini bagai hadiah dari SBY kepada penerusnya.

Pesawat kepresidenan RI tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 10 April 2014.
Pesawat kepresidenan RI tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 10 April 2014. (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
Pesawat berwarna biru langit itu mendarat mulus di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pukul 10.00 WIB, Kamis 10 April 2014. Tulisan "Republik Indonesia" diakhiri logo burung Garuda terpampang di sisi kanan dan kiri pesawat.
Posisinya persis di atas jejeran jendela penumpang dan dekat pintu masuk bagian depan pesawat.

Garis lengkung merah putih, sewarna bendera RI, bagai membelah badan pesawat menjadi dua bagian, memisahkan warna biru langit di punggung pesawat dengan warna putih di perut pesawat. Sementara itu, logo bendera Merah Putih terpancang di bagian ekor pesawat.

Itulah pesawat kepresidenan Republik Indonesia buatan Boeing, Amerika Serikat, yang dibeli RI seharga Rp820 miliar, dan mulai dibuat sejak 2011. Pesawat ini tiba di Tanah Air enam bulan menjelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan demikian, SBY hanya punya sedikit waktu untuk merasakan terbang bersama pesawat baru ini.

Presiden baru hasil Pilpres 2014 lah yang bakal sepenuhnya menggunakan pesawat jenis Boeing Business Jet 2 (BBJ2) 737-800. “Presiden mendatang yang akan lebih banyak pakai pesawat ini,” kata Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, ketika menyambut kedatangan pesawat kepresidenan RI itu di Bandara Halim Perdanakusuma.

Sudi menyatakan, pesawat kepresidenan sebagai sarana transportasi RI 1 ini bisa menghemat anggaran hingga Rp114 miliar per tahun di masa depan. Ia mengklaim, jauh lebih murah memiliki pesawat kepresidenan sendiri ketimbang menyewa dari maskapai Garuda Indonesia.

“Kita bangga. Setelah 69 tahun merdeka, kita punya pesawat sendiri. Ini karena kemampuan finansial kita yang semakin baik,” ujar Sudi. Pembelian pesawat kepresidenan itu telah disetujui DPR dan sudah dikonsultasikan dengan ahli-ahli pesawat.

Namun, "Air Force One" RI tersebut belum bisa langsung digunakan oleh Presiden karena perlu disertifikasi lebih dulu. Sudi berharap proses sertifikasi dapat diselesaikan Jumat ini, sehingga pekan depan pesawat bisa diuji coba dan setelahnya bisa digunakan oleh Presiden.

RI memilih BBJ2 sebagai pesawat kepresidenan karena dua alasan. Pertama, dari segi operasional, para pilot di dalam negeri, termasuk pilot TNI AU, lebih mengenal pesawat jenis Boeing. Kedua, dari segi perawatan, Indonesia lebih siap dan mampu merawat Boeing ketimbang pesawat merek lain.
Ini karena Boeing telah banyak digunakan untuk penerbangan VVIP berbagai negara di dunia.

Sebelum mendarat di Jakarta, pesawat kepresidenan RI itu telah melalui empat hari uji coba penerbangan. Pada 7 April 2014, pesawat diterbangkan dari Delaware, Amerika Serikat, menuju Wellington, Selandia Baru. Penerbangan kemudian dilanjutkan dari Wellington menuju Sacramento, California, AS.

Selanjutnya, pada 8 April 2014, pesawat diterbangkan dari Sacramento ke Honolulu, Hawaii, AS. Pada 9 April 2014, pesawat diterbangkan lagi dari Honolulu ke Guam di barat Samudera Pasifik.
Tanggal 10 April 2014, barulah pesawat diterbangkan dari Guam pukul 03.30 waktu setempat menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Perjalanan dari Guam ke Indonesia menghabiskan waktu 6 jam 30 menit.

Pada penerbangan itu, pesawat dikemudikan oleh pilot dan kopilot dari Boeing, Kapten David dan Kapten Jean. Ikut di dalamnya tiga anggota TNI Angkatan Udara, yakni Letkol (Pnb) Firman Wirayuda, Letkol (Pnb) Ali Gusman, dan Peltu Suminardi.

Pesawat kepresidenan RI ini akan dioperasikan dan dirawat dengan standar internasional oleh TNI AU dan Garuda Indonesia. Dalam proses pemeliharaan itu, mereka akan berkomunikasi intensif dengan Boeing selaku produsen pesawat.

“Pastikan pesawat ini memberikan tingkat keamanan, kenyamanan, dan keselamatan yang tinggi bagi Presiden dalam menunaikan tugas konstitusional,” kata Sudi Silalahi.

Ia juga mengingatkan supaya anggaran untuk operasionalisasi pesawat berjalan lancar. “Cegah semua bentuk pemborosan anggaran. Upayakan agar anggaran operasional dan perawatan pesawat benar-benar efisien serta efektif,” ujar Sudi.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, mengatakan, penggunaan pesawat kepresidenan memiliki banyak keuntungan, termasuk dari segi efisiensi. Selain itu, tidak akan ada lagi jadwal pesawat komersial Garuda yang terganggu jika tiba-tiba Presiden memerlukan pesawat.

Spesifikasi dan Desain

Pesawat kepresidenan RI memiliki interior mewah, dilengkapi 2 ruang rapat VVIP, 12 area eksekutif, dan 44 area staf. Konfigurasi interior itu telah disesuaikan dengan kebutuhan Presiden RI. Boeing menyatakan, pesawat jenis BBJ2 memang didesain untuk keperluan VIP.

Untuk eksteriornya, BBJ2 memiliki panjang sekitar 39,5 meter dengan panjang sayap 35,8 meter dan tinggi ekor 12,5 meter berdiameter 3,37 meter. Sementara itu, untuk interiornya, BBJ2 mempunyai panjang 29,97 meter dengan tinggi 2,16 meter dan lebar 3,53 meter.

Dengan daya tampung 39.539 liter bahan bakar, BBJ2 dapat terbang maksimal sejauh 10.334 kilometer. Namun, jika pesawat terisi penumpang maksimal sebanyak 50 orang, jarak tempuhnya 8.630 kilometer. Jarak tempuh itu bisa dilalui dengan kecepatan maksimal 871 kilometer per jam.

Spesifikasi pesawat kepresidenan RI itu antara lain mampu terbang jauh sekitar 10-12 jam, mampu menghalau peluru kendali, dapat mendarat di bandara kecil, bisa memuat rombongan Presiden hingga 50 orang, memiliki peralatan navigasi, komunikasi, sistem keamanan, isolasi kabin, dan hiburan khusus selama penerbangan.

Dari total US$91,2 juta atau Rp820 miliar biaya yang dikeluarkan Indonesia untuk membeli BBJ2, senilai US$58,6 juta dialokasikan untuk badan pesawat, US$27 juta guna interior kabin, US$4,5 juta bagi sistem keamanan, dan US$1,1 juta untuk biaya administrasi.

Mengenai warna pesawat kepresidenan RI, Mensesneg menyatakan biru langit dipilih dari beberapa warna yang diajukan desainer TNI AU. “Ada 14 warna yang disodorkan ke Mensesneg. Lalu, dilakukan polling pendapat di Mensesneg. Lebih dari separuh peserta polling memilih warna biru,” kata Sudi.

Dari segi keamanan, biru bisa dijadikan kamuflase sebab sesuai warna langit. Selain itu, biru warna seragam TNI AU. “Jadi, soal warna ini tidak ada arahan dari siapa pun, termasuk Presiden SBY,” ujar Sudi.

Selama ini, Presiden menggunakan pesawat carteran Garuda untuk melakukan perjalanan dinas. Sistem carter ini tidak menguntungkan, sebab semakin sering Presiden melakukan lawatan, biaya terus meningkat.
Pada 2006 misalnya, anggaran lawatan dinas Presiden Rp75 miliar. Tahun 2007 melonjak menjadi Rp175 miliar, dan 2009 naik lagi ke angka Rp180 miliar.

Pemborosan itulah yang akhirnya membuat pemerintah RI memutuskan membeli pesawat kepresidenan. Kini, burung besi Istana itu telah tiba, dan tak lama lagi siap dipakai oleh sang Presiden dan para penerusnya.
 

