Ketenaran Komando Pasukan Katak (Kopaska) kembali mencuat menyusul
ledakan di gudang amunisi miliknya di Pondok Dayung, Tanjung Priok,
Jakarta Utara, meledak. Salah satu pasukan elite TNI AL yang dibentuk
tahun 1962 ini telah menjalankan banyak misi di dalam dan luar negeri.
Salah satu operasi yang dijalankan Kopaska adalah misi Merah Putih untuk membebaskan ABK MV Sinar Kudus dari pembajak Somalia pada Maret-Mei 2011. Kopaska bergabung dalam pasukan khusus yang ditugaskan oleh Presiden SBY bersama dengan Marinir dan Kopassus.
Pembajakan MV Sinar Kudus, kapal milik PT Samudra Indonesia, terjadi di perairan Somalia pada 16 Maret 2011. Kapal itu dibajak perompak Somalia untuk digunakan sebagai kapal induk pembajak yang beroperasi ke utara sampai Teluk Oman.
Seusai menerima laporan tentang kejadian tersebut, Presiden SBY memberikan perintah langsung pembebasan pada tanggal 18 Maret 2011. Usai rapat di Kemenko Polhukam, pada pukul 19.00 disampaikan tiga tindakan. Tindakan tersebut adalah membebaskan kapal dengan operasi khusus bila kapal Sinar Kudus di tengah laut, menyiapkan rencana cadangan bila kapal telah turun jangkar di wilayah Somalia dengan mempelajari perkembangan, serta mengirimkan 2 kapal fregat dan pasukan khusus.
Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono kemudian menerima persetujuan dari Presiden tentang kekuatan yang akan diturunkan yaitu 2 kapal fregat, 1 helikopter, serta pasukan khusus dari Marinir, Kopassus, dan Kopaska.
Pasukan lalu tiba di Somalia melalui Kolombo secara bertahap. Informasi terakhir kala itu adalah MV Sinar Kudus telah turun jangkar di perairan Somalia. Namun ada kemungkinan masih digunakan sebagai kapal induk pembajak.
Pada tanggal 4 April 2011, pasukan menerima info bahwa MV Sinar Kudus tak sendiri namun ada 8 kapal negara lain yang dibajak. Nasib ABK tidak diketahui secara jelas karena mereka sering dipindah dan jumlahnya di kapal berubah-ubah. Pasukan mengawasi lewat helikopter dan terlihat bahwa setiap kapal dijaga oleh pembajak. Ada 15-20 kelompok perompak yang terorganisir dan tak ada akses langsung untuk melaporkan perkembangan setiap saat.
Negosiasi pada 13 April 2011 mendapat titik terang yaitu penyesesuaian tebusan dengan tindakan. Para ABK dijamin selamat dan setelah pembebasan akan dilakukan tindakan militer. Namun para perompak itu ternyata tak semudah itu melepaskan para ABK. Pada tanggal 28 April 2011 para perompak menaikkan nilai tebusan.
Pengawasan oleh semua elemen pasukan termasuk Kopaska terus dilakukan. Pengantaran uang tebusan akhirnya dilakukan pada tanggal 30 April 2011 menggunakan pesawat dispanser. Tebusan dibawa ke MV Sinar Kudus untuk dicek asli atau tidak. Lalu dibagi ke perompak, investor, tokoh informal 10 persen, dan penjaga 10 persen. Perhitungan dilakukan di kapal selama 20 jam hingga malam. Berdasar informasi seorang pembajak kepada Reuters, uang tebusan dengan mata uang dollar itu itu jika dirupiahkan senilai Rp38,7 miliar.
Paginya, perompak turun dari MV Sinar Kudus. Setelah tidak ada lagi perompak, baru dilakukan aksi tindakan militer pengamanan untuk melakukan pengejaran perompak. Karena perompak tahu tindakan itu, perompak ikut menyerang. Akhirnya baku tembak pun tak terelakkan.
