Presiden
membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) melalui Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2010. Hal itu dilakukan dalam rangka
mengkoordiansikan dan pengendalian revitalisasi Industri Pertahanan.
Dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Industri Pertahanan, maka pengaturan tentang organisasi, tata kerja, dan
sekretariat KKIP telah diatur kembali melalui Perpres Nomor 59 Tahun
2013.
Sidang kesepuluh KKIP yang dipimpin Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro, merupakan sidang terakhir berdasarkan Perpres Nomor 42
Tahun 2010.Sidang yang berlangsung pada pukul 10.00 -12.30 WIB, 6
Nopember tersebut, mengagendakan penyampaian program yang telah
dilaksanakan sesuai Perpres No 42 Tahun 2010 dan program yang akan
dilaksanakan sesuai Perpres No 59 Tahun 2013. Dalam sidang kesepuluh ini
Kasal Laksamana TNI Marsetio memaparkan tentang rencana kebutuhan Kapal
Selam, peluang bisnis dan investasi PT PAL dan BUMN lainnya serta
terlaksananya program Kapal Selam dan Korvet Nasional (Perusak Kawal
Rudal/PKR).
Sidang juga dihadiri Dirjen Pothan dan Dirjen Renhan Kemhan serta tim
kelompok kerja (Pokja) KKIP, Tim Asistensi KKIP, Sekretaris Pokja KKIP
dan beberapa pejabat perwakilan dari sejumlah instansi terkait lainnya
serta pimpinan BUMNIP/BUMS.Dalam sidang kali ini juga disampaikan
program yang telah dilaksanakan sesuai Perpres No 42 Tahun 2010 dan
program yang akan dilaksanakan sesuai Perpres No 59 Tahun 2013
ditandatangani Presiden RI pada tanggal 30 Juli 2013.Sidang KKIP
selanjutnya akan menggunakan UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan yang akan dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dengan adanya Perpres Nomor 59 Tahun 2013, maka Perpres Nomor 42 Tahun
2010 dinyatakan tidak berlaku lagi.
”Jadi KKIP yang lama kita selesaikan disini, kemudian yang akan datang
akan ada KKIP baru berdasarkan amanat Undang-Undang No 16 Tahun 2012
tentang Industri Pertahanan,” ujar Menhan Purnomo Yusgiantoro.
Dimana bedanya? Bedanya ada dalam struktur organisasi, tata kerja dan
sekretariat KKIP. Kalau KKIP lama dipimpin oleh Ketua KKIP Menteri
Pertahanan, dengan anggota Menteri Pertahanan (Ketua merangkap anggota,
Menteri BUMN (Ketua merangkap anggota) dengan anggota Menteri
Perindustrian, Menteri Riset dan Teknologi, Panglima TNI, Kapolri, dan
Wamenhan sebagai Sekretaris KKIP merangkap anggota. Sekarang, dalam KKIP
baru ada tambahan empat anggota yakni Mendikbud, Menteri Keuangan,
Bapennas, dan Menkominfo, dengan Ketua KKIP Presiden RI dan Ketua Harian
Menteri Pertahanan serta Wakil Ketua Harian dijabat Meneg BUMN.
Sidang KKIP baru nantinya tetap rutin dilakukan setiap tiga bulan
sekali, dan sidang kesepuluh ini merupakan sidang terakhir, sebelum
nanti tahun 2014 akan diatur kembali yang akan dipimpin Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Hadir dalam sidang KKIP kesepuluh antara lain PT
Pindad, PT PAL, PTDI, PT Dahana, PT Len, PT Inti, PT Krakatau Steel, PT
Dok dan Perkapalan Kodja Bahari dan PT Dok Perkapalan Surabaya.
Menurut Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, membangun Kapal Selam
adalah penting, karena dua pertiga wilayah kita adalah lautan dan
dinegara kita ada yang dinamakan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI)
dimana wilayah itu dilalui kapal-kapal atas air dan kapal bawah air
maupun pesawat terbang. Alur laut ditetapkan sebagai hak alur untuk
pelaksanaan lintas alur laut kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut
internasional. Ini merupakan alur-alur untuk pelayanan dan penerbangan
yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing.
