Kamis, 21 November 2013

Panglima TNI: Hari Ini Kami Tarik 6 Pesawat Tempur dari Australia

Semua kerjasama di bidang militer dengan Australia dihentikan.

Panglima TNI Jenderal Moeldoko
Panglima TNI Jenderal Moeldoko (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
Panglima TNI Jenderal Moeldoko manyatakan, hari ini, Kamis 21 November 2013, TNI telah menarik alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan pasukan dari kawasan Australia.

Penarikan terkait perintah Panglima Tertinggi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang marah dengan aksi penyadapan Badan Intelijen Australia.

"Ada enam pesawat tempur kita juga kita tarik. Kemarin perintah persiapan, hari ini ditarik," kata Moeldoko di Sanur, Bali.

Tak hanya menarik 6 pesawat tempur F-16, Panglima TNI juga telah menghentikan kerjasama di bidang militer dengan Australia.

"Sekarang di bidang latihan sementara kita hentikan. Sebetulnya sampai tanggal 24 ini Elang Ausindo. Tapi karena situasi begini, saya tarik itu," kata dia.

Moeldoko juga mengaku telah menghentikan latihan kerja sama militer Australia dengan Kopassus. Latihan bersama Kopassus dengan militer Australia adalah latihan komodo.

Ia mengaku belum tahu sampai kapan penghentian kerja sama di bidang militer dan penarikan pasukan itu dilakukan. Jika hubungan kedua negara membaik, kata Moeldoko, hubungan militer kedua negara juga akan kembali dirajut.

Moeldoko menuturkan, jika militer menganut politik negara, ketika hubungan kedua negara menegang, maka akan berimbas juga pada hubungan militer. Sebab militer mengikuti garis politik negara.

"Kita tahu bersama hubungan RI-Australia selalu pasang-surut. Kami ini, tentara, menganut politik negara. Politik negara seperti itu kita lanjutkan pada tataran militer. Kita lihat nanti kalau hubungan negara membaik, tentunya hubungan militer akan kita kembalikan," katanya+.

Ini Cara Panglima TNI Hindari Penyadapan

Soal penyadapan di militer adalah wajar. "Tidak wajar kalau ketahuan."

Pejabat Indonesia yang disadap Australia
Pejabat Indonesia yang disadap Australia  
Aksi penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat lainnya, terbongkar.

Tak ingin menjadi korban aksi spionase, Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko punya kiat menghindari aksi penyadapan negara lain.

"Dalam konteks intelijen dalam domain saya, kita sedang menyiapkan enkripsi. Hanya dengan enkripsi itulah kebocoran bisa diatasi," kata Moeldoko saat membuka Musyarawah Nasional Perkumpulan Masyarakat dan Pengusaha Indonesia Tionghoa, di Pecatu, Bali, Kamis 21 September 2013.

Enkripsi adalah proses mengubah pesan, data atau informasi, agar informasi itu tidak dapat dibaca oleh orang yang tidak berhak. Enkripsi adalah bagian dari ilmu yang disebut kriptografi. Kriptografi sendiri merupakan sebuah ilmu yang mempelajari teknik membuat sebuah pesan atau infromasi tidak dapat dibaca orang yang tak berhak.

Menurut Moeldoko, jika alat komunikasi dienkripsi, maka akan menghindari kebocoran informasi. "Alat komunikasi kita harus dienkripsi agar tidak bocor," katanya.

Kedua, kata Moeldoko, adalah memperkuat kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Apalagi, mulai 5 Oktober 2014, alutsista Indonesia akan menjadi sangat canggih. Sehingga, harus ditopang dengan SDM yang hebat.
"Kemampuan, mental dan moralnya kita perkuat," kata Panglima TNI.

Menurut dia, dalam konteks hubungan internasional, ada hal yang sensitif dari aksi penyadapan itu yang tidak tepat dilakukan. Kata dia, sangat tidak pantas ketika Presiden SBY berkomunikasi secara pribadi dengan Ibu Negara Ani Yudhoyono juga ikut disadap.

"Apa hubungannya Presiden berhubungan dengan Ibu terus disadap. Itu hal-hal sensitif dalam konteks hubungan internasional," tegas Moeldoko.

Kendati begitu, ia melanjutkan, aksi sadap menyadap dalam hubungan militer dapat saja dikatakan wajar. Katanya, wajar apabila aksi penyadapan itu dilakukan tanpa diketahui oleh siapapun.

"Tidak wajar kalau ketahuan," ucapnya sembari tertawa.