Lapan Fighter Experiment, Jembatan KFX/IFX Indonesia


Lapan
Salah satu industri Alutsista yang sangat penting adalah ..
Pesawat Terbang dan pesawat Tempur, karena dengan kemampuannya yang serba bisa dan mematikan, dapat meng-cover seluruh Kawasan Nusantara.
Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan segudang para ahli dan orang pintar yang mumpuni dengan berbagai bidang keahlian, termasuk salah satunya adalah kemampuan membuat dan menciipta pesawat, baik pesawat komersil ataupun pesawat tempur, sebut saja kita mengenal Prof.dr.ing.BJ Habibie profesor bidang aerodinamika ternama dan terbaik saat ini yang dimiliki bangsa Indonesia. Dari tangan dinginnya kita mengenal N250 yang lahir dari hasil buah karya putra putri bangsa indonesia saat itu.
Indonesia dengan Kondisi Geografis yang luas dan terdiri dari berbagai pulau, sangat membutuhkan Armada Pesawat Tempur yang memadai, untuk memenuhi kebutuhan Dalam Negerinya maka Indonesia merancang dan membuat sendiri Pesawat Tempur, hal ini didasarkan atas dasar kebutuhan yang mendesak dan vital.
Dimulai dengan kerja sama pembuatan pesawat tempur dengan Korea Selatan dengan program KFX /IFX dan saat ini masih berjalan kerja samanya. Adapun hasil kerjasama ini kelak diharapkan dapat membawa kemajuan penting dalam ilmu pesawat tempur bangsa ini kedepannya.
Menurut Ir. SULISTYO ATMADI salah seorang Kepala Program LFX, saat ini ada kerjasama antara LAPAN, PT.DI dan berbagai Universitas Teknik ternama dalam negeri untuk membantu terwujudnya program LFX ,KFX/IFX, dalam arti minimal kita mampu mencuri ilmu nya dari Korea Selatan.

Sementara tujuan dari kerja sama Lapan/ PT.DI dan lainnya adalah:
  • • Mendapatkan suatu konsep pesawat latih-lanjut generasi ke 4.5 dengan kemampuan multi misi.
  • • Memperoleh Rancangan Pesawat Tempur yang sesuai dengan kondisi dan situasi Indonesia
Design IFX Lapan image PPKP
Design IFX Lapan image PPKP 1
lapan1
Design IFX Lapan image PPKP 2
lapan3
Design IFX Lapan image PPKP 3
lapan4
Design IFX Lapan image PPKP 4
lapan5
Design IFX Lapan image PPKP 5

Dalam hal ini banyak hal telah dilakukan LAPAN sebelum dimulainya program LFX dan KFX/IFX, seperti:
  • LAPAN harus menyiapkan SDM nya utk mendukung Program KFX Indonesia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, di bidang Teknologi, Penerbangan, khususnya Pesawat Tempur Supersonik GENERASI 4,5 serta generasi 5.
  • Membuat Desain Konseptual Pesawat Tempur Supersonik
  • Pembuatan Model untuk Uji Terowongan Angin dan Uji dengan perangkat lunak berbasis CFD Pengujian model Aerodinamik menggunakan Terowongan Angin Bekerjsama dengan perguruan tinggi (ITB) yang juga sebagai tim perancang KFX mempunyai Kemampuan/ Kelebihan dalam teori Perancangan, dan dari Industri (PT.DI, PTSmartAviation)
  • Koordinasi Sinergi antara Lembaga Riset (Pustekbang-LAPAN), Perguruan Tinggi jurusan AeroAstrodinamika Teknik Penerbangan ITB, diwakili oleh Dr. Ir.Rais Zain,PTDI, PTSmartAviation, diwakili oleh Ir. Agung Nugroho
Tujuannya adalah :
  • Merealisasikan Pembuatan Prototipe Pesawat LFX dari hasil rancangan ini, setelah dilanjutkan dengan tahap Preliminary Desain dan Perancangan detail Tahapan Pengembangan ke depan.
  • Evaluasi Rancangan Konseptual yang telah dihasilkan/ prototipe.
  • Melanjutkan Tahap Preliminary Desain (Rancangan Awal)single atau dobel engine. Melanjutkan Tahap Perancangan Rinci dan pembuatan terowongan angin.
  • Pembuatan Prototipe Pesawat Terbang Tempur Supersonik LFX Tiga tahun dari sekarang.
Dengan demikian diharapkan hal ini menjadi gambaran bahwa bangsa Indonesia tidak main main dalam mengembangkan program mandiri pesawat tempur nya mari kita berdoa semoga tidak lama lagi bangsa indonesia dapat kembali menjadi macan asia di bidang industri pesawat tempur yang di segani oleh negara kawan dan lawan. (by Telik Sandi).

JKGR. 

Menapaki Kemandirian Alutsista

 
alutsista-2-mef
Menyimak apa yang telah kita lakukan hingga saat ini untuk kemandirian Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI, yakinkah dapat dicapai dalam kurun waktu 50 tahun kedepan, atau mungkin terpenuhi sebelum itu, atau setelah 100 tahun kedepan, atau tidak mungkin terealisasi sama sekali sampai kapanpun juga; hal ini perlu kita renungkan sebagai anak bangsa, yang bukan hanya punya mimpi atau keinginan saja, namun juga memiliki tekad dan berbuat untuk merealisasikannya.
Memang tidak mudah untuk mampu memenuhi seluruh kebutuhan Alutsista TNI dari hasil produksi dalam negeri kita sendiri. Namun untuk tahapan pemenuhannya, perlu konsisten, komitmen dalam perencanaan strategis yang baik, seberapa banyak yang ingin dan sekiranya mampu kita buat sendiri untuk 5, 10, 15, 20 hingga 25 tahun atau 50 tahun kedepan, walaupun mungkin harus bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengatasi berbagai kendala seperti dari penguasaan teknologi (Know-How) atau dari kesiapan sumber daya manusianya, ketersediaan anggaran/budget ataupun berbagai fasilitas dukungan lainnya yang sekaligus juga merupakan bagian untuk pembangunan industrinya.
Saat ini untuk memenuhi berbagai prioritas kebutuhan Alutsista, kita terpaksa masih harus membeli dari luar negeri seperti meriam, tank, pesawat tempur, kapal selam dan banyak lagi alat perang lainnya. Sedangkan beberapa industri dalam negeri yang memang sudah mampu memproduksi sebagian Alutsista seperti senjata perorangan SS-1 berikut munisinya, Ranpur Panser 6×6 Pindad, pesawat angkut ringan CN235/CN250 dan helikopter BO-105 serta kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat) harus tetap terus dipelihara dan ditingkatkan kemampuannya, seperti penguasaan teknologi, kecanggihan dan kualitas produknya, dariAssembling menjadi Full Manufacturing, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, namun juga bila memungkinkan sebagai komoditi yang mampu bersaing dan laku dipasarkan ke luar negeri. Sehingga sekali lagi kita perlu bertanya guna perencanaan strategis kita, seberapa banyak yang harus dapat kita buat sendiri, seberapa banyak yang masih harus kita beli dari luar negeri, dan seberapa banyak yang akan kita kerjasamakan dengan pihak luar negeri, sekaligus untuk kontribusi dunia sebagai komoditi yang menghasilkan devisa dan kesiapan/ antisipasi kita menghadapi persaingan/tekanan global.

Kemandirian Alutsista sebagai bagian dari Kemandirian Bangsa.
Untuk menuju kemandirian Alutsista atau yang lebih luas lagi kemandirian bangsa, kiranya perlu terlebih dahulu adanya kesamaan pengertian atau terminologi tentang ”kemandirian” itu sendiri yang dapat diartikan sebagai ”kemampuan untuk melakukan sendiri dari segala sesuatu yang dikehendaki/ diinginkan dan dari yang seharusnya mampu dilakukan sendiri, dan tidak menggantungkan diri kepada pihak-pihak lain untuk mewujudkan keinginan tersebut”. Sehingga untuk mencapai kemandirian bangsa ataupun Alutsista, sesungguhnya perlu terlebih dahulu kesamaan kehendak dan komitmen bangsa (Commitment to The Nation), seberapa besar keinginan bangsa itu sendiri yang harus diperbuat untuk pencapaiannya, yang berani dituangkan dalam rencana pembangunan strategis nasionalnya, yang dituangkan dalam aturan-aturan/regulasi untuk operasionalnya sampai ke teknis pelaksanaan atau prosedurnya (Rose of The Game and Action Plan) yang dibuat, dengan segala konsekwensi, risiko atau konsistennya.
Pada kenyataannya tidak mungkin seluruh aspek, bidang atau sektor kehidupan dapat diwujudkan sebagaimana hakekat kemandirian bangsa mampu dilakukan dan terpenuhi dari karya anak bangsa sendiri, dari desain/rancangannya sendiri, dari produksinya sendiri atau dari hasil budidayanya sendiri seperti ketersediaan berbagai komoditi untuk pemenuhan seluruh kebutuhan hajat hidup bangsa atau bahkan untuk bangsa-bangsa lain di dunia, demikian halnya untuk pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI untuk pertahanan negara, namun setidaknya semua hal penting yang harus terus bisa menjadikan bangsa Indonesia unggul, tangguh dan sejahtera, mampu hidup sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya di tengah-tengah persaingan global, sebaiknya bisa diraih secara simultan, yaitu seperti dari :

a. Kemandirian untuk ketersediaan bahan pangan yang harus terus mampu diupayakan sendiri, dari hasil produk atau budidaya sendiri dengan mutu yang terus dapat ditingkatkan dan mampu bersaing dengan produk-produk lain dari luar negeri, yang tentunya dalam hal ini diperlukan campur tangan atau proteksi dari pemerintah dengan regulasi atau aturan-aturannya yang harus lebih menjamin terus berkembangnya produktifitas dalam negeri, baik yang berasal dari sektor pertanian, peternakan atau perikanan yang optimal mampu dilakukan oleh bangsa Indonesia itu sendiri.

