Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Djoko Suyanto
dan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marskal TNI Putu Dunia, terbang
menggunakan pesawat tempur T 50i Golden Eagle Skadron Udara 15 Wing 3
Lanud Iswahyudi, dengan Call SignGolden Flight, Rabu (12/2/2014).
Menggendarai pesawat berbeda, Djoko Suyanto
terbang bersama dengan Komandan Skadron Udara 15 Letkol Pnb Wastu
dengan pesawat TT 5004, sementara KSAU Marskal TNI Putu Dunia
menggunakan pesawat TT 5008 diterbangkan mayor Pnb Hendra Supryadi.
Terbang dilaksanakan selama satu jam dengan rute Lanud Halim-Pelabuan
Ratu-Lanud Halim. Selama terbang melaksanakan manuver seperti Loop,
Barrell roll, Formasi dan Cugan 8 dimana ketika melaksanakan manuver
tersebut KSAU langsung yang memegang kemudi pesawat.
"Pesawat T 50i Golden Eagle buatan Korea ini yang nantinya akan
dioperasikan di Skadron Udara 15 Wing 3 Lanud Iswahyudi Madiun,
menggantikan Pesawat Hawk MK 53 setelah dioperasikan sejak tahun delapan
puluhan," kata KSAU saat menjawab pertanyaan wartawan, Rabu
(12/2/2014).
Dirinya menjelaskan, dengan bertambahnya alutsista ini diharapkan
mampu melaksanakan tugas lebih optimal dalam mengamankan dan menjaga
keutuhan wilayah NKRI.
Sementara itu, Komandan Skadron Udara 15 Wing 3 Lanud Iswahyudi
Letkol Pnb Wastu, merasa bangga memperoleh kesempatan menerbangkan
pesawat tempur T 50i Golden Eagle buatan Korea ini.
"Pesawat ini sangat canggih yang dilengkapi dengan sistem avionik
digital, persenjataan dan Radar Warning Reciver (RWR) sehingga mampu
mendeteksi keberadaan musuh dari segala arah," kata Wastu setelah
melaksanakan terbang dengan Menkopolhukam di Suma 2 Lanud Halim.
Lebih lanjut 16 pesawat ini dan 8 pesawat dipersiapkan selain sebagai
pesawat tempur juga, untuk mencetak dan melatih para penerbang muda
sebelum mereka mengawaki pesawat tempur generasi empat sampai empat
setengah yang dimiliki TNI AU.
Sedangkan yang 8 dipersiapkan sebagai Jupiter Aerobatic Team yang pernah dimiliki TNI AU yaitu "Elang Biru"
Ada
yang tak biasa di Bandara Halim Perdana Kusumah Jakarta pada Jumat pagi
ini. Sekelompok pesawat tempur bercorak khusus tampak wara wiri di
sekitaran apron bandara. Tak lain tak bukan, pesawat-pesawat itu adalah
T-50i Golden Eagle buatan Korea Selatan yang baru saja memperkuat TNI
Angkatan Udara.
Redaksi
ARC yang kebetulan berada di Halim memantau, setidaknya ada 4 pesawat
T-50i berkamuflase aerobatik. Dan menurut informasi yang didapat, memang
dalam waktu dekat ini akan dilakukan upacara serah terima T-50i secara
resmi dari Kementrian Pertahanan kepada TNI-AU. Nah, bagi anda yang
tinggal di sekitaran Bandara Halim, siapkan kamera anda. Siapa tahu
pesawat anyar ini melewati kediaman anda.
Beberapa waktu lalu,
KAI sebagai produsen T-50i telah tuntas mengirim 16 pesawat pesanan
pemerintah Indonesia. Pemerintah sendiri membeli sebanyak 16 unit T-50i,
sebagai pengganti HS Hawk Mk 53 yang akan memasuki masa pensiun. Ke-16
pesawat itu dibeli dengan nilai sekitar 400 juta dollar.
"Kami meminta kepada Indonesia untuk mempertimbangkan kembali."
Atas jasa-jasanya kepada negara, Harun
dan Usman dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden
RI No.050/TK/Tahun 1968.