Australia Diminta Bersiap Hadapi Kebocoran Data Intelijen Lanjutan

Hubungan Australia-RI memburuk gara-gara dokumen yang Snowden bocorkan

Edward Snowden menikmati keindahan Sungai Moskow dari kapal yang berlayar di pusat kota.
Edward Snowden menikmati keindahan Sungai Moskow dari kapal yang berlayar di pusat kota. (REUTERS/Reuters TV/Pool)
Hubungan Indonesia dan Australia memburuk paska terkuaknya penyadapan oleh Badan Intelijen Australia (Defence Signals Directorate) terhadap Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, istrinya, dan delapan pejabat tinggi RI lainnya. Rabu 20 November 2013, SBY mengumumkan dihentikannya kerjasama militer dan intelijen dengan Australia sampai Negeri Kanguru memberikan penjelasan resmi soal isu penyadapan itu.

Pakar pertahanan Australia, Philip Dorling, melalui surat kabar di Sydney telah mengingatkan kerugian yang diderita Australia dari pemutusan kemitraan oleh RI. Australia memerlukan kerjasama Indonesia dalam isu sensitif seperti penyelundupan manusia. Tanpa Indonesia sebagai ‘pagar’ Australia, ribuan imigran gelap tak hentinya memasuki negeri itu. “Jakarta dapat dengan mudah mempersulit posisi Australia,” kata Dorling.

Kesulitan Australia tak hanya berhenti pada penurunan derajat hubungan bilateral oleh Indonesia. Tak kalah serius, ujar Dorling, pemerintah Australia harus mengantisipasi kebocoran rahasia intelijen lebih lanjut oleh Edward J. Snowden. Mantan kontraktor Badan Intelijen Amerika Serikat (NSA) itulah yang mengungkap penyadapan Australia terhadap para pejabat Indonesia.

“Amat jelas materi yang dimiliki Snowden mencakup berbagai dokumen yang berhubungan dengan kepentingan intelijen Australia,” kata Dorling dalam analisisnya di Sydney Morning Herald. Ia yakin Snowden memegang rahasia intelijen Australia lebih banyak daripada yang sudah ia ungkapkan.

Oleh sebab itu Dorling meminta pemerintah Australia bersiap untuk skenario terburuk, yakni pembeberan aksi spionase Australia di seluruh Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Asia Timur. Bila itu sampai terjadi, maka konsekuensi politik dan diplomatik yang dihadapi Australia akan jauh lebih luas.

Beberapa waktu lalu Fairfax melaporkan, data-data intelijen dikumpulkan DSD melalui kedutaan-kedutaan Australia di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Hanoi, Beijing, Dili, dan Port Moresby. Dengan demikian negara-negara yang menjadi sasaran aksi spionase Australia terentang dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Timor Leste, sampai Papua Nugini.
Jangan Remehkan
Luasnya aksi spionase yang dilakukan Australia selama ini – dan fakta bahwa hal itu terungkap ke publik internasional, diharapkan menyadarkan Perdana Menteri Australia Tony Abbott bahwa isu ini tak bisa diremehkan. Abbott diminta segera mengambil alih kendali dari situasi yang kian memburuk.

“Tony Abbott tak boleh menunda meminta maaf kepada Indonesia. Lebih penting lagi, ia harus menggelar penyelidikan berskala besar terhadap badan dan agen-agen intelijen Australia,” kata Dorling. Ia pun mengusulkan Abbott membentuk komisi independen untuk melakukan investigasi tersebut.

Selain itu Dorling meminta para agen DSD di Kedutaan Australia di Jakarta untuk segera berkemas dan meninggalkan Indonesia. “Pernyataan (Abbott) bahwa semua negara mengumpulkan informasi intelijen sama sekali tidak membantu memperbaiki situasi,” kata dia.

Indonesia benar-benar merealisasikan ancamannya untuk menurunkan derajat hubungan dengan Australia. “Saya minta hentikan dulu pertukaran informasi intelijen, hentikan coordinated military operation untuk menghentikan people smuggling di wilayah lautan. Tidak mungkin kita melakukan itu (latihan bersama Australia) jika ada penyadapan terhadap tentara atau terhadap kita semua,” kata Presiden SBY dalam konferensi persnya di Kantor Presiden, Jakarta.

Laman kepolisian dan Bank Sentral Australia diretas

Ilustrasi (ist)

Laman Kepolisian Federal Australia dan Bank Sentral Australia menjadi korban serangan dunia siber, dan beberapa laporan pada Kamis menuding pelakunya adalah peretas Indonesia.

