Stasiun Radio PHB AURI PC-2 yang berada di Playen memiliki
peran strategis dalam catatan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia.
Melalui stasiun radio AURI itu, nota-nota dan radiogram berita-berita
tentang perjuangan bangsa Indonesia, terutama radiogram Serangan Umum 1
Maret 1949 yang dikenal dengan “Enam Jam di Yogya” sampai ke perwakilan
RI di New Delhi dan diterima PBB. Hasilnya Yogyakarta diserahkan kembali
kepada Pemerintah RI.
Kurang lebih 37 km arah selatan kota Yogyakarta, tepatnya di Desa
Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta terdapat sebuah monumen bersejarah yang memiliki
catatan penting dalam perjuangan bangsa Indonesia pasca Kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Monumen tersebut kini dikenal dengan
nama Monumen Stasiun Radio PHB AURI PC-2 Playen. Monumen ini dibangun
pada tahun 1982 oleh Yayasan 19 Desember 1948, dan diresmikan pada 10
Juli 1984 oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX.
Keberadaan dan aktivitas Stasiun Radio PHB AURI PC-2 Playen dimulai
pada awal Januari 1949, ketika Opsir Udara III Boedihardjo dibantu Basir
Surya dan Sersan Udara Soeroso, masing-masing Komandan dan Kepala
Bagian PHB Pangkalan Udara Gading, Wonosari membangun sebuah stasiun
radio rahasia di Dusun Banaran, Kecamatan Playen. Tipe radio pemancar
yang dipakai saat itu adalah People Cooperation, dengan callsign PC-2.
Pada awalnya radio PHB AURI ini ditempatkan di Desa Bandung yang
letaknya berdekatan dengan Pangkalan Udara Gading, Wonosari. Setelah
Kota Yogyakarta diduduki Belanda, seiring dengan kegiatan pergerakan
politik, militer, dan komunikasi dalam perjuangan, peralatan PHB AURI
ini kemudian dipindahkan ke Desa Banaran, Playen, Wonosari Gunungkidul.
Pemilihan lokasi didapat berkat jasa SU Soeroso, yang pada waktu itu
menjabat sebagai Kepala Bagian PHB Pangkalan Udara Gading. Stasiun ini
berkedudukan di rumah Ibu Prawirosetomo yang memiliki anak bernama
Martono dan seorang gadis yang membantu para gerilyawan dalam
menyelamatkan peralatan radio peninggalan Jepang ini dari serangan
Belanda.
Di tempat baru ini instalasi radio disesuaikan dengan kondisi
setempat. Pembangkit listriknya disembunyikan di sebuah tungku tanah dan
ditutupi kayu bakar, sedangkan antenanya dibentangkan antara dua batang
pohon kelapa dan dipasang hanya pada malam hari saat akan melakukan
siaran. Pada pagi hari perlengkapan tersebut disembunyikan, sehingga
aktivitas siaran ini tidak diketahui Belanda. Pemancar dan penerimanya
diletakkan di dalam dapur dekat kandang sapi milik Prawirosoetomo.
Pembangkit listriknya disembunyikan di sebuah lubang dalam tanah dan
ditutupi kayu bakar. Kamuflase yang dilakukan pada saat itu dianggap
sudah mencukupi, dan yang paling mendukung aktivitas tersebut adalah
kekompakan penduduk setempat dalam menyimpan rahasia keberadaan PHB AURI
Playen selama Yogyakarta diduduki Belanda.
Kekompakan dan dukungan penduduk setempat dirasa sangat membantu
tugas penyiaran dalam merahasiakan keberadaan Stasiun Radio PHB AURI
PC-2 Playen. Terutama istri Pawirosetomo dan kedua anaknya, yang selalu
membantu para pejuang/gerilyawan. Kegiatan yang dilakukan adalah
melaksanakan pertukaran informasi tentang berbagai kegiatan pejuang di
Jawa maupun di Sumatera serta menyiarkan keberhasilan perjuangan ke luar
negeri. Nota-nota yang sifatnya rahasia, pengirimannya disalin dengan
huruf sandi. Dengan demikian, aktivitas perhubungan radio dapat
berlangsung secara aman dan lancar.