b. Kemandirian untuk ketersediaan bahan sandang dan bahan bangunan untuk perumahan yang harus mampu diupayakan dan diproduksi sendiri di dalam negeri, yang harus mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri yang memang dituntut kuat, kokoh dan terus dapat ditingkatkan dan dihandalkan mutu/kualitas serta ketersediaannya, baik dari aspek bahan baku, kemampuan memproses dan mengolah bahan baku ataupun kemampuan meningkatkan penjualan produk sampai untuk keistemewaan- keistimewaan (Privilege) layanan (Services) kepada Customernya.

c. Kemandirian di bidang rekayasa industri, untuk pembuatan mesin- mesin, sarana produksi atau peralatan kerja (Machinery and Tools), untuk pembuatan alat-alat ukur, untuk sarana pengujian (Measurement/Testing Equipment) atau alat/sarana laboratorium. Kemandirian untuk pembuatan berbagai peralatan/produk elektronik, komputer, barang komposit, baja, kimia atau polymer untuk kebutuhan rumah tangga, perkantoran, alat-alat pendidikan, kesehatan, olah raga, atau untuk alat-alat berat pertanian, pertambangan, pekerjaan umum, Heavy Engineering atau yang dibutuhkan pada proses-proses/kegiatan industri mulai dari tahapan desain, R&D, sampai ke proses produksi (Manufacturing) atau Maintenance yang mampu dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri.

d. Kemandirian di bidang pembangunan infrastruktur untuk pembangunan peradaban yang semakin maju, kuat dan modern, seperti untuk ketersediaan energi listrik, bahan bakar dan air bersih. Ketersediaan fasilitas publik untuk transportasi darat, laut dan udara berikut fasilitas pendukungnya (prasarananya) berupa jalan raya, pelabuhan laut atau bandar udara, sarana dan prasarana (jaringan) komunikasi sampai dengan fasilitas atau sarana dan prasarana untuk transaksi berbagai komoditi seperti pasar, bank dan sebagainya yang dimiliki, dibangun dan dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri.

e. Kemandirian untuk eksplorasi, eksploitasi dan pengolahan sumber daya alam yang dimiliki mulai dari yang ada di daratan sampai ke dasar lautan untuk diwujudkan menjadi bahan baku (Raw Material) atau komoditi (End Product) dengan nilai jual paling tinggi yang mampu dilaksanakan sendiri, dengan modal dan Sumber Daya Manusia Indonesia sendiri.

f. Kemandirian untuk pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI, baik untuk daya tembak dan daya gerak (aspek darat, laut dan udara) berikut sistem manajemen tempurnya (Combat Management System) C4ISR, yang mencakup berbagai komoditi militer mulai dari sistem komandonya (Command), sistem kendali (Control), sistem komunikasi (Communications) dan sistem komputerisasinya (Computerized) yang juga didukung dengan sistem Intelijennya (Inteligence) mulai dari sistem deteksi dini, penjagaan dan pengamatan (Surveillance) sampai untuk ke sistem pengenalan ancaman atau lawan (Reconnaissance) dari rancangan/desain dan produk bangsa sendiri yang tidak kalah maju dengan buatan luar negeri.

Kemandirian bangsa dalam rangka ketersediaan berbagai komoditi untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun banyak pihak, harus mampu tersediakan oleh bangsa Indonesia sendiri, sehingga memiliki posisi tawar (Bargaining Position) untuk terus eksis menjadi bangsa yang unggul dalam persaingannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Tantangan yang dihadapi untuk Kemandirian Alutsista.
Dari sejarah dunia yang panjang, negara/kerajaan digdaya, eksis dan berkehendak ekspansi, utamanya datang dari keberanian pemimpinnya yang berani membesarkan dan menyiapkan kekuatan militer/tentaranya yang kuat, bersamaan dengan keinginan untuk membangun ekonominya yang kuat. Contoh bangsa-bangsa Eropa yang sejak jaman dahulu berkehendak mencari untuk menguasai berbagai sumber bahan baku, rempah-rempah, bahan bakar dan sebagainya guna berbagai kepentingan hidup masyarakatnya, dihadapkan dengan kemungkinan ancaman atau tantangan yang dihadapi, juga membangun tentara atau kekuatan militernya di darat, laut dan udara yang kuat. Sedangkan untuk membangun tentara yang kuat juga menumbuhkan keinginan untuk menguasai kemampuan teknologinya yang hebat. Sejalan dengan itu juga bidang-bidang lain berkembang, seperti dunia pendidikan, kepakaran atau R&D yang relatif akan lebih cepat dan sangat maju, yang dengan sendirinya juga perlu diimbangi dan diikuti dengan kemajuan infrastruktur, industri dan ekonomi serta peradaban manusia dengan hukum, etika dan disiplinnya yang semakin maju dan modern.
Sejak jaman Romawi hingga kekuasaan negara-negara adidaya saat ini, para pakar/ilmuwan/praktisi kaliber dunia yang tahu cara-cara pembuatan senjata atau peralatan militer, pada umumnya cenderung akan diawasi, dimonitor, direkrut, dikuasai dan diakomodasi segala kegiatan/aktifitasnya oleh pemerintah/militer/ Dephan atau industri pertahanan dinegaranya. Demikian halnya dengan sarana dan prasarana industri peralatan militernya, juga akan senantiasa diinventarisir, didata, diakreditasi, diawasai dan dikontrol/dikendalikan terhadap kemampuannya, mulai dari kemampuan desain, R&D, produksi (Manufacturing & Assembling), penjualan, sampai ke distribusi produk-produknya dan pemakainya. Pemerintah juga akan mengaudit investasi atau modal kerjanya, profit/keuntungannya, bahkan sampai layanan purna jualnya, untuk pemeliharaan (Maintenance) danIntegrated Logistic Support kepada pengguna produknya (Customer/User), terlebih untuk pengendalian produk-produk militernya yang dijual keluar negeri, disamping dalam rangka jaminan teknis untuk penggunaannya. Sehingga bagi Indonesia yang masih tertinggal penguasaan teknologinya dan selama ini hanya sebagai Customer/User produk luar negeri relatif akan lebih sulit untuk perolehan/transfer teknologinya.
Pada kenyataannya lebih separuh Alutsista yang kita miliki adalah buatan luar negeri, sehingga terjadi adanya ketergantungan pada negara asal, khususnya untuk kebutuhan suku cadang dan pemeliharaannya. Baru sedikit saja yang sudah bisa kita buat sendiri/tiru. Disisi lain, saat kita diajak dan dibukakan wawasan kita untuk melihat/meninjau fasilitas dan kemajuan teknologi Alutsista yang telah mampu dibuat/dikembangkan oleh negara yang relatif sudah lebih maju, dengan segala proteksi/keterbatasannya yang boleh dilihat, kita hanya mampu memperoleh info/data sebatas wacana kita untuk mengetahui fungsi atau kegunaannya, untuk mengetahui kemampuan, unjuk kerja atau Performance nya, yaitu sebagai bahan intelnik atau rencana pengadaan/pembelian produk yang kita tinjau industrinya tersebut. Penelusuran/survei teknologi terhadap barang-barang/komoditi militer (Alutsista) tersebut belum mencakup dan optimal memanfaatkan kompetensi para pakar/ilmuwan yang memiliki Basic pengetahuan dan teknologi yang proporsional/ sepadan untuk bagaimana meniru/cara-cara pembuatannya sebagai upaya mampu dirancang dan diproduksi sendiri di dalam negeri. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia sebagai Customer/User terhadap Alutsista atau sarana pertahanan negara yang dibeli dari luar negeri dan akan kita digunakan, sesungguhnya tidak boleh terjadi kesenjangan (Gap) yang terlalu jauh dengan kemampuan/penguasaan teknologi yang dimilki perancang/pembuat atau pabrikannya. Kondisi infrastruktur keilmuan untuk industri inilah sebenarnya yang harus mampu kita wujudkan. Sehingga kedepan paling tidak hanya dikarenakan finansial, investasi atau modal kerja untuk pembangunan industri militer yang relatif besar sajalah yang sekiranya akan menjadi kendala untuk kemandirian industri Alutsista yang akan kita buat sendiri.
Kita masih terus membeli Alutsista dari luar negeri, juga karena belum optimal memberdayakan industri dalam negeri dan belum mewajibkan untuk menggunakan produk dalam negeri. Walaupun memang mungkin pada kenyataannya industri dan produk dalam negeri sendiri relatif masih tertinggal dengan berbagai kekurangannya. Namun apabila ide, rancangan, R&D atauPro-to-type sampai produk kita sendiri tidak pernah dikembangkan dan diberdayakan, terlebih hanya karena belum mampu memenuhi tuntutan persyaratan pengguna (User) yang berkiblat/mengacu kepada standar kemampuan teknologi luar negeri yang relatif sudah lebih maju, maka sebenarnya produk dalam negeri akan sulit untuk terus mampu dikembangkan, direalisasikan bahkan ditingkatkan. Padahal logikanya pada saat terjadinya perang berlarut, kita hanya akan tergantung pada teknologi yang masih ada dan tertinggal di dalam negeri kita sendiri tersebut, dan sebenarnya Alutsista yang kita beli juga saat ini relatif akan menjadi tertinggal lagi dihadapkan dengan teknologi di dunia militer yang terus semakin maju dan canggih.
Harapan dari kendala yang dihadapi, khususnya untuk biaya/dukungan kebutuhan pembuatan desain dan pengembangan prototipe komoditi militer (Alutsista) yang akan dibuat di dalam negeri, sebaiknya menjadi tanggung jawab pemerintah (Dephan,TNI dan institusi terkait lainnya seperti Kemenegristek, BPPT, LIPI, Depkeu, Bappenas dan perusahaan/industri terpilih), yang disusun satu paket dengan rencana tahapan produksinya. Desain/rancangan produk tetap melalui suatu kajian, penelitian dan tahapan pengembangan (Pro-to-type/Type), yang untuk keputusan realisasi produk serinya dijamin pasarnya oleh pemerintah (Dephan/TNI, Depkeu, Bappenas) melalui persetujuan wakil-wakil rakyat di DPR, yang selanjutnya diimplementasikan melalui tahapan/kontrak produksi sejalan dengan pencapaian/peningkatan mutu dan kemajuan atau penerapan teknologinya yang terus dikembangkan. Hal ini juga tentunya akan menjadikan biaya penelitian pengembangan (R&D) yang dilakukan oleh seluruh pihak terkait atau stake holder lebih efektif dan fokus untuk prioritas Alutsista yang paling dibutuhkan oleh pengguna (User) dan terpilih untuk terus dapat dikembangkan, diproduksi dan ditingkatkan penguasaan teknologinya di dalam negeri sesuai kemampuan dan ketersediaan alokasi anggaran pemerintah.

