Perang darat tetap merupakan bagian terpenting pada
konflik bersenjata. Perang darat moderen utamanya melibatkan
pertempuran lapis baja. Pertempuran lapis baja mengandalkan alutsista
lapis baja, khususnya tank. Diantara alutsista lapis baja, yang paling
utama adalah Main Battle Tank.
Latar Belakang: Alutsista Lapis Baja
Terdapat 3 kategori tank: Main Battle Tank (MBT) atau Tank Tempur Utama (TTU), Medium Tank atau Tank Medium, dan Light Tank atau Tank Ringan.
Per definisi saat ini, tank adalah kendaraan tempur
lapis baja dengan roda berantai, bobot 8 - 65 ton, kanon utama 70 - 150
mm diatas turet yang dapat berputar 360 derajat, operator 3 - 4 orang
yang terlindung, dengan kemampuan kendaraan melewati rintangan,
mobilitas tinggi, dan dapat menembak sasaran sambil bergerak.
MBT sendiri merupakan senjata utama diantara
arsenal angkatan darat. Pada setiap perang sejak PDI, perebutan
teritorial ditentukan oleh keunggulan tank (dalam pengertian luas,
termasuk kualitas dan kuantitas). Dan MBT adalah tank tempur yang
menjadi andalan utama.
Selama ini Indonesia belum pernah memiliki MBT, bahkan tidak memiliki tank medium, hanya tank ringan. Ketiadaan MBT ini adalah suatu pilihan strategis masa lalu. Selain pertimbangan biaya, berdasarkan sejarah, pada generasi pertama, hanya tank ringan yang efektif diproyeksikan ke kepulauan
Nusantara. MBT generasi kedua umumnya dapat dihancurkan menggunakan RPG
atau senjata kaliber besar, sehingga fungsinya kurang strategis. Di
wilayah ini MBT moderen baru hadir pasca pembelian MBT oleh Malaysia
tahun 2004, yang diikuti oleh Singapura tahun 2009.
Minimnya aset anti tank TNI pada masa lalu juga
disebabkan karena TNI menggunakan metode unik dimana mortir dapat
difungsikan sebagai senjata tembakan langsung, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai senjata anti tank ringan, sementara menyederhanakan
logistik tempur. Hal ini sangat efektif untuk operasi perang gerilya
melawan musuh yang menggunakan tank ringan.
Berbeda dengan MBT generasi kedua, MBT
moderen yang sering disebut sebagai generasi ketiga sangat sulit
dihancurkan. MBT generasi ketiga hanya dapat dihancurkan oleh:
1. tembakan kanon 120mm dengan peluru anti tank modern, atau
2. dengan rudal anti tank moderen, atau
3. ranjau anti tank atau IED moderen, atau
4. serangan udara (rudal dari pesawat atau helikopter)
Hingga tahun 2012, TNI tidak memiliki arsenal
tersebut diatas, sehingga pada dasarnya kemampuan tempur TNI tahun 2004
sampai dengan tahun 2012 teramat sangat rendah dibandingkan
negara-negara tetangga. Artileri TNI umumnya dibawah 100mm, rudal anti
tank hanya LAV dan RPG generasi lama, kemampuan ranjau IED tidak
dikembangkan, dan kekuatan udara sangat lemah, tanpa rudal yang mampu
menembus MBT generasi ketiga Malaysia dan Singapura. Pada saat ini pun
(2013) kemampuan TNI masih sangat terbatas, karena berbagai persenjataan
counter MBT masih dalam proses pengadaan, seperti Javelin dan howitzer
155mm CAESAR. Butuh waktu untuk pelatihan, distribusi, disamping
pengadaan peluru yang sesuai untuk menangkal MBT.
Rencana Pengadaan
Kebutuhan MBT TNI awalnya diciptakan oleh AD
Belanda, yang bermaksud mengurangi kekuatan tank-nya dengan menjual 100
MBT Leopard 2A4. Ini merupakan salah satu kebiasaan buruk akuisisi
alutsista TNI dan Dephan yang tidak di bangun dengan rencana akuisisi
melainkan lebih bersifat oportunistik.
