Senin, 02 Desember 2013

Sishankamrata Sebagai Dasar Pembangunan Kekuatan Pertahanan Berkelanjutan

Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) merupakan rujukan sekaligus dasar dan tujuan pembangunan kekuatan pertahanan secara berkelanjutan yang mengamanatkan adanya keseimbangan proporsional antara komponen kekuatan bersenjata (kombatan) dengan komponen kekuatan tak bersenjata (non-kombatan) yang dibangun dengan mengedepankan prinsip kerakyatan, kewilayahan dan kesemestaan.
Namun demikian, pembangunan kekuatan pertahanan ini belum didukung oleh perencanaan kekuatan (force planning) yang merujuk kepada metoda perencanaan kekuatan yang modern, teratur, terstruktur dan mengintegrasikan berbagai fungsi yang tercakup dalam organisasi pertahanan. Dalam rangka menggali gagasan untuk memperkuat kesinambungan pembangunan kekuatan pertahanan, Pusat Pengkajian Strategi Nasional (PPSN) bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan RI dan Forum Pemred menyelenggarakan Diskusi Panel dengan tema, “Membangun Kemampuan Kekuatan Pertahanan Berkelanjutan (Sustainable Defence Force Planning)”.
Diskusi panel yang dilangsungkan di Jakarta, Jumat (29/11) menghadirkan keynote speech, Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro yang mengupas tema tersebut dari perspektif pemerintah dengan topik, “Perkembangan Lingkungan Strategis dan Tantangan Global” dan Ketua Komisi I DPR RI drs. Mahfudz Siddiq, M.Si yang melihatnya dari perspektif DPR/legislatif.
Diskusi panel menghadirkan tiga orang panelis yaitu pertama, pengamat militer Dr. Andi Widjajanto yang memaparkan tentang, “Trajektori dan Skenario ‘Net Assessment’ untuk TNI Abad XXI”. Panelis kedua, Direktur Jenderal Strategi Pertahanan (Dirjen Strahan) Kemhan Mayjen TNI Sonny E.S. Prasetyo, M.A yang mengangkat, “Pembangungan Kekuatan Pertahanan Minimum Essential Force (MEF) yang berkelanjutan. Panelis ketiga wartawan senior Kompas sekaligus juga Rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Dr. Ninok Leksono membahas, “Peran Industri Strategis dan Teknologi dalam Mendukung Pembangunan Kemampuan Pertahanan”.

Dalam kesempatan tersebut Menhan menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan diskusi panel kali ini karena hal ini merupakan langkah yang tepat sebagai ujung dari Kabinet Indenesia Bersatu II (KIB II). Menhan berharap pada tahun depan yang merupakan akhir KIB II, pembangunan kekuatan pertahanan yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) I, II dan III dapat terus berlanjut atau berkesinambungan (Sustainable). Dilanjutkan Menhan, pembangunan kekuatan pertahanan yang berkelanjutan diawali pada tahun 2010 (awal KIB II) berupa penyelarasan doktrin, strategi, postur dan buku putih untuk mengakomodir dinamika perubahan yang terjadi tahun 2008-2010 pada saat KIB I.

Paradigma atau dinamika perubahan yang terjadi dapat berupa ancaman terdiri dari asimetris, simetris, cyber, terorisme dan masih banyak lagi. Setelah anacaman-ancaman tersebut diformulasikan selanjutnya membangun konsep dasar kekuatan pertahanan deterrence diantaranya adalah master list dan salah satu isinya adalah Minimum Essential Forces (MEP).

Diskusi panel yang dimaksudkan untuk melaksanakan diskusi konstruktif antara panelis dengan peserta membahas masalah pertahanan akan dihadiri sekitar 100 peserta yang merupakan perwakilan dari Kemhan,TNI, Kementerian/Lembaga terkait dengan pembangunan pertahanan termasuk diantaranya perwakilan dari industri pertahanan dan pemimpin redaksi (pemred) media massa nasional yang tergabung dalam forum Pemred.

Pusat Pengkajian Strategi Nasional (PPSN) yang dipimpin Marsekal Madya TNI (Purn) Daryatmo, S.Ip adalah yayasan yang didirikan oleh Laksamana (Purn) Widodo AS dan Prof. Juwono Sudarsono dengan didukung beberapa tokoh. Maksud didirikan yayasan adalah untuk memanfaatkan potensi yang ada dalam masyarakat dalam rangka memberikan sumbangan positif bagi perkembangan kehidupan bangsa. Kegiatannya diarahkan untuk melaksanakan serangkaian pengkajian berlanjut terhadap masalah nasional yang strategis dan dikerjakan oleh para ahlinya.