Berbagai Alutsista yang telah dan belum mampu dibuat sendiri.
Berbagai Alutsista yang dibutuhkan TNI sebenarnya sudah dapat ditentukan untuk pemenuhan jenis, fungsi dan standar kaliber/kelasnya dihadapkan dengan doktrin pertahanannya yang harus mampu menjaga dan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara diatas wilayah teritorialnya yang sangat luas sebagai negara kepulauan dengan kepadatan penduduknya yang terkonsentrasi di sebagian wilayah pulau-pulau besarnya. Tuntutan untuk pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI juga berdasarkan atas perkembangan lingkungan strategis, dari perkiraan ancaman atau lawan yang mungkin dihadapi serta dari susunan tempurnya yang pada kenyataannya juga cenderung meniru/mengadopsi/mengikuti susunan tempur militer/tentara yang telah banyak diterapkan oleh negara-negara di dunia dengan berbagai modifikasinya, yaitu guna menyesuaikan dengan peralatan tempur yang mampu dimiliki atau sudah mampu dibuat di dalam negerinya sendiri atau karena adanya kerjasama dengan negara-negara sahabat, sekutu atau aliansinya. Adapun Alutsista TNI yang telah dan belum mampu dibuat sendiri untuk secara berangsur di desain dan diproduksi sendiri di dalam negeri pada periode 5 sampai dengan 30 tahun mendatang, antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Senjata berikut munisinya (termasuk alat bidik optik/optronik, alat-alat penginderaan/Sensory Radar maupun untuk kendali jejak otomatik dan penembakan elektroniknya/Automatic and Electronic Computer for Aiming, Tracking and Firing System kearah sasaran). Diprediksi dan diharapkan 10 sampai dengan 30 tahun mendatang, struktur dan infrastruktur industri untuk pembuatan keseluruhan sistem atau komponen-komponen utamanya telah siap untuk terus mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri, walaupun untuk percepatan pembangunannya juga dapat melalui kerjasama industri/ teknologi militer dengan negara sahabat.

1) Senjata Infanteri atau senjata aspek darat atau untuk perorangan dan untuk kelompok/satuan berikut munisinya dengan standar kaliber internasional dan/atau yang telah disepakati/ digunakan untuk TNI (AD,AL,AU), diharapkan sampai dengan 10 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri dengan atau tanpa melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat.

a) Pistol Kal 9 mm (menggunakan Munisi 9x19mm), digunakan untuk Perwira mulai Dan Ton sampai pimpinan tertinggi di TNI, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.

b) Senapan Kal 5,56 mm (menggunakan Munisi 5,56x45mm), digunakan untuk prajurit, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad : (1) Senapan serbu (Assault Rifle); (2) Karaben (Caraben), untuk Dan Ru; (3) Tipe Komando (Command), untuk para Komandan atau pasukan khusus penumpas (Raiders).

c) Senjata/Senapan Otomatis (SO) Kal 5,56 mm (menggunakan untaian Munisi 5,56x45mm dan perangkainya), untuk senjata kelompok, belum dibuat sendiri di dalam negeri.

d) Senapan Mesin Multi Guna (General Purpose Machine Gun, GPMG) Kal 7,62 mm (menggunakan untaian Munisi 7,62x51mm dan perangkainya), untuk berbagai kepentingan/ fungsi sebagai SO yang juga dapat dipasang pada Ranpur, pesawat udara atau kapal sebagai senjata utama, sebagai Penangkis serangan Udara (PSU) atau sebagai Co-Ax pada Kanon Ranpur/Kapal, belum dibuat sendiri di dalam negeri, baru riset untuk dikembangkan sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.

e) Senapan Mesin Ringan (SMR), Kal 7,62 mm, (menggunakan untaian Munisi 7,62x51mm dan perangkainya), belum dibuat sendiri di dalam negeri, baru modifikasi produk luar negeri oleh PT Pindad.

f) Senapan Mesin Sedang (SMS), Kal 7,62 mm, (menggunakan untaian Munisi 7,62x51mm dan perangkainya), belum dibuat sendiri di dalam negeri, baru modifikasi produk luar negeri oleh PT Pindad.

g) Senapan Mesin Berat (SMB), Kal 12,7 mm, (menggunakan untaian Munisi 12,7x99mm dan perangkainya) belum mampu dibuat sendiri.

h) Senapan Runduk (Sniper), Kal 7,62 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.

i) Senapan Runduk (Sniper), Kal 12,7 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.

j) Automatic Grenade Launcher (AGL), Kal 40 mm, belum mampu dibuat sendiri.

k) Senjata Pelontar Granat (SPG), Kal 40 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.

l) Grenade Rocket Launched (GRL), Kal 40 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.

m) Senjata Lawan Tank atau Rudal Anti Tank : (1) Senjata Tanpa Tolak Balik (STTB) Kal 108 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri; (2) Peluru Kendali (Rudal), Disposable Launcher, Rocket Propelled Grenade (RPG), belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

n) Mortir Komando Kal 60 mm, pembuatan oleh PT Pindad tidak berlanjut.

o) Mortir Long Range Kal 60 mm, pembuatan oleh PT Pindad tidak berlanjut.

p) Mortir Split Barrel Kal 81 mm, pembuatan oleh PT Pindad tidak berlanjut.