Kendala eksternal terjadi saat
pemerintah Belanda yang semula menawarkan tank bekas-nya, ternyata
mendapat halangan dari parlemen-nya untuk menjual ke Indonesia. Per
2012, parlemen Belanda masih di dominasi oleh orang-orang yang anti
Indonesia, dan juga beberapa partai jahat anti Islam yang sangat
membenci Indonesia.
Kendala eksternal ini terpecahkan dengan datangnya tawaran dari perusahaan Jerman Rheinmetal, selaku bagian dari konsorsium produsen MBT Leopard, untuk menjual ke Indonesia. Rheinmetal
adalah perusahaan senjata yang sangat terkemuka. Hampir 100% kanon tank
MBT produksi negara-negara NATO adalah produk atau setidaknya didasari
atas disain produk kanon smothbore Rheinmetal.
Harga sangat murah karena MBT Leopard 2A4 tersebut
pada dasarnya di hibahkan oleh AD Jerman. TNI AD hanya perlu membayar
Rheinmetal untuk upgrade dan revitalisasi MBT tersebut. Rheinmetal
membuat paket upgrade MBT Leopard meniru perusahaan Jerman IBD yang
sebelumnya menjual paket upgrade MBT Leopard ke Singapura.
Parlemen Jerman sendiri sebagaimana biasanya bersikap jauh lebih bersahabat dibandingkan dengan parlemen Belanda.
Kendala internal datang dari
parlemen Indonesia sendiri. Alasan utama berasal dari beberapa penganut
doktrin lama yang masih berfikiran bahwa MBT kurang sesuai untuk
Indonesia. Pemikiran ini cukup berdasar, dengan argumen bahwa MBT
Leopard yang ber bobot 60 ton akan sulit dan mahal untuk dioperasikan di
Indonesia, dimana kebanyakan jalan dan jembatan memiliki batas kekuatan
dibawah itu.
Terlepas dari perdebatan tersebut,
setelah kunjungan DPR ke Jerman proyek pengadaan berjalan lancar, dan
perdebatan berakhir tanpa argumen resolusi yang sampai pada rakyat.
Kontroversi kunjugan DPR ke Jerman
Daftar Belanjaan
Demikianlah tahun 2012 TNI
melakukan pembelian 60 MBT Revolution, dan 40 MBT Leopard 2A4. Pembelian
juga disertai beberapa tank pendukung, serta 50 Marder IFV (Infantri
Fighting Vehicle). Konon kabarnya harga sangat miring: US $ 280 juta.
MBT Leopard 2 antara lain
ditempatkan di YonKav 8/Tank Div Inf 2 Kostrad, Beji, Pasuruan. Batalion
kavaleri ini dulu bermarkas di Bandung kemudian mengalami kekurangan
kendaraan. Sebelumnya Yonkav 8 mengendarai tank ringan Scorpion dan
Stormer.
Mari kita tinjau daftar belanjaan TNI AD lain yang terkait:
- ASTROS II MLRS: artileri peluncur multi rudal.
- CAESAR: artileri howitzer 155mm diatas mobil (self propelled).
- Grom, Starstreak, Kobra 5 SHORAD, TD-2000B: senjata anti pesawat.
- Javelin: rudal panggul anti tank generasi ketiga
Leopard 2A4
Jerman adalah salah satu negara produsen tank
terbaik di dunia, selain AS dan Rusia. Keunggulan tank Jerman sudah
sejak Perang Dunia. Salah satu disainer tank Jerman adalah Porsche.
Pasca PDII, dilakukan kerjasama disain tank antara Jerman Barat,
Prancis, dan Itali yang juga diikuti oleh Porsche dan Rheinmetall.
Prancis kemudian mengembangkan AMX-30, sementara Jerman Barat memilih
disain Porsche, yang kemudian di produksi menjadi MBT Leopard 1, yang di
produksi oleh Krauss-Maffei Wegmann GmbH & Co. Prototipe Leopard
2AV dan XM1 sempat disandingkan untuk kerjasama pembuatan tank generasi
ketiga AS dan Jerman, namun kerjasama dibatalkan. AS memilih XM1 dan
membangun M1 Abrams, sedangkan Jerman melanjutkan Leopard 2AV menjadi
Leopard 2. Tank Leopard 2 kemudian dikembangkan menjadi versi terkini
Leopard 2A7, yang dipercaya oleh banyak pihak sebagai MBT terbaik di
dunia saat ini.