Salah satu operasi yang dijalankan Kopaska adalah misi Merah Putih untuk membebaskan ABK MV Sinar Kudus dari pembajak Somalia pada Maret-Mei 2011. Kopaska bergabung dalam pasukan khusus yang ditugaskan oleh Presiden SBY bersama dengan Marinir dan Kopassus.
Pembajakan MV Sinar Kudus, kapal milik PT Samudra Indonesia, terjadi di perairan Somalia pada 16 Maret 2011. Kapal itu dibajak perompak Somalia untuk digunakan sebagai kapal induk pembajak yang beroperasi ke utara sampai Teluk Oman.
Seusai menerima laporan tentang kejadian tersebut, Presiden SBY memberikan perintah langsung pembebasan pada tanggal 18 Maret 2011. Usai rapat di Kemenko Polhukam, pada pukul 19.00 disampaikan tiga tindakan. Tindakan tersebut adalah membebaskan kapal dengan operasi khusus bila kapal Sinar Kudus di tengah laut, menyiapkan rencana cadangan bila kapal telah turun jangkar di wilayah Somalia dengan mempelajari perkembangan, serta mengirimkan 2 kapal fregat dan pasukan khusus.
Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono kemudian menerima persetujuan dari Presiden tentang kekuatan yang akan diturunkan yaitu 2 kapal fregat, 1 helikopter, serta pasukan khusus dari Marinir, Kopassus, dan Kopaska.
Pasukan lalu tiba di Somalia melalui Kolombo secara bertahap. Informasi terakhir kala itu adalah MV Sinar Kudus telah turun jangkar di perairan Somalia. Namun ada kemungkinan masih digunakan sebagai kapal induk pembajak.
Pada tanggal 4 April 2011, pasukan menerima info bahwa MV Sinar Kudus tak sendiri namun ada 8 kapal negara lain yang dibajak. Nasib ABK tidak diketahui secara jelas karena mereka sering dipindah dan jumlahnya di kapal berubah-ubah. Pasukan mengawasi lewat helikopter dan terlihat bahwa setiap kapal dijaga oleh pembajak. Ada 15-20 kelompok perompak yang terorganisir dan tak ada akses langsung untuk melaporkan perkembangan setiap saat.
Negosiasi pada 13 April 2011 mendapat titik terang yaitu penyesesuaian tebusan dengan tindakan. Para ABK dijamin selamat dan setelah pembebasan akan dilakukan tindakan militer. Namun para perompak itu ternyata tak semudah itu melepaskan para ABK. Pada tanggal 28 April 2011 para perompak menaikkan nilai tebusan.
Pengawasan oleh semua elemen pasukan termasuk Kopaska terus dilakukan. Pengantaran uang tebusan akhirnya dilakukan pada tanggal 30 April 2011 menggunakan pesawat dispanser. Tebusan dibawa ke MV Sinar Kudus untuk dicek asli atau tidak. Lalu dibagi ke perompak, investor, tokoh informal 10 persen, dan penjaga 10 persen. Perhitungan dilakukan di kapal selama 20 jam hingga malam. Berdasar informasi seorang pembajak kepada Reuters, uang tebusan dengan mata uang dollar itu itu jika dirupiahkan senilai Rp38,7 miliar.
Paginya, perompak turun dari MV Sinar Kudus. Setelah tidak ada lagi perompak, baru dilakukan aksi tindakan militer pengamanan untuk melakukan pengejaran perompak. Karena perompak tahu tindakan itu, perompak ikut menyerang. Akhirnya baku tembak pun tak terelakkan.
Empat perompak yang terkena tembakan lalu jatuh ke laut. Mayat mereka
tidak ditemukan dan hanya speedboatnya yang berhasil dibawa ke
Indonesia. Setelah itu, TNI mengecek keamaan MV Sinar Kudus dan
sterilisasi perompak dan bahan peledak. Setelah diketahui aman, kapal
dibawa ke Oman dikawal dengan 2 fregat.