Kepolisian Federal Australia menyebut serangan tersebut sebagai tindakan "tak bertanggung jawab" dan mengatakan bahwa siapa pun pelakunya akan menghadapi tuntutan hukum.

"Serangan-serangan ini tidak bertanggung jawab, dan tidak akan memengaruhi kebijakan pemerintah," kata badan kepolisian tersebut dalam sebuah pernyataan.

"Kegiatan seperti peretasan, menciptakan atau menyebarkan virus dengan niat jahat bukanlah aksi bersenang-senang yang tidak membawa kerugian. Aksi itu bisa menimbulkan konsekuensi jangka panjang yang serius bagi individu, seperti hukuman pidana atau dipenjara."

Pejabat kepolisian mengatakan laman yang berisi informasi yang tidak sensitif itu masih beroperasi saat para staf pulang kerja pada Rabu petang, namun pada Kamis pagi sudah tidak bisa dioperasikan lagi.

Insiden tersebut terjadi hanya dua pekan setelah kelompok peretas Anonymous Indonesia mengaku bertanggung jawab atas peretasan lebih dari 170 laman Australia, sebagai protes atas tindakan Canberra memata-matai tetangga dekatnya.

Hubungan antara kedua negara memburuk setelah munculnya berita minggu ini, berdasarkan dokumen bocoran dari buronan intelijen AS Edward Snowden, bahwa Australia mencoba menguping pembicaraan telepon Presiden Indonesia beserta istri dan beberapa menteri pada 2009.

Harian The Guardian Australia melaporkan bahwa seorang anggota Anonymous Indonesia dengan nama #IndonesiaCyberArmy, telah mengaku bertanggung jawab atas serangan terakhir tersebut.

"Saya siap untuk perang ini!" kata peretas itu dalam akun Twitter yang tidak bisa dilacak lokasinya oleh Kepolisian Federal Australia.

Pihak Kepolisian Federal tidak memberikan komentar mengenai siapa yang bertanggung jawab atas serangan itu, namun mengatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan Pusat Operasi Keamanan Siber dan tim Tanggap Darurat Komputer Australia untuk mengidentifikasi peretas itu.

Laman bank sentral juga menjadi target, dan seorang juru bicaranya mengatakan pihaknya menjadi sasaran serangan yang membuat layanannya terhenti sejak Selasa tengah malam -- namun masih ada sistem cadangan yang membuat laman tersebut tetap beroperasi meski ada masalah penundaan.

"Bank memiliki sistem proteksi untuk laman kami, sehingga laman bank masih aman," kata juru bicara tersebut.

Anonymous diyakini merupakan kumpulan peretas yang tidak memiliki struktur organisasi yang melancarkan serangan dalam talian secara internasional, demikian laporan AFP.

Begini Cara Australia Sadap Ponsel Petinggi RI?

Sepekan terakhir, Indonesia digemparkan berita penyadapan saluran telepon seluler sejumlah petinggi RI oleh intelijen Australia pada tahun 2009. Kabar itu menyebar sejak media massa internasional menulis rahasia yang dibocorkan Edward Snowden.

Ilustrasi karikatur penyadapan terhadap Presiden SBY oleh editor Herald Sun, Mark Knight | heraldsun.com.au/Mark Knight

Ini tentu bukan aksi intelijen sembarangan. Dari data tersebut, diketahui intelijen Australia berhasil menyadap telepon seluler Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta istri, Wapres Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, Jubir Presiden Dino Patti Djalal, Andi Malaranggeng, Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menko Polkam Widodo Adi Sucipto, dan Menteri BUMN Sofyan Djalil.

Tak pelak, hubungan diplomatik Indonesia-Australia yang tadinya hangat kini menjadi panas. Tak hanya memanggil pulang Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, dari Canberra, Presiden SBY juga meminta penjelasan dan permohonan maaf dari pemerintah Australia.

Tapi, alih-alih meminta maaf, Perdana Menteri Australia Tony Abbott malah mendukung apa pun yang sudah dilakukan pemerintahan sebelumnya, dan saat ini terus mengumpulkan informasi demi kepentingan nasional Australia. Bukannya reda, hubungan antara kedua negara malah tambah renggang.

Bagaimana modus intelijen Australia memata-matai aktivitas para petinggi RI masih menjadi teka-teki sampai detik ini. Faktanya, berdasarkan dokumen yang dibocorkan Snowden, aksi intelijen Negeri Kanguru itu dilakukan pada tahun 2009 dengan menyadap telepon seluler. Namun, tidak dijelaskan dengan teknologi apa, bagaimana caranya, atau bekerja sama dengan pihak mana. Semuanya masih misterius.