Sekalipun berbeda disain, namun hampir seluruh tank
generasi ketiga NATO berdasarkan disain kanon Rheinmetal 120mm (L44 /
L55). Sementara tank generasi ketiga Pakta Warsawa umumnya berdasarkan
disain 2A46 (D-81T) 125mm.
Leopard 2A4 diproduksi hingga tahun 1992 untuk menghadapi ancaman Uni Soviet. Dalam doktrin perang dingin NATO, Leopard 2A4 di-disain untuk menghadapi T-72 dan T-80 dalam jumlah lebih besar, dan kaliber kanon lebih besar (125mm). Dengan demikian Leopard 2A4 secara kualitas dirancang lebih baik.
Leopard 2A4 sendiri sudah mulai di
pensiunkan dari angkatan darat Jerman dan dari berbagai negara Eropa.
Sebagai andalan sejak 1998 digunakan Leopard 2A5 dan 2A6 yang lebih
canggih, dan efisien.
Leopard 2A4 bekas kemudian dijual
murah ke berbagai negara dengan upgrade dan moderenisasi yang sering
disebut sebagai MBT Leopard 2A4 Evolution. Tahun 2007, Singapura Armed
Forces (SAF) membeli Leopard 2A4 Evolution ini dari perusahaan Jerman IBD. Versi Leopard 2A4 untuk Singapura kemudian disebut sebagai Leopard 2SG.
Rheinmetal adalah salah satu perusahaan yang
menyediakan jasa peremajaan tank Leopard 2A4. Rheinmetal dikenal sebagai
salah satu produsen senjata terkemuka di dunia. Khususnya bagian turret
dan meriam dari Leopard umumnya di produksi oleh Rheinmetal. Leopard
2A4 dipersenjatai dengan kanon Rheinmetal L44 120mm. Terinspirasi oleh
paket peremajaan IBD: Leopard 2A4 Evolution, maka Rheinmetal membuat
program peremajaan sendiri: Leopard 2 Revolution yang dibeli oleh TNI
AD.
MBT Revolution
TNI membeli 40 Leopard 2A4 dan 60 Leopard 2A4 yang telah di moderenisasi Rheinmetal dan disebut sebagai MBT Revolution.
Jika dibandingkan, Leopard 2A4
bentuknya terlihat sangat kecil, karena MBT Revolution menggunakan
tambahan lapis baja AMAP-ADS. MBT Revolution seharusnya akan terlihat
lebih gagah dibandingkan Leopard 2A4. Sesuai untuk parade 5 Oktober.
Advanced Modular Armor Protection (AMAP) adalah
konsep perlindungan tambahan yang modular. Leopard 2A4 tanpa AMAP akan
rusak jika terkena tembakan. Dengan armor modular, Leopard Revolution
hanya perlu mengganti modul armor yang terkena. Dengan demikian tank
dapat dengan cepat beroperasi kembali. Terdapat berbagai modul AMAP yang
dapat ditambahkan untuk melindungi MBT.
AMAP-ADS adalah AMAP dengan tambahan Active Defense
System (ADS), atau sistem pertahanan aktif. Berbeda dengan perlindungan
lapis baja yang bersifat pasif, ADS terdiri atas sistem sensor di
sekeliling tank yang dalam fraksi mikro detik mengaktifkan mekanisme
pertahanan yang akan menabrak rudal yang datang sehingga rudal musuh
tersebut meledak sebelum mengenai tank. Dengan teknologi ini, peluang
MBT Revolution lebih besar untuk bertahan dari tembakan anti tank.
Salah satu kelemahan utama MBT Leopard di Indonesia
adalah karena Leopard awalnya di disain untuk perang tank besar di
tanah yang datar. MBT di perkotaan atau di daerah tropis dimana banyak
pepohonan dan semak, sangat rentan terhadap serangan gerilya. Infantri
diperkirakan tidak akan dapat menghancurkan MBT dengan satu kali tembak,
tetapi gerilya dengan senjata anti tank yang baik dan pengetahuan
tentang komposisi lapis baja akan dapat menghentikan atau bahkan
menghancurkan tank jika operator tank tidak dapat melihat posisi
gerilyawan tersebut dengan cepat.