Operasi Lain
Selain di Somalia, Kopaska juga menyukseskan operasi meringkus sindikat perompak di perairan sebelah timur pulau Sumatera bagian utara. Seperti dikutip dari website TNI.mil.id, Satuan Pasukan Katak (Satpaska) Armabar bekerja sama dengan satuan gabungan Spam Mabes TNI Angkatan Laut dan Lantamal I Belawan meringkus 6 tersangka pada Juli 2006.
Para perompak tersebut sering menggunakan senjata api laras panjang dan pelontar granat dalam aksinya dan sering menyamar menjadi nelayan dari kapal ke kapal. Peringkusan sindikat terorganisasi itu sendiri berawal dari adanya perompakan KM Ulandari. Mereka kemudian menyandera nakhoda kapal dan meninggalkan kapal beserta ABK-nya. Keesokan harinya, mereka ditemukan oleh aparat TNI Angkatan Laut. Para perompak kemudian meminta tebusan kepada pemilik kapal sebesar Rp 400 juta.
Dari hasil penyidikan dan penyelidikan, para perompak terus berusaha meminta paksa uang tebusan sehingga disepakati untuk membayar Rp 15 juta. Pembayaran uang tebusan dilakukan melalui transfer di Bank Mandiri cabang Lhokseumawe, NAD. Pada saat itu, salah seorang tersangka perompak diringkus. Tersangka lainnya berhasil ikut diringkus dalam beberapa hari berikutnya.
Kopaska juga menjadi bagian dari tim pencari KM Senopati Nusantara yang hilang pada Januari 2007. Seperti dikutip dari website TNI, saat itu TNI AL mengerahkan pasukan elite dari Komando Pasukan Katak (Kopaska) dan penyelam untuk mencari keberadaan KM Senopati Nusantara karena di lokasi yang diduga tempat karamnya kapal itu penuh dengan ranjau sisa perang dunia.
"Sinyal yang ditangkap kapal TNI AL ada di atas Lasem hingga Rembang, Jateng. Karena disitu banyak ranjau, maka perlu kehati-hatian dengan melibatkan pasukan khusus," kata Kadispen Koarmatim, Letkol laut (KH) Drs Toni di Surabaya, Selasa (9/1/2007).
Ia mengemukakan, sebanyak 12 anggota Kopaska, enam penyelam dan empat personel dari Dinas Hidros dan Oceanografi TNI AL itu, dibawa KRI Untung Suropati dari Surabaya menuju lokasi. Mereka menyelam secara manual.
Kopaska juga terlibat berbagai misi PBB di Irak, Darfur, Kongo, dan Libanon, serta perburuan perompak di berbagai wilayah di Indonesia. Pasukan berseragam merah marun ini juga melakukan pengamanan di blok Ambalat dan objek vital lainnya.
Pembentukan
Dikutip dari Wikipedia, Komando Pasukan Katak diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 31 Maret 1962 oleh Presiden Soekarno untuk mendukung kampanye militer di Irian Jaya. Tugas utama Kopaska adalah untuk menyerbu kapal dan pangkalan musuh, menghancurkan instalasi bawah air, serta penyiapan perebutan pantai dan operasi pendaratan kekuatan amfibi.
Kopaska terbagi menjadi dua satuan komando yaitu Armada Barat di Jakarta dan Armada Timur di Surabaya. Masing-masing satuan komando memiliki 6 detasemen.
Dalam menjalankan tugas operasi amfibi, pasukan yang memiliki motto Tan Hana Wighna Tan Sirna (Tidak Ada Rintangan yang Tak Dapat Diatasi) ini harus melakukan pengintaian pantai, pengintaian pos, sterilisasi pantai, serta observasi selancar.
Kopaska juga memiliki tugas khusus anti sabotase, pengiriman agen rahasia, serta save and rescue. Jika tidak bertugas dalam suatu operasi, tim Detasemen Paska dapat ditugaskan menjadi pengawal pribadi VIP seperti Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.
Detiknews.