Aktivitas dan peranan radio AURI ini berfungsi aktif saat para pejuang AURI mulai menggunakan dan menguasai beberapa mobile transmitter, yang secara terus-menerus melakukan monitoring
jalannya perjuangan kemerdekaan. Alat perhubungan ini digunakan sebagai
sarana untuk melakukan komunikasi antargerilyawan dan pengiriman berita
antara pemimpin dari daerah dengan pemerintah maupun komunikasi dengan
dunia internasional.
Stasiun Radio PHB AURI PC-2 yang berada di Playen memiliki peran
strategis dalam catatan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Melalui
stasiun radio AURI itu, nota-nota dan radiogram berita-berita tentang
perjuangan bangsa Indonesia, terutama radiogram Serangan Umum 1 Maret
1949 yang dikenal dengan “Enam Jam di Yogya” sampai ke perwakilan RI di
New Delhi dan diterima PBB, sehingga Yogyakarta harus diserahkan kembali
kepada Pemerintah RI.
Melalui Stasiun Radio PHB AURI yang mengudara dari rumah sederhana
milik keluarga Pawirosetomo di Playen, eksistensi perjuangan bangsa
Indonesia yang berhasil mengusir Belanda dari Yogyakarta tersiar ke
mancanegara. Sehingga dunia internasional mengetahui eksistensi
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Bahkan tokoh perjuangan
Mr. Sjafruddin Prawiranegara pernah berkomentar, “Andai saja waktu itu
tidak ada PHB AURI, maka eksistensi perjuangan Pemerintah Republik
Indonesia mungkin tidak akan pernah diketahui dunia internasional”.
Terbentuknya PHB AURI PC-2 Playen
Pada tanggal 17 Desember 1945, Panglima Divisi III Yogyakarta secara
resmi menyerahkan wewenang dan tanggung jawab bidang keudaraan kepada
TKR Jawatan Penerbangan. Sejak itu pula kegiatan dalam menghimpun
kekuatan udara mulai meningkat. Urusan komunikasi dan personel
dipercayakan kepada Sabar Wiryonomukti yang kemudian ia menghimpun
teman-temannya yang berpengalaman di bidang radio komunikasi. Di
antaranya terdapat nama Opsir Udara III Boedihardjo yang diberi tugas
menyiapkan sumber daya manusia, khususnya untuk Dinas Perhubungan atau
PHB-AURI. Boedihardjo kemudian mengajak 16 siswa Sekolah Radio
Telegrafis dari Bugis Malang, untuk dijadikan tenaga inti PHB-AURI.
Dengan datangnya Adi Soemarmo Wirjokoesoemo, mantan Flight Radio Operator dari The Netherland East Indies Air Force (NIA), kinerja dan eksistensi PHB-AURI menjadi semakin baik.
Pada 9 April 1946, diterbitkan Penetapan Pemerintah Nomor 6 tentang
Pembentukan Angkatan Udara, yang menetapkan Raden Surjadi Suryadarma
sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) dengan dua orang wakil, yaitu
R.Soekarnaen Martokoesoemo dan Adisoetjipto. Dua tahun kemudian, Opsir
Udara III Boediardjo diangkat menjadi Kepala Jawatan Perhubungan AURI.
Pada saat penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, 19 Desember 1948, untuk
menduduki ibukota negara serta menangkap pemimpin bangsa, Wakil Presiden
Mohammad Hatta pernah mengirimkan sebuah pesan berbentuk radiogram.
Pesan tersebut kemudian disampaikan Sabar Wijoyomukti ke seluruh stasiun
radio AURI yang ada di Indonesia, melalui stasiun radio AURI yang
berada di Terban Taman Yogyakarta. Bunyi pesan tersebut adalah :
“PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DI YOGYA DIKEPUNG MUSUH DAN TIDAK
DAPAT MELAKUKAN TUGAS KEWAJIBANNYA (KOMA) TETAPI PERSIAPAN TELAH
DIADAKAN UNTUK MENERUSKAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DI SUMATERA
(TTK) APAPUN YANG TERJADI DENGAN ORANG-ORANG PEMERINTAH YANG ADA DI
YOGYAKARTA (KOMA) PERJUANGAN DITERUSKAN (TTK HBS)”.