Disini Rheinmetal memberikan upgrade andalan kepada
MBT Revolution, berupa kemampuan melihat 360 derajat sekalipun dalam
keadaan gelap, sehingga operator tank dapat dengan mudah melihat posisi
infantri lawan. Melengkapi keunggulan situation awareness tersebut, MBT
Revolution ditambahi dengan senjata mesin berpenggerak yang dapat
dikendalikan dari dalam tank, sehingga operator tank tidak perlu keluar
dari tank untuk menembak senjata mesin.
Masih banyak lagi kelebihan paket MBT Revolution
dibandingkan MBT Leopard 2A4. Sayangnya, seperti biasa, sehubungan
keterbatasan dana belum tentu seluruh fitur upgrade modular MBT
Revolution dibeli TNI AD. Tetapi tentu saja fitur yang kurang dapat
ditambahi sesuai kebutuhan dan kemampuan dana.
Kondisi Alutsista Regional 2012 (sebelum akuisisi MBT)
Alutsista di negara-negara ASEAN
termasuk yang sangat tertinggal di dunia. Umumnya merupakan persenjataan
peninggalan zaman perang dunia kedua dan zaman perang Vietnam. Sangat
jauh tertinggal dibandingkan Australia, India, Jepang, Korea Selatan,
atau bahkan Pakistan yang dulu pernah mendapat pinjaman pesawat tempur
dari Indonesia.
Alutsista TNI termasuk yang sangat tertinggal di ASEAN. Berdasarkan
kepemilikan alutsista, per 2012, TNI AD menempati urutan ke 7 dari 10
negara ASEAN, dimana alutsista TNI AD (sekalipun ditambah Marinir TNI AL),
berada dibawah AD Kamboja dengan kebanyakan alutsista peninggalan
Vietnam. Kamboja memiliki ratusan tank ringan (PT-76 dan Type 62) dan
kendaraan tempur infantri (BTR-50, BTR-60, BMP-1), sementara TNI AD
hanya sanggup meremajakan puluhan tank ringan AMX-13 tua. Tidak memiliki
MBT dan tank medium. Hanya Marinir yang memiliki kendaraan tempur
infantri modern BMP-3F dalam jumlah terbatas. Kendaraan truk pun tidak
memadai bagi kompi-kompi senapan TNI AD. Ditambah kenyataan bahwa TNI AD
tidak lagi memiliki ranjau anti personel, dan tidak memiliki bom
kluster.
Singapura, memiliki 95 Leopard 2SG (setara dengan MBT Revolution), telah
memperbaharui 200 AMX-13-nya menjadi AMX-13 SM1, memproduksi kendaraan
tempur infantri Bionix dalam jumlah besar, ditambah 1000 APC M113A2,
infantri Singapura dapat dikatakan sepenuhnya lapis baja (mechanized). Singapura tidak meratifikasi konvesi anti ranjau dan bom kluster, sehingga memiliki sejumlah besar ranjau dan bom kluster.
Malaysia memiliki MBT PT-91M dan ratusan kendaraan
tempur infantri ACV300. Thailand memiliki MBT T-84 disamping ratusan
tank medium dan ratusan tank ringan, serta kendaraan tempur infantri
Type-85. Myanmar dengan ratusan T-72, juga dengan ratusan tank medium,
tank ringan, dan kendaraan tempur infantri.
AD terkuat di ASEAN adalah Vietnam,
dengan ribuan tank dan kendaraan lapis baja, ribuan artileri, bahkan
memiliki rudal balistik SS-1 Scud B dengan komponen produksi dalam
negeri.
Hal ini menggambarkan betapa mengenaskannya alutsista TNI AD.
Peningkatan Alutsista TNI AD 2015
Kapabilitas militer Malaysia dan Singapura mungkin menjadi faktor pendorong utama TNI membeli MBT Leopard 2A4 tahun 2012, dengan delivery hingga 2014. Menyusul Singapura, Indonesia membeli 60 MBT Revolution, 40 MBT Leopard 2A4, 50 IFV Marder.
TNI juga mengadakan 180 ATGM Javelin dan 150 ATGM
NLAW, menyusul Singapura yang mengadakan 1000 ATGM Spike dan 3000 ATGM
Matador.
Dengan peningkatan ini, berdasarkan urutan kepemilikan alutsista, per 2015, TNI AD (termasuk Marinir) naik peringkat menjadi urutan ke-4, melampaui alutsista Malaysia, Myanmar, dan Kamboja yang sebelumnya berada diatas.