2) Senjata-senjata untuk satuan intelijen atau untuk pasukan khusus, diharapkan pada 5 sampai 10 tahun kedepan sepenuhnya sudah dibuat sendiri di dalam negeri.

a) Pistol untuk satuan Intelijen, alternatif Kal 7,62 mm, 9 mm, 11 mm atau .22 dengan panjang munisi khusus, belum dibuat sendiri di dalam negeri.

b) Senjata Khusus Para/Komando, alternatif Kal 5,56 mm, 7,62 mm atau 9 mm dengan panjang munisi khusus, belum dibuat sendiri di dalam negeri.

3) Senjata untuk satuan Artileri Medan (Armed), diprediksi dan diharapkan 20 sampai dengan 40 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri atau dibuat melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat. Selanjutnya guna kemudahan dukungan bekal munisinya, standar kaliber meriam untuk tembakan lengkung dan jarak jauh (Howitzer) untuk Armed TNI AD atau yang digunakan untuk Bantuan Tembakan Kapal (BTK) TNI AL, sebaiknya juga ada kesamaan-kesamaan untuk dapat alih tukar, terlebih bila akan dibuat di dalam negeri sendiri.
a) Mortir Kal 120 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
b) Meriam Howitzer (Tarik) Kal 76 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
c) Meriam Howitzer (Tarik) Kal 105 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
d) Meriam Howitzer (Tarik) Kal 155 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
e) Meriam Howitzer Gerak Sendiri/GS (Self Propelled) diatas Ranpur Kal 105 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

f) Meriam Howitzer Gerak Sendiri/GS (Self Propelled) diatas Ranpur Kal 155 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

g) Rocket Multi Launcher Kal 2,75 inchi, baik yang ditarik atau diangkut diatas kendaraan, untuk diatas Ranpur, Kapal atau pesawat, pernah dikembangkan dan tidak berlanjut untuk dibuat sendiri di dalam negeri.

h) Rudal (Cruise Missile) jarak pendek/menengah/jauh, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

4) Senjata untuk satuan Artileri Pertahanan Udara (Arhanud), dihadapkan dengan tingkat kesulitan pembuatan dan penguasaan teknologi/Know-How-nya, diprediksi dan diharapkan 20 sampai dengan 50 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri atau dibuat melalui kerjasama industri/ teknologi militer dengan negara sahabat. Kaliber senjata dan Rudal Arhanud TNI AD atau untuk penjagaan bandara udara oleh Paskhas TNI AU ataupun untuk digunakan diatas Kapal Perang TNI AL sebaiknya memiliki kesamaan-kesamaan guna kemudahan dukungan bekal munisinya terlebih bila direncanakan untuk pembuatannya di dalam negeri sendiri, seperti : a) Rudal, basic Manpack dengan sistem pengejar panas/Hit and Forget yang dapat dikembangkan lebih lanjut dengan dipasang sistem peluncurnya lengkap dengan Early Warning System/Surveillance Radar, Radar Tracking, komputer dan peralatan optronik pengendali untuk dengan cepat mengetahui, menjejak dan mengikuti sasaran guna otomatisasi penembakan serta akurasi perkenaannya; b) Meriam 20 mm atau 40 mm yang dilengkapi dengan Early Warning System/Surveillance Radar, Radar Tracking, komputer dan peralatan optronik pengendali untuk dengan cepat mengetahui, menjejak dan mengikuti sasaran guna otomatisasi penembakan serta akurasi perkenaannya; c) Early Warning System/Surveillance Radar, untuk jarak dekat guna satuan-satuan taktis yang bersifat mobil atau untuk jarak jangkau yang relatif jauh untuk penjagaan pantai dan untuk penjagaan wilayah serta untuk di atas kapal.

b. Kendaraan (untuk sistem mobil di darat). Diprediksi dan diharapkan 10 sampai dengan 40 tahun mendatang, struktur dan infrastruktur industri untuk pembuatan keseluruhan sistem atau komponen utamanya telah siap dan mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri dengan atau tanpa melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat, seperti untuk pembuatan dan pengembangan berbagai jenis kendaraan :

1) Kendaraan Taktis (Rantis), dirancang dan dibuat berdasarkan kelas/standar tonase/muatan yang dapat diangkut (Truck) untuk barang dan jumlah muatan personelnya, dengan sedikit modifikasi dapat dibuat untuk berbagai variannya seperti untuk Kendaraan Ambulance, Komunikasi Mobil (Komob), Recovery/Crane, untuk Kendaraan Logistik (Cargo Barang, Tanki Air atau BBM dan sebagainya), diprediksi dan diharapkan sampai dengan 30 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri. Standar klas/tonage kendaraan untuk TNI AD, TNI AL maupun TNI AU inipun diharapkan sama dengan sedikit modifikasi yang mungkin perlu disesuaikan untuk fungsi/kegunaannya. a) Rantis Tr ¼ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri; b) Rantis Tr ¾ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri ; c) Rantis Tr 1¼ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri; d) Rantis Tr 2½ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri; e) Rantis Tr 5 Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

2) Kendaraan tempur (Ranpur), dibedakan dalam rancangannya yang beroda ban (Wheeled Armoured Vehicles) dan yang menggunakan rantai (Tracked Armoured Vehicles) berikut sistem persenjataannya yang terus dapat dikembangkan, baik untuk Angkatan Darat guna Infanteri, Kavaleri, Artileri maupun Arhanud bahkan untuk satuan pendukungnya seperti untuk Satuan Pemeliharaan serta untuk Marinir (Kavaleri atau kedepan untuk Infanterinya); diprediksi dan diharapkan 30 sampai dengan 50 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

a) Ranpur Panser (Beroda Ban) 6×6 untuk Infanteri Mekanis atau untuk Kavaleri (Sersus/Reconnaisance), saat ini telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri, oleh PT Pindad.
b) Ranpur Panser (Beroda Ban) 8×8 untuk Infanteri Mekanis, belum pernah dibuat sendiri di dalam negeri.

c) Ranpur Panser (Beroda Ban) 4×4 untuk Kavaleri (Reconnaissance) atau Infanteri, sudah dikembangkan oleh PT SSE, PT DI dan saat ini telah dipesan Dephan kepada PT Pindad.

d) Ranpur Tank (Beroda Rantai) untuk Kavaleri dan/atau untuk Infanteri, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.

e) Ranpur Panser (Beroda Ban) 6×6 amphibi, untuk Marinir (Kavaleri atau Infanteri) belum ada sinyalemen untuk menggunakan produk dalam negeri, sementara PT Pindad juga baru akan mengembangkan tipe amphibiousnya.

f) Ranpur Panser (Beroda Ban) 8×8 amphibi, untuk Marinir (Kavaleri atau Infanteri), belum ada sinyalemen untuk menggunakan produk dalam negeri, sementara PT Pindad juga belum mengembangkan jenis 8×8 (amphibious).

g) Ranpur Panser (Beroda Ban) 6×6 atau 8×8 atau Ranpur Tank (Beroda Rantai), untuk Infantery Fighting Vehicles(IFV) guna Fight menghadapi Infanteri lawan yang juga Mobile, belum ada sinyalemen untuk pembentukan satuannya, sementara PT Pindad juga belum terpikirkan untuk rancangan/ desain model/tipe-tipenya, utamanya untuk kelengkapan sistem persenjataannya yang akan dipasang pada Ranpur tersebut.

h) Ranpur Tank (Beroda Rantai) Kelas Menengah dan Main Battle Tank (MBT) untuk Kavaleri, belum ada sinyalemen untuk pembentukan satuannya, sementara industri dalam negeri dan Dephan/TNI juga belum merencanakan untuk desain atau pengembangannya (Development).

3) Kendaraan Khusus (Ransus), dirancang dan dibuat untuk fungsi-fungsi Khusus atau kegunaannya yang spesifik, yang bukan merupakan varian/modifikasi standar Rantis; diprediksi dan diharapkan sampai dengan 30 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat/diassembling sendiri di dalam negeri, contoh :
a) Tank Transporter, untuk pengangkut Ranpur Tank, belum dibuat sendiri di dalam negeri.
b) Trailer Rumah Sakit Berjalan, untuk kemudahan gelar Rumah Sakit Lapangan yang bersifat Mobil, belum dibuat sendiri di dalam negeri.
c) Dump Truck dan kendaraan-kendaraan Berat lainnya untuk Satuan Zeni, sebagiannya telah dibuat/diassembling di dalam negeri dengan atau tanpa modifikasi dari Civilian Type.