Menteri
Luar Negeri Singapura, K Shanmugam, menyarankan kepada Pemerintah
Indonesia agar nama Usman Harun tidak disematkan sebagai nama kapal
perang.
Dia menyarankan agar nama mantan kedua Korps Komando
Operasi (kini disebut marinir) disematkan di sebuah bangunan di
Indonesia saja.
Hal ini ucapkan Shanmugam saat diwawancara oleh stasiun berita Channel News Asia, Rabu 12 Februari 2014.
Menurutnya, dengan
menyematkan Usman Harun di sebuah kapal perang, pesan dan gaung dari
nama tesebut akan terbawa ke mana pun kapal itu berlayar.
"Oleh
sebab itu kami meminta kepada Indonesia untuk mempertimbangkan kembali
pemilihan nama tersebut sebagai nama kapal perang. Mungkin hal berbeda
akan terjadi apabila nama itu disematkan di sebuah bangunan di
Indonesia. Atau ketika mereka dimakamkan di taman makam pahlawan," ujar
Shanmugam.
Tetapi, kata Shanmugam, pesan yang dikirim akan
menjadi berbeda apabila nama tersebut disematkan di kapal perang.
Pasalnya kapal itu berlayar ke tujuh samudera dengan bendera nasional
berkibar di atasnya.
"Sehingga sulit bagi kami untuk bertindak
seolah-olah tidak terjadi apa pun. Hasilnya, para petinggi TNI dan
pejabat lainnya tidak menghadiri pameran dirgantara Singapura," kata
dia.
Dia pun memahami bahwa hak dan kedaulatan masing-masing
negara untuk menamai sebuah kapal perang sesuai dengan pilihan dan siapa
pun yang memilihkan. Sayangnya, kata Shanmugam, hal tersebut tidak
lantas memberikan jawaban atau solusi dalam kasus ini.
"Keputusan yang didasari kedaulatan dapat turut berdampak ke negara lainnya, dan dalam kasus ini Singapura," kata dia.
Selain
itu, dalam kasus ini dapat bermakna bahwa Indonesia tidak menganggap
serius masalah ini. Betapa warga Singapura, kata Shanmugam, terluka
akibat rencana penamaan kapal perang itu.
"RI kurang peka
mempertimbangkan bagaimana warga Singapura dapat mengartikan nama
tersebut setelah apa yang dilakukan oleh anggota Angkatan Laut tersebut
di Singapura," ujarnya.
Belum lagi, imbuh Shanmugam, warga RI
seolah-olah malah mengagung-agungkan aksi pengeboman yang mereka lakukan
di Singapura, ketimbang memandangnya sebagai dua orang pahlawan yang
hanya menjalankan perintah yang diberikan kepada mereka.
"Oleh
sebab itu diperlukan kepekaan di kedua negara untuk benar-benar
memastikan bahwa masalah ini memang sudah kami lewati dan tidak kembali
diungkit,"ujarnya.
Shanmugam mengatakan menyambut baik komentar yang disampaikan Menlu Marty Natalegawa yang diberikan pada Selasa kemarin.
"Pernyataan
yang menyebut bahwa sama sekali tidak ada niat jahat di balik penamaan
itu sangat konstruktif. Kami menyambut baik komentar itu. Namun, dalam
konteks itu, penting untuk diketahui bagi kami bahwa kedua anggota AL
itu tidak dihormati karena telah membunuh warga Singapura," kata dia.
Selain itu, Shanmugam turut meminta pengertian dari RI soal dampak dari penggunaan nama Usman Harun sebagai nama kapal perang.
Pesawat ini mampu menyemburkan 2.000 peluru per menit
Pesawat T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan(asiandefensenews.com)
Indonesia terus memperkuat armada
militernya. Kali ini, militer Indonesia mendatangkan 16 pesawat tempur
asal Korea Selatan, T-50i Golden Eagle. Pesawat ini diklaim sebagai
pesawat tempur canggih dan mematikan.
Hari ini, Kamis 13 Februari
2014, ke-16 pesawat buatan Korean Aerospace itu sudah tiba di Pangkalan
Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
meninjau langsung kedatangan.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan
Udara, Marsekal Pertama TNI, Hadi Tjahtjanto, mengatakan 16 pesawat ini
bertujuan untuk peremajaan alutsista TNI AU, dari pesawat latih dasar
hingga pesawat tempur canggih.