Kamboja dan Myanmar karena keterbatasan dana belum dapat melakukan
pengadaan MBT. Malaysia hanya mengadakan 48 MBT PT91M yang secara
kualitas dan kuantitas masih berada dibawah Leopard 2A4 Indonesia.
Vietnam, Singapura,
dan Thailand masih memiliki peringkat alutsista diatas TNI. Thailand
dispekulasikan akan mengadakan 100 T84 Oplot sehingga bisa jadi akan
memiliki 200 MBT pada 2015. Vietnam yang sudah memiliki T72 sekitar 100
unit diyakini berencana mengadakan MBT T90 dalam waktu dekat.
Singapura meraih keunggulan
peringkat alutsista bukan hanya oleh Leopard 2SG, tetapi karena memiliki
kavaleri moderen dengan dukungan sishanud yang sangat handal yang
dikembangkan bersama Israel. Disamping itu Singapura memiliki sejumlah
besar ATGM moderen: Spike dan Matador yang membuat infantri-nya dapat
menghentikan kavaleri moderen lawan. Lebih lengkap lagi, kavaleri
Singapura selain dilengkapi dengan sistem radar terintegrasi, termasuk
radar anti artileri yang memberikan keunggulan dalam perang artileri,
juga memiliki kemampuan perang elektronik yang sangat kapabel
dibandingkan dengan kekuatan di kawasan. Belum lagi artileri Singapura
dilengkapi oleh bom kluster dan penyebar ranjau anti personel, sementara
TNI tidak memilikinya karena DPR sudah meratifikasi perjanjian
internasional yang melarang TNI menggunakan bom kluster dan ranjau.
Terlepas dari berbagai kekurangan tersebut,
peningkatan peringkat alutsista TNI sangan berarti baik bagi bangsa
Indonesia maupun bagi personel TNI. Peningkatan peringkat kepemilikan alutsista ini adalah hal yang sangat positif dari pengadaan MBT Leopard TNI AD.
Dengan tetap perlu mengingat bahwa peringkat
kepemilikan alutsista BUKAN peringkat kapabilitas militer. Namun dari
peringkat ini dapat tergambar posisi TNI dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN.
Untuk memberi gambaran lain dari kondisi TNI
diluar peringkat alutsista, berikut diberikan gambaran peringkat tentara
darat TNI di tahun 2012.
Disini terlihat bahwa alutsista bukanlah
segala-galanya. Ada berbagai aspek lain yang menentukan kemampuan tempur
tentara nasional. Dari peringkat ini terlihat kelemahan TNI yang sangat
mendasar karena:
A. Tidak memiliki kekuatan cadangan.
Komponen cadangan di negara demokrasi hanya dapat
dikatakan ada jika diatur dengan baik oleh perundang-undangan. Berbagai
permasalahan dalam penyusunan doktrin dan perundang-undangan
mengakibatkan Indonesia selama puluhan tahun tidak lagi memiliki
komponen cadangan. Artinya jumlah pasukan darat Indonesia terbatas pada
jumlah TNI: yaitu ke 12 divisi wilayah (yang sangat tidak efisien untuk
perang moderen) dan 4 korps: Kostrad (kekuatan sekitar 30.000), Marinir (kekuatan sekitar 30.000), Kopasus (kekuatan sekitar 10.000)
dan Paskhas (kekuatan sekitar 10.000). Efektifitas ke 12 divisi sangat
terbatas, sehingga mobilisasi akan sangat lambat dilakukan untuk
membentuk kekuatan tempur strategis di tingkat nasional. Akibatnya
efektif TNI hanya memiliki sekitar 80.000 pasukan yang siaga dari ke 4
korps tersebut diatas.
B. Kemampuan mobilisasi pasukan sangat terbatas oleh kondisi geografis dan keterbatasan infrastruktur.
Bila dikembalikan dalam konteks Leopard 2A4,
mobilisasi kavaleri TNI memiliki banyak keterbatasan akibat
infrastruktur nasional yang masih sangat terbatas.
1. Kapal angkut amfibi yang ada saat ini belum
mampu mengangkut MBT sekelas Leopard secara efektif. Kapal pengangkut
tank untuk Leopard masih tengah diupayakan pengadaannya. Demikian pula
pelabuhan yang dapat menampung pendaratan Leopard juga masih sangat
terbatas di Indonesia.