4) Kendaraan Administrasi (Ranmin), dirancang dan dibuat untuk dukungan kegiatan administrasi di Homebase dan tidak digunakan untuk tugas-tugas taktis di lapangan atau operasi-operasi militer, walaupun bukan termasuk kelompok Alutsista diharapkan untuk pengadaannya tetap menggunakan produk dalam negeri, contoh :
a) Sedan untuk pejabat/petinggi militer, alternative menggunakan produk Civilian Type, namun belum ada ketentuan menggunakan produk/rancangan anak bangsa (buatan dalam negeri sendiri).
b) Bus antar jemput personel (AJP) untuk anggota militer, belum ada ketentuan menggunakan produk/buatan anak bangsa sendiri di dalam negeri, namun selama ini sudah menggunakan produk Civilian Type.
c. Kapal Laut, baik untuk Striking Force, Patrolling Force dan Supporting Force saat ini hampir keseluruhannya belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri (kecuali Fast Patrol Boat, LCU, dan jenis kapal pendukung lainnya). Diharapkan 20 sampai dengan 30 tahun mendatang pembangunan industri kapal perang, struktur dan infrastruktur industri untuk pembuatan (Manufacture) berbagai komponen utama atau sistemnya telah siap dan mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri dengan posisi tawar (Bargaining Position) yang lebih baik dan menjanjikan dalam kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat, baik untuk pembuatan, pengembangan atau penjualan berbagai jenis kapal perang seperti : 1) Destroyer, Fregat, Korvet (Klas 105/107 Meter); 2) Perusak Kawal Rudal (PKL); 3) Landing Platform Dock; 4) Landing Ship Tank (LST); 5) Landing Craft Utility (LCU); 6) Kapal Selam; 7) Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat); 8) Kapal-kapal pendukung lainnya seperti Tug Boat, Kapal Rumah Sakit,Hovercraft dan sebagainya.

d. Pesawat Terbang, hingga saat ini untuk keseluruhan kebutuhan pesawat tempur (baik untuk tempur strategis, tempur taktis dan angkut berat) belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri (kecuali pesawat angkut ringan CN235 dan Helikopter BO-105). Diprediksi dan diharapkan 10 sampai dengan 50 tahun pembangunan industri pesawat terbang termasuk struktur dan infrastruktur untuk pembuatan berbagai komponen utama atau sistemnya telah mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri dengan posisi tawar (Bargaining System) yang lebih baik dan menjanjikan dalam kerjasamanya dengan industri/teknologi militer negara sahabat, baik untuk jenis Sayap Tetap (Fix Wing) maupun Sayap Putar (Helikopter), seperti untuk : 1) Pesawat tempur strategis (memiliki kemampuan intai,pembom dan buru sergap); 2) Pesawat tempur taktis (memiliki kemampuan tempur udara/dog fight); 3) Pesawat Patroli ;4) Pesawat Latih; 5) Pesawat Angkut Ringan (sudah dapat dibuat sendiri) yang dapat dimodifikasi untuk berbagai fungsi/kegunaan seperti untuk Maritim Patrol/MPA dan sebagainya; 6) Pesawat Angkut Berat; 7) Pesawat Heli penyelamat (Combat SAR, sudah dapat dibuat sendiri) yang dapat dimodifikasi untuk berbagai fungsi/kegunaan seperti untuk Heli Angkut, Heli Serbu/Serang dan sebagainya; 8) Pesawat Tanpa Awak yang dapat digunakan untuk berbagai fungsi sepertiReconnaicance atau bahkan untuk satu sistem penyerangan/penghancuran terhadap pihak lawan.

d. Alat Komunikasi dan Elektronika; khususnya untuk Alkompur aspek darat yang juga dapat dikembangkan untuk aspek laut dan udara. Diprediksi dan diharapkan sampai dengan 10 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri atau dibuat melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat, seperti untuk :
1) Alat komunikasi (Alkom) Radio Frekuensi (Transceiver) standar militer yang dilengkapi dengan Freq Hopping dan Encryption System.
a) Radio HF/AM/SSB (0,5 – 30 MHz) dengan jarak jangkau yang relatif jauh, untuk Kiset, Yonset, Brigade Set. Alkom Tempur yang berbasis untuk mendukung taktik satuan (Manpack) ini juga dapat dikembangkan untuk sistem Mobile (pada Rantis/Ranpur atau Kapal Laut) atau Base Station, mulai dari 20 Watt, 40 Watt, 100 watt, 200 Watt atau sampai 400 Watt untuk Divisi Set sampai untuk antar benua dengan menggunakan Antena Menara/Broadband Antenna. PT LEN saat ini sudah mampu membuat dan mengembangkan Alkom Radio (Manpack Transceiver) HF/AM/SSB Frequensi Hopping (50 Hopping/Sec) untuk TNI.
b) Radio VHF/FM (30 – 88 MHz atau 108 – 150 MHz), untuk Tonset atau Kiset, Basic Manpack ini juga dapat dikembangkan untuk sistem Mobile (pada Rantis/Ranpur atau Kapal Laut). PT LEN saat ini sedang mengembangkan Alkom Radio (Manpack Transceiver) VHF/FM Frequensi Hopping (20 Hopping/Sec) untuk TNI.
c) Radio UHF/FM (150 – 2000 MHz) Hand Held, Mobile atau Base Station yang juga dapat dikembangkan untuk jarak-jarak jauh dengan dibantu Repeater. Industri dalam negeri saat ini belum mengembangkan untuk kebutuhan militer, khususnya untuk tipe Handheld.
d) Radio Multirol HF/VHF/UHF (20 – 200 MHz), untuk Tonset atau Kiset yang sekaligus juga umumnya digunakan untuk komunikasi jarak jauh atau antara pasukan di darat dengan pesawat (Ground To Air /GTA), Basic Manpack ini juga dapat dikembangkan untuk sistem Mobile (pada Rantis/ Ranpur). Industri dalam negeri saat ini belum mengembangkan untuk kebutuhan militer.
e) Radio HF/AM/SSB dan VHF/FM serta UHF untuk Air to Air yang digunakan pada pesawat udara. Industri dalam negeri saat ini belum mampu untuk membuat Alkom jenis ini yang utamanya harus tidak mengganggu dan tahan terhadap interferensi gelombang elektromgnetik yang dapat membahayakan sistem navigasi pada pesawat.
2) Alat Komunikasi dengan menggunakan Sistem Komunikasi Satelit (Siskomsat) TNI
3) Alat Komunikasi dengan jaringan kabel, serat optik dan selular yang terintegrasi dengan jaringan untuk pelayanan publik (Public Service Telecom Network)
e. Alat Perlengkapan Prajurit Perorangan untuk di lapangan/tempur, Perlengkapan Khusus dan Perlengkapan Satuan, baik untuk aspek darat, laut atau udara. Diprediksi dan diharapkan sampai dengan 10 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri atau terpenuhi melalui kerjasama dengan negara sahabat dengan posisi tawar yang benar-benar diharapkan saling menguntungkan, seperti :
1) Pakaian, sepatu dan Ransel untuk pembawa bekal, saat ini telah mampu di produksi di dalam negeri sendiri walaupun bahan bakunya sebagian besar masih harus impor, kecuali untuk pakaian-pakaian khusus untuk penerbang yang tahan api, untuk menyelam dan sebagainya yang belum dibuat sendiri di dalam negeri.
2) Helm Tempur dan Rompi yang tahan tembak peluru MKK, saat ini telah mulai dikembangkan di dalam negeri, namun tidak berlanjut, yang memang membutuhkan kesiapan industri untuk pembuatan/ investasi permesinannya guna tuntutan perolehan mutu dan performance produk yang kuat, baik dan representatif.
3) Alat-alat navigasi untuk kelengkapan tempur parajurit, seperti Global Positioning Station (GPS), Teropong Binocular, Kompas Tempur, NVG atau Alat Deteksi Panas Tubuh Manusia (untuk mendeteksi/mengetahui adanya lawan dikegelapan) dan sebagainya, saat ini belum dikembangkan di dalam negeri.