Tri Matra Latihan Gultor “Counter Hijacking at the Sea” di Batam

Tri Matra Latihan Gultor “Counter Hijacking at the Sea” di Batam
TNI kembali menggelar Latihan Satuan Penanggulangan Teror tahun 2013 yang ke VIII bertemakan, "Counter Hijacking at the Sea", di perairan Batam Kepulauan Riau, Senin (2/12).
Dalam skenario latihan, dilaporkan bahwa ada kapal milik Indonesia dibajak oleh kelompok teroris di perairan Batam. Profesionalisme kekuatan Tri Matra (AD, AL, AU) serta didukung manuver dari pesawat yang melakukan penerjunan di laut maupun di kapal sasaran, Sea Reader bergerak cepat mendekati sasaran. Kemudian didukung gerakan Helikopter yang menerjunkan prajurit TNI ke sasaran, akhirnya teroris yang menguasai kapal dapat dilumpuhkan sekaligus menangkap gembong teroris dalam waktu singkat.
Latihan yang dilaksanakan dua tahap, yakni tahap pertama di Cilandak dan tahap kedua di Perairan Batam tersebut, bertujuan untuk mewujudkan kesiapan operasional Satgas Operasi Khusus TNI yang merupakan gabungan unsur-unsur Sat-81, Denjaka, dan Denbravo'90 beserta unsur pendukungnya dengan sasaran untuk meningkatkan kemampuan unsur Pimpinan dan Staf, tersusunnya rencana operasi khusus TNI, meningkatnya kemampuan interoperability dan meningkatnya kesiagaan operasional Pasukan Khusus TNI.
Latihan ini melibatkan sejumlah peralatan antara lain: 1 unit pesawat Hercules C-130, 2 unit Helly Bell TNI AL, 1 unit Cassa TNI AL, 1 unit KRI LPD, 4 unit Sea Reader, 6 unit Rubber duck, dan 10 unit PK SAR.
Setelah menyaksikan latihan, Panglima TNI secara resmi menutup latihan Satgultor TNI tahun 2013 dengan Upacara Militer di perairan Batam, tepatnya di atas geladak KRI Banda Aceh.  Menurut Panglima TNI, membaca prediksi tantangan nasional ke depan, TNI dituntut untuk terus memelihara dan meningkatkan kesiapsiagaan guna menghadapi berbagai trouble spot yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Untuk itu di akhir amanatnya Panglima TNI menyampaikan beberapa penekanan diantaranya adanya kesatukan visi dan misi Sat-81, Denjaka, dan Denbravo'90, dalam satu ikatan tugas TNI.
Hadir menyaksikan latihan tersebut antara lain Kasal Laksamana TNI Dr. Marsetio, Kasau Marsekal TNI I.B. Putu Dunia dan jajaran, SAF Singapura Brigjen Mark Tan Ming Yiak, Dansesko TNI Marsdya TNI Ismono W, para Asisten Panglima TNI, Kabais TNI Mayjen TNI Erwin Sapitri, Dankodiklat TNI Mayjen TNI Chaidier S. Sakti, serta Atase Pertahanan Negara Tetangga seperti: Atase Kamboja, Singapura, dan Thailand dan Pejabat lainnya.
 TNI.

Senpi dan Bom Rakitan OPM Lebih Canggih

 
Temuan puluhan senjata dalam penggerebekan rumah yang diduga milik kelompok OPM di Kampung Yongsu Spari, Distrik Revenirara, Kabupaten Jayapura, Jumat (29/11) lalu langsung menarik perhatian Polda Papua. Apalagi, dalam penggerebekan lanjutan, polisi juga menemukan bendera OPM yang dikibarkan.

Kapolda Papua Irjen Pol M. Tito Karnavian dan Wakapolda Brigjen Pol Paulus Waterpau menyempatkan diri datang ke Mapolres Jayapura untuk melihat langsung senjata api (senpi) dan bom rakitan plus belasan senjata tajam (sajam) tersebut. Setelah melihat senjata itu, Kapolda menilai bom rakitan yang diamankan tersebut lebih canggih daripada bom rakitan yang pernah disita dari kelompok bersenjata di Papua.