Selesai pengiriman berita tersebut, untuk menghilangkan jejak dan
melindungi para pejuang dari serbuan Belanda, stasiun radio perhubungan
AURI yang berada di Terban Taman Yogyakarta tersebut kemudian
dihancurkan Opsir Udara III Boediardjo. Para pejuang kemudian kembali
bergerak ke luar kota menghimpun kekuatan untuk bergerilya melanjutkan
perjuangan. Di Desa Dekso, Kulonprogo, tempat para pejabat militer
berkumpul dan berkoordinasi, didirikan Markas Besar Komando Djawa
pimpinan Nasution, yang kemudian dikenal dengan sebutan MBKD. Sedangkan
di Sumatera berdiri Markas Besar Komando Sumatra (MBKS) di bawah
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Mr.
Syafruddin Prawiranegara.
Setelah bergabung dalam MBKD, Opsir Udara III Boediardjo yang saat
itu menjabat sebagai Kepala Perhubungan AURI berusaha meyakinkan
Pimpinan MBKD, bahwa ia dapat melakukan hubungan komunikasi dengan
Markas Besar Komando Sumatera dan markas komando lainnya. Pada waktu itu
AURI memiliki sekitar 39 stasiun radio perhubungan lain yang tersebar
di berbagai tempat di Indonesia.
Salah satu jasa radio PHB-AURI PC-2 Playen yang monumental adalah
keberhasilannya menyiarkan berita tentang Serangan Umum 1 Maret 1949.
Siaran berita itu dilaksanakan pada pukul 02.00 WIB tanggal 2 Maret 1949
ke seluruh jaringan radio AURI yang akhirnya sampai ke Perwakilan RI di
New Delhi dan diterima PBB. Dengan adanya kerjasama yang baik antara
Pemerintah RI dan Pemerintah India, nota-nota penting untuk perwakilan
Indonesia di PBB pusat disalurkan melalui Kotaradja (sekarang Banda
Aceh) ke India dan diteruskan ke Amerika. Sehingga perwakilan RI di PBB,
LN Palar senantiasa dapat mengikuti perkembangan berita perjuangan di
Indonesia.
Radiogram berita Serangan Umum tersebut dikirimkan oleh Sersan
Basukihardjo, seorang operator stasiun PHB AURI PC-2 Playen, dan
diterima oleh Sersan Udara Kusnadi operator radio Bidar Alam. Keesokan
harinya, pada 3 Maret, berita tersebut dilaporkan Opsir Udara III Dick
Tamimi dan Umar Said kepada Ketua PDRI Mr. Sjafruddin Prawiranegara.
Berita tersebut segera diteruskan ke stasiun-stasiun radio “NBM”
Tangse, “ZZ” Kototinggi. Melalui radio “NBM” Tangse berita dikirim ke
stasiun radio “SMN” di Rangoon kemudian dilanjutkan ke New Delhi dan
perwakilan RI di PBB di Washington, Amerika. Pejabat perwakilan RI di
PBB membeberkan berita itu di depan sidang Dewan Keamanan PBB pada 7
Maret 1949, sehingga membuka mata dunia tentang eksistensi perjuangan
bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaannya.
Radiogram Serangan Umum
Salah satu radiogram yang menjadi topik dalam kelanjutan diplomasi
antara Republik Indonesia dan Belanda di PBB, adalah diterimanya
radiogram serbuan pasukan Indonesia di siang hari ke Yogyakarta pada
tanggal 1 Maret 1949. Sampai dengan hari ini tidak banyak yang
mengetahui pengirim gerilya yang mengirim radiogram berita, mengenai
serbuan Pasukan Indonesia ke Yogyakarata keluar negeri, yang akhinya
sampai ke Perwakilan RI di New Delhi dan PBB.
Radiogram Serangan Umum Tentara Republik ke Kota Yogyakarta yang
diterima Stasiun Radio AURI "UDO" di Bidar Alam, dikirim oleh Opsir
Udara III Dick Tamimi langsung kepada Ketua Menteri Syafruddin pada pagi
hari 3 Maret 1949. Setelah diterima dan dibaca, Ketua Menteri
menginstrusikan agar radiogram tersebut segera dikirim ke New Delhi dan
New York sesuai alamat. Bapak Danu Sekretaris PDRI dan Teuku Hassan
Menteri Dalam Negeri kebetulan berada di rumah Ketua Menteri, sewaktu
Tamimi menghadap Ketua.
Radiogram berita tersebut diterima oleh Stasiun Radio "UDO" pada
larut malam 3 Maret 1949 menjelang pagi hari tanggal 4 Maret 1949.