Operasi Lain
Selain di Somalia, Kopaska juga menyukseskan operasi meringkus sindikat perompak di perairan sebelah timur pulau Sumatera bagian utara. Seperti dikutip dari website TNI.mil.id, Satuan Pasukan Katak (Satpaska) Armabar bekerja sama dengan satuan gabungan Spam Mabes TNI Angkatan Laut dan Lantamal I Belawan meringkus 6 tersangka pada Juli 2006.
Para perompak tersebut sering menggunakan senjata api laras panjang dan pelontar granat dalam aksinya dan sering menyamar menjadi nelayan dari kapal ke kapal. Peringkusan sindikat terorganisasi itu sendiri berawal dari adanya perompakan KM Ulandari. Mereka kemudian menyandera nakhoda kapal dan meninggalkan kapal beserta ABK-nya. Keesokan harinya, mereka ditemukan oleh aparat TNI Angkatan Laut. Para perompak kemudian meminta tebusan kepada pemilik kapal sebesar Rp 400 juta.
Dari hasil penyidikan dan penyelidikan, para perompak terus berusaha meminta paksa uang tebusan sehingga disepakati untuk membayar Rp 15 juta. Pembayaran uang tebusan dilakukan melalui transfer di Bank Mandiri cabang Lhokseumawe, NAD. Pada saat itu, salah seorang tersangka perompak diringkus. Tersangka lainnya berhasil ikut diringkus dalam beberapa hari berikutnya.
Kopaska juga menjadi bagian dari tim pencari KM Senopati Nusantara yang hilang pada Januari 2007. Seperti dikutip dari website TNI, saat itu TNI AL mengerahkan pasukan elite dari Komando Pasukan Katak (Kopaska) dan penyelam untuk mencari keberadaan KM Senopati Nusantara karena di lokasi yang diduga tempat karamnya kapal itu penuh dengan ranjau sisa perang dunia.
"Sinyal yang ditangkap kapal TNI AL ada di atas Lasem hingga Rembang, Jateng. Karena disitu banyak ranjau, maka perlu kehati-hatian dengan melibatkan pasukan khusus," kata Kadispen Koarmatim, Letkol laut (KH) Drs Toni di Surabaya, Selasa (9/1/2007).
Ia mengemukakan, sebanyak 12 anggota Kopaska, enam penyelam dan empat personel dari Dinas Hidros dan Oceanografi TNI AL itu, dibawa KRI Untung Suropati dari Surabaya menuju lokasi. Mereka menyelam secara manual.
Kopaska juga terlibat berbagai misi PBB di Irak, Darfur, Kongo, dan Libanon, serta perburuan perompak di berbagai wilayah di Indonesia. Pasukan berseragam merah marun ini juga melakukan pengamanan di blok Ambalat dan objek vital lainnya.
Pembentukan
Dikutip dari Wikipedia, Komando Pasukan Katak diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 31 Maret 1962 oleh Presiden Soekarno untuk mendukung kampanye militer di Irian Jaya. Tugas utama Kopaska adalah untuk menyerbu kapal dan pangkalan musuh, menghancurkan instalasi bawah air, serta penyiapan perebutan pantai dan operasi pendaratan kekuatan amfibi.
Kopaska terbagi menjadi dua satuan komando yaitu Armada Barat di Jakarta dan Armada Timur di Surabaya. Masing-masing satuan komando memiliki 6 detasemen.
Dalam menjalankan tugas operasi amfibi, pasukan yang memiliki motto Tan Hana Wighna Tan Sirna (Tidak Ada Rintangan yang Tak Dapat Diatasi) ini harus melakukan pengintaian pantai, pengintaian pos, sterilisasi pantai, serta observasi selancar.
Kopaska juga memiliki tugas khusus anti sabotase, pengiriman agen rahasia, serta save and rescue. Jika tidak bertugas dalam suatu operasi, tim Detasemen Paska dapat ditugaskan menjadi pengawal pribadi VIP seperti Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.
Detiknews.