Menurut Kapolda, yang paling berbahaya di antara seluruh barang bukti yang ditemukan Polres Jayapura adalah bom rakitan itu. Sebab, kendati berukuran kecil, bom rakitan tersebut bisa menjangkau radius 20 meter.

"Biasanya bom seperti ini kami temukan di Poso, Bima, dan Jawa Tengah dengan nama bom lontong. Tidak pernah di Papua. Kekuatannya sama dengan granat. Ledakannya bisa bikin tuli. Serpihannya bisa seperti peluru," tutur Tito kemarin (1/12).

Kepada awak media, Paulus Waterpau mengatakan, Jumat lalu polisi menerima informasi bahwa ada sekelompok orang di Kampung Yongsu yang beraktivitas mencurigakan. "Kapolres langsung memerintah anggota untuk mengecek ke sana, Sempat terjadi kontak senjata dengan mereka. Jumlah kelompok Raja Cyclop ini 20-an, tapi yang aktif hanya delapan orang. Setelah kontak senjata, mereka menghilang ke hutan," kata Wakapolda yang kemarin didampingi Kabidhumas Polda Papua AKBP Sulistyo Pudjo Hartono dan Kapolres Jayapura AKBP Roycke Harry Langie.

Paulus menduga kelompok Raja Cyclop berkaitan dengan kelompok bersenjata yang diungkap di Aimas, Sorong, April lalu. Sebab, organisasi dan senjata mereka hampir sama.

Dijelaskan, pada Jumat pukul 07.30 WIT 38 polisi tiba di Kampung Yongsu Spari dan langsung menggerebek rumah tiga orang yang diduga sebagai anggota kelompok Raja Cyclop. Dari rumah Edward Okoseray, polisi menemukan senpi dan bom rakitan. Di rumah Oktovianus Sorondonya, ditemukan mesin bubut yang diduga digunakan untuk merakit senpi. "Dari rumah Adrianus Apaseray yang dijuluki Raja Cyclop, polisi menemukan senpi rakitan, peluru, bom rakitan, dan dokumen anggota OPM," papar Paulus.

Sekitar pukul 13.00 WIT, lanjut Paulus, dua warga berinisial OY dan GA melapor ke Polsek Depapre. Mereka bilang bahwa Raja Cyclop bersama delapan orang lain turun ke kampung, menyekap sejumlah warga, dan membakar beberapa rumah. "Kami langsung berkoordinasi dengan Polsek Depapre dan kepala distrik agar mengevakuasi warga," terangnya.

Esoknya, Sabtu (30/11), polisi kembali ke tempat kejadian. Namun, ternyata tidak ada informasi tentang penyanderaan. Karena itu, Kapolres menduga laporan OY dan GA tersebut hanya digunakan untuk memancing polisi agar datang ke sana pada malamnya. Kalau polisi terpancing, mungkin akan jatuh korban.

"Saat kami ke sana esoknya, ada satu bendera bintang kejora yang dikibarkan di kantor kepala kampung. Soal Raja Cyclop yang dikabarkan tertembak, kami telah cek. Memang ada satu makam yang masih basah. Namun, kami tidak mau berspekulasi. Kami akan otopsi dulu," terang Kapolres.

Kapolres menambahkan, menurut informasi dari warga, Raja Cyclop sebelumnya merupakan kepala kampung di sana. Pada Agustus 2012 dia diganti karena tidak bisa mempertanggungjawabkan ADK.

"Berdasar analisis kami, dia sudah mengikuti kegiatan itu sejak Januari. Uang yang tidak bisa dia pertanggungjawabkan itu mungkin untuk menjalankan operasi ini. Mungkin dia ikut kelompok tersebut karena tidak lagi menjadi kepala kampung," tutur Kapolres.

Pasukan TNI serbu kelompok insurgency, 40 orang tewas

Pasukan TNI serbu kelompok insurgency, 40 orang tewas
Ilustrasi (dok:Istimewa)
Personel TNI dari Batalyon 711 Raksatama Brigade Infantri 22 Otamana terlibat baku tembak dengan kelompok insurgency di Desa Mayumba, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah.