Pesawat T-50i ini didatangkan
untuk menggantikan pesawat Hawk MK 53 yang sudah ada sejak 1980. Pesawat
ini akan digunakan sebagai pesawat latih calon penerbang tempur.
"Pesawat
ini akan memperkuat skuadron udara 15 pangkalan udara Iswahjudi,
Madiun, Jawa Timur. Dikirim ke Indonesia dalam beberapa tahap, mulai
bulan September 2013-Februari 2014," kata Hadi.
T-50i Golden Eagle dilengkapi mesin general elektrik F404-GE-102 yang mampu menghasilkan daya dorong 17.700 pounds dengan after burner dan 11.000 pounds dengan tenaga mil power.
Bahkan,
bila dibutuhkan, kecepatan maksimal bisa mencapai 1,5 mach atau 1,5
kali kecepatan suara. Dalam konfigurasi lengkap pada bobot maksimal
27.322 pounds (14 ton) pesawat ini mampu dengan mudah menanjak hingga
ketinggian mencapai 55.000 kaki dari permukaan laut.
Desain dan
penampilan pun sekilas mirip F16. Sebagai pesawat tempur, T-50i memiliki
kelincahan, kepraktisan dan kemampuan persenjataan untuk digunakan
sebagai misi multirole. Sanggup bertempur di udara dan cukup mematikan
terhadap sasaran bawah. Total kapsitas angkut persenjataan sekitar
10.500 pound atau 15 ton.
Pesawat ini juga dilengkapi cannon gatling internal 3 laras general dynamics 20 mm yang mampu menyemburkan 2.000 peluru per menit. Canon ini ditempatkan di sisi kiri kokpit.
Lima external station pada bagian under fuselage dan under wing serta dua missile laucher rail pada wing tip untuk membawa semua jenis bom, rudal maupun roktet.
Delapan
pesawat memiliki warna biru dan kuning khas tim aerobatik kegendaris
TNI AU "Elang Biru". Delapan lainnya memiliki warna kamuflase hijau,
sehingga bisa digunakan sebagai misi tempur.
Panjang pesawat ini 43 kaki serta lebar sayap 31 dan tinggi 61 kaki. Desain kokpit pesawat generasi keempat modern.
"Pesawat
ini sanggup mengantarkan para penerbang muda TNI AU menjadi kesatria
pengawal dirgantara di pesawat-pesawat tempur garis depan kita, yaitu
F16 C/D, Sukhoi 27/30 hingga pesawat tempur generasi 4,5," kata Hadi.
Direncanakan,
pesawat ini akan dilengkapi radar udara. Sehingga mampu mengubah misi,
dari latih jet, langsung bisa digunakan pada semua misi operasi. "Baik
misi udara ke udara, udara ke darat dan dalam segala cuaca," kata dia.
Sementara
dalam serah terima pesawat di Skuadron 17 Halim Perdanakusuma, Presiden
Direktur Korea Aerospace Industries secara simbolis menyerahkan pesawat
T-50i kepada Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
HELLFIRE SYSTEMS, Orlando – Florida, AS mendapatkan kontrak senilai
157 juta USD, untuk memproduksi rudal Hellfire II pada tahun 2014.
Pengadaan logistik dari Angkatan Darat AS ini, tercatat dalam kontrak
W31P4Q-11-C-2042 di Departemen Pertahanan AS, tanggal 10/ 02/ 2014.
Kontrak ini melibatkan penjualan alutsista Amerika Serikat kepada:
Arab Saudi, Yordania dan Indonesia. Dana sebesar 157 juta USD disiapkan
untuk tahun fiskal 2012, 2013 dan 2014. Pengerjaan rudal Hellfire II
oleh HELLFIRE SYSTEMS, Orlando – Florida diperkirakan selesai tanggal
dari 30 November 2016.
Pengadaan misile Hellfire II ini telah diajukan oleh U.S. Army Contracting Command, Redstone Arsenal, Huntsville – Alabama.