2. Keterbatasan angkut dalam pulau disebabkan
karena belum adanya jaringan kereta api yang memadai di kepulauan
Indonesia. Keberadaan jaringan kereta api adalah faktor kunci pengerahan
pasukan moderen yang juga sejalan dengan perkembangan perekonomian
daerah.
3. Keterbatasan depo logistik, baik bahan bakar,
perbaikan, maupun amunisi. Dalam konteks pemanfaatan MBT secara optimal,
akan ditemui berbagai kendala manajemen logistik tersebut.
Hal lain yang menurunkan manfaat dari pengadaan
Leopard adalah kurangnya alutsista yang dibutuhkan agar MBT dapat
beroperasi secara optimal.
Kekurangan kepemilikan alutsista yang paling menurunkan daya tempur MBT adalah:
1. Kekurangan alutsista pertahanan udara mobil yang
dapat mendukung gerakan unit kavaleri moderen. TNI secara khusus belum
memiliki kemampuan pertahanan udara yang memadai. TNI AD misalnya hanya
memiliki pertahanan udara jarak dekat, sekitar 5 km. TNI AL sendiri baru
memiliki Korvet F2000 yang mampu melindungi dari serangan udara dalam
jangkauan 25 km. Sistem pertahanan udara TNI AD yang dikembangkan dengan
Thales berbasis CM2000 diperkirakan lebih bersifat statis, tidak
terkait dengan pembentukan sistem pertahanan udara mobil untuk mendukung
kavaleri moderen yang diujung tombaki oleh MBT. Tanpa payung udara
jarak jauh dan menengah, unit kavaleri terancam menjadi sasaran tembak
yang sangat mahal.
2. Kekurangan dalam perang elektronik membatasi
kemampuan komunikasi tempur TNI pada kondisi perang. Pihak penyerang
dapat dengan mudah melakukan jamming atas komunikasi tempur sehingga
unit-unit militer tidak dapat berperang secara terkoordinasi. Kelemahan
sistem komunikasi tempur TNI sudah dirasakan sejak lama, khususnya jika
berhadapan dengan negara-negara berkemampuan electronic warfare moderen
seperti Singapura, Thailand, apalagi Australia.
3. Terdapat 2 jenis keterbatasan TNI dalam
menghadapi perang moderen, pertama adalah keterbatasan oleh ratifikasi
perjanjian pembatasan senjata, sehingga TNI memiliki keterbatasan
alutsista seperti bom kluster, ranjau, dsb, sementara beberapa negara di
kawasan tidak meratifikasi perjanjian tersebut. Keterbatasan kemampuan
tempur anti tank dari infantri TNI akibat terbatasnya jumlah senjata
anti tank moderen. TNI hanya memiliki Javelin yang cukup efektif
menghadapi kavaleri moderen. Dengan keterbatasan persenjataan ini
keunggulan jumlah potensial TNI tidak dapat dimanfaatkan secara optimal,
sebaliknya, musuh dengan jumlah jauh lebih kecil akan mampu
menetralisir kemampuan kavaleri TNI.
Kekurangan yang paling mendasar adalah belum
tersusunnya doktrin perang moderen TNI yang solid. Pengadaan didasari
atas penentuan daftar belanja dari 3 angkatan yang masing-masing
berfikir untuk diri sendiri, tanpa adanya penyatuan konsep Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, atau Angkatan Perang Republik Indonesia
yang ditujukan untuk memiliki angkatan perang moderen yang efektif. TNI
yang bertempur sebagai 1 angkatan, bukan 3 gerombolan terpisah yang
sibuk dengan perimbangan kekuatan, masing-masing dengan kepentingan
masing-masing, dan dipenuhi saling tidak percaya.
Lebih jauh lagi, doktrin tempur lapis baja belum
dimiliki, sehingga pengadaan MBT menjadi sangat mubazir. Alih-alih
membentuk divisi kavaleri moderen, yang diwujudkan justru rencana
menyembunyikan MBT sebagai salah satu sasaran tembak utama dari serangan
udara musuh. Hal ini tidak membuat MBT memjadi tidak bermanfaat, hanya
saja potensi dari pengadaan MBT menjadi tidak tercapai, yaitu untuk
membentuk angkatan perang modern.