Isu penyadapan yang dilakukan intelejen Amerika Serikat terhadap
Indonesia semakin melebar. Bukan hanya disadap, intel asing bahkan
dikabarkan telah masuk ke Kementerian Perdagangan dan mempengaruhi
kebijakan-kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia.
Menanggapi tudingan itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi
enggan banyak berkomentar. Bayu tidak percaya ada intel asing di
Kementeriannya. “Itu tidak ada sih, silakan saja dicek, saya sih tidak
ikutan,” ucap Bayu ketika ditemui di Bandung, Kamis (20/2/2014 ).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi enggan mengomentari
tudingan politikus Senayan. Dia beralibi baru diangkat, sehingga wajar
bila dia tak bisa menentukan apakah isu itu akurat. “Jadi saya ini orang
baru, untuk sementara saya memutuskan untuk tidak berkomentar lebih
dulu tentang itu,” ujarnya selepas membuka Indonesia Fashion Week di JCC
Senayan, Jakarta.
Dia menampik bila sikapnya itu dianggap membiarkan penyadapan maupun
spionase terjadi. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ini
menilai, saat ini Indonesia sedang membutuhkan kerja sama yang baik
dengan Amerika maupun Australia, sehingga kasus sensitif semacam itu
harus diteliti secara mendalam.
“Kita sedang coba membina kerja sama yang baik dengan semua pihak,
jadi saya pilih tidak berkomentar. Ini supaya kita bisa menjaga
kepercayaan sama-sama,” kata Lutfi.
Isu ini dilontarkan Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin yang
menyatakan, pemerintah harus meningkatkan kewaspadaan atas kegiatan
memata-mata oleh pihak intelijen asing di Indonesia. Dia menilai
kegiatan memata-matai itu ternyata bukan hanya lewat penyadapan, namun
juga lewat aktivitas intelijen asing yang beroperasi di sejumlah lembaga
Pemerintahan.
“Saya mengindikasikan bahwa mereka bukan hanya menyadap saja. Tapi
negara asing itu juga menempatkan orang-orangnya sebagai agen intelijen
secara tersembunyi di beberapa kementerian dan lembaga,” ujar TB
Hasanuddin saat dihubungi wartawan, Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Menurut Hasanuddin, orang-orang yang diduga sebagai agen intelijen
asing itu pengaruhnya amat besar hingga mampu mempengaruhi kebijakan
Indonesia demi menguntungkan pihak asing itu sendiri. Lebih lanjut, kata
Hasanuddin, sebenarnya semua sudah memahami kegiatan penyadapan yang
dilakukan oleh pihak asing dengan target kepala negara dan ibu negara.
Namun bukan hanya itu, belakangan muncul lagi penyadapan ke telepon
seluler milik masyarakat umum.
Dipublikasikan New York Times dan Canberra Times, jutaan pelanggan PT
Telkomsel ternyata disadap Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat
(NSA) dan Direktorat Intelijen Australia. Nama Indosat juga
disebut-sebut dalam laporan tersebut.
Dia mencontohkan seperti yang terjadi di Kementerian Perdagangan, di mana agen intel asing itu bisa berada di lembaga tersebut atas dasar kerjasama luar negeri. Menurut Hasanuddin, agen-agen intel itu bisa punya tempat di kementerian yang bertujuan mengintervensi keputusan Indonesia soal perdagangan luar negeri. Mereka berada di bawah Direktur Perjanjian Perdagangan Luar Negeri.
“Awalnya para agen asing itu hanya seakan sebagai liaison officer
saja. Padahal dia mengambil data-data soal kondisi perdagangan
Indonesia, lalu bahkan belakangan ikut campur dalam kebijakan
perdagangan Indonesia,” jelasnya. (merdeka.com/ 20/2/2014).
Pocong syereem says 20/2/2014 :
Benarkah statement ini ? Sudah seperti apakah sebenarnya intel-intel / agen-agen asing itu menyusupi seluruh sendi pemerintahan di Indonesia? Apakah statement Wakil Ketua Komisi I DPR Bpk Tubagus Hasanuddin itu hoax atau memang benar kenyataannya ?.
Benarkah statement ini ? Sudah seperti apakah sebenarnya intel-intel / agen-agen asing itu menyusupi seluruh sendi pemerintahan di Indonesia? Apakah statement Wakil Ketua Komisi I DPR Bpk Tubagus Hasanuddin itu hoax atau memang benar kenyataannya ?.
Sebagai clue : dalam buku berjudul “LEGACY OF ASHES The
History of The CIA” yang ditulis oleh Tim Weiner seorang wartawan dengan
sebelumnya mempelajari terlebih dahulu 50.000 arsip CIA, wawancara
mendalam dengan ratusan veteran CIA, dan pengakuan sepuluh direkturnya.
Dalam buku itu menunjukkan bukti-bukti meyakinkan perihal kelemahan
CIA yang memalukan. Di antaranya, agen-agen CIA mengetahui Tembok Berlin
runtuh pada 1989 dari siaran televisi bukan dari pasokan analisis
mata-mata yang bekerja di bawah tanah; ambruknya WTC, yang membelasah
pada 11 September 2001, dengan telanjang memeragakan kepada dunia bahwa
agen-agen CIA lumpuh dalam mengantisipasi serbuan teroris alumnus CIA
sendiri.