Skema penyadapan

Dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini, penyadapan bisa dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan peranti lunak maupun peranti keras. Menurut Nonot Harsono, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), penyadapan ponsel bisa dilakukan hanya dengan me-remote.

Salah satu skema konvensional penyadapan ponsel adalah dengan menaruh BTS kamuflase di sekitar ponsel korban. "Misalnya, menggunakan BTS palsu dalam bentuk koper atau dalam bentuk yang tidak terduga. Biasanya digunakan aparat hukum untuk memburu target operandinya," kata Nonot pada VIVAnews, dua hari lalu.

Jika BTS kamuflase itu menyala, cara kerjanya sederhana. Dia menjelaskan, ponsel yang mengirimkan gelombang radio menuju BTS di sekitarnya. Dan, BTS palsu juga akan menangkap gelombang radio tersebut tanpa sepengetahuan pengguna, kemudian menerima informasi percakapan di ponsel.

Skema lain, melalui alat sadap yang dipasang oleh operator telekomunikasi. Tiap-tiap operator seluler, tutur Nonot, mempunyai alat penyadapan atau alat perekam yang dipasangkan di dalam jaringannya. "Ini demi penegakan hukum. Tapi, mereka hanya diperbolehkan membukanya apabila diminta oleh penegak hukum," terangnya.

Berbicara skema yang lebih canggih, penyadapan bisa dilakukan hanya dengan menggunakan peranti lunak. Menurutnya, praktik penyadapan oleh intelijen asing tentu sangat rapi dan rahasia, banyak yang tidak menyadarinya. Pelaku aksi intelijen bisa menyusup dengan menyewa bandwidth ke operator tertentu dengan berpura-pura menjadi penyelenggara jasa Internet (Internet Service Provider/ISP) kemudian membuka jaringan virtual ke pusat intelijen.

Namun, Nonot enggan menduga-duga skenario mana yang ditempuh oleh intelijen Australia untuk menyadap saluran telepon seluler milik para petinggi RI.

Alat sadap Densus 88?

Beda halnya dengan Nonot yang mengulik isu penyadapan dari perspektif teknologi informasi, Indonesia Police Watch (IPW) mencurigai alat penyadapan oleh Australia melalui alat-alat bantu sadap bantuan dari pemerintah Australia yang diberikan pada Datasemen Khusus (Densus) 88.

IPW mendesak Polri segera mengevaluasi berbagai peralatan, khususnya alat-alat sadap bantuan dari Negeri Kanguru itu. "Sebab, bukan mustahil lewat bantuan alat sadap buat Densus 88 antiteror ini, intelijen Australia menyadap komunikasi pejabat Indonesia," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, Rabu 20 November 2013.

"Jika terbukti penyadapan lewat alat sadap bantuan itu, berarti sudah waktunya semua alat tersebut diblokir, dinonaktifkan dan tidak perlu difungsikan lagi," jelasnya.

Kalaupun tidak terbukti, pemerintah diimbaunya agar tetap waspada. Kenapa intelijen Australia dan negara asing lainnya terlalu mudah menyadap para pejabat Indonesia.

Sementara itu, pada kesempatan berbeda, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Moeldoko mengatakan, pihaknya akan memperkuat sistem enkripsi negara guna mengantisipasi penyadapan negara asing, khususnya Australia dan Amerika Serikat.

Pria yang sebelumnya menjabat Kepala Staf TNI AD itu mengaku akan mengembangkan enkripsi bersama Lembaga Sandi Negara supaya para petinggi negara tidak gampang disadap oleh pihak asing. "Untuk kontrainformasi, kami tengah mengembangkan enkripsi yang akan kita buat sendiri," terang Moeldoko pada wartawan di Markas Komando Badan Intelijen Strategis, Jakarta.

Kemarin pagi, Moeldoko telah memberikan arahan kepada para intelijen TNI AD, AL, AU beserta atase-atase pertahanan Indonesia guna mengantisipasi penyadapan dari pihak asing. "Kita beranalogi dengan negara-negara lain. Penyadapan tidak hanya kepada Indonesia, tetapi juga terjadi kepada negara-negara lain. Penyadapan itu syarat teknologi. Kita harus siap," ucapnya.