Setidaknya 1.200 personel TNI didukung artileri medan berupa tank, panser, dan helikopter dikerahkan untuk melumpuhkan kelompok bersenjata tersebut.

Situasi tenang di Desa Mayumba, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, mendadak ramai akibat perang tersebut. Puluhan orang bersenjata api baku tembak dengan anggota TNI dengan kekuatan penuh.

Bunyi tembakan tanpa henti yang diantaranya dibarengi dengan suara ledakan bom yang menggelegar membuat situasi di Desa Mayumba, tadi pagi terasa sangat mencekam. Wargapun diungsikan ke lokasi perbukitan yang aman dari area peperangan.

Dalam peperangan itu, 1.200 personel TNI dikerahkan. Sejumlah alat berat seperti dua Tank Scorpion dan dua Panser Anoa dikerahkan. Tidak hanya itu, mereka juga mengeluarkan empat mortir dan enam senjata artileri Medan yang menembak dari jarak 5 Kilometer (Km).

Penembakan dilakukan tanpa henti ke arah pelarian kelompok pengacau keamanan yang coba meloloskan diri. Pengejaran kelompok pengacau keamanan itu turut melibatkan Satuan Raider 700 yang menggunakan helikopter bell 412.

Penindakan terhadap kelompok insurgen atau pengacau keamanan itu mengakibatkan setidaknya 40 anggota kelompok tersebut tewas dan 15 orang diantaranya berhasil ditangkap, termasuk persenjataan yang berhasil disita. Termasuk di antaranya satu buah bunker dan rumah tempat persembunyian berhasil diledakkan.

Panglima Daerah Militer VII Wirabuana Mayjend Bachtiar mengatakan, peperangan itu merupakan latihan batalyon tim pertempuran sesungguhnya di daerah pemukiman atau kota.

Diharapkan, dari kegiatan latihan pertempuran itu akan meningkatkan kemampuan anggota personel TNI dalam menanggani gangguan keamanan, di suatu daerah baik berupa gerakan separatis dan aksi terorisme secara profesional dan proporsional.

"Jadi latihan kali ini kita kemas beda dari tahun sebelumnya. Tahun ini kita menghadapi lawan insurgency. Lawan insurgen ini adalah untuk mengatasi suatu daerah yang mengalami gangguan, karena ada gerakan seperatis, dan pemberontakan bersenjata, maupun terorisme," katanya, kepada wartawan, Senin (2/12/2013).

Ditambahkan dia, jadi dengan pola operasi yang sudah digelar pada hari ini, pihaknya coba memberikan pengalaman kepada prajurit, khususnya betapa sulitnya melakukan pertempuran di daerah pemukiman itu tidak semudah apa yang dibayangkan.

Lebih lanjut, Pangdam VII Wirabuana menilai, latihan batalyon pertempuran itu berlangsung dengan sangat baik, dimana mampu memberikan sebuah realisme pertempuran yang sesungguhnya.

Kepala Lemsaneg: Pejabat Indonesia Malas Pakai Mesin 'Antisadap'

Tak hanya di dalam negeri, KBRI-KBRI juga jadi sasaran penyadapan.

Pejabat Indonesia yang disadap Australia pada November 2009
Pejabat Indonesia yang disadap Australia pada November 2009  
Hubungan Indonesia dan Australia tegang setelah skandal penyadapan menyeruak melalui pemberitaan dua media massa, laman The Guardian dan surat kabar Sydney Morning Herald, baru-baru ini.
Indonesia yang meradang melakukan segala upaya untuk memaksa Australia menjelaskan penyadapan yang dilakukan intelijen mereka terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat di sini.

Seiring itu, Indonesia juga berupaya membenahi kembali sistem pengamanan dan rahasia negara agar tidak lagi mudah dijebol penyadap. Salah satu badan pemerintah yang diharap ikut berperan banyak dalam pengamanan informasi rahasia negara ini adalah Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Sistem enkripsi Lemsaneg dinilai cukup mumpuni menangkal aksi penyadapan asing.
Kepala Lemsaneg Mayjen TNI Djoko Setiadi mengungkapkan, Indonesia bukannya tidak sadar disadap. Namun, hal yang sulit untuk diungkap adalah siapa yang menyadap?

Karena itu, kata Djoko, sudah saatnya para pejabat tinggi negara dibekali 'ilmu' untuk pengamanan. Tak hanya di dalam negeri, sebagai garda depan, para diplomat di luar negeri juga harus diberi 'pencerahan' supaya lebih waspada penyadapan, termasuk negara tetangga sekali pun.