Hellfire II memiliki tiga hulu ledak pilihan: hulu ledak tandem
(untuk menghancurkan advanced/reaktif armor), hulu ledak fragmentasi
untuk menghancurkan soft target, lapis baja ringan, kapal kecil, serta
hulu ledak thermobaric yang menggunakan logam ditambah bahan peledak,
yang digunakan untuk perang kota, bunker, gedung-gedung dan target
tersembunyi lainnya. Hulu ledak thermobaric dirancang untuk menimbulkan
kerusakan yang lebih besar dalam struktur multi-kamar, dibandingkan hulu
ledak Hellfire standar atau hulu ledak fragmentasi.
Kombinasi antara: rudal Hellfire II yang presisi, sistem penembakan Longbow serta
kemampuan fire and forget Hellfire yang sangat tajam memindai
lawan/sasaran, memberikan fleksibilitas kepada komandan di medan perang,
untuk menjalankan berbagai skenario/ misi, memungkinkan respon yang
cepat dan mobilitas tinggi yang tidak bisa diberikan oleh senjata
anti-armor lainnya. (defense.gov).
Helikopter serbu ringan AS 550 Fennec akan memperkuat TNI Angkatan Darat (AD). Dari 12 unit yang dipesan TNI AD, beberapa helikopter yang diproduksi Eurocpter melalui PT Dirgantara Indonesia, sudah bisa dioperasikan pada 2014 ini. “Untuk 12 heli Fennec yang akan dibeli TNI AD,
rencana tiba tahun 2014 dan 2015,” ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AD
Brigjen Andika Perkasa dalam keterangan tertulis yang diterima
Liputan6.com di Jakarta, Selasa (11/2/2014). Namun Andika belum tahu
berapa unit helikopter pesanan yang sudah jadi pada 2014 ini.
Yang jelas, dari 12 unit yang dipesan, 8 unit akan
ditempatkan di Squadron-12 Serbu Waytuba, Sumatera Selatan, 3 unit di
Squadron-13 Serbu Tanjungredep, Kalimantan Timur, dan 1 unit di Pusdik
Penerbangan TNI AD Semarang, Jawa Tengah.
Untuk mengoperasikan helikopter-helikopter serbu itu, TNI AD telah
menyiapkan pilot beserta teknisinya. AS 550 Fennec berupa helikopter
berbadan kecil dengan single engine ini merupakan bagian dari
modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) sesuai program
Minimum Essensial Force (MEF).
Eurocopter AS 550 Fennec Multirole buatan Perancis (Jetphoto.net/Javier González)
“Kebutuhan SDM untuk operasional Heli Fennec disiapkan 23 penerbang dan 31 teknisi,” tambah dia. Sementara, untuk helikopter Apache yang dipesan dari Amerika Serikat
akan tiba pada tahun 2017. Meski belum datang, TNI telah menyiapkan
sejumlah personel. “Kebutuhan SDM untuk operasional heli Apache
direncanakan 24 penerbang dan 59 teknisi. Gelar heli Apache ini masih
belum ditentukan,” ujar Andika. (news.liputan6.com)
Menghadapi perkembangan situasi geopolitik di kawasan Asia Pasifik
yang sering beruba-ubah, maka Indonesia khususnya TNI harus siap menjaga
kedaulatan NKRI.
Pada tahun 2008 pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk
membangun kekuatan pertahanan Negara dengan memasukan istilah kekuatan
pokok minimum (Minimum Essential Forces) dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia No.7/2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.
Point 9 dalam Perpres tersebut yang membahas mengenai kebijakan pembangunan pertahanan nasional menyebutkan bahwa:
“Pembangunan Komponen Utama
didasarkan pada konsep Pertahanan Berbasis Kemampuan (Capability-based
defence) tanpa mengesampingkan kemungkinan ancaman yang dihadapi serta
tahap mempertimbangkan kecenderungan perkembangan lingkungan strategik.