Kemungkinan BTS palsu

Spekulasi pun muncul. Operator telekomunikasi dituding memfasilitasi intelijen Australia untuk menyadap ponsel Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri di era 2009. Sebagaimana dilaporkan laman The Guardian dan Sydney Morning Herald, ada empat operator telekomunikasi yang disebutkan di dalam dokumen penyadapan, yaitu Telkomsel, XL, Indosat, dan Hutchison (3).

Namun, spekulasi ini langsung buru-buru dibantah. "Nggak benar. Urusan penyadapan kami patuh pada hukum. Kami ikuti arahan penegak hukum, karena mereka yang berhak," bantah Ivan Cahya Permana, VP Technology and System Telkomsel, saat dikonfirmasi VIVAnews, Selasa 19 November 2013.

Dia menjelaskan, secara teknis, Telkomsel dan operator telekomunikasi pada umumnya mempunyai standar keamanan jaringan sesuai persyaratan internasional.

Namun demikian, Ivan mengakui, masih ada masalah dengan kepemilikan alat penyadapan, yaitu perangkat ini bisa dimiliki oleh kalangan di luar penegak hukum.

"Problemnya, tak ada aturan yang mengatakan perangkat itu hanya boleh dimiliki penegak hukum saja. Jadi, kalau Anda punya uang cukup, Anda bisa beli perangkat itu. Harganya 50 miliar rupiah. Memang mahal, makanya terbatas. Kepolisian pun nggak punya banyak," jelas Ivan Permana.

Namun, untuk kasus penyadapan Presiden RI dan sejumlah menteri, Ivan enggan menuding intelijen Australia telah membeli perangkat tersebut. Karena, kemungkinannya masih cukup luas. Menurut Ivan, intelijen Australia dapat memanfaatkan BTS palsu untuk menyadap informasi dari ponsel.

"Alat sadap itu dapat menyaru jadi BTS milik operator, karena itu dipercaya oleh ponselnya, nah ponsel meresponsnya ke alat itu," jelas Ivan.

Senada dengan Telkomsel, Indra Utoyo, Direktur Inovasi dan Strategi Portofolio Telkom yakin tidak ada operator telekomunikasi di Indonesia yang terlibat dalam upaya penyadapan yang membuat hubungan Indonesia-Australia makin panas.

"Untuk penyadapan, kami sudah ikut aturan yang ditetapkan pemerintah. Mungkin mereka (Australia) mempunyai hal yang melampaui aturan kita. Ini di luar domain kami," ujar Indra, saat dijumpai VIVAnews di Jakarta, Rabu 20 November 2013.

"Ini menjadi pembelajaran untuk semua pihak ke depan untuk memperbaiki dan meningkatkan layanan di era digital bahwa keamanan dan privasi itu sangat penting," ujar dia.

Penyadapan = ilegal

Menanggapi isu penyadapan ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pun turut bicara. Sejauh ini, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan penyadapan itu belum terbukti dilakukan lewat kerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi di Indonesia.

"Jika terbukti ada yang main mata di kemudian hari, maka penyeleggara telekomunikasi yang bersangkutan dapat dikenai pidana yang diatur dalam UU Tekomunikasi dan UU ITE,"  kata dia.

Gatot memaparkan, penyadapan bertentangan dengan UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi dan UU No 11/2008 tentang ITE. "Pada pasal 40 dalam UU Telekomunikasi, setiap orang secara tegas dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun," paparnya.

Menurutnya, Kominfo tidak pernah memberikan sertifikasi perangkat sadap terkecuali yang digunakan oleh lembaga penegak hukum yang disebutkan pada Pasal 40 UU Telekomunikasi dan Pasal 31 UU ITE.

"Kami tidak pernah mengeluarkan sertifikat untuk perangkat anti sadap. Karena itu ilegal," ujar Gatot.

TNI Langsung Hentikan Latihan Militer Gabungan Dengan Australia

Menyusul sikap tegas Pemerintah Indonesia menghentikan sementara kerjasama pertukaran informasi dan pertukaran intelijen, termasuk latihan-latihan militer bersama, yang melibatkan angkatan laut, darat, udara, dan gabungan kedua negara, sampai Pemerintah Australia menyampaikan penjelasan sikap resmi mengenai aksi penyadapan yang dilakukan intelijen negara tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumla menteri pada 2009 lalu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) langsung mengentikan seluruh latihan militer gabungan dengan Australia mulai Rabu (20/11) ini.


"Mulai hari ini langsung kami hentikan, bukan percepatan," kata Panglima TNI Jendral Moeldoko di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (20/11).