Bagaimana upaya menyadarkan para petinggi negara ini? Berikut tanya jawab dengan Kepala Lemsaneg Djoko Setiadi yang dirangkum dalam forum pertemuan tertutup dengan para pemimpin redaksi baru-baru ini:
Apa Lemsaneg tahu  Indonesia disadap Australia?
Berbicara penyadapan, sekali lagi ini terjadi di dunia maya. Terasa (ada penyadapan), tapi kami tidak tahu siapa yang menyadap. Karena belum tentu orang Australia menggunakan ID Australia. Bisa saja mereka menggunakan ID orang lain.

[Djoko lalu menjabarkan sejumlah temuan-temuan terkait alat sadap di beberapa kantor KBRI di luar negeri.  Namun, Djoko meminta agar lokasi KBRI tidak ditulis untuk keperluan keamanan negara.]

Sebagai contoh, di sebuah KBRI, ada alat yang disebut adenco. Alat itu sebetulnya berfungsi sebagai alarm. Ternyata setelah kami cek, alat itu tersambung line jaringan telepon ke kediaman Pak Dubes. Itu terjadi.
Kami tidak bisa memastikan itu dilakukan pemerintah setempat atau orang lain. Kira-kira terjadi tahun 2004-2005. Kami temukan di KBRI kita sebuah alat menyadap.

Waktu saya datang ke sebuah KBRI di negara lain, Pak Dubes bilang, 'Mas Djoko, negara ini saudara kandung kita. Yakinlah kita tidak mungkin ada alat-alat itu'. Ternyata memang ada alat-alat penyadap itu. Di atas meja kerjanya ada platform rapi, ada alat penyadap itu. Tapi lagi-lagi kami tidak tahu siapa yang memasang itu.

Makanya, negara perlu memberikan pencerahan kepada para diplomat kita itu, agar lebih meningkatkan pengamanan.

Suatu ketika ada serbuk gelap yang ditemukan di KBRI lainnya. Dengan kondisi ketakutan, seluruh personel yang ada dalam KBRI dikeluarkan, termasuk petugas keamanan. Mereka (petugas keamanan negara setempat) masuk ke ruangan Kedubes kita, untuk mencek apakah ada bom atau tidak. Saya bukan berprasangka buruk, tapi mungkin saja ketika semua keluar mereka (petugas keamanan negara setempat) memanfaatkan kondisi untuk memasang alat-alat itu. Serbuk itu sengaja dikondisikan.

Lalu, di pegangan pintu Pak Dubes di KBRI sebuah negara, pun ada alat transmitter. Setelah kami bongkar, kami beli alat yang sama dengan alat itu di kota setempat, ternyata beratnya beda. Di KBRI negara-negara lain juga kami temukan. Ada yang di ruang rapat.

Saat kita protes, kita tanya, apa yang sedang terjadi, alasan mereka klasik. Mereka bilang selalu membantu negara-negara sahabat. Mereka bilang memonitor ancaman teroris. Jadi selalu itu yang mereka sampaikan.

Di sebuah KBRI lainnya lagi, saya sendiri menemukan beberapa alat transmitter di ruangan Pak Duta Besar. Artinya Pak Dubes sudah disadap. Namun lagi-lagi kami juga tidak tahu, siapa yang memasang. Dalam hal ini kita harus hati-hati di semua tempat.
Apakah Lemsaneg tahu Australia menyadap Presiden SBY dan para pejabat lain?
Jujur kami baru tahu dari berita yang bersumber dari dokumen yang dibocorkan Edward Snowden itu. Namun demikian, kita tahu ada indikasi-indikasi seperti yang telah kami temukan. Maka dalam hal ini, kami bekerjasama dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Luar Negeri. Ada tim terpadu. Kami mengecek di KBRI di seluruh dunia, apakah ada alat-alat penyadap di ruangan mereka.
Harusnya Kedutaan kita di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia harus lebih diproteksi.

Bantuan-bantuan asing perlu dicurigai?
Tidak hanya bantuan asing terhadap TNI-Polri saja yang perlu dicurigai. Di Yogyakarta dulu ada bantuan dari Pemerintah Jerman, yaitu bantuan peralatan pengumpulan seluruh data dengan sistem komputerisasi oleh Jerman. Saya sampaikan kepada Pak Sultan, 'Bapak, boleh kami lihat? Jadi ada yang mencurigakan'. Bantuan-bantuan itu perlu kita curigai.