Konsekwensi dan Konsistensi untuk Percepatan Realisasi Kemandirian Alutsista.
a. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan sebagai penjuru depan (Leading Sector) bersama Institusi danStake Holder lainnya, mulai dari TNI selaku pengguna (User), Kemenegristek, Departemen Perindustrian, BUMN bahkan Bappenas dan Departemen Keuangan harus segera membuat komitmen untuk peta jalan (Road Map) dan rencana strategis (Grand Strategy) pencapaian kemandirian Alutsista, setidaknya untuk 5 sampai dengan 25 tahun kedepan, untuk berbagai target jenis komoditi/produk Alutsista yang akan dibuat sendiri di dalam negeri, sekaligus untuk rencana pembangunan industrinya yang akan digunakan/ditunjuk/ dimanfaatkan mulai dari pembuatan desain/rancang bangun, pembuatan Pro-to-Type sampai ke produksi/pabrikasinya (Manufacture/Assembling) berikut industri-industri pendukungnya (Out Sources) yang diharapkan mampu membuat berbagai komponen-komponen utama (Major Components) dari jenis Alutsista yang akan dibuat.
b. Institusi-institusi di internal Departemen Pertahanan sendiri harus siap dengan SDM nya yang memahami dan peduli (Concern) dengan tugasnya, kompeten, profesional dan memiliki moral serta dedikasi yang tinggi sesuai dengan kewenangan (Authority) yang dimilikinya. Dephan harus siap dengan cara-cara/sistem pengelolaan/manajemennya, dengan perangkat lunak, regulasi/aturan serta prosedurnya yang Acceptable untuk membina, membangun dan memberikan supervisi kepada Industri Nasional yang akan digunakan/ditunjuk/dimanfaatkan untuk pembuatan dan pengembangan berbagai komoditi/produk militer/sarana pertahanan negara atau (Alutsista) , yaitu :
1) Ditjen Ranahan Dephan dengan Direktorat Teknologi Industrinya (Dittekind) merupakan penjuru (Leading Sector) yang memiliki kewenangan mengkoordinir seluruh perwakilan Stake Holder atau Institusi Terkait untuk membuat peta jalan (Road Map) dan Rencana Besar Strategis (Grand Strategy) guna penentuan Alutsista yang akan dibuat sendiri di dalam negeri 5 sampai 25 tahun mendatang. Dittekind juga tidak bekerja sendiri untuk menjadikan/ menuntaskan rumusan Road Map dan Grand Strategy tersebut, namun tetap dibantu oleh Tim Indhan yang Independen (yang dibentuk Dirjen Ranahan Dephan untuk mewadahi seluruh perwakilan institusi terkait). Selanjutnya Dittekind menginventarisasi dan memberikan perijinan/persetujuan kepada industri atau konsultan yang akan digunakan/dimanfaatkan guna fokus percepatan pencapaian kemandirian Alutsista, seperti industri, badan hukum atau konsultan yang akan dijadikan partner/mitra kerja Institusi Litbang (Balitbang Dephan/Litbang Angkatan) dalam rangka mendesain, membuat prototype ataupun yang akan dijadikan mitra kerja Institusi Pengadaan (Ditada Ditjen Ranahan Dephan dan Dinas-Dinas/Institusi Pengadaan yang ada di TNI/Angkatan) sebagai industri Manufacture/ Assembling dan Trading dalam rangka produksi, pembelian atau pengadaan komoditi milliliter (Alutsista), khususnya yang akan dibuat sendiri di dalam negeri. Di jajaran Dephan/TNI sendiri, khususnya di internal Dephan, seperti Dittekin, Puslitbang Indhan, Ditada dan Ditkersin Ditjen Strahan dapat bekerjasama untuk memberikan rekomendasi, perijinan/persetujuan untuk pembuatan desain, prototype ataupun produk terpilih yang dibuat di dalam negeri, yang masih perlu/boleh di impor atau untuk kepentingan ekspor. Dittekin dengan dibantu Balitbang dan Ditkersin Ditjen Strahan juga memiliki kewenangan untuk membangun kerjasama teknologi/industri pertahanan/militer dengan negara-negara sahabat untuk lebih bisa meningkatkan kemampuan industri dalam negeri.
2) Selanjutnya guna independensi dan agar tidak terjadi keberpihakan (Take sides), Direktorat Standarisasi dan Kelaikan (Ditstandlaik) Ditjen Ranahan Dephan mengkoordinir Tim Kelaikan Dephan yang Independen melaksanakan verifikasi dan sertifikasi untuk akreditasi industri pertahanan/industri militer sesuai kemampuan/kualifikasinya, terlebih bagi industri/perusahaan yang akan digunakan/ditunjuk/dimanfaatkan untuk pembuatan produk-produk/komoditi militer di dalam negeri. Ditstandlaik juga melakukan sertifikasi kelaikan produk/komoditi untuk militer mulai dari desain, rancangbangun atau prototype/typenya sampai dengan produk serinya, termasuk untuk produk-produk yang dibeli dari luar negeri. Ditstandlaik mengkoordinir untuk pengesahan seluruh standar produk teknologi yang akan dijadikan/digunakan untuk kepentingan militer Indonesia, seperti untuk rancangan/desain sistem kerja pada berbagai fungsi produk komoditi militer, standar proses atau prosedur untuk penentuan persyaratan/spesifikasi teknis dalam rangka rekuisisi/ pengadaan atau penerimaannya, mulai dari dimensional, kandungan bahan, unjuk kerja atau Performance sampai dengan pengujian, pengukuran dan analisisnya. Sedangkan untuk proses akreditasi kemampuan industri pertahanan, antara lain dilakukan melalui verifikasi struktur organisasinya yang telah eksis atau akan dibangun, seperti dari kesiapan/adanya sumberdaya manusianya dengan berbagai sertifikat keahliannya, dari infrastruktur keberadaan fasilitas sarana dan prasarana industri yang dimiliki, dari kondisi dan kodusifitas lingkungan kerja dan sistem manajemen mutunya dalam rangka kompetensinya menangani produk/komoditi militer atau Alutsista yang ditekuni dan dapat dihandalkan dari berbagai kemampuannya seperti :
a) Kemampuan Desain (Design)
b) Kemampuan mewujudkan desain menjadi Pto-To-Type/Type (Developing).
c) Kemampuan memproduksi dan merakit secara massal (Manufacturing/assembling serial productions).
d) Kemampuan di bidang penjualan (Trading).
e) Kemampuan pelayanan purna jual dan penyediaan suku cadang (After Sales Service) serta pendidikan (Training) untuk penguasaan penggunaan produk-produk militer.
f) Kemampuan di bidang pelayanan pemeliharaan dan perbaikan serta peningkatan kemampuan/unjuk kerja (Performance) dan fitur produk. (Service, Maintenance and Upgrading/Modification).
g) Kemampuan memberikan dukungan logistik yang terintegrasi/terpadu dengan kegiatan pengguna (User) produknya (Integrated Logistic Support/ILS).
3) Adapun Balitbang Dephan berperan sebagai supervisi Litbang Angkatan dan sebagai Leading Sectoruntuk :
a) Pembuatan dan pengembangan desain/rancang bangun dan Pro-to-type/Type Alutsista/sarana pertahanan yang akan dibuat di dalam negeri.
b) Bersama Litbang Angkatan mengembangkan rancang bangun proses-proses modifikasi (Upgrading) sampai dengan Pro-to-type/Type untuk produk Alutsista/sarana pertahanan yang sudah dipakai/usang guna meningkatkan unjuk kerja (Performance) atau penambahan fitur-fitur (Feature) kemampuan lainnya.
c) Merumuskan standar teknologi, produk atau proses yang telah mampu dicapai oleh industri di dalam negeri untuk digunakan sebagai acuan rekuisisi pengadaan/pembelian produk-produk militer, dengan rekomendasi untuk tahapan pencapaian sasaran yang diharapkan lebih berpihak untuk menghidupkan dan mengembangkan industri militer di dalam negeri sendiri.
d) Mengkoordinir untuk penentuan komoditi militer/Alutsista terpilih, penting dan mendesak (Urgent) yang akan diteliti dan dikembangkan sampai dengan siap untuk diproduksi sesuai skala prioritas guna pemenuhan kebutuhan User/TNI, namun juga dipastikan teknologi dan Know-how nya mampu dikuasai dan diterapkan oleh ndustri di dalam negeri.
Disamping memberikan dukungan untuk terealisasinya desain/ rancang bangun hingga terwujudnya pembuatan/pengembangan (Developing) Pro-to-type/Type Alutsista/sarana pertahanan yang terpilih, prioritas dan mendesak untuk jangka pendek tahunan atau lima tahunan, Balitbang Dephan juga memfokuskan berbagai kegiatan Litbang komoditi militer yang perlu terus diwadahi/diakomodasi untuk pencapaian hasil jangka panjangnya hingga 25 tahunan, dengan mengefektifkan dan meningkatkan kemampuan industri militer/industri pertahanan, lembaga-lembaga pendidikan ataupun laboratorium terkait lainnya yang berpartisipasi dan diharapkan turut membantu penelitian dan pengembangan (R&D) Alutsista/sarana pertahanan.
Selanjutnya untuk pembuatan desain/rancang bangun hingga Pro-to-type/type Alutsista/sarana pertahanan tersebut diharapkan satu paket untuk pemesanan produk serinya yang dijamin pasarnya (dibeli) oleh pemerintah untuk terus dapat dikembangkan (improved) oleh pabrikan dalam tahapan-tahapan kontrak pengadaannya dari pemerintah (Dephan/TNI).
4) Ditjen Renhan sebagai Leading Sector dalam perencanaan anggaran Dephan/TNI untuk pencapaian kemandirian Alutsista/sarana pertahanan yang telah diformulasikan dan dituangan dalam Peta Jalan (Road Map) dan Grand Strategy mengkoordinasikan guna perolehan alokasi dukungan biaya pemerintah melalui perencanaan program kerja dan anggaran tahunan, lima tahunan sampai 25 tahunan, baik untuk pembuatan desain/rancang bangun atau prototype/type Alutsista/sarana pertahanan yang akan dilaksanakan/ dikoordinasikan oleh Balitbang Dephan dan Litbang Angkatan sampai dengan paket-paket untuk pengadaan/pembelian produk serinya yang akan direalisasi dan dieksekusi menjadi kontrak-kontrak jual beli oleh Direktorat Pengadaan (Ditada) Ditjen Ranahan Dephan dan Dinas-dinas/Institusi Pengadaan yang ada di TNI/Angkatan.
5) Institusi lain di luar Dephan/TNI, seperti Kemenegristek, BPPT, LIPI atau BUMN terkait dengan program dan anggaran tahunan, lima tahunan atau dua puluh lima tahunannya diharapkan dapat focus untuk membantu/mendukung pembuartan rancang bangun sampai dengan Pro-to-type Alutsista/sarana pertahanan terpilih dan prioritas, yang telah diformulasikan dan dituangkan dalam Road Map dan Rencana Besar Strategis menuju kemandirian Alutsista. Dukungan tersebut diharapkan dapat mempercepat penguasaan teknologi (hulu sampai dengan hilir) yang dibutuhkan, baik yang sudah dianggap maju (Advance) hingga yang canggih (Sophisticate) untuk :
a) Sistem senjata/penembakan berikut munisinya.
b) Sistem platform/pembawa senjata matra darat, laut dan udara termasuk sistem proteksi dan pendukungnya (kendaraan, kapal laut dan pesawat).
c) Sistem komunikasi (RF, sonar, kabel/serat optik, selular atau Siskomsat).
d) Sistem deteksi (Surveillance Radar), navigasi dan kendali senjata (Tracking Radar & Computation System) termasuk sistem manajemen informasi untuk komando pengendalian pertempuran.
e) Sampai dengan berbagai penguasaan teknologi untuk kebutuhan bekal-bekal dan peralatan yang akan digunakan oleh prajurit atau satuan tempurnya yang lebih besar lagi, termasuk untuk alat peralatan keamanan (Security) lainnya.
6) Sedangkan dukungan dari Institutsi/lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas diharapkan dengan kurikulum dan program-program penelitiannya, sebaiknya ada yang dialokasikan/ diprogramkan khusus untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan program-program pengembangan (R&D) Alutsista yang telah dituangkan dalam Road Map dan Rencana Besar Strategis menuju kemandirian Alutsista/sarana pertahanan dengan berbagai target pencapaiannya untuk 5 sampai 25 tahun kedepan. Sasarannya dapat untuk membantu/mendukung pembuartan rancang bangun sampai dengan Pro-to-type Alutsista/sarana pertahanan terpilih/ prioritas atau untuk mempercepat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan (hulu sampai dengan hilir), mulai dari yang relatif sudah maju (Advance) hingga yang canggih (Sophisticate).