Penetapan ALKI dimaksudkan agar pelayaran dan penerbangan internasional
dapat terselanggara secara terus-menerus, cepat dan dengan tidak
terhalang oleh ruang dan udara perairan teritorial Indonesia. AlKI
ditetapkan untuk mengubungkan dua periran bebas, yaitu Samudera Hindia
dan Samudera Pasifik meliputi ALKI I yang melintasi Laut Cina
Selatan-Selat Karimata-Laut DKI-Selat Sunda.ALKI II melintasi Laut
Sulawesi - Selat Makassar - Laut Flores - Selat Lombok. ALKI III
melintas Sumadera Pasifik -Selat Maluku, Luat Seram - Laut Banda.
“Dalam hukum laut Internasional, United Nations Convention on the Law of
the Sea (UNCLOS) yang ditetapkan pada 1982, wilayah Indonesia kini
menjadi salah satu jalur terpadat di dunia, dan wilayah ini perlu
dijaga, untuk itu diperlukan Kapal Selam,” ujar Menhan Purnomo.
Komisaris Utama PT PAL Laksamana TNI Marsetio
(Kasal),mengatakan,membangun kapal selam didalam negeri (PT PAL) adalah
suatu kebanggan bagi bangsa Indonesia. Sebab indikator sebuah negara
besar saat ini adalah bisa membangun kapal selam, kapal korvet, kapal
fregat dan kapal-kapal perang lainnya. Dalam pembelian tiga kapal selam
melalui Korea sudah disepakati bahwa dua kapal selam dibangun di Korea
dan satu dibangun di Indonesia.
Personel dari PT PAL sudah dikirimkan ke Korea untuk belajar transfer of
technology sebagai bentuk komitmen bersama kedua negara
(Indonesia-Korea).Ratusan tenaga ahli yang dikirim ke Korea terdiri dari
semua sektor, mulai dari tukang las sampai level engineer,sampai
deasiner.
“Dalam membangun Kapal Selam sangatlah berbeda dengan kapal atas
air.Kapal Selam harus dibangun dalam ruangan yang tertutup, harus rapih,
harus bersih, karena memang pembuatannya dilakukan dengan sangat halus,
dan hati-hati, sama dengan membuat kerajinan tangan, hand made,karena
itu cukup lama,” ujar Marsetio.
Karena itulah pembangunan kapal selam memakan waktu yang lama, dimana
bisa memakan waktu maksimum 54 bulan (kapal korvet 34 bulan) untuk
membangun kapal selam yang mampu menyalam dikedalaman 400 meter dibawah
permukaan laut. Pembangunan kapal selam ini memerlukan anggaran khusus
dalam menyiapkan sarana dan prasarananya.Jumlah Kapal Selam yang ideal
untuk menjamin wilayah NKRI ini aman dibutuhkan 12 Kapal Selam
mengamankan chuck point dalam ALKI yang ada dinegara kita. Keduabelas
Kapal Selam itu baru bisa terpenuhi pada 2020, karena itu sudah
disiapkan dari sekarang, termasuk kapal-kapal korvet lainnya.
Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, KKIP melakukan enam kali
observasi untuk mengetahui kesiapan PT PAL dalam pembangunan pesanan
negara lain dan pembangunan Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) dan
persiapan overhaul kapal selam.Dilaporkan bahwa semua pekerjaan meski
mulai dari SDM dan anggaran masing-masing dilakukan terpisah tetap
dipimpin KKIP dengan project officer dari matra laut. PT PAL dikhususkan
untuk membangun kapal perang kombatan dan untuk kapal perang non
kombatan bisa dibangun diluar PT PAL.