Di Batam dulu pernah ada bantuan dari Korea untuk pembangunan Batam center. Setelah ada yang dicurigai, kami mengamankan data, voice, video.

Apa pejabat kita mengerti enkripsi?
Perlu saya luruskan. Mesin sandi juga bukan antisadap, bisa disadap. Hanya ketika orang yang menyadap tidak bisa membaca sandinya. Enkripsi ini adalah alat pengaman. Kalaupun mereka bisa membaca sandinya itu butuh waktu yang sangat lama, bisa 3 bulan, 6 bulan, atau mungkin 1 tahun. Informasi itu jadi sudah basi dan tidak penting lagi.

Tampaknya para pejabat kita malas pakai alat pengaman penyadapan?
Bisa ditanyakan langsung kepada para pejabatnya, kenapa begitu. Sebenarnya kami sudah siapkan, di meja-meja pejabat itu (enkripsi). Wajar mereka malas gunakan telepon dan memencet tombol C sebagai pengaman yang kami sediakan karena mereka agak tidak sabar harus delay. Kalau pakai pengaman yang kami siapkan memang agak delay beberapa detik teleponnya. Kurang nyaman tentunya.

Pernah suatu kali, saya lihat (pejabat) ada yang memasukkan alat komunikasi itu ke dalam kotak lalu digembok. Dia bilang merasa tidak nyaman menggunakan itu dan bingung menggunakannya. Itu salah satu bukti. Pertama malas, kedua tidak nyaman.

Mesin eskripsi Lemsaneg diimpor dari mana?
Karena belum mampu buat sendiri, kami beli mesin-mesinnya saja dari luar. Tetapi, algoritma alat itu, 100 persen kami yang buat sendiri. Mudah-mudahan 2014 nanti Lemsaneg sudah punya alat enkripsi buatan sendiri, kerjasama dengan ITB, UI, dan universitas dalam negeri lainnya.

Kami akan menggalakkan kembali pemakaian enkripsi bagi para pejabat negara. Satu lagi yang perlu kami sampaikan, Jangan sampai menggunakan aplikasi-aplikasi dari luar, baik untuk handphone dan alat komunikasi lainnya.
Gara-gara penyadapan, Korsel rugi hingga triliunan. Bagaimana dengan Indonesia?
Saya yakin di Indonesia juga terjadi (kerugian). Tapi para korban itu tidak pernah menyampaikan. Di bank-bank misalnya. Saya yakin banyak bank di Indonesia pernah kebobolan. Tapi belum ada catatan pasti tentang kerugian itu.
Soal cyber army, bisa Anda jelaskas?
Kementerian Pertahanan sedang membentuk cyber army ini. Namanya juga cyber army, saya harap ini jadi tentara cyber, punya kemampuan menyerang, juga punya kemampuan untuk bertahan.
Di dunia cyber, kami tidak tahu siapa yang menyerang. Upaya kami dari Lemsaneg, cukup memperkuat sistem kekuatan pengamanan di wilayah informasi.
Soal kerjasama dengan KPU yang jadi polemik, kini bagaimana kabarnya?
Kami siap untuk tidak terlibat dalam penyelenggaraan pemilu 2014. Menghindari polemik. Demi tentramnya proses pemilu di masyarakat.

Minggu, 01 Desember 2013

Sempat down, pagi ini situs Bandara Sydney Australia hidup lagi

 