Panglima TNI mengatakan, salah satu latihan gabungan yang dihentikan adalah Elang Ausindo, dimana Indonesia mengirimkan enam pesawat F-16 dan rencananya selesai pada 24 November.

"Enam pesawat F16 di Australia harusnya sampai 24 November, dihentikan sekarang dan besok (pesawat) harus kembali," ujar Jendral Moeldoko.

Panglima TNI menjelaskan, pihaknya tetap tegas untuk menegakkan sikap politik, meskipun secara personal, dirinya tetap berhubungan dengan koleganya asal Australia.

"Saya selaku penglima tetap harus menjaga keseimbangan untuk menghadapi situasi ini. Secara pribadi panglima masih berkomunikasi dengan panglima Australia, tapi sikap politik harus jelas, tegas," ungkap Jendral Moeldoko.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia secara resmi memutuskan untuk menghentikan sementara kerjasama pertukaran informasi danpertukaran intelijen dengan Australia, termasuk latihan-latihan militer bersama, yang melibatkan angkatan laut, darat, udara, dan gabungan kedua negara. Penghentian kerjasama ini dilakukan hingga pemerintah Australia memberikan penjelasan resmi atas terjadinya penyadapan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan sejumlah menteri.

Sikap resmi Pemerintah Indonesia itu disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konperensi pers di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (20/11) siang, seusai melakukan rapat terbatas dengan Dubes RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, yang dihadiri oleh Menlu Marty Natalegawa, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, dan Kepala BIN Letjen Marciano Norman.

“Pemerintah Indonesia mengharapkan sekali lagi penjelasan dan sikap resmi Australia terkait penyadapan, sebagai mana telah disampaikan Menlu Marty Natalegawa. Kami sudah meminta, dan melalui mimbar ini, saya betul-betul meminta penjelasan sikap resmi Pemerintah Australia terhadap Pemerintah Indonesia, dan sikap apa yang diambil Pemerintah Australia terhadap penyadapan itu. Kalau Australia ingin menjaga hubungan baik dengan Indonesia, saya menunggu penjelasan itu,” tegas Presiden SBY.

Sambil menunggu apa yang akan disampaikan Pemerintah Australia melalui Perdana Menteri Tonny Abbot, Presiden SBY masih berharap, Indonesia dan Australia masih bisa menjalin hubungan dan kerjsama yang baik setelah kedua negara mengatasi masalah ini.

“Australia satu tahun terakhir ini menghormati kedaulatan kemerdakaan Indonesia, dan mengakui keutuhan wilayah Indonesia,” ungkap Presiden SBY.
Terhadap warga Indonesia di Australia, apakah diplomat, pekerja, pelajar dan mahasiswa, Presiden meminta untuk tetap tenang. Pemerintah Ind dan Australia, lanjut Presiden SBY, memiliki kewajiban untuk mengatasi masalah ini.

Indonesia - Australia memanas, TNI fokus latihan tempur

Hubungan RI dengan Australia kembali memanas, pasukan TNI pun terus diperkuat untuk melakukan latihan tempur. Latihan itu, dimaksudkan untuk kesiapsiagaan bila suatu saat kejadian terburuk terjadi.

Indonesia-Australia memanas, TNI fokus latihan tempur

Rabu (20/11/2013) siang, sekira 540 personel dari Batalyon Yonif Lintas Udara 502 Malang digembleng untuk melakukan pertempuran langsung dengan terjun dari udara dan melakukan penyerangan jarak dekat di sebuah hutan di Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim).

Ratusan personel itu diterjunkan dari udara dengan menggunakan pesawat Hercules jenis C-130 di kawasan Desa Karangmojo, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang.

Setelah tiba di darat, mereka langsung berlari melewati pemukiman penduduk dan masuk ke dalam hutan di Desa Grujukan. Desa ini, diibaratkan sebagai markas pasukan negara tetangga yang melakukan invasi atau penyerbuan ke Indonesia.

Di dalam hutan inilah tembak-menembak antara pasukan Indonesia melawan musuh terjadi. Dengan taktik gerilya, pasukan musuh dapat dipukul mundur dan beberapa orang diantaranya berhasil ditembak mati.

"Latihan terjun dan tempur taktis kali ini memang difokuskan untuk pertempuran dengan negara asing. Ini sengaja dilakukan untuk mematangkan kesiapsiagaan personel dalam menghadapi setiap ancaman dari negara manapun yang merongrong NKRI," tegas Komandan Brigade Infantri Lintas Udara 18 Trisula, Kolonel Susilo.