“Untuk menjamin kontinuitas atau hidup matinya Industri Pertahanan, maka
harus ada konsitensi dimana Menteri Pertahanan mengeluarkan kebijakan
pengadaan alutsista dan Meneg BUMN memberikan satu sinkronisasi
penganggaran dan fasilitas,” ujar Sjafrie Sjamsoeddin.
Meneg BUMN Dahlan Iskan mengatakan, bahwa Kementerian Pertahanan
porsinya jelas sekali untuk memaksimalkan pengadaan Industri Pertahanan
dalam negeri dan BUMN akan mengimbangi dengan policy-policy yang
mendukung. Meneg BUMN sudah mengijinkan BUMN untuk mengambil bridging
loan sambil menunggu cairnya dana APBN.Bridging Loan adalah pinjaman
jangka pendek untuk mengatasi kekurangan dana yang bersifat sementara
sambil menunggu dana lain yang akan diperoleh. dengan bunga mulai dua
persen perbulan.
”Jadi misalnya untuk pengadaan kapal perang, tentu pencairan dananya
menggunakan prosedur yang berlaku. Nah,sebelum proses sesuai prosedural
itu selesai, supaya pembuatan kapalnya tidak telat, dan bisa segera
dikerjakan, itu silahkan mengambil briging loan dari bank BUMN yang
berlaku,” ujar Dahlan Iskan.
Kemudian, kata Dahlan, dulu waktu PT PAL tenaga engineer-nya banyak
keluar karena tidak diberikan penghasilan. Sekarang diijinkan, misalnya,
bila ada perwira angkatan laut yang ahli dibidangnya untuk menjadi
tenaga ahli di PT PAL dan nanti Kasal yang akan menentukan
teknisnya.”Apakah BKO (bawah kendali operasi) atau dipinjam itu nanti
soal teknis,supaya Industri Pertahanan kita bisa maju berkembang dengan
pesat,” kata Dahlan.
Program–program bidang produk yang dilaksanakan KKIP meliputi Industri
Kapal Selam dan PKR, Industri Rudal C-705, Turpedo, Roket dan Bom-100,
Industri Medium Tank, Industri Panser Amphibi, Industri CMS/IWS,
Industri Pesawat Angkut, Industri Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA/UAV),
Industri Radar GCI, Industri Alkom dan MKB.
Indonesia telah memesan tiga unit Kapal Selam kelas Changbogo dari Korea
Selatan dengan proses alih teknologi kepada Indonesia. Rencananya dua
kapal selam ini akan diproduksi di galangan Daewoo Shipbuilding Marine
Engineering Co.Ltd, dan kapal selam ke tiga akan dikerjakan oleh ahli
Indonesia di galangan PT PAL.
Kini kedua negara sedang dalam tahap penyiapan desain, pengiriman
personel ahli Indonesia ke Korea dan penyediaan fasilitas pembangunan
kapal selam di galangan PT PAL Surabaya.Guna melaksanakan langkah awal
proyek pembangunan Kapal Selam ketiga dari Korea Selatan, Pemerintah
Indonesia mengirimkan sekitar 190 personel yang terdiri dari user
(Pengguna), TNI AL, perwakilan SDM Riset dan Teknologi (Ristek), Tim
Akademisi, serta pihak industri pertahanan dalam negeri yang terkait.
Selama personel Indonesia berada di Korsel akan mendapatkan Alih
Teknologi (ToT) kapal selam yang tergolong kompleks dan rumit, serta
harus dapat dipelajari baik melalui metode learning by seeing, maupun
learning by doing sesuai dengan kesepakatan negara maupun
peraturan-peraturan yang di berlakukan oleh Pemerintah Korsel.
Fasilitas galangan dijadwalkan akan selesai dibangun pada Desember 2014,
dan Januari 2015, pembangunan Kapal Selam “steel cutting” tersebut
dapat dilaksanakan. Pembangunan kapal selam ini membutuhkan waktu
sekitar tiga tahun maka di perkirakan kapal selam ketiga dari hasil
produksi Indonesia akan selesai pada tahun 2018.