Sebagai sebuah dinas intelijen terbesar di dunia, CIA melakukan
blunder paling vital dalam sejarah panjang spionase: berbohong tentang
eksistensi senjata nuklir Irak. Blunder itulah yang menjadi basis
pengambilan keputusan politik yang paling keliru dalam sejarah
kepresidenan AS, yakni menyerbu Irak sekaligus menumbangkan Presiden
Saddam Hussein.
Dan yang paling membuat kontroversi bagi kita adalah buku ini berisi
pengakuan seorang pejabat tinggi CIA, Clyde McAvo yang menyatakan bahwa
mantan Wakil Presiden, Adam Malik, sebagai agen rahasia CIA di
Indonesia. Clyde McAvoy yang diwawancarai Tim Weiner pada 2005, mengaku
telah merekrut dan mengontrol Adam Malik. McAvoy bertemu Adam Malik
tahun 1964. Dalam buku itu dijelaskan bahwa CIA memberikan US$ 10 ribu
untuk mendukung peran serta Adam Malik memberantas Gestapu.akan tetapi
hal ini dibantah resmi oleh pemerintah indonesia.
Clue kedua : Pengakuan John Perkins dalam buku Confession of
EHM dan John Pilger dalam film dokumenternya tentang Indonesia yang
berjudul “The New Rulers of the World” mempertegas bahwa Amerika Serikat
sangat berkepentingan menghancurkan pemerintahan Soekarno yang anti
Imperaliasme Modern melalui korporasi dan kebijakan ekonomi dan politik
kapitalis. Untuk menghancurkan kekuasaan Soekarno, sudah pasti harus
menghancurkan penyokong Soekarno, yakni partai yang anti imperalias
kapitalis pada saat itu yakni PNI yang dipimpin Bung Karno dan PKI.
Dengan menjatuhkan Bung Karno, PNI akan lenyap. Dan untuk itu, PKI juga
harus dihancurkan.
Setelah Bung Karno jatuh, kekuatan modal asing langsung masuk ke bumi
pertiwi untuk mengeksploitasi sumber kekayaan alam. Dalam film
dokumenternya, John Pilger (wartawan Australia) : “Dalam dunia ini, yang
tidak dilihat oleh bagian terbesar dari kami yang hidup di belahan
utara dunia, cara perampokan yang canggih telah memaksa lebih dari
sembilan puluh negara masuk ke dalam program penyesuaian struktural
sejak tahun delapan puluhan, yang membuat kesenjangan antara kaya dan
miskin semakin menjadi lebar. Ini terkenal dengan istilah “nation
building” dan “good governance” oleh “empat serangkai” yang mendominasi
World Trade Organization (Amerika Serikat, Eropa, Canada dan Jepang),
dan triumvirat Washington (Bank Dunia, IMF dan Departemen Keuangan AS)
yang mengendalikan setiap aspek detail dari kebijakan pemerintah di
negara-negara berkembang. Kekuasaan mereka diperoleh dari utang yang
belum terbayar, yang memaksa negara-negara termiskin membayar $ 100 juta
per hari kepada para kreditur barat. Akibatnya adalah sebuah dunia, di
mana elit yang kurang dari satu milyar orang menguasai 80% dari kekayaan
seluruh umat manusia.”
Dalam buku hasil dokumentasi John Pilgers, The New Ruler of the World
: “Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’,
hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori
konferensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang
pengambilalihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang
paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua
raksasa korporasi Barat diwakili: perusahaan-perusahaan minyak dan bank,
General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British
American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International
Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya
Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonom-ekonom Indonesia yang
top”.
“Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’,
karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah
Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley.
Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang
diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang
dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah
yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam … pasar yang besar.”
Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah
dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’
kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago,
yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad
Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. ‘Mereka
membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa
di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di
kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah
delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh
mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi
besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan :
“ini yang kami inginkan: ini, ini dan ini”, dan mereka pada dasarnya
merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia.
Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke
Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota
intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang
terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan oleh John Perkins, seorang EHM
yang telah bekerja menghancurkan Indonesia, Panama, Paraguay dan
pengakuan teman-teman John Perkins dalam buku “A Game As Old As Empire”.
Keberhasilan agen CIA dalam memenjarakan ekonomi Indonesia di rezim
Soeharto dengan utang dan eksploitasi emas (Papua), migas dan sumber
daya alam lainnya, tentu membutuhkan kaki tangan orang Indonesia
sendiri. Sudah pasti ada orang-orang Indonesia yang menjadi penghianat
yang menjual kehormatan dan kekayaan bangsa demi kepentingan pribadi
maupun golongan.
Jadi kalau kita percaya John Pilger dan John Perkins, sejak tahun
1967 Indonesia sudah mulai dihabisi (plundered) dengan tuntunan oleh
para elit bangsa Indonesia sendiri yang ketika itu berkuasa. Ditambah
dengan tulisan Tim Weiner, “Sudah pasti ada agen / antek ASING yang
berasal dari elit bangsa. Siapakah itu ?. (written by pocong syereem).