Pelaksanaannya diarahkan kepada tercapainya kekuatan pokok minimum
(Minimum Essential Force), yakni tingkat kekuatan yang mampu menjamin
kepentingan strategis pertahanan yang mendesak, Pengadaan Alat Utama
Sistem Senjata (Alutsista) dan peralatan lain diprioritaskan untuk
menambah kekuatan pokok minimal dan/atau mengganti Alutsista/alat
peralatan yang sudah tidak layak pakai”
Saat ini TNI AL memiliki kekuatan dua armada tempur yaitu armada
barat dan timur dengan alutsista utama 154 KRI , 209 KAL, dan dua divisi
Marinir. Salah satu kekuatan yang disiapkan adalah armada kapal selam.
Sampai tahun 2014 ini, TNI AL hanya mengandalkan 2 kapal selam
Nanggala Class. Salah satu andalan pemukul armada TNI AL ini adalah KRI
Nanggala. KRI Nanggala ini pada 4 tahun lalu diperbaiki menyeluruh (overhaul and retrofit)
selama 24 bulan di Dermaga Daewoo Shipbuilding & Marine
Engineering, Okpo, Korea Selatan. Sistem manajemen tempur dan operasi
kapal selam kelas U-209/1300 itu diperbarui memakai sistem dari
Norwegia.
Sistem baru KRI Nanggala-402 diterapkan dari teknologi manajemen
tempur dan operasi dari Norwegia. Teknologi digital itu memungkinkan
komandan kapal mengambil keputusan secara lebih cepat, efisien dan tepat
atas posisi dan kedudukan kapal terhadap sasaran yang dituju.
Dengan sistem baru ini, kapal selam bisa meluncurkan empat torpedo
secara salvo pada selang waktu sangat rapat. Kapal selam sepanjang 59
meter ini memiliki delapan tabung peluncur torpedo pada ujung haluan
utamanya.
Indonesia juga tengah membangun tiga kapal selam baru bersama Korea
Selatan dengan skema transfer of technology(ToT). Kapal selam (KS) kelas
Chang Bogo (CBG) milik Korea Selatan aslinya merupakan KS Tipe 209/1200
yang diketahui telah menerima berbagai modifikasi kelas berat, sejak
permulaan abad 21 diantaranya, termasuk penambahan panjang lambung kapal
menjadi setara KS Tipe 209/1400 dan Tipe 209/1500*, kemampuan untuk
meluncurkan rudal sub-Harpoon, penggunaan sistem AIP juga sistem akustik
penangkal torpedo baru (Torpedo Acoustic Counter Measures / TACM) yang
dikembangkan secara mandiri oleh Korea Selatan.
Selain kemampuan untuk meluncurkan peluru kendali dan perangkat sonar
yang lebih canggih, dari segi ukuran fisik Chang Bogo lebih besar 100
ton dibanding KRI Cakra dan KRI Nanggala yang memiliki kelas bobot 1.300
ton. Tidak hanya itu, CBG dapat dilengkapi dengan torpedo kelas berat,
buatan Korea Selatan – White Shark (Baek Sang Eo Torpedo) yang juga memiliki kemampuan meluncurkan rudal anti kapal permukaan Hae Sung . Tidak lupa pemasangan sonar pada sisi lambung kapal selam telah direncanakan untuk pengembangan lebih lanjut.
Harapan Kekuatan Pemukul Bawah Air TNI AL Mendatang.
Menurut KSAL Laksamana (TNI) Marsetio sebagai negara kepulauan,
Indonesia idealnya memiliki 12 kapal selam sesuai target kekuatan pokok
minimal (minimum essential force/MEF).
Indonesia tampaknya dalam waktu dekat diperkirakan membeli dua kapal
selam kelas 877EKM dari Rusia dengan senjata andalan Club – S sebelum
pergantian Kepemimpinan di Indonesia tahun 2014. Kemungkinan
besar mengambil kapal selam kelas 877 punya Angkatan Laut Rusia.
Langkah pemerintah yang mempertimbangkan untuk menerima tawaran kapal
selam dari Rusia sangat masuk akal. Pasalnya, kebutuhan alat utama
sistem senjata (alutsista) jenis kapal selam mendesak bagi Indonesia,
untuk mengamankan tiga jalur laut internasional, yakni alur laut
kepulauan Indonesia (ALKI) I, II dan III.
Kebutuhan 2 kapal selam kilo ini sangat mendesak dan pada tahun 2014
akhir atau 2015 awal, diharapkan sudah ready di pangkalan Palu. Termasuk
untuk mengantisipasi perkembangan LCS dan 3 antisipasi ancaman dari
Selatan.