ilustrasi hacker. © Rt.com

Situs Bandara Sydney Australia menjadi sasaran serangan hacker Indonesia di bawah bendera The Indonesian Security Down semalaman dan sempat jatuh bangun hingga ganti alamat internet protocol (IP).
Berdasarkan pengamatan merdeka.com, situs yang beralamat di http://sydneyairport.com.au tersebut awalnya memiliki alamat IP di 117.167.126 Port 80, kemudian pindah ke Port 443.
Semalam, serangan para peretas dimulai pukul 19:00 WIB. Dan karena fans page Facebook hacker yang tergabung dalam Indonesia Security Down Team dihapus Facebook, maka koordinasi serangan dilakukan melalui situs microblogging Twitter.
Koordinasi serangan sangat penting dalam teknik DDOS mengingat serangan dilakukan bersama-sama, dalam waktu yang sama dan ke IP atau situs yang sama.
Sementara itu, hasil penyerangan terhadap IP 210.193.134.135, 12 pada Jumat malam (29/11/2013), situs-situs sempat pingsan semalaman, meski kemudian situs-situs pemerintahan Australia kembali normal, setelah mengganti IP address nya.
IP 210.193.134.135 sendiri sampai saat ini masih dalam kondisi '404 not found' yang berarti server mengalami masalah.
Situs-situs yang sempat terkena meliputi archive.coag.gov.au, careers.pmc.gov.au, www.dpmc.gov.au, www.artbank.gov.au, www.coag.gov.au, www.itsanhonour.gov.au, www.igis.gov.au, www.coagbushfireinquiry.gov.au, www.coagreformcouncil.gov.au, www.mentalhealthcommission.gov.au, www.royalcombci.gov.au dan www.oilforfoodinquiry.gov.au.
Namun begitu, tidak berapa lama, situs normal kembali. Ini bisa saja terjadi jika mereka memiliki pengaman anti DDOS maupun bergerak cepat dengan mengganti IP address sebelumnya dengan yang baru.

Penyadapan Korea dan Singapura di Luar Wilayah Indonesia

Masalah penyadapan yang dilakukan oleh Singapura dan Korea memang tidak boleh dianggap sepele, meski kasusnya berbeda dengan yang dilalakukan oleh Australia.

Penyadapan Korea dan Singapura di Luar Wilayah Indonesia

Untuk kerja sama internasional, masalah seperti ini memang harus dibereskan.

“Ya, informasi yang ada, penyadapan oleh Korea dan Singapura itu berbeda dari aksi Australia. Kedua negara itu melakukan penyadapan terhadap saluran kabel telepon bawah laut di sekitar Singapura. Tapi, apa pun, semua juga terkait soal penyadapan, perlu mendapat penyikapan,” kata  anggota Komisi I DPR M Najib, di DPR, Kamis (28/11).

Dengan begitu, menurut dia, penyadapan yang dilakukan Singapura dan Korea itu dilakukan di luar teritorial Indonesia, sedangkan yang dilakukan oleh Australia terjadi di wilayah Indonesia, langsung terhadap telepon tokoh-tokoh penting RI.

“Jadi, penyikapan kita mungkin perlu sudut pandang yang lain. Ya, nanti kita akan rembug lagi dengan Menlu, dalam kesempatan berbeda,” kata politisi PAN itu.

Sementara itu, sebelumnya, sebelum rapat dengan Komisi I DPR, Menlu Marty Natalegawa telah memanggil  Duta Besar Korea Selatan untuk mengonfirmasi tentang informasi bantuan Korea terhadap penyadapan yang dilakukan Australia terhadap pejabat Indonesia. Dalam penjelasannya, Dubes Korsel membantah tudingan itu.

“Dubes Korea di Jakarta sudah dipanggil dan menyanggah berita tersebut,” kata Menlu di DPR, Kamis (28/11).

Kementerian Luar Negeri juga memanggil Dubes Singapura untuk Indonesia. Sebab, berdasarkan bocoran dari mantan pegawai Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) Edward Snowden, Singapura juga disebut membantu penyadapan yang dilakukan Australia itu.

Namun, Dubes Singapura belum memberikan keterangan yang jelas. “Kalau Dubes Singapura mengatakan akan menyampaikan kepada pemerintahnya,” tambah dia.

Menlu juga sudah meminta keterangan dari dutabesarnya di Korsel maupun Singapura. “Dubes kita disana juga dimintai keterangan,” tutur Marty.

Berita yang beredar, dokumen Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat menyebut AS dan mitra intelijennya yang disebut “Five Eyes” menyadap melalui kabel serat optik kecepatan tinggi di 20 lokasi di seluruh dunia.

Operasi intersepsi melibatkan kerja sama dengan pemerintah setempat dan perusahaan telekomunikasi atau melalui “operasi rahasia”.

Operasi intersepsi kabel bawah laut memungkinkan mitra “Five Eyes”, yakni AS, Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru, untuk melacak “siapa pun, dimana pun, dan kapan pun” yang digambarkan sebagai “zaman keemasan” intelijen sinyal.