Kesimpulan.
a. Perlunya komitmen seluruh stake holder/bangsa untuk tercapainya Kemandirian Alutsista/sarana pertahanan, yang sinkron dengan tujuan yang lebih besar/luas lagi guna tercapainya Kemandirian Bangsa, yang bukan hanya mimpi, namun juga dituntut harus berbuat, dilakukan dengan konsisten dan konsekwen dalam mewujudkan/merealisasikannya.
b. Perlunya peta jalan (Road Map) dan Rencana Besar Strategis (Grand Strategy) untuk pemenuhan Alutsista TNI serta untuk pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang banyak, bangsa atau dunia dari hasil karya anak bangsa sendiri, dari hasil desain/rancang bangun anak bangsa Indonesia sendiri, dari hasil produksi dan budidaya bangsa sendiri yang harus terus bisa menjadikan bangsa Indonesia unggul, tangguh dan sejahtera, mampu hidup sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang relatif sudah lebih dahulu maju/sangat maju di tengah-tengah persaingan dunia/ global.
c. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan sebagai Leading Sector bersama seluruh Stake Holder/Institusi terkait segera membuat peta jalan (Road Map) dan rencana strategis (Grand Strategy) untuk pencapaian kemandirian Alutsista, untuk target dan sasaran berbagai produk Alutsista yang akan dibuat sendiri di dalam negeri pada periode 5 sampai dengan 25 tahun kedepan, sekaligus untuk rencana pembangunan/pemanfaatan industrinya, mulai untuk pembuatan desain/rancang bangunnya, untuk pembuatan Pro-to-Type/Typenya sampai dengan produk seri/massalnya pada suatu industri Manufacture berikut untuk industri-industri pendukungnya (Out Sources) yang diharapkan mampu membuat berbagai komponen-komponen utama (Major Components) dari jenis Alutsista yang akan dibuat.
d. Walaupun pada kenyataannya kedepan tidak mungkin seluruh aspek, bidang atau sektor kehidupan dapat diwujudkan sebagaimana hakekat kemandirian bangsa, namun setidaknya semua hal penting yang terus dapat menjadikan bangsa Indonesia unggul, tangguh dan sejahtera, mampu hidup sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya di tengah-tengah persaingan global, sebaiknya bisa diraih secara simultan sesuai peta jalan (Road Map) dan Rencana Besar Strategis menuju kemandirian Alutsista atau bangsa.
Oleh : Brigjen TNI Ir. Agus Suyarso ( Tim Litbang Kemenhan, tahun 2009) Post by Jalo 11/04/2014

Kamis, 10 April 2014

Lintasi Wilayah Indonesia, Pesawat Asing Disergap TNI AU


Sebuah pesawat asing yang memasuki wilayah Indonesia disergap TNI AU setelah diikuti dari Banda Aceh. Pilot pesawat dipaksa mendarat di Lanud Suwondo, Medan setelah terbang tanpa izin di wilayah udara Meulaboh, Aceh.

Sulap Menyulap Heli AKS

Beberapa waktu lalu, kita para penggemar militer disuguhkan atraksi dari korps penerbang Angkatan Laut, yaitu berupa demonstrasi heli Anti Kapal Selam. Heli yang ditampilkan pun saat itu terbilang kinyis-kinyis. Sekilas, yang terlihat adalah Helikopter Panther yang memang diperuntukan untuk aksi anti kapal selam.

(all photo: plastidip-id.com)

Kemunculan heli "panther" itu tentu mengejutkan. ARC yang mencoba mengkonfirmasi ke PT.DI tidak mendapat jawaban memuaskan. Walau sebenarnya pada saat itu ARC telah mendapatkan informasi mengenai jenis sesungguhnya heli tersebut, namun tetap saja ada keraguan.  

Plastidip sendiri adalah "removable rubberised paint" yang dapat diapplikasikan untuk berbagai materi seperti plastik, besi, kayu, dll. Yang membuat produk ini menjadi unik adalah lapisan cat yang diapplikasikan akan berubah menjadi lapisan karet (rubberised). Lapisan ini dapat dengan mudah dihilangkan. Pengguna hanya perlu mengkupas bagian yang tidak diinginkan dengan mudah. Tidak lengket, tidak perlu susah payah membersihkan dan yang terutama tidak merusak lapisan dasar dimana cat tersebut diapplikasikan.

Nah, entah apa motivasi TNI-AL sendiri? kami tidak dapat memastikan. Mungkin saja TNI-AL sudah sangat ingin memiliki heli AKS sehingga terpaksa melakukan "modifikasi" heli pinjaman. Semoga saja nantinya heli AKS sesungguhnya bisa cepat dimiliki oleh TNI-AL.

ARC.