Kapal Selam kelas 877EKM Rusia
Rudal Club S
Sampai dengan tahun 2014 ini, kita mempunyai 2 kapal selam
cakra class, pengadaan 3 kapal selam baru bersama Korea Selatan dengan
skema transfer of technology(ToT), dan terakhir pengadaan 2 kapal selam
rusia kelas 877EKM (kemungkinan besar bekas Angkatan Laut Rusia bukan
versi ekspor /EKM). Diharapkan pada mef 1 ini Indonesia telah memiliki 7
kapal selam dengan rincian: 2 kapal selam cakra class (ready), 3 proses
produksi changbogo class dan 2 proses pengadaan kilo class.
Sesuai target MEF yang ingin dicapai, Indonesia masih butuh 5 kapal
selam lagi. Walau belakangan ini ada tawaran 10 kapal selam bekas dari
Rusia tipe Kilo, alangkah baiknya untuk dipikir masak-masak, karena pada
tahun 2020 ke depan, di kawasan ini banyak berkeliaran
kapal selam tetangga yang masih baru, kinyis-kinyis, canggih dan hasil
pengadaan baru.
Alangkah baiknya khusus pengadaan 5 KS baru pada MEF 2, bukan
dari jenis Kilo, apalagi bekas karena kita harus melihat unsur life
time KS tersebut.
Indonesia bisa beralih ke AMUR 1650 SUBMARINE (versi
ekspor terkenal nama Lada class yaitu versi modern dari Kilo class)
atau memilih kapal selam TYPE 214 SUBMARINE Jerman. China calon
penguasa Asia Pasifik saja, memesan KS lada class dan SU-35 dari Rusia
pada tahun 2013. Dengan pengadaan kapal selam sekelas Amur
1650, maka In sya’a Allah kita bisa mengungguli kemampuan alutsista,
khususnya kapal selam punya tetangga baik sebelah utara maupun selatan.
Dengan syarat-syarat tertentu untuk KS dari Rusia, lebih cocok
memilih Amur 1650 submarine class dibandingkan Amur 950 class. Hal itu
tampak mulai tahun 2007/2008 Indonesia jatuh hati pada 2 KS Kilo 877
EKM dan 5 KS Amur 1650 class.
Kapal Selam Rusia, Lada Class
Amur 1650 Class
Selain amur 1650 class, ks type 214 submarine bisa menjadi
pilihan utama. Nah di sini kalau TOT KS changbogo korsel berjalan
lancar dan pada tahun 2018 PT PAL bisa membuat sendiri dengan lisensi
dari Korea Selatan, maka untuk produksi kapal selam berikutnya
pemilihan alternatif KS tipe 214 submarine bisa menjadi pilihan.
Dengan demikian ada kesinambungan program kemandirian alutsista,
khususnya kapal selam yang diproduksi oleh Bangsa Indonesia sendiri.
Apabila kemandirian telah tercapai maka 2 ks cakra class pada
tahun 2020 sudah waktunya diturunkan kelasnya menjadi ks
latih dan diganti oleh produksi bangsa Indonesia sendiri.
Tipe 214 Submarine Class
Perbandingan Amur 650 Class Submarine dengan Type 214 Class Submarine.
Jumlah ideal sesuai target MEF adalah 12 ks sampai tahun 2024, namun
dengan adanya penambahan 5 unit kapal selam (Changbogo dan Kilo) ini
merupakan “hawa sejuk” bagi TNI-AL, untuk mencukupi standar kekuatan
minimum-nya dalam menjalankan tugas menjaga perairan nusantara. Dan kami harapkan pengadaan baru pada MEF 2 nanti, kami usul 3 ks amur 1650 class dan 2 ks tipe 214 class.
Semoga kemandirian alutsista yang diprogramkan Indonesia tetap
berjalan sesuai dengan track yang benar dan lurus, dan semoga pergantian
Kepemimpinan Nasional Indonesia tetap membawa Bangsa dan Negara
Indonesia yang kita cintai, lebih maju dalam semua bidang
kehidupan.