Telegrafis yang menerima adalah telegrafis Koesnadi. Radiogram tersebut
dikirim dari Stasiun Radio PHB AURI PC-2 Playen, Yogyakarta oleh
telegrafis Sersan Mayor Udara Basukiharjo. Seperti biasa
radiogram-radiogram ke luar negeri dikirim melalui Stasiun Radio PHB
AURI "NBM" Tangse. Radiogram mengenai 1 Maret 1949 tersebut di Tangse
diterima oleh Sersan Udara Nurbaman.
Khusus mengenai radiogram Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut dibuat
oleh MBKD Pusat Pimpinan Angkatan Darat di Banaran. Radiogram tersebut
dikirim dengan kurir ke Stasiun Radio "POP" PHB AD di Desa Dukuh,
sekitar 3 Km dari Banaran. Pimpinan stasiun radio tersebut adalah
Perwira Angkatan Darat bernama Koesoemo Dartojo. Radiogram lalu dikirim
(istilahnya pada waktu itu diketok) ke Stasiun Radio PHB-AURI PC-2
Playen. Dari Stasiun Radio AURI tersebut radiogram seterusnya dikirim ke
Bidar Alam, nama sebuah desa yang ditempati Pimpinan Pusat PDRI Mr.
Syafruddin Perwira Negara melalui Stasiun Radio PHB AURI UDO dan
selanjutnya dikirim ke luar negeri melalui jalur radio seperti diuraikan
di atas.
Berita-berita pertempuran disiarkan melalui Radio Siaran biasa,
seperti halnya berita mengenai masuknya Tentara RI ke Yogyakarta,
menjadi berita penting pula bagi Radio Siaran biasa. Radio Siaran
Belanda misalnya, dengan versinya menyiarkan berita tersebut paling
dahulu, kemudian Radio Siaran Luar Negeri yang biasanya mendahului Radio
Siaran dalam negeri. RRI Jawa Tengah sebagai Radio Siaran RI juga tidak
ketinggalan menyiarkan berita tersebut.
Sedangkan Stasiun Radio AURI yang bukan merupakan Radio Siaran dan
pada waktu itu melayani pemerintah baik di Jawa maupun di Sumatera
bahkan ke luar negeri (Ranggoon), mengirim berita 1 Maret dengan surat
radiogram resmi dari Pemerintahan Sipil Militer di Jawa ke Perwakilan RI
baik yang berada di New Delhi maupun di PBB. Sementara radio-radio
Siaran seperti Radio Siaran NICA di Jakarta, BBC di London, ABC di
Australia, serta lain-lain menyiarkan warta berita melalui Radio Siaran
lebih dahulu sebelum radiogram yang ditujukan ke suatu alamat, seperti
halnya radiogram mengenai Serangan Umum 1 Maret 1949.
Sebelum radiogram sampai di Perwakilan-perwakilan RI di PBB atau New
Delhi, kota-kota tersebut sudah mendengar terlebih dahulu berita
mengenai Serangan Umum 1 Maret 1949 melalui berbagai radio siaran
seperti tersebut di atas. Pejabat-pejabat RI di luar negeri baru
mengambil aksi setelah menerima radiogram resmi yang dikirim oleh
Pemerintah RI di Indonesia (Jawa/Sumatera), dengan kata lain bukan
bersumber dari berita Radio Siaran berupa warta berita. Radiogram
mengenai Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dimaksud, dikirim dari Playen
ke UDO PDRI Bidar Alam, dan melalui Stasiun Radio AURI di Tangse dan
Kotaraja dikirim ke Ranggoon dan dari Ranggoon selanjutnya ke New Delhi
dan PBB.
Menurut tulisan Aboe Bakar Lubis yang pada Perang Kemerdekaan RI II
menjabat sebagai salah seorang Staf Penerangan Perwakilan Republik
Indonesia di New Delhi dalam bukunya Kilas Balik Revolusi pada halaman 316 dan 318 dikatakan sebagai berikut:
Pertama, Pendirian PDRI, diperoleh melalui radio yang
diterima dari Ranggoon dan diteruskan ke New Delhi yang kemudian
diteruskan ke Paris tempat Dewan Keamanan berada dan kepada seluruh
dunia. (Kolonel Sus M. Akbar Linggaprana)